Indonesian Free Press -- Pesawat-pesawat tempur Rusia membom pangkalan militer pemberontak 'moderat' dukungan Amerika di dekat perbatasan Yordania. Ini merupakan peringatan Rusia kepada Amerika bahwa kesabaran Rusia telah habis dengan sikap mengulur-ngulur waktu Amerika.
Seperti dilaporkan situs Moon of Alabama, 18 Juni lalu:
"Pesawat-pesawat tempur Rusia menghantam pangkalan militan dukungan Amerika minggu ini (minggu lalu, blogger), mengabaikan peringatan-peringatan Amerika yang menyebutnya sebagai aksi paling provokatif Rusia sejak dimulainya kampanye udara Rusia di Suriah. Serangan itu menghantam pangkalan di dekat perbatasan Yordania, jauh dari wilayah serangan-serangan udara Rusia selama ini, di sekitar Tanf, sebuah kota di dekat perbatasan Yordania, Irak dan Suriah," tulis laporan itu.
"Sekitar 180 militan berada di pangkalan itu sebagai bagian dari program pelatihan yang digelar Amerika untuk memerangi kelompok ISIS," tambahnya.
Ketika serangan mulai terjadi, para militan menghubungi Amerika untuk meminta perlindungan. Pesawat-pesawat Amerika tiba dari Irak dan pesawat-pesawat Rusia pergi. Namun, setelah pesawat-pesawat Amerika pergi untuk mengisi bahan bakar, pesawat-pesawat Rusia kembali datang dan menyerang pangkalan itu. Dua orang militan tewas dan 18 lainnya terluka dalam serangan itu.
Serangan serupa terjadi lagi pada tanggal 18 Juni.
Sejak dimulainya gencatan senjata yang disepakati Amerika dan Rusia bulan Februari lalu, Amerika selalu mengulur-ngulur waktu untuk bekerjasama dengan Rusia menentukan target kelompok-kelompok teroris yang tidak termasuk dalam gencatan senjata. Bahkan pada bulan April para pemberontak dukungan Amerika dan kelompok teroris Al Nusra dadn ISIS melakukan offensif besar-besaran di Aleppo, dengan senjata baru dan canggih yang disuplai Amerika.
PBB telah menetapkan Al Nusra dan ISIS sebagai kelompok teroris yang harus dihancurkan, namun Amerika setidaknya dua kali meminta Rusia untuk tidak membom kelompok Al Nusra dengan dalih keberadaan pemberontak-pemberontak 'moderat' binaan Amerika, di antara mereka.
Rusia telah berkali-kali meminta Amerika memisahkan pemberontak moderat binaannya dengan para teroris, namun Amerika hanya berjanji akan memenuhi permintaan itu. Pada saat yang sama, pemberontak moderat terus bekerjasama dengan para teroris melancarkan serangan terhadap pasukan Rusia, sekaligus melanggar gencatan senjata yang disepakati.
Menlu Rusia Sergei Lavrov baru-baru ini menyampaikan kejengkelannya atas masalah ini:
"Amerika mengatakan mereka tidak bisa memindahkan oposisi moderat dari posisi yang diduduki al-Nusra Front, dan mereka meminta waktu lagi selama dua bulan untuk melakukan hal itu. Saya mendapat kesan bahwa mereka tengah bermain-main, dan mereka berniat melindungi al-Nusra Front untuk digunakan dalam bentuk lain untuk menggulingkan pemerintah Suriah," kata Lavrov dalam pertemuan International Economic Forum di St. Petersburg.
Serangan yang dilakukan Rusia bukan sebuah insiden biasa, melainkan sebuah pesan kepada Amerika bahwa 'jika Amerika tidak segera memisahkan pemberontak moderat dari para teroris, maka asset-asset Amerika di Suriah akan dihancurkan'.
"Jika Anda tidak bisa membedakan pasukan Al Qaida dan pasukan 'moderat', maka kami juga tidak bisa membedakannya," kata Jubir Kremlin Dmitry Peskov dalam konperensi pers tentang insiden itu, Jumat (18 Juni).(ca)
Seru!!!!!! Hanjat trus rusia kami mndukung mu
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSeru!!!!!! Hajar terus rusia kami mendukung mu.
ReplyDeleterame padahal, jika F18 vs Su34 duel head2head meski beda genre
ReplyDelete