Seperti dilaporkan Sputnik News kemarin (17 Jan) jumlah korban meninggal akibat virus ini di Cina telah mencapai angka 100 jiwa.
"Berdasar laporan dari 30 provinsi, jumlah penderita adalah 2.744 orang, yang dalam kondisi kritis berjumlah 461 orang," kata Jubir Depkes Cina Song Suli seperti dikutip Sputnik News.
Selain itu masih ada 5.794 kasus lain terduga terinveksi dan 32.799 dikhawatirkan terinveksi virus karena kedekatan mereka dengan penderita inveksi. Untuk menghentikan penyebaran pemerintah Cina telah mengisolir puluhan juta penduduk di sejumlah kota. Meski demikian, penyakit ini sudah menyebar ke berbagai negara di dunia.
Di dunia modern seperti sekarang dimana infrastruktur informasi dan sosial media telah tersebar luas, berbagai teori pun muncul beredar tentang kasus ini. Mulai dari 'perang asimetris' yang dilancarkan Amerika kepada Cina hingga 'kebocoran' senjata biologis Cina. Namun terlepas dari itu semua, kita harus belajar dari peristiwa serupa yang terjadi seabad yang lalu, tepatnya tahun 1918 ketika wabah Flu Spanyol membunuh puluhan juta orang di seluruh dunia.
Tidak ada kesepakatan antara para ahli sejarah tentang asal muasal wabah ini dan berapa jumlah korbannya. Namun semuanya sepakat wabah ini menjangkiti sekitar 500 penduduk dunia (20% populasi) dan menewaskan 'puluhan juta' jiwa manusia di seluruh penjuru dunia.
Wikipedia menyebutkan: "Di Amerika, sekitar 28% penduduknya terjangkit penyakit ini, dan antar 500,000 dan 675,000 tewas. Di Inggris 200,000 tewas; di Perancis lebih dari 400,000 tewas. Seluruh desa di Alaska dan Afrika bagian selatan hancur. Di Australia diperkirakan 10,000 orang tewas dan di Kepulauan Fiji 14 % penduduknya tewas dalam waktu dua minggu saja, dan di Samoa Barat 22%. Diperkirakan 17 juta penduduk India tewas atau sekitar 5% dari seluruh penduduk India. Hampair 22% dari seluruh tentara India tewas oleh wabah ini."
Seperti dilaporkan oleh Dr. Henry Makow di blognya 14 Desember lalu, wabah 'flu Spanyol' (namanya diambil dari kasus pertama yang diketahui dalam peristiwa ini) adalah sebuah kecelakaan atau sebuah kesengajaan setelah virus yang dikembangkan dalam laboratorium senjata biologi menyebar keluar dan menginfeksi para personil militer di Camp Riley KS, Amerika, pada bulan Maret 1918. Hal ini berdasar pengakuan Heinrich Mueller, mantan kepala Gestapo-Nazi, kepada para penyidik Amerika tahun 1948.
Mueller mengaku mendapat informasi itu dari inteligennya di Amerika. Luasnya penyebaran 'flu Spanyol' dan besarnya dampak penyakit ini diakibatkan belum diketahuinya penyakit ini, yang baru diketahui tahun 1933 setelah ditemukannya penyakit influenza. Namun, meski sejanis, penyakit ini berbeda dengan influenza biasa karena juga membunuh orang-orang usia 'prima', yaitu usia antara 20 dan 40 tahun.
Dari buku "Gestapo Chief: The 1948 CIA Interrogation of Heinrich Mueller" Vol. 2 oleh Gregory Douglas, disebutkan dalam konperensi tentang perang bakteriologi yang diadakan tahun 1944 di Berlin, Jendral Walter Schreiber, Kepala Korps Kesehatan Tentara Jerman mengatakan kepada Mueller bahwa dirinya telah menghabiskan waktu selama 2 bulan di Amerika tahun 1927 untuk menyelidiki kasus ini. Ia menemukan bahwa apa yang disebut dengan 'double blow virus' atau Spanish Flu telah dikembangkan Amerika dan akan digunakan dalam Perang Dunia I (1914-1918).
Namun, sebelum sempat digunakan perang sudah berakhir tahun 1918. Alih-alih senjata itu justru membunuh orang-orang Amerika ketika senjata itu bocor dan tersebar.
Tentang istilah 'double blow virus', kepada penyidik Amerika James Kronthal yang menginterogasi Mueller di Bern, Swiss, ia menyebut serangan virus tersebut terdiri dari dua jenis virus yang bekerja secara tandem. Virus pertama menyerang sistem kekebalan tubuh dan virus kedua mengakibatkan gejala pneumonia.
Jerman sendiri tidak sama sekali bersih dari kekotoran senjata biologi. Dalam Perang Dunia II Jerman diketahui menyuntikkan kuman tipus kepada para tahanan perang Rusia dan Polandia. Bersama dengan wabah kelaparan, virus tersebut membunuh sekitar 3 juta jiwa. Demikian seperti ditulis dalam buku tersebut seperti dikutip Makow.(ca)
No comments:
Post a Comment