Tuesday, 12 October 2010

Sang Terpilih



Keterangan gambar: Calon raja Inggris, Pangeran Harry, dalam sebuah upacara inisiasi suatu organisasi rahasia


Jendral Subagyo termenung memikirkan apa yang baru saja diterimanya dari pertemuan dengan "komisi" yang diadakan di sebuah hotel mewah di kawasan Manhattan, New York. Atas permintaan George Soros, ia sebagai calon presiden Indungsia yang telah dilantik menjadi anggota "organisasi" sejak menjadi peserta pendidikan di West Point, 30 tahun lalu, ia harus menjalani "fit and proper test" yang diadakan "komisi tertinggi organisasi". Dari George Soros pula ia tahu bahwa semua presiden Indungsia harus menjalani test seperti ini.

George Soros adalah salah seorang di antara anggota "komisi tertinggi". Meski George Soros tidak pernah mengatakannya, Jendral Subagyo tahu, ada ia dan para anggota "komisi" lainnya sebenarnya bekerja untuk orang-orang yang kedudukannya lebih tinggi di "organisasi". Desas-desus menyebutkan, orang-orang di belakang layar itu adalah para bankir yahudi dari Eropa dan Amerika yang dipimpin oleh salah seorang anggota keluarga Rothschild. Kekayaan mereka bahkan menjadikan Bill Gates dan Warren Buffet bagaikan pengemis di hadapan mereka. Bukankah Gill Gates dahulu pernah mengemis-ngemis pekerjaan kepada IBM, salah satu cicit perusahaan anggota komisi? Namun tentunya demi menjaga kerahasiaan mereka, Bill Gates dan Warren Buffet-lah yang diorbitkan media massa sebagai orang-orang terkaya di dunia. Dan untungnya Bill Gates dan Warren "Tukang Tipu" Buffet menikmati gelar yang diberikan kepada mereka sebagai orang-orang paling kaya di dunia. Sebagaimana juga Mukesh Ambani. Bahkan saking bangganya namanya disebut sebagai salah seorang terkaya di dunia oleh Forbes, Mukesh, turunan prajurit Alengka dalam mitologi Hindu itu, langsung "unjuk gigi" dengan membangun rumah pribadi setinggi gedung 60 tingkat dengan harga mencapai 1 miliar dolar di Bombay. Padahal lebih dari separoh penduduk di negerinya tinggal di gubuk-gubuk reyot dan kolong jembatan.

Testnya sendiri tidak terlalu sulit, hanya menjawab apakah bersedia melakukan "ini" dan "itu" setelah dilantik menjadi presiden kelak. Itu saja. Namun "ini" dan "itu" di sini adalah menyangkut nasib 250 juta rakyat Indungsia. "Ini" dan "itu" di sini berarti bisa membawa rakyat Indonesia bertambah makmur. Namun sayangnya dari analisis singkat sang Jendral, semua itu hanya membawa kesengsaraana rakyat. Contoh paling gamblang adalah permintaan "organisasi" untuk menghapuskan sama sekali subsisi BBM di Indungsia. Maksudnya adalah agar harga BBM menyamai harga internsional sehingga perusahaan-perusahaan minyak asing bisa menambah keuntungan bisnis minyaknya di Indonesia. Padahal selama ini sama sekali tidak ada subsidi BBM yang dikeluarkan pemerintah untuk rakyat. Perusahaan minyak di Indungsia mengambil minyak gratis dari perut bumi, menyulingnya dengan biaya 10 dolar per-barrel, dan menjualnya dengan harga 50 dolar per-barrel. Dengan total produksi mencapai 1 juta barrel per-hari, perusahaan minyak itu untung 40 juta dolar per-hari, atau 14.6 miliar dolar setahun, alias 145 triliun rupiah setahun. Pemerintah sendiri hanya mendapatkan pajaknya sebesar 10% dari keuntungan itu.

Tapi bahkan keuntungan sebesar itu dirasa masih kurang. Maka dengan alasan pengurangi subsisi, harga minyak akan dinaikkan lagi. Padahal subsidi di sini hanya sebuah ilusi belaka. Seolah-oleh karena harga minyak internasional mencapai 70 dolar per-barrel, pemerintah menanggung subsidi 20 dolar per-barrel, yaitu selisih harga minyak internasional dengan harga minyak dalam negeri. Padahal kenyataannya pemerintah dan perusahaan minyak tetap menikmati keuntungan besar, tidak peduli berapa tinggi harga minyak internasional. Dan anehnya, rakyat tenang-tenang saja menghadapi "kegilaan" ini. Tentu saja ini semua berkat "mantra" media massa yang dihembuskan para politisi, birokrat, dan para pengamat ekonomi. Ia tahu, para politisi, birokrat dan pengamat, termasuk para "wartawan senior" itu adalah para "yunior"-nya di "organisasi".

Mengingat "organisasi", pikirannya kembali ke masa 30 tahun lalu saat menjadi peserta pendidikan di akademi militer paling terkenal di dunia, West Point. Ia yang memiliki IQ tinggi meski sering gamang dalam mengambil keputusan, adalah taruna lulusan terbaik akademi militer di Indungsia. Dan karena adanya hubungan militer antara Indungsia dan Amerika, ia dan 9 taruna terbaik lainnya, sebagaimana 10 taruna terbaik lainnya setiap tahun, berhak mengikuti pendidikan di West Point.

Pada suatu hari, Subagyo yang saat itu masih Letnan, menghadiri sebuah pesta yang diadakan keluarga teman kuliahnya dari Amerika yang merupakan anak dari seorang senator terkenal. Saat pertama datang di Amerika, ia sudah mengalami "culture shock" yang luar biasa. Maklum ia hanya anak desa dari Capitan, meski orang tuanya cukup terpandang sebagai seorang kiai. Namun dalam pesta itu ia mengalami "culture shock" yang jauh lebih hebat.

Bersambung ...........

No comments:

Post a Comment