Saturday, 11 April 2009

Prospek Perdamaian Timteng dengan Pemerintahan Baru Israel


Israel adalah negeri yang paling tidak bisa dipercaya. Bahkan oleh Amerika, sekutu utama yang telah banyak berkorban untuknya. Hal ini tampak dalam kasus pertikaian antara Amerika dan Israel akhir-akhir ini perihal penyelesaian konflik Israel-Palestina.

Seperti sudah diduga sebelumnya, terpilihnya tokoh ultranasionalis Benjamin "Bibi" Nethanyahu menjadi perdana menteri Israel, apalagi ditambah bergabungnya tokoh fasis pemimpin partai Yisrael Beitenu, Avigdor Lieberman dalam pemerintahan, membuat prospek perdamaian timur tengah semakin jauh dari harapan. Dalam berbagai kesempatan selama kampanye, Nethanyahu membuat pernyataan kontroversial, yaitu mengancam untuk menyerang Iran jika dirinya terpilih sebagai perdana menteri.

Pernyataan soal penyerangan terhadap Iran tampak telah menjadi isu yang sangat serius sehingga komandan pasukan Amerika di Timur Tengah, Jendral David Petraeus perlu mengingatkan kegentingan masalah tersebut di hadapan para anggota Congress Amerika tgl 1 April lalu. Wapres Joe Biden juga telah memperingatkan Israel bahwa menyerang Iran bukanlah kebijakan yang disarankannya (ill advised).

Adapun Jendral Muellen, kepala staff gabungan Amerika bahkan memberikan komentar agak keras tentang kemungkinan aksi serangan Israel atas Iran. "Ini adalah wilayah yang paling tidak stabil di dunia. Saya tidak ingin menjadi lebih tidak stabil lagi," kata Muellen.

Namun lain pejabat Amerika, lain pula pejabat Israel. "Si vis pacem, para bellum. Jika ingin damai, siapkan perang," kata Lieberman di hari pertama menjabat sebagai Menlu Israel. Pernyataan Lieberman disusul dengan kebijakan perluasan pemukiman ilegal yahudi di wilayah pendudukan Palestina. Padahal masalah pemukiman ilegal yahudi di Pelestina adalah batu sandungan terbesar dalam masalah Israel-Palestina selain masalah status pengungsi Palestina.

Sudah barang tentu Amerika "marah" karena ulah Israel ini. Mereka sudah bersusah payah mengupayakan penyelesaian konflik Israel-Palestina, namun lagi-lagi seperti yang sudah-sudah, upaya itu dihancurkan oleh Israel. Namun kali ini sepertinya "kemarahan" Amerika sangatlah serius sehingga pemerintahan Barack obama perlu mengadakan briefing dengan para anggota Kongress dari partai Demokrat yang menduduki kursi mayoritas baik di Senat (wakil rakyat pengawas pemerintah) dan Congress (wakil rakyat pembuat undang-undang) untuk menyatupadukan suara Amerika terhadap Israel.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Israel memiliki pengaruh sangat kuat dalam peta politik Amerika sehingga bahkan perdana menteri Israel Ariel Sharon pernah berkata, "Kita orang yahudi menguasai Amerika dan mereka (orang Amerika) tahu itu." Dan itulah sebabnya Obama harus bersusah payah melakukan briefing dengan rekan-rekannya dari partai Demokrat yang duduk sebagai wakil rakyat.

Terlepas dari suara pesimis terhadap Obama yang sebagaimana kebanyakan presiden Amerika dianggap hanya menjadi kepanjangan tangan kepentingan para bankir kapitalis, Obama telah menunjukkan langkah-langkah diplomatik yang simpatik. Pertama ia membuka kontak dengan pemerintah Iran. Kemudian dalam pernyataan politiknya di Turki baru-baru ia kembali menyatakan pernyataan politik simpatik yang menjanjikan hubungan lebih baik dengan dunia Islam.

Dalam pernyataannya di Turki, Senin 6 April lalu, Obama kembali mengingatkan solusi dua negara (Israel dan Palestina) sebagai solusi paling memungkinkan bagi tercapainya perdamaian timur tengah. Solusi ini mengharuskan Palestina diberikan hak mendirikan negara sendiri. Perjanjian Annapolis yang dibuat semasa pemerintahan presiden Bush menetapkan pembentukan negara Palestina pada tahun 2008. Namun sampai saat ini rencana tersebut belum juga terealisasikan.

Dalam kesempatan tersebut Obama juga menuntut Israel untuk menghentikan aktivitas pemukiman liar, membongkar pos-pos keamanan ilegal, dan menyediakan bantuan ekonomi dan keamanan kepada Otoritas Palestina sebagaimana dimandatkan perjanjian Annapolis.

Meski terdapat nada minor dari Israel tentang perjanjian Annapolis, pemerintah Amerika masih berharap Israel tetap berkomitmen terhadapnya. Menurut para pejabat Amerika, mereka akan menunggu sikap resmi Israel dalam pertemuan Obama-Nethanyahu yang akan diadakan bulan depan.

Lebih jauh departemen luarnegeri Amerika hari Selasa (7 April) lalu mengkritik menlu Israel Avigdor Lieberman yang telah membuat "peringatan" kepada pihak-pihak yang menekan Israel dalam kebijakan luar negerinya. Maksud Lieberman tentu saja adalah Amerika. "Kita tidak pernah mencampuri urusan negara lain dan kami berharap negara lain untuk tidak berdiri dengan stopwatch di tangan (maksudnya menuntut segera realisasi perjanjian Annapolis, pen)," kata Lieberman dalam sebuah konperensi partai ultra radikal Yisrael Beitenu yang dipimpinnya.

Menanggapi pernyataan tersebut jubir deplu Amerika Robert Wood mengatakan bahwa prioritas utama Amerika adalah melanjutkan perundingan yang terhenti untuk menuju tercapainya solusi dua negara. Wood mengatakan, utusan khusus Amerika di Timur Tengah, George Mitchell, akan mengunjungi kawasan tersebut minggu ini untuk "melanjutkan diskusi untuk mengembalikan jalur sebenarnya demi mencapai solusi dua negara". "Kami akan mendengarkan pendapat berbagai pihak mengenai penilaian mereka tentang berbagai hal," kata Wood sembari mengakui bahwa situasi yang dihadapi sangatlah komplek.

Sumber-sumber di Washington mengatakan balum ada rencana kunjungan kenegaraan Obama ke Israel yang awalnya dijadwalkan pada bulan Juni. Demikian juga belum ada kejelasan tentang rencana kunjungan Nethanyahu ke Amerika bulan Mei mendatang. Namun "di belakang layar" kedua pihak sibuk mengkalkulasi langkah-langkah diplomatik apa yang akan mereka lakukan di masa mendatang terutama berkaitan dengan pernyataan-pernyataan kontroversial Lieberman dan Nethanyahu.

Lieberman tidak hanya telah membuat merah telinga para pejabat Amerika, namun juga orang-orang Israel sendiri. Tokoh partai oposisi Kadima, MK Yohanan Plesner mengecam pernyataan Lieberman. "Pada saat yang sangat sensitif, saat mana hubungan antara Israel dan Amerika semestinya lebih dikukuhkan, Lieberman telah merusak hubungan itu dan menempatkan dalam resiko komitmen dukungan Amerika terhadap Israel. Lieberman harus mengerti bahwa hubungan diplomatik tidak dapat diatur sebagaimana mengatur organisasi seperti Yisrael Beitenu," katanya.

Plester mengatakan bahwa partai buruh yang tergabung dalam pemerintahan bersama dua partai ultranasionalis, Likud dan Yisrael Beitenu, kini memiliki satu kesempatan akhir untuk "menghindari diri dari permainan membahayakan" yang dilakukan pemerintah.

Pernyataan lebih pedas dikemukakan anggota partai buruh, MK Eitan Cabel mengatakan: "Sang gajah terus mengamuk dan tidak ada seorangpun yang menghentikannya. Saya berharap menteri-menteri dari partai buruh, terutama menteri pertahanan Ehud Barak untuk berhenti berdiri di pinggir jalan. Karena inilah janji yang telah disampaikan partai buruh saat bergabung dengan pemerintahan. Ini harus dihentikan sekarang juga karena orang itu (maksudnya Lieberman) tidak dapat mengontrol mulutnya dan menyebabkan kerusakan yang tidak bisa diperbaiki."

Jadi kini lagi-lagi dunia hanya bisa menunggu dengan harap-harap cemas bahwa pemerintahan Israel akan benar-benar komitmen mewujudkan perdamaian. Dan tampaknya harapan tersebut kembali tinggal menjadi sebuah harapan tanpa pernah menjadi kenyataan.

Keterangan gambar: satu keluarga warga Palestina meninggalkan rumahnya yang hancur akibat aksi perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat.

No comments:

Post a Comment