Perkembangan berikut ini kemungkinan akan menghentikan krisis Syria. Atau justru membuat krisis semakin membesar.
Hampir dapat dipastikan Rusia telah mengirimkan salah satu senjata pertahanan udara paling canggih di dunia, S-300, ke Syria. Rusia juga telah memperkuat armada Laut Tengah (Mediterania) dengan kapal-kapal perang yang dikirimkan dari Pasifik, dengan tugas, apalagi kalau bukan menjaga Syria dari kejatuhan ke tangan Amerika.
Berita tentang pengiriman "senjata pamungkas" tersebut pertama kali muncul di media berbahasa Arab yang berbasis di Inggris, Al-Quds Al-Arabi beberapa waktu lalu yang menyebutkan bahwa Rusia telah mengirimkan 200 peluncur rudal S-300 ke Syria dan personil militer Syria telah memiliki kemampuan untuk mengoperasikannya sendiri. Berita tersebut dianggap sangat akurat karena diduga dibocorkan sendiri oleh Rusia sebagai bentuk "perang psikologis" terhadap Amerika dan negara-negara barat yang tengah merencanakan untuk meningkatkan intensitas pertempuran di medan perang Syria dengan tambahan bantuan senjata kepada pemberontak, atau bahkan intervensi langsung.
Maka dunia menyaksikan para menlu Amerika, Inggris dan terakhir PM Israel Benjamin Netanyahu tergopoh-gopoh menemui Presiden Rusia Vladimir Putin guna membujuknya membatalkan pengiriman tersebut. Namun alih-alih Putin justru memperingatkan mereka semua untuk tidak mengusik Syria.
“Dalam situasi ini sangatlah krusial untuk menghindari tindakan-tindakan yang bisa menggoncangkan keadaan," kata Putin usai bertemu Netanyahu di kediaman Putin di Sochi, Laut Hitam, 14 Mei lalu.
Netanyahu membutuhkan waktu hingga 3 jam untuk membujuk Putin membatalkan pengiriman S-300 sebagai upaya terakhir setelah Amerika dan Inggris gagal melakukannya. Namun Putin justru menyalahkan Israel atas aksi militernya terhadap Syria tgl 3 dan 5 Mei lalu. Dan peringatan Putin untuk tidak mengusik Syria mengisyaratkan dengan gamblang bahwa Israel tidak patut membujuk Putin setelah aksi-aksi militer yang dilakukannya.
Menurut sumber-sumber terpercaya, dalam pertemuan tersebut telah terjadi saling gertak antara Putin dan Netanyahu. Dikabarkan Netanyahu mengingatkan Putin bahwa Isreal tidak akan segan menghancurkan rudal-rudal S-300 besarta fasilitas-fasilitas militer pendukungnya yang banyak dioperasikan oleh personil militer Rusia di Syria. Sebaliknya Putin mengingatkan bahwa rudal-rudal S-300-nya tidak akan segan menembak jatuh pesawat-pesawat tempur Israel.
Para analis memperkirakan bahwa penyebab utama pengiriman senjata pemusnah Rusia tersebut adalah serangan-serangan udara Israel terhadap Syria yang dianggap Rusia sebagai bentuk "aksi kunci" yang bisa memancing intervensi barat terhadap Syria sekaligus mengancam kepentingan Rusia di Syria sebagai sekutu strategisnya. Padahal, karena sensitifnya isu tentang keampuhan senjata ini telah membuat PBB melarang Rusia menjual senjata ini ke Iran, dan sampai saat ini larangan tersebut ditaati Rusia.
S-300 didisain untuk menembak jatuh beberapa sasaran udara sekaligus seperti pesawat dan rudal hingga jarak 200 km. Senjata ini dianggap sebagai salah satu sistem pertahanan udara tercanggih di dunia.
ARMADA RUSIA PENUHI LAUT TENGAH
Sementara itu satu rombongan kapal perang Rusia dari satuan Armada Pasifik dikabarkan telah memasuki Laut Tengah dimana Rusia memiliki pangkalan AL di Tarsus, Syria. Demikian siaran yang dikeluarkan kantor berita pemerintah Rusia "RRIA Novosti" mengutip seorang pejabat militer Rusia, Kamis (16/5).
Satuan laut tersebut dikabarkan kini tengah berlabuh di Ciprus. Di antara kapal perang yang turut dalam misi tersebut adalah destroyer "Admiral Panteleyev", kapal amphibi tempur "Peresvet" dan "Admiral Nevelskoi", kapal tanker "Pechenga" dan kapal tug penyelamat "Fotiy Krylov". Kapal-kapal tersebut bertolak dari pangkalan sebelumnya di Vladivostok, Siberia, pada tgl 19 Maret lalu. Misi tersebut adalah untuk memperkuat armada Laut Tengah Rusia (meski secara resmi Rusia tidak memiliki satuan laut setingkat Armada). Sebelumnya Armada Laut Tengah Rusia diperkuat oleh kapal anti kapal selam "Severomorsk", frigat "Yaroslav Mudry", kapal tug penyelamat "Altai" dan "SB-921", kapal tanker "Lena" (yang dikirim dari Armada Laut Baltik) serta kapal pendarat pasukan "Azov" (yang dikirim dari Armada Laut Hitam). Armada Laut Tengah ini kemungkinan masih akan diperkuat lagi dengan kapal-kapal selam bertenaga nuklir.
Pada bulan April lalu menhan Rusia Sergei Shoigu mengumumkan bahwa Rusia telah mulai membentuk satuan tugas laut di Laut Tengah dengan mengirim beberapa kapal perang dari Pasifik dan kawasan lain. Pernyataan tersebut menyusul pernyataan Shoigu sebelumnya yang menyebutkan bahwa Rusia membutuhkan kehadiran armada lautnya di Laut Tengah untuk melindungi kepentingan Rusia di kawasan tersebut.
Seorang pejabat militer Rusia menyebutkan bahwa markas besar armada Laut Tengah kemungkinan berada di Novorossiysk, Russia, atau di Sevastopol, Ukraina.
Admiral Vladimir Komoyedov, kepala komisi pertahanan parlemen Rusia beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa armada atau gugus tugas Laut Tengah yang akan dibentuk Rusia akan diperkuat dengan 10 kapal perang dan kapal-kapal pendukungnya.
Pada saat terjadi Perang Dingin, tepatnya antara tahun 1967 hingga 1992 Rusia (saat itu bernama Uni Sovyet) membentuk satu armada di Laut Tengah yang diberi nama "Skuadron V" sebagai lawan dari Armada VI Amerika yang ditempatkan di kawasan yang sama. Armada tersebut terdiri dari 30 hingga 50 kapal perang.
REF:
"Putin again warns Netanyahu hands off Syria"; DEBKAfile; 14 Mei 2013
"Russian Pacific Fleet Warships Enter Mediterranean"; almanar.com.lb; 16 Mei 2013
No comments:
Post a Comment