Sayyed Hasan Nasrallah, pemimpin Hizbollah beberapa waktu lalu mengatakan bahwa Saudi dan Turki telah menjadi pecundang dalam konflik Syria.
Tampaknya hanya sebuah kata-kata. Namun bagi Menlu Saudi Saud al-Faisal itu adalah sangat menyakitkan. Ia bahkan harus dirangkul para pengawalnya agar tidak terjatuh di sela-sela kegiatan Sidang Umum PBB bulan lalu. Dalam sidang itu ia melihat diri dan negaranya telah ditinggalkan Amerika yang justru mendekat ke Iran, musuh besar Saudi. Dan kabar percakapan telepon Barak Obama dengan presiden Iran Hassan Rouhani semakin membuatnya lemas.
Dan untuk pertama kalinya Saudi kini merasa sendirian setelah gagalnya proyek Syria yang bertujuan menjungkalkan sekutu Iran, Presiden Bashar al Assad. Kini hubungan Saudi dengan Turki dan Qatar terasa hambar setelah mereka terlibat persaingan untuk menjadi pemimpin kelompok-kelompok pemberontak Syria. Saudi juga telah terlanjur meninggalkan sekutu dekatnya di Lebanon, mantan perdana menteri Saad Hariri Cs setelah yang bersangkutan dianggap gagal memainkan peran signifikan untuk membantu proyek Syria. Satu-satunya sekutu yang dimiliki Saudi adalah regim militer Mesir yang tidak populer dan menempatkan Saudi berada pada posisi berlawanan dengan kelompok Islam Ikhwanul Muslimin yang berpengaruh di Turki dan beberapa negara Arab.
Dan kegundahan serta keputus-asaan akibat kegagalan konflik Syria membuat Saudi kembali harus mengambil keputusan fatal lainnya, yaitu menolak menjadi anggota Dewan Keamanan PBB. Keputusan itu pun semakin membuat Saudi terpinggirkan dari percaturan politik internasional.
"Saudi semestinya menyadari hal ini. Namun sepertinya mereka tidak juga mengerti, apalagi menganalisa dan mengatasi masalahnya. Bagaimana pun mereka kini mengetahui bahwa mereka telah kalah dalam permainan, terpinggirkan, dan lebih jauh bertindak tidak rasional," demikian tulis Nizar Abboud di media Lebanon "AL AKHBAR" tgl 19 OKtober lalu tentang kondisi Saudi Arabia saat ini khususnya paska penolakan Saudi atas kursi DK PBB tgl 18 Oktober lalu. Padahal selama ini Saudi dikenal sangat berambisi menjadi "pemain penting" dalam percaturan politik Timur Tengah. Untuk memenuhi ambisinya itu misalnya, Saudi pernah dikabarkan berusaha menyuap PBB untuk menggantikan posisi Lebanon sebagai anggota DK PBB empat tahun lalu.
Alasan Saudi menolak keanggotaan DK PBB tersebut karena Saudi menganggap DK PBB telah gagal menjalankan fungsi-fungsinya terkait konflik Syria dan juga Palestina. Sebenarnya konflik Syria-lah yang memjadi alasannya mengingat masalah Palestina telah jauh lebih dahulu eksis dan selama ini Saudi tidak melakukan apapun untuk menyelesaikannya. Dengan kata lain, Saudi sebenarnya tidak pernah peduli dengan nasib rakyat Palestina dan mengaitkan Palestina sebagai alasan penolakan keanggotaan DK PBB hanya sekedar "lips service" saja untuk menyelamatkan nama baik Saudi di dunia Islam.
Dan mengecam PBB sebagai lembaga yang tidak fair dalam menangani konflik Syria merupakan tuduhan yang sangat kontradiktif dengan peran Saudi sendiri yang telah memperalat organisasi Liga Arab sebagai alat kepentingannya. Alih-alih melindungi salah satu negara pendirinya (Syria) dari serangan kepentingan zionis internasional, di tangan Saudi Arabia Liga Arab justru memecat Syria sebagai anggota dan sekaligus melanggar satu prinsip dasar pendirian Liga Arab sendiri.
Keputus-asaan atas hasil konflik Syria pula-lah yang membuat Saudi melakukan tindakan-tindakan tidak rasional lainnya, yaitu menggencarkan serangan terorisme di Irak. Sampai saat ini telah lebih dari 6.000 orang tewas oleh serangan kelompok-kelompok teroris dukungan Saudi di Irak sepanjang tahun ini. Namun bukannya kemenangan yang diperoleh, aksi-aksi tersebut hanya menimbulkan kebencian dan dendam kesumat orang-orang Irak dan Shiah terhadap Saudi Arabia serta antipati masyarakat dunia yang mencintai perdamaian.
Penolakan Saudi atas keanggotaan DK PBB pun mengundang kecaman Rusia. “The kingdom's arguments arouse bewilderment, and the criticism of the UN Security Council in the context of the Syria conflict is particularly strange,” demikian komentar resmi pemerintah Rusia atas sikap pemerintah Saudi tersebut.
REF:
"Why Did Riyadh Turn Down UN Seat?"; Nizar Abboud; AL AKHBAR; 19 OKtober 2013
No comments:
Post a Comment