Indonesian Free Press -- Terkonfirmasi sudah keterlibatan Amerika dalam upaya penggulingan presiden terpilih Brazil Dilma Rousseff, dengan terpilihnya Michel Temer sebagai pejabat presiden Brazil setelah pada hari Kamis lalu (12 Mei) parlemen memberhentikan sementara Rousseff dari jabatannya karena dugaan korupsi.
Majalah The Economist yang merupakan salah satu media milik keluarga kapitalis yahudi Rothschild, menyebut Temer sebagai 'Presiden yang tidak direncanakan'. Namun tidak seperti klaim tersebut, kemunculan Temer telah jauh hari direncanakan sebagaimana rencana Amerika menggulingkan Rousseff.
"Kemunculan Temer ke panggung kekuasaan, betapapun, bukan sebuah kebetulan belaka, melainkan sebuah skenario yang dijalankan Amerika dengan cara yang sama dengan yang terjadi di Ukraine," tulis Kurn Nimo dalam artikelnya di Prison's Planet, menanggapi peristiwa yang terjadi di Brazil.
Pada hari Jumat, atau sehari setelah pemakzulan Rousseff, WikiLeaks merilis bocoran dokumen komunikasi rahasia yang mengungkapkan bahwa Temer sebagai informan di kedubes Amerika di Brazil. Satu dokumen yang dikirim ke Pusat Komando Wilayah Selatan Amerika (US Southern Command) di Miami, mengungkapkan situasi politik di Brazil selama kepresidenan pendahulu Rousseff, Luiz Inácio Lula da Silva. Temer memperkirkan partai bentukan Silva, Democratic Movement Party, akan menang dalam pemilihan mendatang.
Dalam dokumen itu juga disebutkan bagaimana Temer, yang menjadi ketua komisi parelemen antara tahun 1997 dan 2000, terus mengkritik kebijakan Silva yang lebih menyukai program-program sosial yang bertentangan dengan prinsip neoliberalisme kesayangan Amerika.
"Dengan kata lain, Lula menolak agenda neoliberal kesayangan Washington," tulis Nimo.
Pada hari Kamis, The New York Times juga melaporkan bahwa pemerintahan Temer "bisa membuat perubahan signifikan ke arah 'politik kanan' di negara terbesar di Amerika Latin".
Brazil, meski tidak se-sosialis Kuba dan Venezuela, sejak tahun 2002 diperintah oleh partai 'kiri' Workers’ Party (Partido dos Trabalhadores). Dilma Rousseff sendiri dijuluki sebagai 'wanita besi sosialis' yang menghambat kecenderungan faham neoliberalisme di Brazil.
“Kemenangan Rousseff telah memberikan implikasi signifikan terhadap pasar keuangan internasional,” tulis The New Yorker pada 28 Oktober, 2014.
“Alih-alih mengkampanyekan kebijakan 'penghematan' (austerity), Rousseff menjanjikan kebijakan-kebijakan sosial yang menguntungkan yang diintrodusir oleh Workers’ Party sejak tahun since 2003, ketika pendahulunya, Luiz Inácio Lula Da Silva, meraih kekuasaan. Kini setelah Rousseff kembali berkuasa, sejumlah analis percaya bahwa negara ini menghadapi kemungkinan krisis keuangan, akibat banyaknya investasi asing yang ditanamkan selama masa kemakmuran, menarik diri,” tambah tulisan itu.
Kini kekhawatiran yang dihadapi Brazil adalah kegagalan memenuhi kewajiban internasionalnya seperti Argentina, akan akan berpengaruh buruk bagi perbankan dan pasar internasional. Antara tahun 1998 dan 2002, Argentina yang dilanda krisis meninggalkan regim nilai tukar tetap mata uangnya terhadap dollar sekaligus memberikan pukulan keras bagi para pemain pasar uang internasional, tulis Nimo.
Menurut Silas Malafaia, penulis dan pengkhutbah evangelis Brazil, Temer akan 'meninggalkan idiologi patologis kiri dan membawa negara ini ke dalam orbit Wall Street'.
Tidak seperti ditulis The Economist, tugas Temer menyesuaikan perekonomian Brazil dengan keinginan elit keuangan internasional, bukanlah sesuatu yang 'tidak direncanakan'.
Namun, meski Rousseff dalam hal ini dimusuhi oleh para konspirator kapitalis yahudi internasional, bukan berarti ia bukan 'kader' mereka. Hanya saja, saat ini ia dan faham sosialismenya sedang tidak dibutuhkan.(ca)
Publik Brasil bisa diam seribu bahasa, sedemikian kuatkah jaringan media nya..
ReplyDelete