Apa yang terjadi di Universitas Airlangga (Unair) kemarin (Senin 26 Agustus 2013) merupakan pesta besar bagi para elit penguasa negeri ini. Saat itu salah seorang pengusaha terkaya di negeri ini, Chairul Tanjung (CT), mendapat gelar kehormatan "Doktor Honoris Causa" dari salah satu universitas elit negeri ini karena dianggap berjasa besar dalam bidang "pengembangan ekonomi kerakyatan".
Namun meskipun hanya seorang pengusaha swasta dan bukan seorang pejabat publik penting (ia adalah ketua Dewan Ekonomi Nasional, namun itu bukan jabatan publik), sambutan yang diterima Chairul Tanjung sangatlah luar biasa. Beberapa pejabat penting negeri ini hadir dalam acara tersebut untuk memberikan penghormatan kepada CT. Sebut saja di antaranya adalah Meneg BUMN Dahlan Iskan, Menakertrans Muhaimin Iskandar, Menpan Sarwono, Menkominfo Tifatul Sembiring, dll. Selain itu hadir juga para pengusaha nasional, pengamat ekonomi terkenal, dan tokoh-tokoh nasional lainnya yang serentak berdiri dan bertepuk tangan menyambut penganugerahan penghargaan. Penganugerahannya sendiri dilakukan oleh rektor Unair bersama dengan Mensegneg Sudi Silalahi yang dikenal sebagai orang "terdekat" presiden SBY.
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa acara tersebut merupakan pesta elit penguasa negeri ini untuk menghormati orang yang dianggap "berjasa mengembangkan ekonomi kerakyatan". Peristiwa tersebut saya saksikan di berita televisi "Trans 7" yang tidak lain adalah media kepunyaan Chairul Tanjung.
Namun sungguh ironis, berita selanjutnya yang saya lihat adalah sebuah "tragedi nasional" yang bertolak belakang dengan peristiwa di Unair tersebut. Berita tersebut adalah bangkrutnya sejumlah besar pengusaha tempe dan tahu di berbagai wilayah Indonesia karena naiknya harga kedelai sebagai dampak anjloknya nilai tukar rupiah di pasar uang internasional.
Penempatan berita tersebut setelah berita "pesta kekuasaan di Unair" bagi saya sungguh sebuah ironi yang memalukan. Bagaimana bisa seseorang yang tidak melakukan apapun untuk mengatasi masalah pengusaha tahu tempe serta jutaan tenaga kerja yang tergantung hidupnya dari industri tahu tempe, mendapat penghargaan sebagai orang yang berjasa dalam pengembangan ekonomi kerakyatan".
Sebagaima kita ketahui, Chairul Tanjung adalah pemain bisnis yang bergerak di sektor-sektor "elit" seperti perbankan, komunikasi, properti dan retil dan tidak diketahui kedekatannya dengan sektor UKM dan ekonomi rakyat yang banyak bergerak di sektor pertanian, perkebunan dan industri kecil. Melalui tangan kanannya, Dahlan Iskan, ia pernah mencoba masuk ke sektor migas dengan "mengakuisisi" anak perusahaan Pertamina yang menguasai perdagangan migas Indonesia, PT Petral. Namun setelah ribut-ribut tentang kontroversi PT Petral, tiba-tiba saja kemudian Dahlan Iskan diam membisu tentang hal itu. Sebagian orang menganggap ia gagal menjalankan misi pengambil-alihan penguasaan bisnis migas dari mafia migas yang lebih dahulu eksis ke dalam kekuasaan kerajaan bisnis Chairul Tanjung, namun boleh jadi juga secara diam-diam telah terjadi pembagian kekuasaan di antara mereka sehingga membuat Dahlan Iskan pun kini diam.
Kalau saja mau, Chairul Tanjung bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan para pengusaha tempe tahu dan sekaligus benar-benar mengembangkan ekonomi rakyat dan menyelamatkan negara dengan memperkuat ketahanan pangan. Ia bisa menanamkan investasinya di sektor pertanian dan perkebunan dengan membuka ladang kedelai dan komoditi lainnya yang penting di berbagai wilayah di Indonesia yang terkenal subur. Ia bisa juga membangun industri peternakan yang memproduksi daging dan susu serta produk-produk turunannya seperti susu formula dan keju sehingga kebutuhan produk-produk tersebut terjamin dengan harga yang terjangkau dan stabil.
Kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh besarnya produksi barang dan jasa, tidak peduli bagaimanapun gejolak sektor keuangan dan dunia maya lainnya. Selama produksi barang dan jasa mencukupi dan pemerintah bisa menjamin distribusinya secara adil dan merata, maka kesejahteraan rakyat akan tercapai. Bukannya berusaha meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan bermain di "sektor-sektor elit" yang hanya memberikan keuntungan bagi segelintir orang dan menyengsarakan sebagian besar rakyat.
Namun di era neo-kolonialisme seperti sekarang ini (meminjam istilah Soekarno), justru kecenderungna terakhirlah yang terjadi hingga "kongkalikong" antara pengusaha-pejabat pun ditunjukkan secara vulgar seperti peristiwa di Unair, sementara ribuan pengrajin tahu tempe dan jutaan orang yang tergantung nasibnya dari sektor ini menderita tanpa perhatian semestinya dari pemerintah.
loohh kok mengkritik dan menyalahkan CT..? katanya dia hanya seorang pengusaha. pemerintah dan para pejabat itu yang semestinya lebih bertanggungjawab. kalau di pandang CT bisa mengatasi krisis Kedelai, apalagi pemerintah yang punya jabatan dan uang banyak. CT layak jadi Presiden karena dia di pandang bisa mengatasi krisis..
ReplyDeleteTidak ada yg salah pada CT. Hanya dia tak pantas mendapat penghargaan berlebihan. Tau siapa sebenarnya CT dan orang-orang di belakangnya?
ReplyDeletememangnya siapa saja bang..dan apa sepak terjangnya? saya jadi penasaran...
ReplyDelete