Friday, 28 August 2009

Kepahlawanan Palsu


Pernah melihat film "Saving Private Ryan" khan?. Film peraih Oscar karya sutradara yahudi, Steven Spielberg ini menampilkan satu adegan di taman makam pahlawan dimana sang tokoh utama memberikan penghormatan kepada rekan-rekannya yang tewas menjalankan tugas. Di latar depan tampak batu nisan berbentuk salib, lambang agama kristen, dan bintang Daud lambang agama yahudi. Adegan ini diulang dua kali, di bagian awal dan akhir film. Ini memberikan kesan kuat bahwa di samping orang kristen, orang yahudi juga banyak berjasa kepada negara Amerika.

Namun benarkah demikian?

Kepahlawanan di medan perang dan pengakuan atas kepahlawanan itu merupakan dasar dari banyak kebudayaan di dunia. Kebudayaan Yunani diwarnai dengan kepahlawanan Achilles. Kebudayaan Romawi diwarnai dengan kepahlawanan Julis Caesar, Octavianus, kebudayaan Islam diwarnai dengan kepahlawanan Ali bin Abi Thalib, Salahuddin, kebudayaan Helenisme diwarnai oleh kepahlawanan Alexander, kebudayaan Inggris Raya diwarnai dengan kepahlawanan Laksamana Nelson, dlsb. Bagi sebagian orang kepahlawanan dapat diartikan juga kekuasaan.

Dan demi kepahlawanan pula orang-orang yahudi sering melakukan tipudaya sebagaimana kebiasaan di bisnis industri keuangan yang mereka ciptakan dan jalankan.

Sebagai contoh, dalam masa pemerintahan Presiden Bill Clinton, Larry Lawrence, seorang yahudi bekas dubes Amerika untuk Swiss, meninggal dunia. Kolega Lawrence yang juga berdarah yahudi, Richard Helbrooke yang menjadi asisten menteri luar negeri, meminta kepada Bill Clinton untuk memakamkan Lawrence di makam pahlawan Arlington National Cemetery.

Angkatan Darat yang mengetahui permohonan itu kemudian mencari bukti-bukti yang mendasari kelayakan Lawrence, pemilik Hotel Del Coronado di San Diego tempat Bill Clinton sering berlibur, untuk dimakamkan di taman makam pahlawan. Mereka tidak menemukan bukti apapun. Tapi Bill Clinton tetap menginjinkan pemakaman Lawrence di Arlington National Cemetery, bahkan menghadiri pemakamannya.

Namun cerita kepahawanan Larry Lawrence tidak sehebat cerita tentang Sgt. David Rubitsky yang menjadi tentara Amerika di Papua dalam perang dunia II saat Jepang menyerang. Sebuah artikel yang ditulis Joseph Farah melaporkan: seorang diri Rubitsky mempertahankan garis pertahanan dengan semua senjata yang dimiliki. Ia menghabiskan waktu selama 21 jam untuk berperang, termasuk sembilan jam dalam pengepungan. Saat bala bantuan akhirnya tiba, mereka menghitung Rubitsky telah membunuh 500 sampai 600 tentara Jepang.

Rubitsky telah mencoba keras untuk mendapatkan penghargaan Congressional Medal of Honor namun ditolak karena alasan yang menurutnya anti-semitisme. Anti-Defamation League (ADL) dan organisasi yahudi lainnya dengan dukungan media massa dengan gigih membela Rubitsky. Karena tekanan tersebut, termasuk sebuah resolusi yang ditandatangani oleh 92 anggota Congress, pada tahun 1987 Angkatan Darat melakukan penelitian terhadap masa dinas Rubitsky sebagai tentara. Namun setelah selama dua tahun lebih melakukan penelitian secara intensif, tidak ditemukan bukti kepahlawanan Rubitsky. Pada tgl 8 Desember 1989 permohonan Rubitsky untuk mendapatkan medali penghargaan Congress akhirnya ditolak. Namun itu semua terjadi setelah bertahun-tahun polemik di media massa seputar kepahlawanan Rubitsky.

Saya pernah melihat dua film yang mencoba menggambarkan kepahlawanan orang-orang yahudi, yaitu "Blackhawk Down" dan juga film "Saving Private Ryan". Dalam kedua film itu digambarkan seorang dengan ciri yahudi: hidung bengkok dan rambut hitam agak keriting (lucunya kedua adegan film berbeda itu diperankan orang yang sama), berjalan tanpa takut menantang terjangan hujan peluru lawan.

Dalam buku "Rulers and Ruled in the US Empire: Bankers, Zionists and Militants", James Petras mencatat bahwa kurang dari 0,2 persen dari tentara Amerika yang bertugas di Irak adalah berdarah yahudi. Bahkan yang 0,2 persen itu tidak bertugas di garis depan.

Apa yang dilakukan yahudi dengan menghalalkan semua cara untuk meraih keinginannya dan enggan melakukan pekerja keras adalah sesuai dengan apa yang difirmankan Allah dalam Quran. Dalam salah satu surat Allah menggambarkan bagimana orang-orang yahudi menolak melakukan jihad dan memilih duduk-duduk. "Kamu saja yang berperang bersama Tuhan. Kami akan duduk menunggu," kata orang-orang yahudi saat diperintahkan untuk berperang merebut "negeri yang dijanjikan".

Saya pernah mendengar cerita bahwa para tentara Israel mempunnyai kebiasaan menempatkan para komandan di depan dan menolak berperang jika komandannya berada di belakang. Sangat boleh jadi cerita itu benar.

Sifat-sifat seperti itu pulalah yang membuat mereka kalah melawan Hizbollah dan Hamas di medan perang. Dan setelah mengetahui kelemahan itu, Iran pun tidak gentar menghadapi Israel yang mengancam akan menyerang fasilias nuklirnya. Israel tidak akan tahan berperang selama setengah tahun non-stop.

No comments:

Post a Comment