Indonesian Free Press -- Militer Turki, setidaknya hingga saat ini dan beberapa tahun ke depan, masih menjadi 'saingan' regim Tayyep Erdogan dan gerakan Islam modern AKP. Idiologinya yang sekuler sangat bertentangan dengan AKP yang menjadi simbol kebangkitan Khilafah Islam Turki, yang menginginkan Islam kembali menjadi dasar negara Turki.
Erdogan dan para pemimpin AKP memang berkali-kali mengatakan kesetiaan pada dasar negara sekularisme Turki, namun semua orang juga tahu, itu hanyalah 'lips service' belaka untuk tidak memberi alasan militer Turki memberontak.
Sampai sebelum percobaan kudeta militer akhir pekan lalu, posisi politik Turki masih pada 'keseimbangan' antara kekuatan sekuler di satu sisi dengan AKP-Islam modern di sisi lainnya. Juga antara AKP dengan para penganut Fethullah Gullen, yang pada awalnya adalah sekutu Erdogan dalam gerakan Islam modern Turki, dan kini menjadi asset Amerika dengan menetap di negara Paman Sam. Namun ketika kekuatan dari luar turut masuk bergerak ke dalam Turki, 'keseimbangan' itupun runtuh.
Dan itu terjadi setelah blok Amerika-Saudi-Israel, yang sebelumnya bersama Turki menyerang Suriah, mendorong militer dan pendukung Fethullah Gullen untuk memberontak.
Harus dicatat bahwa pemimpin kudeta militer minggu lalu adalah Jendral Bekir Ercan Van, komandan pangkalan udara Incirli, yang merupakan pangkalan udara NATO dan menampung hulu-hulu ledak nuklir NATO.
Seperti diketahui, setelah 5 tahun setia dengan rencana Amerika-Saudi untuk menggulingkan regim Bashar al Assad yang pro-Iran dengan regim baru yang pro Amerika, Presiden Erdogan mulai berubah haluan akhir-akhir ini dengan mendekati Suriah dan Rusia. Hal itulah yang membuat Amerika dan Saudi marah dan dengan pengaruhnya mendorong militer dan para Gulenis untuk memberontak.
Hal ini bisa dilacak para pernyataan Menlu Saudi Adel al-Joubeir dua hari sebelum kudeta militer yang berlangsung Jumat malam (15 Juli) hingga Sabtu siang (16 Juli). Setelah pertemuan dengan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Susan Rice di Washington.
"Saya heran dengan posisi Erdogan. Turki tahu bahwa mereka tidak bisa mengalahkan oposisi dengan mudah. Hari ini, Turki terancam oleh orang-orang Kurdi. Jika Erdogan berbuat kesalahan, ia akan membawa negaranya kepada kehancuran. Dalam situasi ini Turki tidak akan mentolerir serangan-serangan oposisi," kata al-Joubeir kepada wartawan seperti dilaporkan Veterans Today, Kamis (15 Juli).
"Orang-orang Kurdi dan 'pemberontak' Suriah memiliki kekuatan yang bisa menggulingkan regim Bashar Assad dan melawan Erdogan. Meski hal ini belum sepenuhnya disetujui dan saya harap salah," tambah al-Joubeir.
"Kami telah memanggil Dubes Turki untuk meminta penjelasan atas masalah ini dan kami menunggu pernyataan resmi dari Ankara," katanya lagi.
Pernyataan tersebut berkaitan dengan pernyataan pemerintah Turki tentang rencana normalisasi hubungan dengan Suriah, setelah sebelumnya Turki juga melakukan normalisasi dengan Rusia. Jelas sekali bahwa pernyataan Al Jubeir tersebut adalah 'ancaman' kepada Turki karena perubahan sikap Turki.(ca)
dgn adanya pemberontakan ini, kemungkinan erdogan akan semakin mendekat ke blok rusia-suriah-iran
ReplyDelete