Friday, 31 December 2010
STL di Ujung Tanduk
Pengadilan khusus kasus pembunuhan mantan PM Lebanon Rafiq Hariri, STL (Special Tribunal for Lebanon) tampaknya tidak akan semulus seperti yang diperkirakan. Syria dan Arab Saudi, dua negara Arab yang paling berpengaruh atas Lebanon diyakini kuat bakal menolak skenario STL yang akan menuduh Hizbollah sebagai pelaku pembunuhan Rafiq, karena kekhawatiran tuduhan tersebut akan memicu perang saudara di Lebanon.
Presiden Syria, Bashar Assad, dengan bahasa yang sangat jelas memberikan peringatan kepada rakyat dan khususnya Lebanon, bahwa "kesepakatan" dengan Israel akan membawa akibat buruk. Assad merujuk pada kesepakatan damai Lebanon-Israel th 1983 (yang sangat merugikan kepentingan dan eksistensi Lebanon karena mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Lebanon) yang berujung pada pembunuhan terhadap Presiden Lebanon kala itu, Amine Gemayel oleh para nasionalis Lebanon.
Hal itu ditulis harian Lebanon, As-Safir tgl 28/12 dari "sumber terpercaya" di pemerintahan Syria. Menurut As-Safir, Bashar Assad menyatakan bahwa upaya bersama Bashar Assad dan Raja Saudi, Abdullah, untuk mencegah terjadinya perang saudara di Lebanon akibat tuduhan STL telah mencapai hasil akhir. "Namun pengumumannya mengalami penundaan karena Raja Abdullah harus menjalani pengobatan di Amerika," tulis As-Safir.
Menurut As-Safir dalam pembicaraan antara Bashar dan Raja Abdullah, Assad telah mengingatkan koleganya itu bahwa, "JIka Anda menginginkan Lebanon tetap kuat, tuduhan itu harus ditolak dan kita harus bekerja sama untuk menghentikan tuduhan itu sebelum diumumkan."
Belum ada kepastian mengenai kapan pegumuman hasil akhir penyelidikan STL dilakukan. Awalnya rumor menyebutkan sebelum tahun baru 2011. Namun kabar terakhir menyebutkan kemungkinan besar pengumuman tersebut akan dilakukan pertengahan Januari 2011. Dan meski hasilnya belum diumumkan, namun media massa dan para tokoh politik yang berkepentingan dengan hasil akhir STL telah mengetahui bahwa Hizbollah-lah (bersama beberapa aparat inteligen Syria yang bekerja secara tidak resmi) yang ditetapkan sebagai pelakunya.
Menurut Assad, demikian tulis As-Safir, keberhasilan menghadapi "tuduhan politik dan mencegah kerusuhan di Lebanon akibat STL" akan menjadi "hasil yang sangat menentukan sebagaimana keberhasilan menghentikan kesepakatan damai Lebanon-Israel tahun 1983". Pernyataan tersebut secara tidak langsung merupakan peringatan kepada PM Saad Hariri agar tidak mengikuti langkah Presiden Amine Gemayel yang tunduk kepada tekanan Israel.
Menurut As-Safir, sampai saat ini tidak ada upaya diplomatik yang dilakukan Amerika untuk menghentikan upaya damai yang dilakukan Bashar Assad dan Raja Abdullah, meski hasil dari upaya damai itu berarti menghancurkan skenario Amerika-Israel untuk menghancurkan secara politik Hizbollah melalui tuduhan sebagai pelaku pembunuhan atas Rafiq Hariri.
Kabar tentang ditolaknya tuduhan STL atas Hizbollah oleh Syria dan Arab Saudi dibenarkan oleh harian terbesar Israel, Haaretz, yang pada hari Rabu (29/12) menyebutkan bahwa Raja Abdullah telah sepakat dengan Assad untuk menolak tuduhan STL atas Hizbollah, setelah mendapat tekanan dari para pemimpin Arab. Sikap Arab Saudi-lah yang nantinya bakal menjadi dasar kebijakan politik pemerintahan PM Saad Hariri.
Sebagaimana diketahui umum, Arab Saudi adalah "patron" dari para perdana menteri Lebanon yang secara konstitusi ditetapkan berasal dari kalangan Islam Sunni. Sementara Iran adalah "patron" dari partai-partai politik Syiah seperti Hizbollah dan Amal. Adapun Syria yang sebelum pembunuhan Rafiq Hariri adalah patron dari kalangan Sunni, kini "hanya" menjadi patron dari partai-partai kecil.
TAMPARAN BOLTON DAN KEMENANGAN IRAN
Mandulnya (kemungkinan) hasil penyelidikan STL semakin kuat setelah mantan dubes Amerika di PBB, John Bolton, membuka borok politisasi STL. Berbicara pada media Arab yang berbasis di Inggris, Al-Hayat, Bolton mengatakan bahwa "hampir pasti beberapa pejabat penting Syria dan Hizbollah akan ditetapkan sebagai tertuduh pembunuhan Hariri."
Pernyataan tersebut merupakan pukulan telak bagi para pendukung STL (blok pemerintahan PM Saad Hariri) yang mengklaim STL sebagai pengadilan yang bersih dari politisasi dan menolak tuntutan Hizbollah dan kubu oposisi untuk tidak mengakui STL.
Di sisi lain kesepakatan damai antara Bashar Assad dan Raja Abdullah menjadi kemenangan politik Iran. Kesepakatan tersebut menyusul "ancaman" pemimpin tertinggi Iran yang pada tgl 21/12 lalu membuat pernyataan politik yang menejutkan dengan menyatakan Iran tidak akan "tinggal diam" jika keamanan Lebanon terganggu.
Pernyataan ini dikecam oleh blok pemerintahan Lebanon dan para pejabat Israel dan Amerika serta para pejabat barat lainnya, namun mendapat dukungan kubu oposisi Lebanon. PM Lebanon sendiri yang tidak ingin terlibat koflik terbuka dengan Iran hanya mengatakan bahwa "Iran berhak menyatakan sikapnya."
Diyakini oleh para analis politik, "ancaman" Khamenei itu bagaimanpun berperan dalam mendorong tercapainya kesepakatan damai Presiden Syria dan Raja Arab Saudi yang tentunya tidak menginginkan terjadinya kekacauan lagi di Lebanon.
Israel Gugup, Negara Palestina Mulai Diakui
Setelah beberapa negara Amerika Selatan menyatakan mengakui negara Palestina dan beberapa negara Eropa mulai meningkatkan status hubungan diplomatiknya dengan Palestina, Israel tampak panik. Tekanan pun dirasakan oleh pemerintahan garis keras Israel, termasuk dari kalangan internal sendiri, untuk memulai lagi perundingan dengan Palestina.
Empat negara Amerika Selatan yang telah mengakui negara Palestina adalah Brazil, Argentina, Ekuador dan Bolivia. Adapun negara-negara Eropa yang telah meningkatkan status perwakilan Palestina menjadi "misi diplomatik" penuh adalah Perancis, Spanyol dan Portugal. Pemerintah Inggris pun kini tengah mempertimbangkan untuk mengikuti langkah kolega-koleganya di Uni Eropa itu. Dengan status misi diplomatik penuh, anggota delegasi Palestina di negara-negara itu mendapat hak-hak penuh sebagai diplomat, termasuk hak kekebalan diplomatik.
Kantor kementrian luar negeri dan Commonwealth telah mengkonfirmasi bahwa mereka tengah mempertimbangkan dengan serius tentang kemungkinan meningkatkan status diplomatik kantor perwakilan Palestina di Inggris. Dan hal itu sangat mengejutkan Israel yang menganggap pemerintahan Inggris saat ini sangat pro-Israel.
Amerika pun akan Mengakui Palestina
Kondisi tersebut di atas membuat pemerintahan garis keras pimpinan Bibi Nethanyahu mendapatkan tekanan keras untuk meneruskan perundingan damai dengan Israel dan menghentikan pembangunan pemukiman yahudi di wilayah pendudukan yang menjadi batu ganjalan perundingan tersebut. Tekanan tersebut bahkan muncul di kalangan internal pemerintah sendiri.
Mentri perindustrian, perdagangan dan perburuhan Israel, Benjamin Ben-Eliezer menyatakan dalam rapat kabinet, Senin (27/12), keberadaan negara Israel sangat tergantung pada perundingan damai dengan Palestina. Ia mengingatkan rekan-rekannya bahwa tanpa kelanjutan perundingan maka semua negara akhirnya akan mengakui Palestina, termasuk Amerika.
"Kita harus melakukan segala upaya untuk melanjutkan dialog dengan Palestina, bahkan jika kita harus menghentikan pembangunan pemukiman selama beberapa bulan," kata Ben-Eliezer dalam rapat kabinet di Jerussalem tersebut. "Saya tidak akan terkejut jika dalam waktu satu tahun seluruh dunia akan mendukung negara Palestina, termasuk Amerika. Kemudian kita akan bertanya-tanya sendiri, dimana dan apa saja yang telah kita kerjakan selama ini?"
Sementara itu Palestian sendiri telah bertekad tidak akan melanjutkan perundingan tanpa isu penghentian pembangunan pemukiman yahudi di daerah pendudukan diselesaikan yang mana bahkan Amerika pun gagal menekan Israel untuk menyelesaikan masalah itu.
Sebagai tindak lanjut kebuntuan perundingan damai, pemerintah Palestina kini tengah merancang draft resolusi PBB untuk mengutuk pembangunan pemukiman yahudi di wilayah pendudukan. Draft yang disusun bersama delegasi Palestina dan negara-negara Arab itu menyatakan bahwa pembangunan pemukiman yahudi di wilayah pendudukan, termasuk Jerussalem Timur, adalah tindakan ilegal dan menjadi penghalang bagi tercapainya perdamaian berdasarkan "solusi dua negara".
Mengenai hal itu seorang pejabat senior luar negeri Amerika mengatakan kepada surat kabar Israel "Haaretz" bahwa perdamaian hanya bisa diselesaikan melalui perundingan pihak-pihak yang terlibat, bukan melalui campur tangah PBB. Para diplomat Israel kini melakukan lobi intensif kepada negara-negara anggota Dewan Kemanan PBB khususnya Amerika, Inggris dan Perancis, untuk menghalangi keluarnya resolusi tersebut. Demikian ditulis "Haaretz".
Sementara itu utusan khusus Amerika untuk Timur Tengah, George Mitchell dalam wawancara dengan "Maine Public Broadcasting Network" menyatakan bahwa pemerintah Amerika tidak akan menghentikan upayanya untuk melanjutkan perundingan damai Timur Tengah, karena tanpa peran Amerika akan timbul kekacauan dan kekerasan di kawasan itu.
"I think that any president would not simply stand by and let a conflict erupt because it would not be in our interest," kata Mitchell.
Menurut Mitchell, penyelesaian konflik Palestina-Israel merupakan kepentingan strategis Amerika Serikat. "I do think that we have to stay involved because our interest is at stake, and a principal point is that an eruption of violence or some other negative act could occur at any time with unforeseeable consequences," tambahnya.
Thursday, 30 December 2010
Sang Terpilih (21)
Keterangan gambar: simbol freemason di satu lobi kantor media massa besar Indonesia. Simbol yang tidak ada kaitannya dengan falsafah, sejarah dan budaya bangsa Indonesia ini kini banyak muncul di kantor-kantor publik, termasuk bakal muncul di bakal gedung baru MPR/DPR RI.
Dialektika politik adalah permainan lama "organisasi". "Thesis, anti-thesis, dan sintesa" atau "masalah, kontra-masalah, dan solusi" adalah mantra yang jitu "organisasi" untuk terus berkuasa. Mereka sengaja menciptakan masalah, menciptakan gerakan perlawanan, dan terakhir menawarkan solusi menurut versi yang menguntungkan mereka.
Selama puluhan tahun masyarakat dunia terbuai ilusi dengan dialektika "kapitalis dan komunisme" sebelum akhirnya mengetahui bahwa masyarakat telah dikuasai oleh faham baru bernama "neo-liberalisme" yang mana kekuasaan "organisasi" justru semakin kuat dengan faham ini.
Lihat saja bagaimana mereka sengaja menciptakan faham "komunisme" setelah sebelumnya sengaja mendramatisir fenomena revolusi industri sebagai faham "kapitalisme". Dengan dana para kapitalis-lah sebenarnya "komunisme" diciptakan. Dan kemudian, setelah berhasil membuat dunia terpecah dalam dua blok yang saling bermusuhan selama puluhan tahun yang mana "organisasi" berhasil mengeruk keuntungan tiada tara dari kondisi itu, mereka sengaja meruntuhkan "komunisme" seperti bangunan kardus untuk memuluskan lahirnya faham baru "neo-liberalisme".
Belum memahami keanehan peristiwa "Revolusi Agustus" tahun 1991 yang menjadi momentum keruntuhan komunisme Uni Sovyet? Inilah gambaran singkatnya. Pada dekade akhir 1980-an di Uni Sovyet muncul satu pemimpin baru bernama Gorbachev yang membawa perubahan gaya pemerintahan drastis Uni Sovyet dengan slogannya: "glasnot" dan "perestorika", keterbukaan dan restorasi (perbaikan). Pada bulan Agustus 1991 terjadi kudeta terhadap Gorbachev yang dilakukan oleh para pendukung setianya sendiri. Orang-orang itu adalah wakil presiden Gennady Yanayef, perdana menteri Valentin Pavlov, kepala KGB Vladimir Kryuchkov, menhan Dimitri Yazov, wakil ketua Dewan Pertahanan Oleg Baklanov, mendagri Boris Pugo, kepala dewan perindustrian AI Tizyakov, dan ketua serikat pekerja Vasily Starodubtsev.
Dengan jabatan-jabatan strategis itu dalam kekuasaan, nyaris tidak ada lagi perlawanan terhadap kudeta, dan memang demikian. Gorbachev sendiri tanpa daya dijebloskan ke dalam tahanan. Satu-satunya perlawanan yang ada adalah seorang gubernur bernama Boris Yeltsin yang berdiri di tengah lapangan di tengah-tengah pendukungnya mengecam kudeta tersebut. Dan tiba-tiba saja para pelaku kudeta yang sudah biasa dengan praktik-praktik penindasan dan pembunuhan politik itu ketakutan sendiri dan segera membebaskan Gorbachev. Orang-orang komunis yang telah membunuhi puluhan juta rakyatnya sendiri demi meraih kekuasaan itu tiba-tiba saja lumpuh tanpa daya.
Maka Gorbacahev dan Yeltsin kemudian muncul dari kekacauan dengan "kemenangan gemilang". Dan berdua mereka dengan cepat menghancurkan Uni Sovyet dan Pakta Warsawa, blok superpower yang selama puluhan tahun menghantui masyarakat "demokratis" dunia.
Di Indungsia akhir-akhir ini pun muncul fenomena yang mirip dengan dialektika politik "kapitalis-komunis" ini. Memanfaatkan euforia gerakan reformasi serta kegagalan partai-partai lama dalam menjalankan pemerintahan Indungsia, "organisasi" berhasil membentuk partai baru bernuansa "demokratis" yang secara "de facto" dipimpin oleh Jendral Subagyo. Keberhasilan partai baru itu dalam menarik massa masyarakat liberal idiot Indungsia-lah yang membuat Subagyo muncul sebagai presiden Indungsia. Namun setelah dianggap sudah cukup memberikan layanan kepada "organisasi" sehingga citranya merosot tajam: di antaranya karena harus menaikkan harga BBM, terus menambah hutang luar negeri serta membuka pintu bagi penguasaan aset-aset strategis bagi investor asing, "organisasi" membangun parpol baru yang "lebih demokratis dan sekaligus nasionalis" bernama Partai Demokrat Nasional.
Kini di antara partainya Subagyo dan partai baru tersebut tengah terjadi persaingan tajam berupa perang citra hingga intrik politik. Intrik politik yang dimaksud adalah menyangkut status keistimewaan provinsi Ngayogjo. Mengetahui bahwa salah satu pendiri Partai Demokrat Nasional adalah Sultan Ngayogjo, yang berdasarkan UU keistimewaan Ngayogjo yang lama secara otomatis ditetapkans sebagai gubernur, Subagyo bermaksud merevisi UU tersebut dan membatalkan penetapan Sultan sebagai gubernur.
"Organisasi" masih menunggu sampai sejauh mana persaingan tersebut berlangsung. Seperti biasa, mereka cenderung membiarkan para anggotanya bersaing memperebutkan kekuasaan selama tidak mengancam kepentingan mereka. Dan memang demikian. Meski mengusung slogan "restorasi" dan mengklaim sebagai partai nasionalis, partai baru tersebut tidak menawarkan sesuatu yang baru. Tidak ada yel-yel "nasionalisasi", "anti modal asing", atau "anti-liberalisasi perdagangan", "anti-hutang luar negeri" dan lain-lainya yang selama ini telah menyesengsarakan sebagian besar rakyat Indungsia.
Bank, Kejahatan di Semua Tingkatan
Bayangkan Anda seorang nasabah bank yang tengah mengalami masalah keuangan. Anda tidak bisa membayar cicilan hutang dan bunganya yang tinggal beberapa kali cicilan lagi akan lunas. Anda telah membayar sebagian besar hutang Anda, dan hanya karena tidak bisa membayar sebagian kecil sisanya, bank akan menyita rumah Anda, dan Anda tidak sanggup berhadapan dengan para "debt collector" dan juru sita yang dibayar bank.
Apa yang Anda rasakan saat itu? Anda tentu merasa sakit hati karena merasa tidak mendapatkan keadilan.
Ini adalah praktik yang sudah umum terjadi di mana-mana. Akibat krisis keuangan tahun 2007-2009 lalu saja terdapat jutaan warga Amerika yang harus kehilangan rumahnya yang telah dicicil bertahun-tahun. Dan sebaliknya apa yang didapatkan bank? Semua uang yang telah Anda bayarkan untuk cicilan untuk selembar kertas perjanjian yang mereka buat.
Gila, masih ada ya praktik-praktik ketidak adilan yang menyolok mata seperti itu beroperasi?
Namun satu contoh berikut ini bisa memberi harapan bahwa suatu saat sistem ekonomi yang sangat tidak adil ini bisa berakhir.
Adalah Darrell O’Dea, warga Irlandia yang terlibat masalah keuangan dengan Bank of Ireland. Darrell yang akhirnya menyadari adanya praktik "penipuan" dalam skema kredit rumah yang ia terima, memutuskan untuk untuk menghentikan skema tersebut dan membayar lunas semua sisa kewajibannya. Untuk itu ia mengirimkan surat ke Bank of Ireland dengan permintaan kepada bank untuk memberikannya tiga dokumen:
1) Validasi hutang aktual yang ia tanggung.
2) Surat tagihan (invoice).
3) Kopi surat perjanjian.
Namun bukannya memenuhi permintaan Darrell, pihak bank justru mengirim debt collector hingga juru sita ke rumah Darrell. Darrel yang mengerti hukum bahwa pihak ketiga yang turut campur dalam perselisihan perdata dianggap telah melanggar hukum, bersikukuh, dan semua upaya intimidasi itu gagal. Namun tidak dengan surat-surat tagihan yang terus berdatangan dengan jumlah yang semakin membengkak karena biaya yang dikeluarkan bank untuk membayar debt collector dan juru sita serta pengacara. Tidak mau kalah, Darrel melakukan langkah hukum cemerlang, mendaftarkan namanya sebagai "merk dagang", dan membebankan tagihan 10 ribu euro untuk setiap namanya yang ditulis bank pada surat-surat yang dikirim.
Pada akhirnya jumlah tagihan yang dikirim bank ke Darrel mencapai 2 juta euro lebih, sedang tagihan Darrel kepada bank mencapai 700.000 euro. Dan akhirnya bank menghentikan upayanya menyita rumah Darrell.
Yang Darrell ketahui sehingga ia berani melakukan upaya hukum untuk melawan bank adalah bahwa sistem perbankan berdasar bunga pada dasarnya adalah sebuah kejahatan.
Black’s Law Dictionary (9th Edition) menyebutkannya sebagai, "A knowing misrepresentation of truth or concealment of a material fact to induce another to act to his or her detriment.”
Saat seseorang menandatangani perjanjian kredit, katakanlah senilai $100,000, pada saat itu bank langsung memasukkannya dalam pembukuan sebagai asset yang selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menambahkan kredit. Sistem cadangan minimum bank memungkinkan setiap $1 asset yang dimiliki bank memungkinkan bank memberikan kredit hingga 10 kali lipat. Jadi dengan tambahan kredit yang $100.000 tersebut di atas, bank bisa menambahkan kredit lagi hingga $1 juta, dan seterusnya kredit $1 juta itu bisa menciptakan kredit baru senilai $10 juta, dan seterusnya dan seterusnya sampai tak terhingga. Semuanya cukup dengan ketikan di komputer dan tidak perlu dalam bentuk uang nyata. Inilah mengapa jumlah tagihan-tagihan yang beredar jauh lebih besar daripada nilai riel perekonomian, dengan istilah lain "bubble economy". Dan saat terjadi krisis ekonomi, tiba-tiba semua orang terjerat hutang atau minimal turut menanggung kerugian.
Jadi kalau bank sudah menganggap kredit tersebut sebagai asset yang digunakannya untuk menambah kredit, mengapa bank membebankan bunga atasnya. Lagipula bukankah bank tidak benar-benar mengeluarkan uang dan hanya mencatatnya di pembukuan?
KEADILAN ALI DAN PEMBANGKANGAN TERHADAPNYA
Para nawashib berkhotbah bahwa Ali dikhianati oleh pengikutnya sendiri. Mereka tak lain dan tak bukan adalah orang-orang syiah. Sejarah syiah dipenuhi dengan tindakan pengkhianatan demi pengkhianatan, bahkan dari ibu bernama syiah dengan rahim hitam kelam dan berayah Kufah terlahir jabang bocah bernama khawarij… Benarkah itu ?
Pengantar blogger:
Pada waktu proses suksesi kekhalifahan Islam untuk menggantikan Umar bin Khattab, kandidat terpilih khalifah mengerucut pada dua orang: Ali bin Abu Thalib ---saudara sepupu, anak menantu serta pendukung paling setia Rosulullah--- dan Usman bin Affan, menantu Rosulullah. Abdurrachman bin Auf, seorang sahabat Rosul yang menjadi caretaker pemilihan khalifah berkata kepada Ali bin Abu Thalib: "Maukah Anda nanti setelah diangkat menjadi khalifah bertindak berdasar Al Qur'an, sunnah Rosul dan sunnah para khalifah terdahulu (Abu Bakar dan Umar bin Khattab)?". Ali menjawab tegas, bahwa ia hanya akan bertindak berdasarkan Al Qur'an dan sunnah Rosul dan hanya mengikuti sunnah khalifah terdahulu sepanjang tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan sunnah Rosul. Kemudia Abdurrachman mengajukan pertanyaan yang sama kepada Usman bin Affan, yang dijawab dengan tegas pula bahwa ia bersedia mengikuti semua ketentuan Al Qur'an, sunnah Rosul dan sunnah para khalifah terdahulu. Maka Abdurrahman bin Auf menjatuhkan pilihan kepada Usman bin Affan.
Pilihan tersebut kemudian menjadi sesuatu yang paling disesali Abdurrahman bin Auf, karena tidak lama kemudian ia menjadi "musuh besar" Usman bin Affan yang tidak pernah lagi bertegur sapa dengannya hingga ia meninggal. Pilihan tersebut juga menjadi bencana bagi umat Islam, karena kemudian ternyata Usman bin Affan mengingkari sumpahnya saat hendak diangkat menjadi khalifah. Salah satu tindakan pertama Usman adalah memecat para pejabat yang diangkat Abu Bakar dan Umar dan menggantinya dengan pejabat baru yang berasal dari kerabatnya sendiri, bani Ummayah. Hal mana nantinya menjadi sumber fitnah besar di kalangan umat Islam yang berakhir pada kematian Usman bin Affan karena pemberontakan rakyatnya sendiri.
Sebagian besar orang Islam yang terbuai dengan ilusi bahwa umat Islam terdahulu adalah orang-orang yang adil dan ikhlas (Rosulullah bersabda kepada sebagian sahabat bahwa kelak akan muncul orang-orang yang lebih baik daripada mereka, yaitu orang-orang yang tidak pernah bertemu Rosul namun mencintai dan taat pada ajaran-ajarannya) tentu membantah peristiwa kematian Usman akibat pemberontakan rakyatnya. Untuk itu marilah kita berfikir secara logis tanpa mengesampingkan tulisan para sejarahwan. Bagaimana mungkin segerombolan pengacau dari Mesir dan Irak yang berjumlah hanya puluhan atau maksimal ratusan orang bisa mengalahkan seluruh penduduk Madinah yang jumlahnya belasan ribu orang yang terdiri dari orang-orang Anshar dan Muhajirin, dan terlebih lagi seluruh kerabat Usman dari bani Umayah yang berada di belakang Usman. Kemudian para pengacau itu mengepung rumah Usman selama berhari-hari dan selanjutnya membunuhnya di rumahnya sendiri. Semua itu bisa terjadi hanya jika, setidaknya sebagian dari penduduk Madinah, ikut memberontak kepada Usman.
Berikut ini adalah artikel yang sangat menarik yang saya copas dan saya edit dari artikel dalam blog syiahali.wordpress.com tgl 21 November 2010:
------------------------
Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholi ala muhammad wa ali muhammad
Para pengikut sekte Nawashib (pendengki terhadap kemuliaan ahlul bait keluarga Rosul) sudah sejak lama membuat tuduhan yang menyebut Syiah telah melakukan pengkhianatan kepada Imam mereka sendiri. Kepada Ali bin Abi Thalib, orang-orang Syiah yang semula mendukung Ali, kemudian balik memusuhi dan mengkhianati dengan membentuk aras baru bernama khawarij. Nawashib menuduh, khawarij lahir dari rahim syiah dan mereka semula adalah orang-orang syiah. Kepada Hasan, syiah kembali berkhianat dengan melakukan penyerangan kepada Imam mereka sendiri, dan puncak pengkhianatan syiah adalah dengan dikirimnya 18.000 surat yang ditulis oleh warga kufah kepada Imam Husain
Tuduhan tersebut adalah sebagai bentuk kedustaan belaka, karena faktanya kalangan sejarahwan ahlu sunnah sendiri tidak pernah menyebutkan bahwa telah terjadi pengkhianatan Syiah kepada Imam Ali as, Imam Hasan as dan Imam Husain as. Para sejarahwan ahlu sunnah menuliskan bahwa para pengkhianat itu dilakukan oleh para "badut politik" yang hendak melakukan tawar menawar politik demi meraih peruntungan pribadi.
Sejarahwan ahlu sunnah menyebut para pengkhianat ini dengan sebutan "asyraf al qaba’il". Menariknya kelompok ini terbentuk dari hasil kebijakan Abu Bakar yang diperteguh oleh Umar bin Khatab dan mencapai kesempurnaan di tangan Usman bin Affan. Melalui artikel ini Ibnu Jawi al Jogjakartani mencoba melacak jejak siapakah kelompok "asyraf al qaba’il" ini dan bagaimana motif-motif pengkhianatannya.
DEMOGRAFI MASYARAKAT KUFAH
Untuk mengetahui siapakah masyarakat Kufah dan kecenderungan alirannya maka yang perlu dilihat dalah struktur kemasyarakat (demografi) dari penghuni kota Kufah tersebut. Ibnu Jawi al Jogjakartani sebelumnya telah menulis komposisi masyarakat Kufah dalam tulisan ”Syiah terlibat dalam pembunuhan Imam husain as?”, untuk lebih jelasnya silahkan merujuk ke blog kami syiahnews.wordpress.com. Namun secara sepintas kami akan mengulang sebagian pada artikel ini.
Menurut Baladzuri (Futuh al Buldan) kota Kufah didirikan pada tahun 17 H/638 M, sekitar tiga tahun setelah Umar bin Khatab menjabat khalifah di Madinah. Kota ini didirikan atas perintah Umar kepada Sa’ad bin Abi Waqqas usai pasukan muslimin memperoleh kemenangan dalam Perang al Qadisiyah merebut Persia (15 H/636 M). Lamanya jarak pendirian kota tersebut yang memakan waktu dua tahun, disebabkan pada faktor pemilihan lokasi, yaitu tempat tersebut harus sesuai dengan lingkungan orang Arab serta dapat memenuhi kebutuhan mereka. Sa’ad meminta bantuan Salman al Farisi dan Hudzaifah al Yamani, dan pilihan jatuh di tepi barat Sungai Eufrat dekat kota lama Persia, Hira.
Kota Kufah semula ditujukan sebagai garnisun prajurit Islam, menilik dari instruksi Umar bin Khatab yang menyebutkan agar memilih tempat untuk tentara Islam sebagai "dar hijrah" (tempat beremigrasi, dalam istilah TNI disebut sebagai garninsun) dan markas untuk melancarkan perang (dalam surat Umar disebut "Manzil Jihad"). Baladzuri menambahkan bahwa tempat tersebut di kemudian hari dapat difungsikan sebagai tempat berkumpulnya kesatuan-kesatuan militer (dalam surat umar menyebut "qayrawan", kalau di Indonesia sejenis dengan Resimen Induk Daerah Militer atau RINDAM). Dan kota tersebut sesuai perencanaanya kemudian menjadi qayrawan Kufah (kalau dibahasa indonesiakan menjadi RINDAM KUFAH). Kesatuan-kesatuan yang berkumpul di sini, menurut Baladzuri umumnya berasal dari para veteran Perang Al Qadisiyah atau yang dikenal sebagai "Ahl Al Ayyam Wa al Qadisiyah".
Menurut sarjana ahlu sunnah Muhammad Jafri dalam bukunya "Origin and Early Development of Shi’a Islam" hal 149, orang-orang Arab (termasuk para sahabat) tidak memiliki banyak pengalaman dalam mendirikan kota. Konsepsi kota sebagai unit politik dan sosial yang komplek masih terasa asing bagi mereka. Kota-kota di tempat asal mereka seperti Thaif, Makkah dan Madinah, unit sosio politiknya bukanlah kota, melainkan kabilah atau suku. Sementara itu kesatuan-kesatuan militer Islam tersebut sangat heterogen sehingga diperlukan cara tersendiri dalam penyusunan administratif dan penempatan mereka.
Oleh karenanya kemudian Sa’ad bin abi waqash sebagimana diceritakan oleh Baladzuri dan Yaqut (Mu’jam al Buldan IV/323) menyusun masyarakat Kufah ke dalam kategori kesukuan yang luas, yaitu kelompok Nizari (orang-orang Arab Utara) yang diberikan tempat di wilayah barat dan kelompok Yamani (orang-orang Arab Selatan) tinggal di wilayah Timur. Wilayah tinggal tersebut dibatasi di tengah-tengahnya oleh masjid, baitul mal dan kediaman resmi Gubernur Kufah.
Tetapi penempatan dengan cara membagi wilayah kufah menjadi dua tempat tersebut kemudian terbukti gagal dan menimbulkan persoalan. Menurut Thabari (Tarikh I/2495) permasalahan yang dihadapi masyarakt Kufah yang disusun atas para wajib militer ini adalah adanya kesulitan dalam pendistribusian gaji (diwan) yang merupakan sumber pendapatan utama penduduk Kufah.
Sebagai solusinya, sebagaimana dituliskan oleh Thabari, Umar bin Khatab memerintahkan kepada Saad bin Abi Waqash agar mereorganisir populasi penduduk Kufah dengan cara menyusun masyarakat seperti sebelum Islam datang (pra Islam). Para penduduk Kufah dikelompokkan berdasarkan organisasi kesukuan tradisional Arab di mana klan atau suku-suku dijadikan persekutuan politik dalam bentuk konfederasi longgar. Dalam merealisasikan hal itu maka ’addala, ta’dil dibuat berdasarkan silsilah dan persekutuan. Umar memerintahkan Sa’ad agar meminta bantuan dua ahli masalah keturunan Arab (Nussab).
Akhirnya, masyarakat Kufah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok. Para ulama ahlu sunnah seperti Thabari dalam "Tarikh", Umar Rida Kahhalah dalam kitab "Mu’jam Qaba’il al Arab", Ibn Abd Rabbih dalam kitab "al ‘Iqd al Farid", menyebutkan struktur demografi masyarakat Kufah yang terbagi menjadi tujuh klan:
1. Kinana dan Ahabisy, Qays’ Ailan
2. Quda’ah, Ghassan, Bajilah, Kats’am, Kinda, Hadzramaut dan Azd
3. Madzhik, Humyar, Hamdan
4. Kelompok Mudhar yang diisi dari Tamim, Rihab, Hawzin
5. Asad Ghatfan, Muharib, Nimr, Dubay’ah dan Taghlib
6. Iyad, ’Akk, ’Abd al Qays, Ahl al Hajar dan Hamra
7. Sub’
Thabari dan Umar Ridha Kahhalah menambahkan, ketujuh kelompok penduduk Kufah tersebut kemudian dinamakan dengan Tujuh Kesatuan Suku (Muqatilah). Mereka menempati tujuh distrik militer di kota Kufah, dan di setiap distrik masing-masing disediakan fasilitas untuk :
1. Tempat pertemuan mobilisasi persiapan perang
2. Tempat untuk distribusi gaji (diwan)
3. Tempat untuk pembagian harta rampasan perang
4. Tempat untuk menggembalakan ternak dan alat transportasi kavaleri yang dinamakan Jabbanah
5. Tempat pekuburan
Menurut Thabari (Tarikh I/2414 dst), untuk melaksanakan tugas-tugas administratif, Umar bin Khatab mengorganisir para petugas yang mengatur diwan (gaji), pembagian rampasan perang dan lain-lain sebagai berikut: ”bahwa untuk mendistribusikan tiap kelompok dipecah kedalam group-group (unit-unit kecil) dengan penanggungjawab group ditunjuk satu orang pengawas dari tiap group. Para pengawas group atau unit kecil tersebut dinamakan dengan ’Urafa (si pemikul tanggung jawab) atau Arif (jamak ’urafa). Dan sejumlah besar para ’Urafa tersebut, sebagaimana disebutkan oleh Thabari dalam "Tarikh"-nya, kemudian dinamakan dengan ASYRAF AL QABA’IL. Namun kemudian mereka yang mendapat sebutan ini bukan hanya para ’Urafa saja, tetapi juga para pemimpin klan/kabilah, karena sebagian besar pemimpin kabilan adalah ’Urafa.
Menurut Thabari, Umar bin Khatab pada tahun 20 H/641 M menetapkan kriteria pembagian diwan (gaji) penduduk Kufah sebagai berikut:
1. Penerima gaji tertinggi adalah group Muhajirin dan Anshar.
2. Kedua adalah mereka yang ikut dalam operasi melawan kemurtadan dan pemberontakan.
3. Ketiga adalah mereka yang disebut sebagai "Ahl al ayyam wa’l Qadisiyah", yakni mereka yang ikut ke Yarmuk dan Qadisiyah dan kemudian ambil bagian dalam pertempuran.
4. Urutan keempat adalah mereka yang disebut sebagai "rawadif", yakni mereka yang datang ke Kufah setelah Yarmuk dan Qadisiyah.
5. Berikutnya adalah para imigran yang dijenjangkan menurut waktu mereka pertama kali ikut penaklukan-penaklukan Islam.
Perlu ditambahkan dari keterangan yang tidak ditulis Thabari, menurut Ad Duri (Muqaddamah fi Tarikh Shadr al Islam hal 50-58), bahwa Umar bin Khatab membedakan diwan (gaji) antara orang Quraisy dan non-Quraisy, di mana orang-orang Qurasy diberikan tunjangan lebih tinggi. Umar bin Khatab juga menetapkan perbedaan pendapatan di mana orang Arab memperoleh tunjangan lebih banyak daripada non-Arab.
Bahkan ulama ahlu sunnah Ad Dinawari (’Uyun al Akhbar I/230) dan al Baihaqi (al Mahasin wa al masawi 2/150) menyebutkan dalam kitab mereka bahwa Umar bin Khatab berpendapat, jika seorang Arab membutuhkan uang, dan tetangga orang itu seorang non-Arab (dalam bukunya disebut Nibthi), maka orang Arab tersebut boleh menjual orang Nibthi tersebut agar mendapatkan uang.
Sistim "muqatilah" tersebut berlaku selama hampir 20 tahun, hingga mengalami perubahan lagi di masa khalifah Imam Ali bin Abi Thalib.
KUFFAH DIMASA PEMERINTAHAN USMAN BIN AFFAN
Di masa pemerintahan Usman bin Affan, kedudukan asyraf al qabail semakin disempurnakan. Menurut Rasul Ja’farian (History of the Caliphs: From the Death of the Messenger to the Decline of the Umayyad Dynasty) Usman bin Afan meneruskan kebijakan Umar bin Khatab dengan meneruskan dan menyempurnakan sistem tersebut guna melindungi identitas Arab di satu sisi dan Qurasy di sisi lain. Dan kebijakan itupun akhirnya berdampak pula pada rekonstruksi pejabat asyraf al qabail .
Setelah Usman mengangkat Al Walid bin Uqbah sebagai gubernur Kufah, kebijakan yang dirintis Umar bin khatab diteruskan dan disempurnakan. Para asyraf al qabail pun diformat ulang. Ada yang semakin kukuh posisinya, ada pula yang disingkirkan. Mereka yang bukan berasal dari keluarga elit disingkirkan meskipun memiliki ilmu ke-Islaman yang tinggi. Muhammad Jafri (Origin and Early Development of Shi’a Islam) menyebutkan, ”di bawah kekuasaan Al Walid bin Uqbah, pemimpin klan (dan asyraf al qabail) Kufah banyak yang digantikan. Penggantian tidak didasarkan pada prestise ke-Islaman tetapi lebih mempertimbangkan keunggulan suku dan keluarga. Sebagai contoh Al Asy’ats bin Qays al Kindi (dia kelak yang menggalang asyraf al qabail melakukan pengkhianatan terhadap Ali) menggeser Hujr bin Adi al Kindi.” Jafri menyebutkan, ”Hujr b Adi al Kindi memiliki prestis ke-Islaman, tetapi digeser oleh seorang aristokrat yang pernah memimpin kaum murtad.” Jafri juga memberikan contoh yang lain, yaitu Sa’d bin Qays al Hamdani, seorang aristokrat yang tidak memiliki keunggulan Islam, yang menggantikan Yazid bin Qays al Arhabi yang dikenal sebagai seorang tokoh Islam yang shaleh.
Baladzuri (Ansab V/46) menyebutkan dalam daftar panjang para ’Urafah yang tergabung dalam asyraf al qabail yang digantikan, untuk disebutkan sebagian kecil saja adalah sebagai berikut: Musayyab bin Najabah al Fazari, Yazid bin Qays al Arhabi, Adi Bin Hatim al Thai (bersama Hujr bin Adi, sahabat Rosul ini dikenal sebagai Shiah pendukung setia Ali bin Abi Thalib), Sha’sha’ah bin Shuhan al Abdi dll. Dengan demikian komposisi masyarakat Kufah, baik ditinjau dari pemimpin suku maupun pemimpin group/unit terkecil (’Urafah) diisi oleh orang-orang dari kalangan ningrat Arab terutama suku Quraisy dan terlebih lagi bani Umayyah.
Ibn Sa’d (Ath Thabaqat al Kabir, VI/11) menyebutkan bahwa, "seluruh kaum ningrat Arab terwakili dan duduk dalam struktur penting asyraf al qabail”. Ini menjadikan bukti program Umar bin Khatab dalam membentuk "landscap" masyarakat Kufah di mana Quraisy menjadi unsur utama yang harus diprioritaskan di atas suku Arab lain, dan Arab atas non-Arab mendekati kesempurnaan di tangan Usman bin Affan. Al Tanzimat (al Ijtima’yah wa’l Iqtishadiyah fi’l Bashrah) mencatat bahwa di masa Umar dan Utsman, orang-orang non-Arab yang tinggal di Kufah diperlakukan agak berbeda dari orang-orang Arab menyangkut jiziah dan kharaj, dan warga non-arab adalah warga "kelas dua”.
Meskipun masih menggunakan pola tujuh, menurut Jafri (Origin and Early Development of Shi’a Islam hal 172) hakekatnya kota Kufah terbagi menjadi hanya dua kelompok besar, yaitu:
Pertama, kelompok asyraf al qabail yang sebagian besar diisi oleh kalangan ningrat Arab yang masing-masing memiliki sejumlah pengikut yang besar. Al Tanzimat (al Ijtima’yah wa’l Iqtishadiyah fi’l Bashrah) mencatat sejumlah mawali menjadi pendukung asyraf al qabail, di antaranya dari group Hamra atau Daylamiah di bawah yuridikasi Umayyah yang ditugaskan sebagai penjaga keamanan (polisi), para mawali petani yang di bawah yuridikasi Umayyah pula, kelompok mawali saudagar dan mawali buruh diyurisdikasikan sesuai keinginan klan yang ingin dimintai afiliasi perlindungan, mawali budak yang diikat pada yuridikasi keluarga yang sebelumnya memperbudaknya dan mawali ningrat mereka yang diberi sedikit kelonggaran dalam masalah jizah dan kharaj tetapi kedudukan mereka adalah "kelas dua" di hadapan orang Arab.
Kedua adalah kelompok yang dipimpin orang-orang yang kurang memiliki keningratan dalam kesukuan namun memiliki keunggulan dalam prestis ke-Islaman, sejumlah besar "qurra" yang juga rata-rata adalah cendikiawan keagamaan, dan sejumlah group-group dari klan-klan serpihan yang tidak memiliki kekuatan di hadapan klan besar.
Meskipun eksistensi asyraf al qabail Kufah mendapatkan kedudukan yang tinggi, di masa Usman hak-hak mereka masih jauh di bawah klan-klan bani Umayyah, dan kebijakan Usman inilah yang menggelisahkan masyarakat Kufah dan sebagian asyraf al qabail, yakni dengan diberikanya kekuasaan yang terlampau besar kepada klan Umayyah. Ini yang membedakan dengan gaya kepemimpinan Umar bin Khatab yang memberikan dominasinya kepada suku Quraisy lebih luas. Bahkan salah seorang sahabat bernama Abdurahman bin Auf menyatakan kekhalifahan Utsman dianggap sebagai awal dari kerajaan bani Ummayah (Baladzuri dalam "al Futuh al Buldan 2/99). Adapun penulis sejarah Ibnu A’tsam, memberikan sebutan Utsman bin Afan sebagai ”pemimpin Bani Umayyah”.
Pada gilirannya kebijakan yang dirintis oleh Umar bin Khatab dan diteruskan oleh Usman bin Affan yang memberikan keistimewaan kepada klan Ummayah di atas Qurasy, Arab dan non-Arab, menuai protes keras dari kalangan Muslim dan menyebabkan terjadinya drama pengepungan rumah Utsman bin Affan yang berakhir dengan terbunuhnya Utsman. Para asyraf al qabail Kufah terlibat aktif dalam gerakan oposisi tersebut. Sebagimana disebutkan Jafri (Origin and Early Development of shi’a Islam hal 161) bahwa,’Urafah asyraf al qabail ini mengambil peran memimpin kelompok pemberontak di hari-hari keruh khalifah Utsman bin Affan” tujuannya adalah agar khalifah Utsman bin Affan mengembalikan hak-hak finansial mereka yang tersita oleh klan Umayyah dan mengembalikan kekuasaan kepada mereka sebagaimana di masa Umar bin Khattab.
Dan hak-hak finansial, yang dahulu ditetapkan oleh Umar bin Khatab dan disempurnakan oleh Utsman bin affan inilah, yang kemudian menjadi nilai tukar bagi pengkhianatan asyraf al Qabail terhadap Ali bin Abi Thalib, Hassan dan Hussain. Namun patut dicatat bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh Umar bin Khatab dan diteruskan oleh Usman bin Affan, pondasi rintisan awalnya telah diletakan oleh Abu Bakar yang menetapkan prinsip bahwa pembagian diwan (gaji) ditetapkan berdasarkan keterdahuluan masuk Islam, dengan kata lain, orang yang masuk islam lebih awal akan mendapatkan gaji dan tunjangan lebih besar. Umar kemudian menambahkannya dengan faktor identitas kesukuan dan etnis. Selanjutnya Usman lebih mentahkik lagi dengan mengkerucutkannya pada klan Ummayah yang mendapat prioritas lebih tinggi.
Ketika Ali bin Abi Thalib diikut-sertakan dalam Dewan Syuro bentukan Umar dengan tugas memilih khalifah, Abdurahman bin Auf sebagai eksekutor mengajukan syarat kepada calon khalifah ”bahwa mereka harus bersedia mengikuti kebijakan (sunnah) dua khalifah sebelumya” dan Imam Ali menolak syarat tersebut sementara Usman menerimanya. Di bawah akan disajikan bagaimana imam Ali bin Abi Thalib tatkala terpilih sebagai khalifah melakukan banyak dialog dengan berbagai kelompok, baik itu sahabat yang belakangan disebut "qaidin" maupun kalangan asyraf al qabail tentang reformasi diwan yang merubah seluruh tata aturan yang telah ditetapkan oleh ketiga khalifah sebelumnya, dan inilah yang melatar belakangi pengkhianatan asyraf al qabail terhadap Ali.
ALI MEREFORMASI STRUKTUR MASYARAKAT KUFAH
Pasca meninggalnya Utsman, Ali bin Abi Thalib terpilih sebagai khalifah. Ia memimpin dengan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan para pendahulunya. Mulanya para asyraf al qabail mengharapkan hak-hak mereka yang saat di masa Usman dinikmati oleh kelompok Umayyah, akan dikembalikan sebagaimana seperti semula yang ditetapkan Umar. Tetapi Ali bin Abi Thalib memilih mengambil kebijakan sebagimana yang dituntunkan oleh Allah dan Rasulullah SAW.
Sejarahwan ahlu sunnah at Thabari (Tarikh I/3174) dan Khalif Yusuf (Hayat asy Syi’r Fi’l Kufah hal 29) menyebutkan bahwa ketika Ali datang ke Kufah, selama dua puluh tahun struktur kekuatan dalam masing-masing tujuh kelompok masyarakat tersebut telah berubah drastis. Sejumlah klan-klan tertentu dalam berbagai kelompok telah memperoleh kedudukan dan kekuasaan yang tidak semestinya atas klan lain. Klan-klan yang kuat melakukan pengutipan terhadap klan-klan lainnya. Kedatangan anggota-anggota suku ke Kufah juga menjadi penyebab perubahan perimbangan kekuatan antar klan dan dalam kelompok. Karena itu Ali untuk sementara tetap memelihara jumlah kelompok untuk tetap dalam bentuk Muqatilah. Kemudian ia melakukan perubahan susunan kelompok masyarakat Kufah.
Terhadap struktur masyarakat kufah Imam Ali mengeluarkan kebijakan menghilangkan sekat dominasi si kuat terhadap si lemah yang telah dibentuk oleh para khalifah pendahulunya. Imam Ali merubah struktur masyarakat Kufah dengan pola perimbangan komposisi yang seimbang. Ath Thabari dan Khalif Yusuf menyebutkan, masyarkat Kufah oleh Imam Ali direformasi susunannya sehingga tersusun sebagai berikut:
1. Hamdan dan Himyar (orang Yaman)
2. Madzhij, Asy’ar dan Thayy (orang Yaman)
3. Kinda, Hadramaut, Qudha’ah dan Mahar (orang Yaman)
4. Azd, Bajilah, Khats’am dan Anshar (orang Yaman)
5. Seluruh cabang Nizari dari Qays, ’Abs Dzubyah dan ’Abd al Qays Bahrain (Nizar).
6. Bakr, Taghlib dan seluruh cabang Rabi’ah (Nizar)
7. Qurasy, Kinana, Sad, Tammim, Dhabbah, Ribaba (Nizar)
Menurut Muhammad Jafri (seorang sarjana sunni yang berkeyakinan bahwa Syiah adalah produk sosioatropologis masyarakat ArabSelatan) menuliskan dalam bukunya "Origin and Early Development of Shi’a Islam" bahwa ada dua catatan krusial mengapa Ali merekonstruksi kembali masyarakat Kufah.
Terdapat beberapa nama klan seperti Asy’ar, Mahar dan Dabbah yang di masa sebelumnya disepelekan, oleh Ali kedudukanya disetarakan dengan klan lainya. Penguasa sebelumnya mengorganisasi suku Yamani dalam tiga group dan Nizari dalam empat group. Oleh Ali diregorganisasi menjadi Yamani menjadi empat group dan Nizari dalam tiga group. Ali tampak memperhitungkan kekuatan populasi dua cabang Arab itu dan mengatur kembali group-group itu menurut jumlah mereka, dengan demikian memberi perimbangan kuantitatif antar klan.
Ibnujawialjogjakartani menambahkan, komposisi yang disusun kembali oleh Ali bin Abi Thalib itu membawa pada keseimbangan pada kuantitas antar klan sehingga superioritas klan dihilangkan oleh Ali. Dengan demikian apa yang disebut Thabari sebagai “berbagai kelompok telah memperoleh kedudukan dan kekuasaan yang tidak semestinya atas klan lain” diselesaikan oleh Ali bin Abi Thalib.
Imam Ali juga melakukan penataan ulang pemimpin klan meskipun mendapat penentangan keras dari pemimpin sebelumnya. Sebagaimana dituliskan oleh Nashr bin Muzahim (Waq’at Shiffin), “Dalam pengaturan kembali kepemimpinan baru di Kufah, Ali mempercayakan kepemimpinan kelompok di Kufah kepada mereka yang memiliki keunggulan Islam. Orang-orang seperti Malik bin Harits al Asytar dipercaya memimpin kelompok Madzhij, Nakha’i dan beberapa sub lain. Hujr bin Adi al Klindi memimpin Kinda. Adi bin Hatim al Ta’i memimpin Thayy. Tetapi upaya penataan Ali tersebut mendapat tantangan keras dari para pemimpin klan dan ‘Urafa (asyraf al qabail)”.
ALI MEREFORMASI SISTEM PEMBAGIAN DIWAN
Kebijakan Imam Ali bin Abi Thalib berikutnya adalah mereformasi kebijakan para khalifah pendahulunya, yaitu dalam masalah diwan. "Political History of Islam 2" menyebutkan, “Ketika Ali bin Abi Thalib berkuasa, ia melakukan perubahan pada kebijakan distribusi gaji. Ali melakukan alokasi yang diterima oleh masyarakat Islam secara proporsional”. Ath Thabari (Tarikh I/3227) mencatat reformasi yang dilakukan Ali bin Abi Thalib menyangkut kebijakan keuangan sebagai berikut:
Dalam distribusi Ali bin Abi Thalib menghapus perbedaan gaji yang dibuat oleh kebijakan sebelumnya yang menetapkan faktor asal-usul, keterdahuluan masuk Islam maupun keterdahuluan memasuki Kufah sebagai pembeda penerimaan gaji. Dengan kata lain Ali memperlakukan mereka secara sama tanpa melihat asal suku, keterdahuluan masuk Islam dan keterdahuluan masuk Kufah. Ali bin Abi Thalib menetapkan persamaan hak antara masyarakat Arab dan non-Arab. Ali bin abi Thalib dengan tegas menyatakan, "Si kulit hitam dan si kulit putih akan mendapat perlakuan yang setara, proporsional dan adil." (Mustadrak al Wasa’il XI/93).
Sebagai catatan atas kebijakan Ali tersebut dapat dibaca pada naskah "Nahjul Balaghah" pada bagian kutbah ke 21, 23, 24, 42.
PROTES SAHABAT DAN ASYRAF AL QABAIL
Rupanya reformasi yang dilakukan Imam Ali dengan prinsip Al Qur’an dan sunnah yang menekankan prinsip keadilan dan pemerataan mendapatkan reaksi dari mereka yang diuntungkan oleh kebijakan-kebijakan khalifah sebelumnya. Sejumlah sahabat tak urung melakukan protes. Kalangan Asyraf al Qaba’il yang mengharapkan pundi-pundi mereka berlebihan sebagaimana di masa Umar bin Khatab, harus gigit jari menghadapi kebijakan Imam Ali tersebut.
Sebagaimana disebutkan Thabari (Tarikh I/3228), Mas’udi (Muruj Dzahab II/404) dan Jafri ( Origin and Early Development of Shi’a Islam) kebijakan Ali telah menggelisahkan asyraf al qaba’il, karena di samping pertimbangan keuntungan finansial yang berkurang, dalam benak para asyraf al qaba’il mereka percaya bahwa non-Arab sebagai orang-orang yang ditaklukan yang tidak dapat diperlakukan sama dengan para penakluk.
Dan berikut ringkasan sebagian kecil dari protes-protes yang dilakukan oleh sahabat dan para asyraf al qabail :
Ketika Ali tengah di atas mimbar, Asy’ats bin Qais (pemimpin klan Kinda) berteriak, “Kalian lihat sendiri kan bahwa non-Arab berkulit putih telah mengalahkan kita!“ Ali pun marah mendengar teriakan itu. (Ath Thaqafi dalam "al Gharat hal 186 dan al Hirawi dalam "Gharib al Hadith" III/484).
Mughirah Dabbi pernah mengatakan, ”Ali memandang penting kaum non-Arab (Mawali), dan berbuat baik kepada mereka. Bandingkan dengan Umar, dia tidak suka terhadap mawali dan menjaga jarak dengan mereka!” (ath Thaqafi dalam "al Gharat" hal 187).
Adapun dari kalangan sahabat yang mengajukan protes adalah Thalhah dan Zubeir yang nantinya mereka memberontak kepada Ali dalam peristiwa Perang Jamal. Mereka mengatakan kepada Ali, "Mengapa Ali memberikan bagian pada mereka tak beda dengan bagian yang diterima oleh orang lain? Padahal menurut mereka, orang lain tersebut tidak pernah mengalami kesulitan dan penderitaan beragama dalam memperjuangkan Islam!" Ali menjawab, ”Bukankah kita semua menyaksikan sendiri bahwa Rosulullah melakukan apa yang dikatakan kitab Allah. Mengenai nilai lebih kalian, kaum Muhajirin serta Anshar, keterdahuluan kalian insya Allah akan mendapat penghargaan dan pahala dari Allah!” Thalhah dan Zubeir tetap melanjutkan protesnya dan bertanya, ”Mengapa Ali menolak mengikuti tradisi Umar bin Khatab?” Ali menjawab, ”Mana yang harus didahulukan: mengikuti sunah, praktik dan tradisi Rosulullah ataukah mengikuti praktik dan tradisi Umar?” (Ibn abil Hadid dalam "Syarah Nahj Balaghah" VII/37.
Disebutkan juga oleh sumber-sumber lain bahwa karena sangat tidak setuju dengan kebijakan Ali, maka sebagian sahabat memaksa Ali untuk memprioritaskan bangsawan Qurasy dan orang Arab. (Mahmudi dalam "Nahj as Sa’adah" I/229). Bahkan kalangan wanita pun mengajukan protes. Mereka mengatakan, ”Aku ini kan orang Arab, sedangkan dia mawali (non-Arab). Kenapa kami diperlakuikan sama?” Ali menjawab, ”Aku telah membaca al Qur’an, merenungkan dan mengkajinya. Di sana tidak aku temukan sedikitpun yang mengindikasikan keunggulan keturunan Ismail atas keturunan yang lain (Baladzuri dalam "Ansab al Asyraf" II/141). Kepada kalangan Muhajirin dan Anshar Ali menjelaskan kebijakan beliau, ”Aku tidak menemukan dalam Al Qur’an yang mengindikasikan untuk membedakan antara orang Arab dan non-Arab. Si kulit hitam dan si kulit putih akan mendapatkan perlakuan yang setara, proposional dan adil (Mahmudi "Nahj as Sa’adah" 1/212-213).
Nashir bin Muzhahim menuliskan pula dalam kitabnya "Waq’at ash Shiffin", di antara para pemprotes tersebut sebagian juga berasal dari kaum hafizh Kufah, (sebagian sejahrawan menyebut al Qurra’, para ahli Qur'an. Catatan dari Ibnu Jawi al Jogjakartani menyebutkan, jika pembaca menelusuri kitab sejarah awal akan menemukan bahwa para syiah Kuffah sebagian adalah Qurra’, seperti Malik al Asytar dan Hujr bin Adi yang juga disebut sebagai pemimpin al Qurra. Untuk menghindari kerancuan antara para Qurra yang syiah dan Qurra yang kelak mejadi khawarij, baiknya kita kutipkan hasil riset sarjana ahlu sunnah bernama Muhammad Jafri yang menjelaskan dalam bukunya secara apik: ” Kata qurra’ sebagaimana digunakan dalam laporan di masa Ali bin Abi Thalib pada umumnya dan pada peristiwa Shiffin pada khususnya harus didekati sedikit hati-hati. Bahwa sebagian Qurra’ adalah para pendukung gigih Ali bin Abi Thalib. Di samping qurra yang menjadi syiah Ali ini, ditemukan sejumlah besar orang yang disebut sebagai qurra’, mereka berasal dari daerah yang jauh dan merata dalam hal masa masuknya mereka ke dalam Islam. Mereka ini yang kemudian melakukan protes terhadap kebijakan egaliter Ali bin Abi Thalib. Dan belakangan atas hasutan para asyraf al qabail mereka memaksa Ali untuk mengikuti arbitrase dan kemudian justru menentang Arbitrase. Belakangan kemudian mereka membentuk khawarij (Origin and Early Development of Shi’a Islam hal 176). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Rasul Ja’farian dalam bukunya "History of the Caliphs hal 384) yang menambahkan meskipun mereka disebut qurra (al hafizh) dalam mengemukakan argumen al Qur’an, mereka melakukan interpretasi secara gegabah yang menghasilkan difinisi-difinisi yang radikal. Rasul Ja’farian menuliskan bahwa kelompok ini berasal dari suku-suku badui yang jauh. Mereka merasa kecewa melihat dominasi Quraisy (halaman 386). Ahlu Qurra tidak selalu diartikan sebagai penghafal Al Qur’an, sebagaimana keterangan Nourouzzaman. Para sejarahwan mengartikan ahlu Qurra motor gerakan khawarij sebagai "para penetap". Baladzuri meriwayatkan, selain ketidak puasan terhadap kebijakan diwan dan dominasi Quraisy yang ditetapkan Ali, para Qurra ini merasa tidak habis mengerti dengan kebijakan Ali yang tidak mengizinkan harta rampasan perang dibagi-bagikan setelah menundukkan kaum kafir atau pemberontak sebagaimana dalam Perang Jamal (Mereka bahkan menuntut ummul mukminin Aishah untuk ditawan, yang tentu saja ditolak Ali yang sangat menghormati Rosulullah; blogger). Mereka bertanya-tanya, bagaimana ceritanya membunuh para pemberontak dibolehkan, tapi mengambil aset atau harta mereka malah diharamkan (Ansab al Asyraf II/360).
Ketidak sukaan pada kebijakan egaliter Imam Ali tersebut tak urung membuat Harits A’war menyampaikan protes keras kepada Imam Ali dengan berkata: ”Orang-orang melakukan protes dan tidak suka dengan kebijakan Anda!" Ali pun menjawab, ”Biarkan saja mereka!” (Musthathrafat as Sara’ir" hal. 146)
Kondisi di atas menjelaskan bagaimana kondisi sosial masyarakat Kufah yang dihadapi Ali bin Abi Thalib. Mereka menentang kebijakan Imam Ali yang menetapkan sistem egalitarian bersendikan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, sementara para asyraf al qabail menghendaki sistem yang ditetapkan tiga khalifah dengan mengurangi dominasi bani Umayyah. Imam Ali menyatakan dalam kotbahnya, ”Kondisi kalian sekarang ini kelihatanya seperti zaman ketika Allah mengutus Rasul-Nya ("Nahj al Balaghah" Khotbah khutbah ke 38)
TIDAK SELURUH MASYARAKAT KUFAH ADALAH SYIAH
Kompleksitas masyarakat Kufah yang dilaporkan oleh para sejarahwan ahlu sunnah sudah membuktikan bawa masyarakat Kufah tidaklah seratus persen Syi’ah. Pandangan yang menyebut bahwa masyarakat Kufah pada masa itu mutlak Syiah adalah pendapat yang tidak didukung oleh fakta. Sarjana ahlu sunnah Muhammad Jafri dalam bukunya "Origin and Early Development of Shi’a Islam" halaman 169 menuliskan, “Tidak seluruh warga Kufah dari suku Yamani (Arab selatan) adalah Syi’ah, dan bukan pula seluruh suku Nizari yang berasal dari Arab Utara yang tinggal di Kufah berpihak kepada madzhab Syiah“. Muhammad Jafri dalam bukunya menegaskan bahwa yang dimaksud Syi'ah bukanlah berdasar difinisi longgar bahwa semua yang berada dalam barisan Ali, Hasan dan Husain dikatagorisasikan sebagai Syi'ah. Karena dalam barisan yang mendukung ketiga tokoh tersebut terdapat kelompok besar kaum pragmatis. Bahwa yang disebut sebagai Syi'ah adalah mereka yang memiliki sikap religius terhadap masalah kepemimpinan yang menurut anggapan mereka harus berada di tangan keturunan Muhammad ("Origin and Early Development of Shi’a Islam" halaman 169)
Fakta yang menarik adalah bahwa para ulama ahlu sunnah sendiri –dan ini berlawanan dengan pandangan kaum nawashib- telah mengkategorikan para pengikut Ahlul Ba’it (khususnya pengikut: Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain) dengan kategorisasi yang memuji kaum Syi'ah, bukan menuduh mereka sebagai pengkhianat. Misalnya saja Ath Thabari dalam kitabnya "Tarikh ar Rasul wa al Muluk" dan Ibn Nadim dalam kitabnya "Kitab al Fihrist" hal 175, mengkategorikan Syi'ah sebagai berikut :
Al Ashfiyah, yakni mereka yang disebutkan sebagai sahabat-sahabat yang tulus. Masuk dalam kategori ini adalah Miqdad, Salman al Farisi, Ammar bin Yasir, Abu Dzar al Ghifari, Hudzaifah al Yamani, Abu Hamzah, Abu Sashan, Syutair dan lain-lain. Selain mendapat sebutan Al Ashfiyah, Ammar, Miqdad, Salman dan Abu Dzar mendapat sebutan lain yaitu “al Arkan al Arba’a" atau Empat Pilar” Syi'ah.
Al Awliya, yakni mereka yang disebut sebagai sahabat-Sahabat yang ta’at. Masuk dalam kelompok ini adalah Malik Asytar, Maitasm, Muhammad Bin Abu Bakar (putra khalifah pertama Abu Bakar dan adik kandung ummul mukminin Aishan. Beliau juga merupakan kakek buyut dari Imam Ja’far ash Shadiq. Beliau menunjukkan loyalitas yang tinggi kepada wasiat Rasulullah untuk mengikuti Imamah ahlu ba’it, kendati Muawiyah telah menuduhnya sebagai orang yang menentang ayahnya dalam masalah kekhalifahan).
Al Syurthat al Khamis, yakni mereka yang disebut sebagai “divisi terbaik”. Masuk dalam kelompok ini adalah para sahabat yang menunjukkan dedikasi dalam berbagai pertempuran melawan al Nakitsin (dalam Perang Jamal), al Qasithin (dalam Perang shifin) dan al Mariqin (dalam Perang Narahwan menghadapi kaum khawarij). Masuk di dalam kelompok ini adalah para laskar Syi'ah yang turut membela Imam Hasan.
Al Ashhab, yakni mereka yang disebut sebagai sahabat-sahabat. Masuk kelompok ini adalah para sahabat yang syahid bersama Imam Husain di Karbala maupun terlibat dalam gerakan Tawwabun.
Dengan demikian jika kita perhatikan dari poin dua (2) hingga (4), jika merujuk pada peran syiah terhadap Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain, sejarhawan ahlu sunnah tidak menyatakan mereka sebagai pengkhianat. Mereka adalah loyalis Ahlul Ba’it yang mendapatkan gelar-gelar yang mulia. Bukan gelar-gelar sebagaimana dilekatkan oleh para nawashib yang tidak memiliki basis faktual.
PETA ALIRAN IDIOLOGIS MASYARAKAT KUFAH
Di atas sudah dipaparkan bahwa Kufah bukanlah masyarakat monolitis dengan satu pandangan Syi’ah an sich. Tetapi masyarakat Kufah tersusun atas suku-suku yang beragam dan masih ditambah keragaman aliran idiologi mereka (saya menggunakan istilah idiologi hanya untuk mempermudah saja, idiologi yang saya maksud adalah kecendrungan-kecendrungan, meskipun saya sadari penggunaan istilah idologi tidaklah tepat –ibnujawi aljogjakartani). Bahkan dalam masing-masing suku, anggota-anggotanya memiliki kecendrungan yang beragam pula. Sebagai ilustrasi sederhanya kita gambarkan saja kota Yogyakarta. Masyarakat yang tinggal di Yogyakarta berasal dari seluruh suku yang ada di Indonesia. Mereka bahkan membuat perkumpula-perkumpulan. Dalam masing-masing kelompok suku tersebut, masih terpolarisasi lagi dalam kecendrungan aliran idiologis keagamaanya. Misalkan saja yang dari suku Jawa, ada yang beraliran tradisional NU, modern Muhammadiyah, Tarbiyah, Syabab Hizbut Tahrir, Wahabbi… dan lain sebagainya. Begitulah masyarakat Jogya, dan begitu pula masyarakat Kufah pada waktu itu.
Para sejarahwan Islam telah berupaya keras memetakan aliran-aliran kecendrungan masyarakat Kufah ini yang dibagi dalam aras persekutuan klan mereka. Tapi ternyata itu bukan suatu pekerjaan yang mudah, karena aliran menyangkut individu-individu. Namun demikian usaha sejarahwan layak dipuji, karena melalui laporan mereka kita dapat mengetahui bahwa Kufah adalah masyarakat yang komplek, dan keberpihakan mereka pada Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain, tidaklah mutlak didasari atas idiologi yang dianut mereka. Ada sebagian kecil masyarakat Kufah yang loyal kepada para ahlul bait dan mereka adalah Syiah, tetapi ada sebagian besar dari mereka adalah golongan pragmatis yang plin-plan dan hanyut mengikuti arus kepentingan pragmatis mereka. Dan berikut adalah peta aliran kecendrungan masyarakat Kufah yang kami rangkumkan dari sumber sejarahwan Islam. Para sejarahwan Islam menjelaskan populasi masyarakat Kufah kedalam tujuh muqatilah yang dilukiskan sebagai asba’ dalam unit sebagai berikut :
Ath Thabari (Tarikh I/2495) menjelaskan, Kinana dikumpulkan dengan sekutu mereka Ahabisy sehingga membentuk klan Jadilah. Kinana adalah suku Makkah, dan Quraisy adalah salah satu cabangnya. Sedangkan Jadilah, cabang suku Qays ’Ailan, ia berasal dari Hijaz dan punya sedikit hubungan dengan Kinana. Menurut Thabari kedua suku tersebut adalah kelompok prestis (ahl al ’aliyah). Di masa lalu Kinana dan Qurasy bersama dengan group-group seperti Jadilah, Qays 'Ailan pernah membentuk group persekutuan yang dikenal dengan Khindif. Menurut Umar Rida Kahhalah (Mu’jam Qabail al ’Arab, 173) dan Ibn Abd Rabbih (al Iqd al Farid IIII/350), sejak Kufah didirikan kelompok ini memiliki hubungan istimewa dengan penguasa terutama dari gubernur-gubernur Qurasy. Di masa Imam Ali melaksanakan kebijakan reformasi diwan, kelompok ini banyak melakukan protes.
’Umar Rida Kahlah (Mu’jam Qaba’il al A’rab hal 957 dst; 844 dst, 63 dst, 131, dst 998, dst 282 dst 15 dst) dan Ibn Abd Rabbih (al Iqd al Farid III/393) menyebutkan kelompok kedua penyusun masyarakat Kufah, yakni Qud’ah, Ghassan, Bajilah, Kats’am, Kinda, Hadzramaut dan Azd, digabung menjadi satu membentuk kesatuan Yamani yang kuat. Dua dari group ini dipimpin orang yang berpengaruh besar di Kufah, yakni Jarir bin Abdullah dari Bajilah, ia adalah sahabat dekat Umar bin Khatab. Kelak di masa Ali bin Abi Thalib menjabat khalifah, ia melakukan persekongkolan dengan Muawiyyah, dan dengan pengaruhnya memprovokasi kabilah-kabilah Kufah untuk keluar dari barisan Ali. Kemudian tokoh lainnya yang berpengaruh dari group ini adalah Asy’ats bin Qays dari Kinda, seorang yang memiliki pengaruh besar dan penganut idologi pragmatis yang kelak dengan pengaruhnya berusaha menggembosi kepemimpinan Ali, bahkan mengancam membunuh Ali bin Abi Thalib jika Ali tidak memerintahkan pasukan Syi'ahnya yang masih bertempur melawan tentara Muawiyah untuk segera menghentikan peperangan. Keluarganya memiliki reputasi buruk. Selain berperan memberi tumpangan Ibnu Muljam laknatullah si pembunuh Ali, anak perempuanya Ja’dah binti Asy’ats adalah orang yang berkonspirasi dengan Muawiyyah untuk meracun Hasan bin Ali. Itu pun masih belum cukup. Anak laki-lakinya yang bernama Muhammad Ibn al Asy’ats berperan dalam pembunuhan pengikut setia ahlul bait, Muslim bin Aqil, selain turut berperan dalam tragedi Karbala.
Sebagaimana disebutkan di atas tentang keragaman dalam masing-masing suku, di Kinda terdapat pula pribadi-pribadi yang loyal terhadap ahlul ba’it (Syi’ah) dan kelak sepeninggal Ali mereka dikhianati suku mereka sendiri untuk diserahkan kepada Muawiyah untuk dibunuh dan mereka pun mendapatkan hadiah. Sedangkan suku Bajila dalam satu group memiliki prespektif yang berbeda. Ad Dinawari menyebutkan, sekitar empat ratus orang yang berasal dari suku Bajila dengan dipimpin Rabi’ah bin Khutsaim, menyatakan tidak mendukung peperangan Imam Ali, dan mereka mundur di garis perbatasan Rai dan sebagian lainnya ke Dailam (Akhbar ath Thiwal hal 165).
’Umar Rida Kahhalah (Mu’jam Qaba’il al A’rab) dan Abd Rabbih (al Iqd al Farid III/393) menyebutkan, Madzhij, Himyar, Hamdan dan sekutu-sekutu mereka terdapat banyak cabang-cabang suku penting, seperti Nakhkha dan Thay. Ini adalah kelompok Yamani kuat, di mana dari Hamdan melahirkan beberapa pendukung gigih Syi’ah, meskipun tak dapat diabaikan terdapat banyak anggota kelompok ini yang pandanganya berubah-ubah. Ad Dinawari menyebutkan, sebagian kelompok Syi'ah yang berasal dari kabilah Hamdan memberi perlawanan hebat untuk menolong Hasan bin Ali saat diserang kelompok Khawarij (al Akhbar at Tiwal/156). Namun demikian sebagian lainnya yang bukan Syiah di saat Kufah berhasil dikuasai Muawiyah, mereka justru meringkus pengikut Hasan bin Ali dan diserahkan kepada tentara Ziyad (Thabari dalam "Tarikh" II/117)
’Umar Rida Kahhalah (Mu’jam Qaba’il al A’rab hal 126 dst, 315, 1231) dan Abd Rabbih (al Iqd al Farid III/343,345 dan 353) menyebutkan, Tamim, Rihab dan Hawzin digabung dalam group Mudhar. Kahhalah menyebutkan bahwa dalam group ini terdapat keragaaman aliran. Ath Thabari (Tarikh II136) menyebutkan ”anggota suku-suku dari Tamim, Hawazin dan Rihab, yang diketahui sebagai Syiah ditangkap oleh sukunya sendiri dan diserahkan kepada tentara Ziyad.” Sebagian dari bani Tamim diketahui menunjukan ketidak sukaan terhadap Ali. Baladzuri menyebutkan, bahwa tokoh asyraf al qabail bernama Ahnaf bin Qais dari bani Tamim menggunakan pengaruhnya untuk menyatakan netral dan tidak terlibat dalam Perang Jamal dan menyatakan menarik diri dari perang (Asyraf al Qabail, II/327).
’Umar Rida Kahhalah (Mu’jam Qaba’il al A’rab hal 21 dst) dan Abd Rabbih (al Iqd al Farid III/340 dst) menyebutkan Asad, Ghatfan, Muharib, Nimr, Dubay’ah dan Taghlib, kebanyakan kelompok group Nizar dari Rabi’ah dan Bakr disatukan dalam satu group. Ad Dinawari menyebutkan sebagian kelompok Syiah yang berasal dari kabilah Rabi’ah memberi perlawanan hebat untuk menolong Hasan bin Ali saat di serang kelompok Khawarij (al Akhbar at Tiwal/163). Ia melanjutkan populasi Rabi’ah di Kufah sedikit demi sedikit menyusut karena banyak yang gugur dalam peperangan, atau dibunuh oleh konpsirasi kejahatan politik.
’Umar Rida Kahhalah (Mu’jam Qaba’il al A’rab hal 52 dst) menyebutkan, Iyad, ’Akk, 'Abd al Qys, Ahl al Hajar dan Hamra, disatukan dalam satu group. Iyad dan 'Akk (menurut Kahhalah, asal usul 'Akk tidak diketahui, sebagian menyebut termasuk Qahtani, yang lain menyebut Adnani dari al Daits bin 'Adnan). Mereka berasal muasal dari Nizari ’Adnani, mereka telah lama tinggal di kawasan Iraq. Dari group ini yang memiliki dukungan kuat sebagai Syiah Ali adalah berasal dari suku Abd al Qays kendati tidak bisa dikatakan bahwa group ini adalah Syiah. Dalam tiap klan selalu ditemukan ada individu-individu Syi'ah dan yang anti Syi'ah.
’Umar Rida Kahlah (Mu’jam Qaba’il al A’rab hal 691) menyebut kelompok dari group ketujuh Sub, adalah suku Thayy, sebuah kabilah kuat yang berasal dari Yaman. Menurut Kahhalah, menyebut peristiwa di tahun 11 H/630 M, di saat suku-suku sekitarnya murtad, Thayy tetap menunjukkan komitmennya memeluk Islam, hingga mereka bergabung dengan Mutsanna bin al Haritsah dalam penaklukan al Hirah lalu mengambil bagian dalam Perang Qadisiyah. Pemipin suku ini adalah Adi bin Hatim, Ibnu Abil al Hadidi (syarh Nahjul Balghah XVI/38). Abul Faraj al Ishfahani (Maqatil ath Thalibiyin hal 61) menyebutkan suku Thayy menjadi pendukung utama Imam Ali bin Abi Thalib dalam Perang Jamal dan Perang Shiffin, dan setelah Ali wafat, mereka menjadi penyeru di tengah-tengah masyarakat Kufah, untuk menyokong Hasan bin Ali. Kahlah menyebutkan dalam "Mu’jam Qaba’il al A’rab" hal 691 bahwa populasi Thayy di Kufah berangsur-angsur melorot sebagai akibat peperangan, dan yang tersisa dari mereka bergabung ke benteng-benteng di antara Bashrah dan Kufah. Ath Thabari (Tarikh II/304) menyebutkan, dengan kekuatan yang tersisa, klan Thayy bermaksud membawa Imam Husain ke pegunungan Thayy yang aman dan tersembunyi. Saat Husain hendak ke Basrah sebelum peristiwa Tragedi Karbala, Thirimmah bin ’Adi at Ta’iyy mencegat Imam Husain dan membujuk beliau agar sudi ikut mereka, tetapi Imam Husain menolak.
Kenyataan populasi Syiah di Kufah dengan melihat laporan di atas bukanlah komunitas mayoritas pada saat itu. Bahkan dalam satu group yang diisi dari suku-suku tertentu, Syi’ah bukanlah kelompok yang dominan. Sehingga ketika Kufah berhasil dikuasai oleh pasukan Muawiyyah, tindakan penangkapan orang-orang Syi'ah pun dilakukan dengan relatif mudah sebagimana disebutkan Ath Thabari dalam kitabya (Tarikh I/1920), ”segera sesudah menguasai Kufah, Muawiyyah memindahkan beberapa suku yang setia kepada ahlul bait dari kota itu, dan menggantikannya dengan orang-orang dari Syria, Bashrah dan al Jazirah yang loyal kepadanya.”
PERBEDAAN SIKAP MASYARAKAT KUFAH TERHADAP AHLUL BAIT
Para sejarahwan ahlu sunnah melaporkan dengan detail perbedaan sikap masyarakat Kufah terhadap Ahlul Ba’it. Meskipun mereka sama-sama berdiri di belakang Ahlul Ba’it, tetapi motif keberpihakan mereka sangat berbeda. Secara garis besar masyarakat Kufah terbagi dalam tiga kelompok besar:
Kelompok pertama adalah pengikut setia Ahlul Ba’it yang memiliki komitmen terhadap kepemimpinan Ahlul Bait nabi. Mereka memiliki keyakinan bahwa ide nilai-nilai keadilan dan keagamaan akan terwujud hanya melalui kepemimpinan yang ditunjuk Allah melalui Muhammad. Bagi kelompok ini pertimbangan kegamaan dan spiritual merupakan satu-satunya tenaga dorong untuk menunjukkan loyalitas mereka.
Kelompok kedua adalah kelompok besar masyarakat Kufah. Terdiri dari para Pemimpin klan dan kabilah serta para ’urafa pengawas unit yang lazim disebut sebagai asyraf al qabail. Bersama mereka terdapat orang-orang yang kepentinganya tergantung pada orang-orang mulia dan terhormat ini (asyraf al qabail). Mereka berkepentingan dalam menjaga dan memelihara kedudukan politis dan memonopoli ekonomi yang sangat terancam bila Ali berhasil menegakkan pemerintahan egaliter di Kufah. Tetapi pada saat yang bersamaan mereka ragu untuk memihak secara terbuka kepada Muawiyah yang akan menghilangkan posisi tawar menawar mereka. Karena alasan inilah maka pada lahirnya tetap dalam jajaran dan barisan laskar Ali demi menekan Muawiyah agar mau memberi konsesi istimewa pada mereka.
Kelompok ketiga adalah kelompok pragmatis yang berasal dari masyarakat Kufah, kebanyakan Yamani dan mawali non-Arab. Mereka berdiri di belakang Ali dengan harapan berakhirnya dominasi Quraisy dan terlebih khusus superioritas klan Umayyah. Sebagian merupakan hafizh (qura), Tetapi Baladzuri menjelaskan, “Mereka ini tidak mengerti kalau imamah dan politik merupakan dua hal yang berada di luar topik atau masalah suku. Kecenderungan mereka terlihat dalam cara berfikir mereka yang menafsirkan secara menyimpang (Ansab al Asyraf II/363). Muhammad Jafri menambahkan, secara emosional, kapan saja mereka melihat ada harapan berhasil dari seorang ahlul al bayt, mereka segera mengerumininya. Praktis, mereka kemudian membuangnya begitu mereka melihat harapan yang akan diperolehnya sangat tipis (Origin and Early Development of Shi’a Islam hal 181).
Untuk melihat sejauh mana perbedaan motif dari orang-orang Kufah yang berdiri di belakang para Imam Syi'ah yang diinformasikan secara melimpah oleh para ulama dan sejarahwan ahlu sunnah, para penulis sejarah awal, terutama yang memberi perhatian khusus pada peritiwa Shififn seperti Nasr bin Muzahim al Minqari dengan kitabnya "Waq’at ash Shiffin", "Baladzuri Ansyab al Asyraf" dan "Futuh al Buldan", menceritakan bagaimana perbedan tegas antara para Syiah dan kelompok di luar Syiah yang berdiri di belakang Ali. Berikut ini adalah sebagian kecil kutipanya:
Diceritakan oleh Nashr bin Muzahim al Minqari (Waq’at ash Shiffin 110-119), Baladzuri (Ansyab al asyraf) dan "Futuh al Buldan" II /362, 460-470, menghadapi gangguan yang dilancarkan oleh Muawiyyahsecara terus menerus, Ali bin Abi Thalib memanggil sahabat dan tokoh-tokoh penting Kufah untuk dimintai pendapatnya. Pendapat mereka sangat beragam mencerminkan tingkat kesetiaan mereka pada Ali yang berbeda-beda pula.
Ammar bin Yassar, sahabat utama Rosul dan seorang pilar Syi'ah mengatakan, “Akan lebih baik jika bergerak sehari lebih cepat.” Kemudian Ammar bersyair, “Bergeraklah untuk memerangi kelompok-kelompok yang merupakan musuh-musuh Nabi, karena sebaik-baik orang adalah Syi'ah Ali.“
Qais bin Sa’ad berkata, “Berjihad melawan orang Damaskus lebih wajib ketimbang berjihad melawan Turki dan Romawi!“ Nasr bin Muzahim menambahkan bahwa Qais bin Sa’ad selalu menekankan dengan berbicara atas nama Anshar untuk mendorong orang-orang Kufah menghadapi Muawiyyah. Qais dengan penuh semangat berusaha mendorong dukungan kepada Ali dengan menekankan bahwa para sahabat Rasulullah ada bersama mereka, dan 70 orang veteran Perang Badr bersama mereka, sementara pemimpin mereka adalah saudara sepupu Nabi, washi Rasulullah dan pahlawan Perang Badr.
Sahl bin Hunaif menyatakan kepada Ali, bahwa, “orang-orang Anshar menyatakan siap dan taat mengikuti perintah-perintah Ali.”
Sementara itu perhatikan jawaban-jawaban para asyraf al qabail dan tokoh Qur'a sebagaimana dituliskan oleh Nashr bin Muzahim al Minqari (Waq’at ash Shiffin 110-119), Baladzuri (Ansyab al Asyraf dan Futuh al Buldan) di bawah ini :
Ketika Sahl bin Hunaif menyatakan bahwa Anshar siap dan taat kepada Ali bin Abi Thalib, sebagian orang-orang Kufah yang hadir gaduh dan ada yang menyatakan berkeberatan. Di antaranya adalah Hanzalah bin Rabi’ah yang mengatakan, “Anda mau mengirim kami untuk membunuh orang-orang Damaskus, sementara kemarin Anda sudah membawa kami untuk membunuh orang-orang Basrah (Perang Jamal)”. Mendengar itu Malik Asytar menukas dan berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Anda tidak usah cemas, merasa tidak enak dan jangan diambil hati ucapan pengkhianat ini. Kami muslim adalah Syi'ahmu yang akan membela engkau!” Kemudian diketahui bahwa Hanzalah atas tekanan sukunya pada malam harinya pergi bergabung dengan Muawiyah, namun tidak ikut ambil bagian dalam perang.
Adapun Itris bin Arqub Syaibani (Baladzuri menyebutkannya sebagai salah satu tokoh pendiri gerakan khawarij penentang Ali) seorang sahabat dari Abdullah bin Mas’ud yang merupakan salah seorang ansab al asyraf, mewakili kaum qur'a dan sukunya menyatakan kepada Ali bin Abi Thalib, “Kami bersama dan ikut Anda, tetapi perlu Anda ketahui, bahwa kesertaan kami kepada Anda tidak menyebabkan kami terikat kepada Anda”
Rabi’ah bin Khutsaim, seorang asyraf al qabail, menyatakan bahwa “membawa masyarakat Kufah dalam peperangan menghadapi Muawiyyah adalah ketidak mungkinan.“ Lalu ia menyatakan bahwa ia dan kabilahnya yang sependapat dengan dirinya akan mundur ke Rai. Nasr bin Muzahim al Minqari menyebutkan bahwa ia diikuti empat ratus anggota sukunya. Sementara itu kabilah Bajila mundur ke daerah Dailami.
Ath Thabari (Tarikh I/3256) dan Muhammad Jafri (Origin and .....) meringkaskannya, bahwa sikap sebagian besar asyraf al qabail tidak begitu antusias memerangi Muawiyah. Mereka berangkat ke Shifin dalam semangat netral, dan dengan serta merta menerima tawaran perdamaian Muawiyyah saat pasukannya nyaris kalah. Mereka bahkan mengancam akan membunuh Ali sebagaimana orang-orang membunuh khalifah Usman bin Affan, saat beliau bersikeras memerintahkan pasukannya untuk terus bertempur. Terbukti kemudian bahwa tawaran perdamaian itu hanya tipu muslihat belaka.
Sikap pragmatis orang-orang Kufah (yang bukan pengikut syi’ah) yang menjadikan motif keuntungan sebagai aliran ini juga tampak jelas. Baladzuri menceritakan, ”Sebagian pasukan Kufah gampang berubah pikiran dan bergabung dengan Muawiyah, ketika Muawiyah menjanjikansejumlah uang kepada mereka” (al Futuh buldan III/121). Sementara itu banyak sejarahwan Ahlu sunnah yang menuliskan tentang sikap-sikap para Syi’ah yang menolak sogokan Muawiyyah, dan inilah yang membedakan secara tegas antar Syi’ah dan para pragmatis.
Kepada Ziyad bin Hafsah, Muawiyah berkata, "Aku ingin Anda sekeluarga bergabung dengan kami. Aku Berjanji kelak nanti kalau kemenangan sudah kami raih maka akan kami berikan kepada Anda kota yang Anda inginkan." Ziyad bin Hafsah menjawab: ”Aku memegang teguh prinsip atau kebenaran dari Allah, dan aku tak mungkin mendukung orang yang tidak menghormati hukum Allah dan tidak bermoral seperti Anda (Nasr bin Muzahim al Minqari dalam "Waqa’at ash Siffin 199). Nasr juga menceritakan bahwa Qays bin Sa’ad pun tak luput dari upaya sogokaan oleh Muawiyah, tetapi ia tampik dengan keras dengan mengatakan, “Engkau ingin memperdaya aku dengan uangmu dalam agamaku? Pergilah kalian!”
Lalu bandingkan dengan sikap asyraf al qabail yang diceritakan oleh Ibn A’tsam dalam "al Futuh IV", tentang para asyraf al qabail yang membelot ke kubu Muawiyah karena sogokan. Ibn A’tsam mengungkapkan secara detail bagaimana pengaruh sogokan Muawiyah di masa Imam Hasan.
Satu hal yang membuat saya (Ibnu Jawi al Jogjakartani) heran, bagaimana orang dengan moralitas yang menghalalkan sogokan untuk meraih tujuan disebut sebagai orang yang patut diteladani. Sementara mereka yang kukuh dan teguh membela kebenaran justru disebut sebagai rafidhah sesat. Bila demikian mengapa ahlu sunnah tidak menghalalkan saja sogokan? Bukankah dalam versi kalian sunnah sahabat adalah sumber rujukan, dan bukankah Muawiyah menghalalkan sogokan?
Dari sedikit kutipan dari para sejarahwan di atas, jelas membuktikan bagaimana struktur sosial masyarakat Kufah. Kesertaan mereka terhadap Imam Ali bin Abi Thalib tidak serta merta menyebabkan orang Kufah menjadi Syiah. Para sejarahwan telah menunjukan bagaimana warna Kufah memiliki kecendrungan masing-masing yang kelak mengkristal mejadi Syi'ah, khawarij dan pendukung Muawiyyah yang mewujud menjadi ahlu sunnah wal jama’ah dan mengkristal sebagai kaum salafi-wahabi.
KESIMPULAN AKHIR
Dengan memperhatikan uraian panjang di atas, Ibnu Jawi al Jogjakartani dapat mengambil kesimpulkan bahwa: struktur sosial yang membentuk masyarakat Kufah tidaklah homogen, tetapi memiliki heterogenitas kesukuan. Bahwa kebijakan diwan para penguasa sebelum Imam Ali atas Kuffah, kelak menaburkan benih pengkhianatan mereka terhadap Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain. Masyarakat Kufah tidak seluruhnya Syi’ah, dan kesertaan mereka di pihak Imam Ali AS, Imam Hasan AS dan Imam Husain AS tidak dapat secara sembrono disebut sebagai Syi’ah, karena sejarahwan telah berhasil mengklasifikasikan Syiah di satu sisi dan di sisi lain menunjukkan kelompok-kelompok pragmatis. Kelompok pragmatis di tubuh masyarakat Kufah tersebut adalah kelompok asyraf al qabail (yang terdiri dari para pemimpin klan dan ’Urafa (pengawas dan pemimpin unit terkecil) yang berpihak kepada Ali hanya untuk mengukuhkan posisi mereka dan menghapuskan dominasi bani Umayyah.
Kelompok para qurra (al hafizh) yang berpihak kepada Ali dengan kepentingan sama seperti kelompok asyraf al qabail, dengan perbedaan hanya pada tuntutan mereka pada kesetaraan atas dominasi kaum Qurasy maupun bani Ummayah. Dengan demikian peta sosial kondisi masyarakat Kufah sudah dapat dijelaskan, dan dengannya diketahui betapa heterogennya struktur masyarakat Kufah dan kompleksnya kepentingan mereka terhadap eksistensi Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain.
Wallhu alam bhi showab
Tuesday, 28 December 2010
Hitler pun Terkecoh oleh "Yahudi"
Baru-baru ini sebuah stasiun televisi swasta menayangkan film dokumenter produksi "History Channel" tentang regim Nazi Jerman berjudul "Third Reich, THE RISE” dan “Third Reich, THE FALL”. Seperti biasa film-film dokumenter tentang perang dunia 2 produksi "History Channel": sampah yahudi.
Tentu saja "History Channel", sebagaimana juga film-film produksi Hollywood yang dikuasai yahudi, mempromosikan mitos holocoust dan yahudi sebagai korban tak berdosa. Dalam film tersebut di atas misalnya saja disebutkan adanya tindakan boikot ekonomi yang dilakukan oleh Hitler kepada yahudi, namun sama sekali tidak disinggung-singgung adanya boikot ekonomi yang dilakukan oleh kaum yahudi internasional terhadap Jerman sebelumnya dengan intensitas yang jauh lebih besar. Film tersebut juga tidak menyebutkan motif sebenarnya atas penangkapan dan penahanan selama puluhan tahun asisten Hitler, Rudolf Hess, yang berupaya melakukan "diplomasi damai".
Dan tentu saja "History Channel" tidak akan pernah menayangkan dokumentasi hubungan antara Hitler dengan J. Henry Schroder.
Dalam buku "Secrets of the Federal Reserve: The Hitler Connection" oleh Eustace Mullins, disebutkan bahwa Hitler secara tidak sadar telah diperalat oleh orang-orang yahudi untuk menjalankan konspirasi mereka: "Tidak berhenti menanamkan pengaruhnya di Gedung Putih, J. Henry Schroder Corporation segera melebarkan pengaruh internasionalnya, tidak kurang dengan sebuah rencana untuk menciptakan Perang Dunia II..." " .... Ladislas Farago dalam "The Game of the Foxes" melaporkan, Baron William de Ropp, seorang agen ganda, telah masuk ke "kalangan tertinggi" menjelang Perang Dunia II, dan Hitler mempercayakan de Ropp sebagai penasihatnya untuk urusan Inggris. Dan atas saran de Ropp lah maka Hitler tidak menduduki Inggris."
Victor Perlo menulis dalam "The Empire of High Finance": "Pemerintahan Hitler menjadikan Schroder Bank sebagai konsultan keuangan mereka di Inggris dan Amerika. Rekening pribadi Hitler dibuat di J.M. Stein Bankhaus, anak perusahaan Schroder Bank di Jerman. F.C. Tiarks dari J. Henry Schroder Company adalah anggota Anglo-German Fellowship dengan dua pendiri lainnya sebagai anggota dan pemilik perusahaan."
Namun cerita yang terjadi jauh lebih luas dari perkiraan Perlo. J. Dengan Anglo-German Felloship-nya, Henry Schroder memainkan peran sebagaimana organisasi America First, menarik minat para patriot pembela bangsa untuk bergabung. Para patriot itu adalah orang-orang yang tidak menginginkan negaranya terseret dalam perang yang tidak perlu melawan Jerman, dan dengan berbagungnya mereka dalam Anglo-German Fellowship mereka menyangka telah melakukan hal yang benar.
Selama bertahun-tahun menjelang perang, Schroders menggelontorkan sejumlah besar uang ke Anglo-German Fellowship, mayakinkan Hitler bahwa ia memiliki banyak pendukung di Inggris, setidaknya orang-orang yang tidak ingin bermusuhan dengannya.
Pada saat itu Inggris secara politik memang terpecah dalam dua kubu: pro perang melawan Jerman dan anti perang. Kubu pertama (seolah-olah) dipimpin oleh Winston Churchill (War Party), sedang kubu kedua oleh perdana menteri Neville Chamberlain (Appeasement Party). Pada mulanya Hitler yakin bahwa Chamberlain lebih kuat dibanding Churchill mengingat dukungan yang diberikan oleh Schroders. Ia menyangka Inggris tidak akan memerangi Jerman.
Namun tidak hanya Hitler, namun juga Chamberlain yang kemudian terkejut bahwa ternyata dukungan Schroder hanya tipu daya belaka untuk memerosokkan keduanya. Setelah Jerman, yang yakin Inggris tidak akan memusuhinya, menyerang Polandia, Chamberlain tidak mampu menahan kekuatan Churchill yang didukung yahudi internasional. Chamberlain yang menolak memerangi Jerman dipaksa mundur dari jabatannya dan naiklah Churchill ke kursi pemerintahan untuk langsung mengumumkan perang melawan Jerman.
Tipu daya yang menjerat Hitler tersebut menjelaskan beberapa hal aneh yang terjadi selama perang dunia 2 berlangsung. Seperti keengganan Hitler menyerang Inggris, meski saat itu tengah diuntungkan secara militer. Sebaliknya Hitler justru mencegah para jendralnya menghancurkan ratusan ribu tentara ekspedisi Inggris yang terjebak di Dunkirk, Perancis, dan membiarkan mereka melarikan diri ke Inggris. Selain itu pengiriman Rudolf Hess ke Inggris semakin menunjukkan bahwa Hitler setidaknya masih berharap para pendukungnya di Inggris masih bisa bertindak untuk menghentikan keterlibatan Inggris dalam perang.
Rudolf Hess sendiri harus menjalani hukaman penjara selama berpuluh tahun tanpa pengadilan, demi mencegahnya membuat pengakuan kepada dunia bahwa ia datang ke Inggris untuk menghubungi Schroder dan orang-orangnya demi menghentikan perang. Karena kalau demikian yang terjadi, negara Israel tidak akan terbentuk dan rakyat Jerman serta Eropa masih tegak berdiri menentang yahudi.
Monday, 27 December 2010
PENGHANCURAN SCRAP, SALAH SATU BAGIAN KONSPIRASI WTC 9/11
Salah satu bagian penting dari konspirasi Serangan WTC 9/11 adalah penghancuran barang bukti berupa reruntuhan besi WTC seberat 300.000 ton sebelum sempat dianalisis oleh para pakar penyidik. Konspirasi ini melibatkan asisten jaksa agung Michael Chertoff serta dua orang eksekutif Hugo Neu Trading Co., perusahaan yang ditunjuk untuk menjual besi-besi reruntuhan itu ke Cina, Jehuda Saar dan Nathan K. Fruchterpara. Tentu saja baik Chertoff maupun kedua eksekutif itu adalah yahudi.
Jehuda Saar adalah saudara ipar dubes Amerika di Spanyol, Alan D. Solomont yang aktif mendorong pemerintah Spanyol terlibat dalam perang ilegal-korup di Irak. Sedangkan Nathan K. Fruchter adalah anggota keluarga pedagang berlian di Antwerpen, Belgia yang pernah bekerja untuk pengusaha yahudi Marc Rich (Glencore AG). Mark Rich adalah penggelap pajak terbesar Amerika yang melarikan diri ke Swiss, namun kemudian diampuni oleh presiden Bill "jew ass sucker" Clinton di hari terakhir masa jabatannya sebagai presiden.
Pada bulan Januari 1999, Mossad mengirim keduanya untuk menjadi eksekutif di perusahaan bentukan Mossad, Hugo Neu Trading Co., perusahaan penjual besi bekas di New York dan New Jersey. Inilah salah satu persiapan awal sebelum perusahaan tersebut nantinya bertugas menghilangkan barang bukti serangan WTC pada tahun 2001.
Setelah nama keduanya mulai banyak disebut para penyidik independen dalam konspirasi WTC dan terlalu riskan untuk ditahan aparat hukum Amerika, keduanya meninggalkan Amerika meski namanya masih tercantum dalam daftar eksekutif perusahaan Idoru Trading LLC di 505 Jorgen Street, Lawrence, New York. Dengan $36 juta keuntungan penjualan besi scrap WTC tentunya mereka bisa hidup tenang di Israel sebagaimana para pejahat yahudi lainnya yang menghabiskan hari tuanya di "tanah air". Jehuda Saar misalnya, menjadi tim sukses perdana menteri Benjamin Nethanyahu.
Hugo Neu Trading Co. didirikan oleh orang dengan nama yang sama yang bekerja untuk anggota keluarga yahudi paling kaya dan berkuasa di dunia, Walter Rothschild dan Meno Lippauer, imigran yahudi Jerman yang menjadi salah satu operator keluarga Rothschild di Amerika. Hugo Neu adalah salah satu investor terbesar perusahaan binaan Mossad lainnya, AquaAgroFund yang bergerak di bisnis investasi. Salah satu direktor AquaAgroFund adalah Nir Belzer, yang juga salah satu pendiri Millenium Material Technologies Funds (MMT). MMT didirikan Belzer bersama Oren Gafri, salah satu eksekutif perusahaana Cima NanoTech yang bergerak di bisnis pengecatan super-nano. Mungkin perusahaan inilah yang telah mengecatkan material super thermit yang telah menghancurkan WTC pada tahun 2001.
Cima NanoTech berkantor pusat di Amerika, namun pusat riset dan pengembangannya berada di Caesarea, Israel, dan pabrik produksinya di Hiroshima, Japan. Fasilitas laboratorium penelitian lainnya berada Korea, Jepang, dan Amerika. Semua laboratorium di luar Israel menjalin kerjasama dengan industri manufaktur setempat untuk mendukung pusat riset di Israel. Gafri sendiri memiliki basis pengetahuan di bidang pengecatan nano (benda-benda superkecil) dan penelitian di kemiliteran Israel, termasuk di pusat pengembangan nuklir Israel di Negev.
Oren Gafri adalah Ketua Israeli Material & Processes Society (IMPS), dan Ketua Israeli Welding Institute (IWI) Ltd. Ia pernah menjadi CEO di Pulsar Welding Ltd. yang mana pada saat itu ia dipilih oleh Tel Aviv University sebagai "Entrepreneur of the Year 1998". Ia juga pernah menjadi General Manager di Chemitas Ltd (perusahaan kimia terbesar Israel) dan Tambour Paints. Antara th 1979 hingga 1989 Gafri bekerja sebagai eksekutif Israeli Aircraft Industries Ltd (IAI), Bedek Division, sebagai Manager of Materials and Process.
Semua itu "matching" dengan penemuan para ahli bahwa penyebab runtuhnya WTC tahun 2001 adalah meterial super thermit, bukan tabrakan pesawat jet yang telah diantisipasi para pendiri WTC sehingga telah merancang gedung itu tahan ditabrak oleh 2 atau 3 pesawat jet berbadan besar sekaligus.
Referensi: Christopher Bollyn; "WikiLeaks and the 9/11 Crime Gang"; bollyn.com 9 Desember 2010
Gay, Kanker dalam Kemiliteran
Ribuan orang-orang Muslim Bosnia di Kota Sebrenica menjadi korban pembunuhan massal orang-orang fanatik Serbia dan tentara PBB asal Belanda yang menjaga mereka hanya menonton, sebagian bahkan berlarian ketika pasukan Serbia datang.
Itu adalah gambaran sekilas dari dampak diperbolehkannya orang-orang gay (homoseks) diperbolehkan bergabung menjadi tentara sebagaimana di Belanda. Orang-orang sakit jiwa ini tentu saja tidak mengerti artinya nilai-nilai positif kemanusiaan seperti harga diri, disiplin, patriotisme, empati, dan kasih sayang, karena terlalu terobsesi dengan seks menyimpang yang dideritanya. Sebaliknya mereka cenderung menyebarkan penyakit-penyakit sosial, selain AIDS tentunya, membuat para tentara memilih berlarian meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya.
Tentu saja sisi gelap dunia kemiliteran itu tidak pernah diberitakan di media-media massa yahudi karena bisa mengganggu program mereka menyebarkan virus "liberalisme" di seluruh dunia, termasuk homonisasi.
Virus liberalisme itu pun telah begitu parah menyerang Amerika sehingga mereka rela "mengubur" nilai-nilai positif yang dibangun para leluhur mereka sendiri dan menggantinya dengan liberalisme kreasi yahudi. Hal ini tampak baru-baru ini dari disetujuinya undang-undang baru yang membolehkan para gay menjadi anggota militer Amerika.
Untungnya Amerika masih mempunyai korps marinir yang tetap ngotot melarang para gay bergabung menjadi anggotanya.
Sebagaimana para leluhurnya, orang-orang Sodom dan Gomorrah, orang-orang yahudi memiliki kecenderungan tinggi untuk menjadi gay, lesbian, pedhofilis dan pelaku penyimpangan seks lainnya. Tidak heran jika para aktivis kelompok ini didominasi oleh orang-orang yahudi. Seperti Frank Kameny misalnya. Ia sangat aktif mendorong American Psychiatric Association untuk mencabut status homoseksual sebagai "penyakit mental", dan membolehkan "bestiality" (seks dengan hewan) "sepanjang sang hewan tidak merasa tersiksa".
Kalau di Indonesia, setidaknya saya mencatat nama Musdah Mulia, aktifis Jaringan Islam Liberal, sebagai salah satu corong liberalisme yahudi ini dengan kampanyenya melegalkan homoseks dalam hukum formal Islam Indonesia. Bisa ditebak, untuk siapa sebenarnya ia bekerja selama ini.
Courtesy of incogman.net
Netanyahu Meminta Pembebasan Pollard
Apa yang Anda rasakan jika ada seorang mata-mata asing mencuri data-data keamanan vital Indonesia yang mengakibatkan kerugian tiada terkira bagi Indonesia: hasil kerja inteligen Indonesia selama puluhan tahun menjadi tidak lagi berguna karena sudah diketahui pihak asing, selain ratusan agen rahasia Indonesia di luar negeri yang ditangkap dan dihukum mati (melalui pengadilan maupun tidak) karena terbuka penyamarannya.
Anda pasti akan berpendapat, seratus kali hukuman mati masih tidak sebanding dengan semua kesalahannya. Lalu apa yang Anda rasakan jika seorang kepala negara asing (katakanlah Malaysia) membela apa yang dilakukan mata-mata tersebut dan meminta pemerintah Indonesia untuk membebaskannya. Anda pasti akan memaki keras-keras: "Langkahi dulu mayatku!" dan "Ganyang Malaysia!". Dan keesokan harinya terjadi demonstrasi besar-besaran di kedutaan besar Malaysia.
Hal yang sama kini terjadi di Amerika. Hanya saja karena sebagian besar penduduknya yang "liberal idiot" yang masih berfikir "segalanya baik-baik saja" meski baru saja kehilangan pekerjaan dan rumahnya karena krisis keuangan, tidak ada reaksi keras dari masyarakat Amerika.
Jonathan Polard, seorang warga Amerika keturunan yahudi, kini tengah menjalani hukuman penjara seumur hidup sejak 25 tahun yang lalu karena terbukti telah menjadi mata-mata Israel. Ia sukses membongkar jaringan inteligen Amerika di Timur Tengah dan memberikan datanya kepada Israel yang selanjutnya Israel menjual data tersebut ke Uni Sovyet. Akibatnya Uni Sovyet berhasil menggulung jaringan mata-mata Amerika yang telah dibangun selama puluhan tahun dengan darah, keringat dan miliaran dolar uang rakyat Amerika. Dalam kasus itu ratusan agen rahasia dan mata-mata Amerika juga dieksekusi oleh inteligen Uni Sovyet dan sekutunya.
Bagi rakyat Amerika, seratus kali hukuman mati terlalu ringan bagi pengkhianat Pollard. Namun bagi Israel Pollard justru dianggap pahlawan. Ia digelari pahlawan negara, namanya menjadi nama jalan di mana-mana, dan para pejabat Israel, lobbi yahudi Amerika, serta para pejabat publik Amerika "jeww ass sucker" terus saja berupaya membebaskan Pollard. Dan puncak dari itu semua adalah adanya rencana resmi pemerintah Israel untuk meminta pembebasan Pollard dan mengirimnya ke Israel untuk menghabiskan sisa hidupnya di "tanah air". Meski ia berkewarganegaraan Amerika, namun karena berdarah yahudi melalui jalur ibunya, otomatis ia dianggap juga sebagai warga negara Israel. (Hal ini tentu juga berlaku bagi keturunan yahudi lainnya di Indonesia)
Tidak tanggung-tanggung, permintaan resmi ini bakal disampaikan langsung oleh perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Tidak hanya lewat surat, namun juga melalui pernyataan pers.
"Netanyahu telah memutuskan untuk menyampaikan permintaan pembebasan Pollard dalam beberapa hari mendatang, secara resmi maupun publik, langsung kepada Presiden Barack Obama," kata jubir pemerintah Israel baru-baru ini sebagaimana diberitakan situs almanar.com.lb 21 Desember lalu.
Netanyahu sendiri pernah mengatakan terkait rencana tersebut, "Saya bermaksud untuk terus bertindak serius demi pembebasan Pollard, pertama karena kewajiban moral bangsa Israel untuk membawanya ke Israel agar bisa berkumpul dengan keluarganya dan menyembuhkan diri dari penyakit yang diderita karena penahanannya yang lama."
Keputusan Netanyahu tersebut menyusul pertemuan antara Netanyahu dengan istri Pollard, Esther, di Jerussalem, Senin (20/12) di mana Esther menyerahkan kepada Netanyahu sepucuk surat yang ditulis Pollard kepadanya.
Menurut pernyataan pemerintah Israel, keputusan tersebut diambil setelah Nethanyahu dan jajarannya di kedubes Israel di Amerika melakukan pembicaraan intensif selama berbulan-bulan mengenai isu Pollard tersebut. Namun belum diketahui apa reaksi Obama mengenai kabar tersebut. Namun yang pasti dalam hal ini telah terjadi praktik chauvinisme oleh Israel seperti biasanya. Bukannya merasa malu karena ketahuan telah mengkhianati sekutu paling dekatnya sendiri, tanpa mempedulikan perasaan pejabat dan rakyat Amerika, mereka secara terang-terangan dan terus-menerus melakukan pembelaan atas orang yang telah mangkhianati Amerika.
Thursday, 23 December 2010
Pembangunan Kereta Api Supercepat Cina
Tgl 3 Desember lalu Cina sukses melakukan ujicoba kereta api supercepat CRH380AL yang melintas antara Beijing-Shanghai. Kecepatan maksimal yang dicapai adalah 486 km/jam, menjadi rekor dunia baru kecepatan kereta api komersial dan menjadi tonggak bersejarah perkerataapian Cina. Dengan ujicoba itu Cina berhasil membuktikan diri sebagai pemimpin teknologi perkereta apian dunia.
Sebenarnya hal itu bukan hal yang mengejutkan bagi para ahli perkereta apian Cina karena sebelumnya, pada tgl 28 September 2010, kereta api yang sama telah mencatatkan diri dalam rekor kecepatan kereta api komersial dengan catatan kecepatan 416 km/jam. Rekor dunia kecepatan kereta api memang masih dipegang oleh kereta api TGV Perancis dengan catatan 578 km/jam. Namun kecepatan itu dicapai oleh kereta api prototype yang tidak diproduksi secara komersial. Itupun dilakukan di jalur khusus dan bukan jalur komersial. Adapun rekor kecepatan kereta api komersial sebelumnya hanya sekitar 300 km/jam yang bisa dicapai oleh beberapa kereta api seperti TGV Perancis, ICE Jerman, dan Shinkansen Jepang.
Banyak pakar ekonomi yang skeptis program pembangunan kereta api cepat di negara seperti Cina, di mana sebagian besar wilayahnya adalah pedesaan dan pendapatan penduduknya belum terlalu tinggi untuk membayar biaya operasional kereta yang tinggi. Namun bagi para perencana pembangunan Cina, hal itu justru sebaliknya. Penggunaan kereta api dalam skala massal akan meningkatkan produktifitas nasional dan daya saing perekonomian dengan meningkatkan kapasitas transportasi dan menghubungkan pasar tenaga kerja. Memindahkan penumpang dengan kereta api cepat memungkinkan kereta barang bisa lebih banyak mengangkut barang, menambah pendapatan karena angkut barang lebih mahal dibandingkan penumpang. Dalam jangka pendek, pembangunan kereta api cepat menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan permintaan jasa konstruksi dan produk-produk konstruksi seperti semen dan baja, sehingga bisa menjadi solusi pada waktu terjadi krisis ekonomi. Sebagai contoh, pembangunan jalur khusus kereta api penumpang cepat Beijing-Shanghai menyerap 110.000 tenaga kerja. Selain itu program ini juga mendorong pertumbuhan kota-kota yang dilalui. Mengurangi kemacetan di kota-kota besar melalui koneksinya dengan jalur-jalur subway. Kereta api cepat juga mendukung kemandirian dan penghematan konsumsi energi serta mengurangi kerusakan lingkungan
Kereta api listrik membutuhkan energi yang lebih kecil untuk mengangkut garang dan penumpang dibandingkan moda transportasi lain, dan bisa menggunakan listrik dari sumber energi yang bervariasi. Tidak seperti mobil dan pesawat terbang yang lebih banyak menggunakan BBM impor. Tentu saja kereta api listrik juga lebih ramah lingkungan.
Dalam kasus Cina, teknologi kereta api cepat yang kini dimilikinya memungkinkan Cina bersaing dalam pasar produksi kereta api cepat global untuk meraup devisa yang menggiurkan. Cina kini telah mendapatkan kepercayaan untuk membangun sistem kereta api cepat di beberapa negara.
Padahal dalam hal perkereta apian cepat (kereta api dengan kecepatan di atas 200 km/jam), Cina sebelumnya jauh tertinggal dari negara-negara lain seperti Perancis, Jepang, Jerman, Inggris, Italia, Swedia bahkan Spanyol. Cina baru mencanangkan program kereta api cepat pada dekade 1990-an saat kementrian kereta api, Ministry of Railways (MOR) mengajukan program pembangunan jalur kereta api cepat Beijing-Shanghai dalam Kongres Rakyat Cina di bulan Desember 1990.
Pada saat itu jalur tersebut di atas telah mencapai titik jenuh dan program tersebut langsung mendapat tanggapan serius hingga proposal tersebut langsung dipelajari bersama-sama oleh Science & Technology Commission, State Planning Commission, State Economic & Trade Commission, dan MOR. Empat tahun kemudian, December 1994, Dewan Negara (State Council) menyetujui untuk dilakukan studi kelayakan atas proyek tersebut. Para perencana pembangunan berbeda pendapat tentang rencana tersebut. Para pendukung rencana itu menganggap program kereta api cepat akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara penentang rencana tersebut menganggap proyek tersebut tidak menguntungkan berdasarkan pengalaman banyak negara.
Pada tahun 1995 perdana menteri Li Peng mengumumkan rencana pembangunan kereta api cepat Cina jalur Beijing-Shanghai yang akan dimulai pada Repelita IX (1996-2000). Namun pembangunan konstruksi tidak pernah dijadwalkan hingga dekade pertama abad 21.
Sampai tahun 1994 kecepatan maksimal kereta api Cina hanya mencapai 160 km/jam, yaitu yang melayani jalur Guangzhou-Shenzhen, dengan lokomotif diesel buatan lokal DF-class. Saat itu kecepatan kereta api rata-rata di Cina adalah 54,9 km/jam dan kalah bersaing dengan moda transportasi pesawat udara dan mobil. Melalui lima tahapan pembangunan kereta api cepat Cina: April 1997, Oktober 1998, Oktober 2000, November 2001, dan April 2004, jalur kereta api penumpang sejauh 7.700 km dari jalur yang sudah ada, ditingkatkan kemampuannya sehingga bisa dilalui kereta api dengan kecepatan sub-cepat 160 km/jam. Pada tahun 1998 jalur Guangzhou-Shenzhen dielektrifikasi sehingga bisa dilalui kereta api listrik yang lebih cepat dari kereta api diesel. Kereta api listrik pertama yang melalui jalur itu adalah kereta api buatan Swedia X 2000 yang mampu melaju hingga kecepatan 200 km/jam dan menjadi kereta api cepat pertama di Cina.
Pada akhir tahapan program pada bulan April 2007, Cina telah memiliki 846 km jalur kereta api cepat yang bisa dilalui dengan kecepatan 250 km/jam, 6.009 km jalur yang bisa dilewati dengan kecepatan 200 km/jam, dan 14.000 km jalur bisa dilalui dengan kecepatan hingga 160 km/jam. Secara keseluruhan terjadi peningkatan kualitas jalur sepanjang 22.000 km atau 29% dari total jalur kereta api di Cina dan meningkatkan kecepatan rata-rata kereta api Cina hingga 70 km/jam. Pengoperasian jalur penumpang jarak jauh non-stop juga meningkatkan kecepatan rata-rata kereta api Cina. Misalnya saja jalur antara Beijing-Fuzou yang bisa dikurangi dari 33,5 jam menjadi kurang dari 20 jam.
Kecuali itu selain peningkatan kualitas track dan kuantitas skedul perjalanan, penggunaan rangkaian kereta api-kereta api cepat seri CRH (China Railway High speed) juga meningkatkan kecepatan rata-rata secara signifikan. Selama enam tahap program pengembangan kereta api cepat sebanyak 52 set kereta api cepat CRH1, CRH2 dan CRH5 telah dioperasikan dengan kecepatan maksimal operasional hingga 250 km/jam. Pada akhir tahun 2007 jumlah rangkaian kereta api cepat CRH telah mencapai 158 set. Dengan rangkaian baru itu beberapa waktu tempuh kereta api reguler berhasil dikurangi secara signifikan. Misalnya saja jarak Beijing-Shanghai (1.463 km) bisa berkurang 2 jam menjadi kurang dari 10 jam, Shanghai-Changsha (1,199 km) berkurang 1.5 jam menjadi 7,5 jam.
Peningkatan kecepatan rata-rata kereta api penumpang memungkinkan lebih banyak kereta api yang dioperasikan dalam satu periode dan meningkatkan kapasitas angkut. Namun kereta api cepat seringkali harus berbagi jalur dengan kereta barang yang biasanya memiliki rangkaian sangat panjang. Rangkaian itu kadang membutuhkan waktu hingga 5 menit untuk melintas. Maka untuk lebih meningkatkan kecepatan operasionalnya, para perencana kereta api Cina mulai mempertimbangkan jalur khusus untuk kereta penumpang cepat dalam skala besar.
Perdebatan antara Maglev dan Konvensional
Pada mulanya para perencana perkereta apian Cina memiliki dua pilihan antara mengembangkan kereta Maglev (magnetic levitation) dan kereta api cepat konvensional. Para pendukung Maglev berada di atas angin setelah pemerintah kota Shanghai pada tahun 2000 membangun kereta api Maglev untuk menghubungkan pusat kota dengan bandara internasional Shanghai. Kereta api buatan perusahaan TransRapid Jerman itu berhasil menghubungkan jarak 30,5 km dalam waktu kurang dari 7,5 menit dengan kecepatan maksimal mencapai 431 km/jam.
Namun karena pertimbangan biaya di mana kereta api Maglev membutuhkan jalur yang sama sekali baru dibandingkan kereta api cepat konvensional yang hanya memerlukan jalur lama yang di-upgrade, para perencana akhirnya mengabaikan pilihan Maglev. Proyek Maglev di Shanghai diperkirakan memakan biaya $1,3 miliar dan sampai saat ini menjadi satu-satunya kereta Maglev yang beroperasi secara komersial. Selain isu kesehatan yang dianggap mengganggu akibat radiasi elektromagnetik, akhirnya Maglev tidak jadi dikembangkan di Cina.
Sementara itu pengembangan kereta api cepat konvensional semakin menjadi perhatian penuh. Percobaan demi percobaan dilakukan Cina untuk mendapatkan kereta api cepat yang diinginkannya di jalur khusus antara Qinhuangdao-Shenyang sejauh 405 km, jalur standar (lebar 1,4 meter. Indonesia menggunakan 1,1 m), dua jalur berelektrifikasi yang dibuat antara tahun 1999 hingga 2003. Pada bulan Jun1 2002, sebuah kereta api buatan lokal berkode DJF2 mencatat kecepatan 292.8 km/jam. Disusul kemudian oleh kereta api yang dijuluki China Star (DJJ2) yang berhasil mencapai kecepatan 321 km/jam.
Sukses dengan Alih Teknologi
Meski mencatat sukses dalam hal kecepatan, kereta api DJJ2, DJF2 dan kereta buatan lokal lainnya dianggap kurang efisien untuk dioperasikan. Maka State Council memutuskan untuk menggunakan teknologi luar negeri dengan sasaran jangka panjang terjadinya alih teknologi sehingga nantinya Cina bisa membuat sendiri kereta api cepat yang efisien.
Pada tahun 2003, kementrian kereta api (MOR) hampir memutuskan untuk menjalin kerjasama secara esklusif dengan perusahaan pembuat kereta api Shinkansen Jepang untuk membuat seri 700 yang beberapa tahun kemudian diekspor Jepang ke Taiwan. Pemerintah Jepang menjamin Cina dengan pengalaman mereka selama 40 tahun sebagai negara pembuat kereta api cepat pertama di dunia selain janji untuk membantu pembiayaannya dengan imbalan memperoleh hak untuk membangun jaringan kereta api cepat sepanjang 8.000 km.
Namun kerjasama itu rupanya tidak disukai oleh sebagian rakyat Cina yang masih trauma dengan kekejaman Jepang pada PD II. Melalui dunia maya, para penentang kerjasama itu melakukan kampanye penentangan besar-besaran hingga mencapai 1 juta lebih penandatangan petisi menentang kerjasama tersebut. Hal itu memaksa MOR membuka penawaran kepada pembuat kereta api lainnya.
Pada bulan Juni 2004, MOR membuka penawaran untuk membuat 200 set kereta api cepat yang bisa berjalan dengan kecepatan 200 km/jam. Empat perusahaan mengajukan penawaran, yaitu Alstom dari Perancis pembuat TVG, Siemens Jerman pembuat ICE dan Velaro, Bombardier Transportation Jerman pembuat Regina dan konsorsium Jepang di bawah pimpinan Kawasaki pembuat Shinkansen. Dengan pengecualian Siemens yang berkukuh dengan penawaran awalnya senilai RMB(¥) 350 juta per set kereta api dan €390 juta untuk transfer teknologinya, semua penawar mendapatkan kontrak.
Dengan kontrak itu produsen diharuskan bekerjasama dengan perusahaan kereta api Cina, atau melakukan kerjasama joit venture dengan perusahaan lokal untuk mengembangkan kereta api cepat yang disesuaikan dengan kondisi Cina. Bombardier dengan dengan Sifang Locomotive and Rolling Stock Co (CSR Sifang), membentuk joint venture Bombardier Sifang Transportation Ltd (BST) membuat 40 set kereta api delapan gerbong berdasarkan disain kereta api Regina. Kereta api ini selanjutnya diberi nama CRH1 mulai dikirim tahun 2006.
Kawasaki membuat 60 set kereta api berdasar disain Shinkansen seri E2. Dari 60 set itu 3 set dikirim langsung dari Jepang, 6 set dibuat di workshop Sifang Locomotive & Rolling Stock dan sisanya dibuat di Cina melalui transfer teknologi. Kereta api ini kemudian diberi nama CRH2.
Alstom membuat 60 set kereta api berdasar disain New Pendolino yang dibuat Alstom dengan perusahaan Italia Ferroviaria. Sama dengan CRH2, kereta api yang kemudian diberi nama CRH5 ini 3 set dikirim langsung dari Perancis, 6 set dibuat di workshop Changchun Railway Vehicles dan sisanya dibuat di Cina dengan transfer teknologi.
Setahun kemudian Siemens kembali mengajukan penawaran dengan harga baru yang telah didiskon. Mereka mendapatkan proyek untuk membuat 60 set kereta api yang disainnya berdasar kereta api Velaro dan mampu berlari hingga kecepatan 300 km/jam.
Dengan teknologi yang diperoleh dari luar, Cina akhirnya berhasil membuat komponen-komponen vital kereta api super cepat yang sangat berharga nantinya untuk membuat kereta api cepat sendiri. Mitsubishi Electric mentransfer teknologi motor traksi MT205 dan transformer ATM9. Hitachi mentransfer teknologi motor traksi YJ92A, Alstom mentransfer teknologi motor traksi YJ87A, Siemens mentransfer teknologi pantograp seri TSG. Sebagian besar komponen yang digunakan untuk membuat kereta-kereta api cepat itu dibuat di dalam negeri.
Pada tahun 2005 Ministry of Railways kembali membuka penawaran proyek pembuatan kereta api super cepat yang mampu berlari dengan kecepatan 350 km/jam, sesuai dengan ambisi Cina membangun semua jalur kereta api cepatnya bisa dilalui kereta api dengan kecepatan 350 km/jam atau lebih. Proyek ini dimenangkan oleh Siemens dan CNR (China North Railway) Sifang yang membuat kereta api CRH3C, serta CSR (China South Railway) Sifang yang membuat 60 set kereta api CRH2C.
Dalam waktu dua tahun setelah kerjasama dengan Kawasasi, China South Railways (CSR) telah menguasai teknologi kereta api cepat Jepang. Maka untuk selanjutnya seluruh kereta api seri CRH2 dibuat sendiri oleh Cina tanpa bantuan perusahaan-perusahaan Jepang, termasuk kereta api CRH2B, CRH2C, dan CRH2E. Menurut Presdir CSR Zhang Chenghong, CSR "telah melakukan langkah maju untuk membuat platform dasar pembangunan kereta api cepat. Nanti kami akana membangun sendiri kereta api cepat yang bisa melaju hingga kecepatan 300 sampai 350 km/jam yang ditargetkan pada bulan Desember 2007."
Tidak sekedar berwacana, pemerintah Cina kemudian mencanangkan program pembangunan kereta api tercepat di dunia yang mampu melaju dengan kecepatan 380 km/jam yang dimulai pada bulan April 2008. Jalur khusus kereta api cepat pun dibangun antara Beijing - Shanghai pada tahun itu. Pada tahun itu pula MOR meluncurkan tiga program pembangunan kereta api super cepat yang bisa melaju dengan kecepatan 380 km/jam : Pertama adalah proyek CRH1-350 untuk membuat kereta api super cepat CRH380C/CL dengan kontraktor Bombardier dan joint venture-nya Bombardier Sifang. Kedua proyek CRH2-350 untuk membuat kereta api CRH380A/AL dengan kontraktor China South Railway). Ketiga proyek CRH3-350 untuk membuat kereta api CRH380B/BL dengan kontraktor China North Railway dan Siemens. Untuk semua proyek itu Cina memesan 400 kereta api super cepat. Yang pertama terealisasi adalah kereta api CRH380A yang segera melayani jalur reguler Shanghai-Hangzhou pada tgl 26 Oktober 2010 lalu.
Lebih jauh MOR pada tgl 19 Oktober 2010 lalu mendeklarasikan proyek ambisius, yaitu membangun kereta api super super cepat yang mampu berjalan dengan kecepatan lebih dari 500 km/jam.
PERAN PEMERINTAH
Berbeda dengan sistem ekonomi liberal/kapitalis yang mengandalkan swasta sebagai motor ekonomi, yang pada akhirnya hanya memberikan semua keuntungan kepada segelintir pemilik modal dan membuat pemerintah serta sebagian besar rakyat hanya menjadi "pelayan"-mereka, sebagaimana dialami oleh Amerika dan Eropa, Cina tetap mengandalkan peran pemerintah dalam pembangunan kereta api cepat ini.
Seluruh program ini, mulai dari perencanaan, pengelolaan dan pembiayaan semua dilakukan pemerintah. Diuntungkan oleh efisiensi ekonomi dan fokus pada program-program pembangunan yang efisien dan efektif selama belasan tahun, pemerintah Cina mampu mengalokasikan dana yang luar biasa besar untuk program ini, sementara pemerintah Amerika harus berhutang kesana kemarin untuk membiayai belanja tahunannya. Investasi yang dikeluarkan pemerintah Cina mencapai $14 miliar pada tahun 2004, $22,7 miliar tahun 2006, dan $26,2 miliar untuk tahun 2007.Bahkan pada saat terjadi krisis keuangan global tahun 2008 dan 2009 pemerintah Cina justru menambah investasinya untuk menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi dengan nilai mencapai $49,4 miliar di tahun 2008 dan $88 miliar pada tahun 2009. Secara keseluruhan pemerintah Cina mentargetkan untuk menginvestasikan dananya hingga $300 miliar untuk membangun jaringan kereta api cepat sepanjang 25.000 km hingga tahun 2020. Dibandingkan cadangan devisa Cina yang mencapai angka triliunan dollar, jumlah sebesar itu belum apa-apa.
Beberapa ekonom mengkritik program ini sebagai pemborosan. Mereka mempertanyakan urgensi penerapan sistem trarsportasi super canggih yang mahal ini di negara yang sebagian besar wilayahnya masih berupa daerah-daerah yang belum berkembang, yang rakyatnya belum mampu membayar dengan harga tiket premium sehingga harus disubsisi pemerintah. Pemerintah Cina menjawab, justru dengan sistem transportasi canggih ini sumber-sumber ekonomi yang terpendam bisa dibangkitkan, sedang sumber-sumber ekonomi yang sudah terolah bisa menghasilkan nilai tambah yang lebih besar. Inilah yang disebut pertumbuhan ekonomi riel. Secara umum sistem transportasi canggih ini telah meningkatkan produktifitas nasional, meningkatkan efisiensi pembangunan, meningkatkan daya saing produk-produk dalam negeri, meningkatkan kualitas layanan publik, dan yang pada akhirnya memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Semua itu bisa tercapai karena independensi pemerintah Cina dari tekanan asing. Pemerintah bisa menentukan sendiri pembangunan yang menguntungkan rakyatnya sendiri tanpa direcoki oleh kepentingan asing yang tentunya hanya memikirkan kepentingan mereka. Indonesia mau mencoba seperti Cina, atau tetap menjadi pelayan asing?
Ah, seandainya saja independensi tersebut bisa kita raih, tidak ada alasan Indonesia untuk tidak lebih maju daripada Cina.
Sumber: wikipedia