Thursday, 10 March 2011

KEHADIRAN AMERIKA DAN MALANGNYA PAKISTAN


Para nasionalis Pakistan telah lama memperingatkan dampak buruk yang bakal menimpa Pakistan karena keterlibatannya dalam proyek "perang melawan terotisme" Amerika yang demikian intensif. Blog ini pun sudah pernah menuliskan hal itu. Namun kasus berikut ini, meski bukan yang pertama terjadi di Pakistan, mungkin akan membuat kita semua terhenyak.

Bulan lalu, Raymond Davis, seorang intel CIA tengah mengendarai mobilnya di keramaian kota Lahore, saat dua orang pengendara motor menyalipnya. Tiba-tiba saja Davis mengeluarkan senjatanya dan menembak punggung pengendara sepeda motor itu beserta temannya. Saat keduanya terjatuh, Davis keluar dari mobilnya dan menghampiri keduanya, mengokang senjatanya dan menembak kembali. Lima butir peluru untuk masing-masing pengendara motor malang itu.

Menyaksikan pembunuhan keji itu, orang-orang pun datang berkerumun di sekitar Davis. Ia mencoba menghubungi kawan-kawannya untuk mendapatkan bantuan. Namun saat teman-temannya itu tiba, penduduk yang marah sudah mengepung Davis dan menangkapnya untuk diserahkan kepada polisi.

Di kantor polisi Davis mengklaim sebagai korban perampokan dan tindakannya menembak dua pengendara motor itu hanya sebuah "pembelaan diri". Namun polisi, berdasarkan keterangan saksi-saksi, tidak percaya begitu saja. Polisi pun menggeledah mobilnya dan mendapatkan perlengkapan-perlengkapan rahasia sebagai anggota CIA.

Pemerintah Amerika pun turun tangan. Presiden Obama menyatakan bahwa Davis adalah seorang diplomat Amerika dan memiliki hak immunitas. Namun Amerika sudah melakukan blunder sejak awal. Pertama mereka mengklaim bahwa Davis adalah staff konsulat Amerika di Lahore, kemudian staff administrasi dan teknis kedubes Amerika di Islamabad. Kedua klaim itu tidak memberikan status imunitas diplomatik bagi Davis.

Selanjutnya Davis mengaku sebagai pekerja di perusahaan jasa keamanan Hyperion LLC yang bekerja di bawah kontrak kedubes Amerika di Pakistan. Namun BBC melaporkan bahwa Hyperion adalah sebuah perusahaan fiktif dan kantornya di Orlando telah kosong sejak beberapa tahun terakhir. Selain itu nomor telepon perusahaan itu juga tidak terdaftar. Tentu saja karena Hyperion adalah perusahaan fiktif bentukan CIA.

Sialnya, orang yang dibunuh Davis adalah agen rahasia dinas inteligen Pakistan, ISI agents. Diketahui kemudian bahwa mereka berdua tengah berupaya menangkap Davis karena sebuah pelanggaran.

Tak urung insiden pembunuhan terencana dan berdarah dingin tersebut menimbulkan kemarahan warga Pakistan. Di luar tempat penahanannya orang-orang berkumpul menuntut keadilan. Dan semakin menambah sentimen rakyat, salah satu janda korban penembakan Davis melakukan aksi bunuh diri dengan minum racun. Sebelum melakukan aksinya ia mengadakan wawancara dengan wartawan dan mengatakan: "Saya tidak berharap banyak pada sistem hukum di negeri ini. Itulah sebabnya saya ingin melakukan bunuh diri. Saya ingin darah dibayar dengan darah."

Kemarahan publik ini tentu saja sangat mengkhawatirkan pemerintahan Pakistan yang tengah dilanda ketidak percayaan rakyatnya sendiri akibat keterlibatannya dalam "perang melawan terorisme". Revolusi yang tengah menggelora di Timur Tengah tentu menjadi kekhawatiran pemerintah. Apalagi ditambah dengan fakta bahwa mantan presiden pengundang kehadiran Amerika, Pervez Musharraf, terlibat dalam pembunuhan Benazhir Bhutto dan kini melarikan diri ke Inggris. Menyerahkan Davis ke Amerika akan bisa menimbulkan kerusuhan massa.


MISSI DAVIS DI PAKISTAN

Selama ini publik di seluruh dunia, terutama Pakistan dan Amerika, mendapat indoktrinasi bahwa kehadiran pasukan, aparat inteligen hingga tentara bayaran Amerika di Pakistan adalah untuk memerangi terorisme. Meski faktanya justru rakyat sipil Pakistan yang lebih banyak menjadi korban daripada teroris karena serangan-serangan militer Amerika. Kasus Davis menjadi tamparan keras dari semua upaya indoktrinasi itu.

Koran Inggris, "Daily Telegraph" melaporkan bahwa Davis adalah "pimpinan operasional CIA di Pakistan". Tugas utamanya adalah menciptakan dan menjaga jaringan inteligen di kawasan perbatasan Pakistan-Afghanistan yang merupakan wilayah operasional Al Qaida. Disebutkan juga bahwa Davis menguasai beberapa bahasa daerah Pakistan.

Menurut "Daily Telegraph" Davis ternyata juga berhubungan dengan para gerilyawan Al Qaida dan Lashkar-e-Jhangvi yang diperangi Amerika. Lashkar-e-Jhangvi telah terlibat dalam berbagai aksi terorisme. Pada tahun 2002, 2 orang anggotanya melakukan aksi pemboman terhadap gereja International Protestant Church di Islamabad, menewaskan 5 orang dan melukai 40 lainnya. Pemerintah Pakistan juga menuduh Lashkar-e-Jhangvi sebagai pelaku pembunuhan terhadap mantan presiden Benazir Bhutto pada tahun 2007.

Pakistan adalah negara Islam yang memiliki persenjataan nuklir, menjadi target penghancuran oleh "elit penguasa global". Sebagaimana Al Qaida, Lashkar-e-Jhangvi sengaja diciptakan untuk menghancurkan Pakistan, memecah belahnya menjadi negara-negara kecil yang lemah dan mudah dikendalikan.

Davis diyakini juga menjadi sumber informasi militer Amerika dalam melakukan aksinya. Ia lah yang menetapkan target-target sasaran pesawat terbang tanpa awak yang kini menjadi favorit militer Amerika. Sejak tahun 2004 telah melakukan aksi-aksi serangan pesawat tanpa awak terhadap berbagai lokasi di Pakistan, meski kebanyakan korbannya adalah warga sipil yang tidak bersalah. Saat ini sasaran utama serangan-serangan "pengecut dan tanpa perikemanusiaan" itu adalah wilayah Waziristan.

Wikipedia mendeskripsikan wilayah tersebut sbb:

"Suku-suku di wilayah ini terbagi dalam beberapa sub-suku yang masing-masing dipimpin oleh seorang tokoh laki-laki yang secara rutin mengadakan sidang Jirga. Secara sosial dan agama, Wazirian adalah wilayah yang sangat konservatif. Para wanita mendapat pengamanan ketat dan setiap rumah harus dipimpin oleh seorang pria. Hubungan antar suku sangat kuat melalui apa yang disebut dengan "kaidah-kaidah mengenai tanggungjawab bersama" dan "hukum kejahatan".

Orang-orang Wazirian sangat anti-barat dan Amerika. Mereka para pejuang yang menolak untuk tunduk pada pengaruh Amerika. Maka mereka menjadi sasaran pertama untuk dihancurkan di negara yang memang menjadi target penghancuran seperti Pakistan. Para tokoh mereka menjadi sasaran pembunuhan agen-agen CIA dan antek-anteknya dan lalu dicap sebagai teroris atau Al Qaida.

Kini masa depan Davis dipenuhi ketidak jelasan. Pemerintah Pakistan tentu tidak ingin membuat marah Amerika yang telah "membantu" dengan gelontoran uang senilai $3 miliar setahun, dengan mengadilinya, karena kemarahan Amerika bisa berujung pada kehancuran karier sosial politik para pemimpin Pakistan yang korup. Namun kemarahan publik juga bukan hal mudah dikesampingkan. Selain itu pemerintah juga mendapat tekanan dari ISI untuk mengeksekusi Davis.

ISI, salah satu kekuatan nasionalis Pakistan yang tersisa selain beberapa tokoh militer, politisi dan birokrat sipil Pakistan, kini terlibat intrik dengan CIA. Bahkan Washington Post telah melaporkan bahwa ISI nyaris "pecah kongsi" dengan CIA. Selah satu faktor yang membuat "marah" ISI adalah tuduhan Amerika bahwa ISI terlibat dalam serangan terosis Mumbai, yang diketahui dengan pasti oleh ISI merupakan ulah inteligen Amerika dan Israel. Berbagai insiden ketegangan antara personil ISI dan CIA kerap terjadi di Pakistan, termasuk insiden penembakan yang dilakukan Davis.

Kemungkinan besar kasus ini akan didiamkan selama beberapa lama hingga kemarahan publik mereda, sehingga Davis bisa dikirim ke Amerika diam-diam. Kasus ini menjadi perhatian besar di Pakistan, namun sengaja tidak banyak ditulis media barat karena dianggap sangat membahayakan kepentingan barat.

1 comment:

  1. nice article. keep posting
    Do not forget to visit my blog: http://adf.ly/11FGC

    ReplyDelete