Akhir-akhir ini publik Indonesia digemparkan dengan program mobil murah yang diluncurkan dalam even pameran mobil Indonesia International Motor Show (IIMS) baru-baru ini. Tidak lama setelah peluncuran program itu, kandidat presiden mendatang yang paling populer versi media massa yang juga Gubernur DKI, Jokowi, secara terbuka mengkritik program tersebut karena dianggap bertentangan dengan program penanganan kemacetan di Jakarta. Tidak hanya itu, Organda dan YLKI juga memperkarakan program itu karena dianggap mengandung unsur penipuan dan tidak pro kepentingan publik.
Adapun blog ini dari awal menganggap program ini hanya membela kepentingan industri otomotif asing demi menghambat perkembangan industri mobil nasional. Saya (blogger) telah mencoba menganalisa secara sederhana program ini dan menemukan adanya indikasi penyimpangan atau korupsi di balik program ini. Dan inilah analisa sederhana saya.
Sebagian besar mobil yang beredar di jalanan adalah produksi ATPM yang sebagian kepemilikannya dipunyai oleh industri otomotif asing dan sisanya oleh kartel industri otomotif domestik. Untuk semua mobil-mobil itu pemerintah mengenakan PPnBM (pajak pertambahan nilai barang mewah) yang besarnya mencapai 100% lebih dari harga jual sebelum pajak mobil-mobil tersebut. Artinya jika sebuah mobil, katakanlah Honda Jazz, dijual dengan harga Rp 200 juta, PPnBM mobil itu yang dipungut pemerintah mencapai Rp 100 juta dan harga jual sebelum pajaknya Rp 100 juta. Dengan harga itu ATPM telah mendapatkan keuntungan yang prosentasenya bervariasi. Katakanlah keuntugan rata-rata yang diperoleh ATPM untuk tiap mobil yang diproduksinya adalah 20% dari harga jual sebelum pajak. Maka biaya produksi mobil tersebut adalah Rp 80 juta dan keuntungan ATPM adalah 20 juta.
Kemudian kita bandingkan dengan mobil murah versi pemerintah. Perlu diperhatikan bahwa untuk kualifikasi mobil ini pemerintah membebaskannya dari PPnBM. Jadi jika harga mobil ini dibandrol Rp 90 juta, semuanya masuk ke kantong ATPM.
Kita asumsikan saja kualifikasi mobil ini adalah 1/2 dari kualifikasi mobil standar ATPM seperti Honda Jazz. Dengan kualifikasi tersebut, diperkirakan harga produksi mobil ini hanya sekitar 40 juta. Jika harga jual mobil ini adalah Rp 90 juta, maka keuntungan ATPM mencapai Rp 50 juta, atau jauh lebih besar dari tingkat keuntungan mobil standar ATPM.
Dengan adanya program ini ATPM sangat sangat diuntungkan karena bisa menjual mobil lebih banyak dengan tingkat keuntungan per-unit yang lebih besar. Sebaliknya publik tertipu karena harus membayar lebih mahal untuk kualifikasi mobil yang rendah. Sementara pemerintah juga tidak mendapatkan apapun, kecuali mungkin fee sekian persen untuk pejabat-pejabat yang terlibat dalam proyek ini. (Silakan tebak sendiri siapa mereka).
belum subsidi bbm nya, belum macetnya, belum politik nya, yang menentang pun bisa jadi krn tidak kebagian kue
ReplyDelete