Tertarik dengan tulisan Dina Sulaeman di blognya, Kajian Timur Tengah tentang pengalaman Pak Dahlan Iskan berada di Iran, saya pun mencari sumbernya di forum "kompasiana". Namun karena terkait dengan Iran, sebelumnya saya ingin mengingatkan kembali pada para pengunjung blog bahwa beberapa waktu lalu Pak Dahlan pernah mengumumkan akan membeli migas dari Iran untuk mengatasi masalah pembangkit energi PLN. Saya sudah menulis di blog ini bahwa pengumuman Pak Dahlan tersebut hanya sekedar pencitraan belaka demi meraih popularitas menjelang pilpres 2014. Sejauh ini pendapat saya itu tidak terbantahkan seiring tidak adanya kejelasan lagi tentang migas Iran tersebut.
Yang saya herankan dari tulisan Pak Dahlan Iskan berjudul "Ke Iran Setelah 20 Tahun Diembargo Amerika" adalah keawaman beliau tentang Iran. Padahal tulisan-tulisan tentang Iran begitu melimpah tersedia di internet. Semestinya sebelum pergi ke Iran Pak Dahlan terlebih dahulu mencari informasi sebanyak mungkin tentang Iran agar tidak timbul kesalah pahaman. Atau memang demikian tujuan Pak Dahlan, berpura-pura tidak tahu apa-apa tentang Iran dan kemudian menuliskan tentangnya dengan konotasi negatif demi menjauhkannya dari simpati rakyat Indonesia yang dari tahun ke tahun semakin besar terhadap Iran? Bukankah kedekatan beliau dengan "kepentingan" Amerika selama ini telah cukup jelas?
Saya tidak seberuntung Pak Dahlan yang bisa pergi ke Iran sesering apapun beliau inginkan. Namun saya bisa memahami apa yang menjadi kebingungan Pak Dahlan tentang Iran, tentang sholat Jum'atnya, tentang sebagian wanita-wanitanya yang berkerudung dan bukannya berjilbab, serta tentang barang-barang buatan Amerika.
Tentang sholat Jum'at, entah mengapa Pak Dahlan lupa bahwa Iran adalah negara yang mayoritas rakyatnya penganut Shiah yang menempatkan sholat Jum'at agak berbeda dengaan penganut Sunni meski mereka tetap menganggapnya sebagai kewajiban. Yang istimewa di Iran adalah pemerintah mengorganisir sholat Juma't untuk menempa jati diri bangsa Iran menjadi bangsa yang militan dan sadar politik di samping berakhlak mulia. Demi itu semua maka pemerintah mengumpulkan sebanyak mungkin jemaah sholat Jum'at ke beberapa tempat sholat. Tidak heran jika di kota-kota besar seperti Iran, jemaah sholat Jumat bisa mencapai jutaan orang. Dan dalam kotbah-kotbah yang disampaikan selalu diselipkan pesan-pesan politik domestik maupun internasional, tentang isu-isu Palestina misalnya, atau isu tentang Syria, Irak, dan beberapa waktu lalu tentang Rohingnya. Tidak heran jika masalah Palestina tidak pernah lepas dari perhatian rakyat Iran meski sebagian besar umat Islam di seluruh dunia sudah melupakannya, dan Liga Arab serta Ikhwanul Muslimin yang dulu didirikan untuk membebaskan Palestina justru berselingkuh dengan Israel membunuhi rakyat Arab Palestina dan Syria.
Tentang sebagian (sekali lagi sebagian, itupun kebanyakan hanya di kalangan remaja kelas menengah atas di kota-kota besar) wanita-wanita Iran yang berkerudung dan bukan berjilbab, marilah kita bandingkan dengan beberapa negara Islam lain sebelum kita menghakimi Iran sebagai negerinya orang-orang hipokrit (munafik). Dengan Indonesia misalnya, tentu saja Iran jauh lebih Islami. Minimal wanita Iran berkerudung sementara di Indonesia wanita-wanita setengah telanjang bebas berkeliaran di pasar-pasar. Beberapa waktu lalu pemerintah Iran mengusir seorang artis warga negara Iran yang berpose telanjang di majalah porno di Amerika dan mengatakan kepadanya: "rakyat Iran tidak membutuhkan Anda!" Sementara artis Indonesia yang berpose porno di majalah "Playboy" justru dielu-elukan sebagai "pejuang emansipasi".
Kemudian bandingkanlah dengan Turki yang melarang wanita berjilbab memasuki universitas negeri dan kantor-kantor pemerintah dan melarang adzan dikumandangkan keras-keras, Iran tentu masih jauh lebih baik. Selanjutnya marilah kita bandingkan lagi dengan Saudi Arabia dimana para wanitanya dilarang menyetir mobil dan keluar rumah sendirian, tentu para wanita Iran juga masih jauh lebih baik.
Iran adalah satu-satunya negara Islam yang menempatkan para ulama sebagai penguasa tertinggi dan menjadikan Islam sebagai dasar negara. Namun di sisi lain Iran juga tidak ketinggalan dalam kemajuan segala bidang. Di bidang teknologi dan ekonomi, misalnya, Iran adalah negara yang harus diacungi jempol. Di bidang HAM dan demokrasi, Iran juga pemimpin di antara negara-negara Islam. Meski penguasa tertinggi di Iran adalah ulama, namun Iran menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dengan sangat baik: pembagian kekuasaan yang jelas antara legilatif, eksekutif dan yudikatif, pemilu yang terjadwal, kebebasan pers. Iran juga melindungi semua kelompok etnis minoritas dengan hak-hak penuh sebagai warganegara termasuk keterwakilan di parlemen. Dan berkebalikan 180 derajat dengan Saudi, Iran sangat menghargai emansipasi wanita sehingga prosentase mahasiswa perempuan di Iran termasuk yang tertinggi di dunia Islam, sektor profesi seperti engineering, medis, layanan sosial, dan birokrasi juga banyak diisi oleh para wanita. Namun demikian, sesuai perintah dalam agama Islam, Iran tetap melarang wanita menjadi kepala pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
Dengan kata lain Iran adalah satu-satunya negara yang menerapkan kemajuan spiritual (agama) dan material (duniawi) secara ideal.
Selanjutnya tentang barang-barang buatan Amerika. Perlu ditekankan di sini bahwa Iran tidak memiliki hubungan dagang dengan Amerika. Itu saja sudah menjadi nilai plus sendiri bagi Iran sebagai negara yang menolak menjadi "bawahan" Amerika. Barang-barang buatan Amerika atau barat yang ada di Iran tentu saja merupakan barang-barang selundupan, atau barang tiruan. Kalau pemerintan Iran tidak menganggap hal itu sebagai suatu masalah serius yang harus diberangus, tentu harus kita hargai. Selama barang-barang itu tidak terlalu mengganggu pasar produksi domestik, kita tentu tidak berhak untuk memaksa pemerintah Iran memberangus penyelundupan. Nafsu manusia memang sulit untuk dikendalikan sehingga seketat apapun penjagaan keamanan perbatasan, penyelundupan tetap saja terjadi.
Saya pernah membaca kisah tentang para pemilik restoran mewah di kota Beirut, Lebanon, yang rela membeli kapal selam untuk menyelundupkan kaviar, anggur dan makanan mahal dari luar negeri untuk melayani nafsu makan orang-orang kaya Lebanon selama pengepungan Israel dalam Perang Lebanon tahun 1980-an.
hadehh takiyah lagi ... aliran ente nggak boleh solat jumat hingga mahdi ente dateng ke bumi yg sekarang lagi ngumpet. Jangan menyesatkan informasi donk .. masa foto gini dibilang solat jumat ..tau dari mana ente ikut disitu ?
ReplyDelete