Friday, 15 March 2013

TEL AVIV UNIVERSITY ADU DOMBA SUNNI-SHIAH, DAMASCUS UNIVERSITY BERJAYA

Tel Aviv University, salah satu lembaga pendidikan berpengaruh di Israel, baru-baru ini menyelenggarakan konperensi tentang pertikaian Sunni-Shiah. Even yang ditujukan untuk memecah belah antar umat Islam di dunia ini secara rutin diselenggarakan oleh Israel. Even yang diberi judul "Sunni-Shia Division" ini digelar hari Minggu lalu (10/3).

Tampil sebagai pembicara even ini adalah James Jennings, pimpinan dari LSM Conscience International. Kepada Press TV yang mewawancarainya, Jennings berterus terang:

"Jika Anda berfikir tentang strategi yang digunakan Israel sepanjang sejarahnya, itu adalah memecah belah dan menguasai,” kata Jennings. Lebih jauh ia bahkan mengatakan:

"Tidak ada salahnya mempelajari hal itu (memecah belah dan menguasai) selama dilakukan secara jujur, termasuk dengan membawa orang-orang untuk bergabung sepanjang memiliki pandangan yang sama."


UNIVERSITAS DAMASKUS TETAP BERJAYA

Pelajar dan mahasiswa adalah bagian dari masyarakat yang istimewa, dan di antara mereka para pelajar dan mahasiswa Syria adalah yang terbaik. Mengetahui kondisi yang dihadapi para pelajar dan mahasiswa Syria saat ini, tidak ada orang yang tidak akan merasa bangga terhadap mereka. Namun sebelumnya harus diperhatikan bahwa regim Bashar al Assad adalah salah satu pemerintahan yang paling peduli dengan pendidikan di seluruh dunia dengan memberikan jaminan pendidikan penuh bagi seluruh penduduk Syria.

"Good meeting places, among others on campus, include “outdoor cafes” -- a ‘street student union’ of sorts -- consisting of a few chairs and portable tablets. They are scattered among the dozens of vendor stalls that line “DU Boulevard” outside the main DU campus in central Damascus. Here students can buy everything from school supplies to mobile phones to snacks. It’s a perfect place to meet and chat with students,"
tulis Franklin Lamb, penulis, aktifis sosial serta ahli hukum internasional yang selama bertahun-tahun tinggal di Lebanon dalam satu artikelnya tentang Damascus University di almanar.com.

Saat ini terdapat sekitar 200 ribu mahasiswa reguler dan mahasiswa "jarak jauh" yang terdaftar di Damascus University, jumlah mahasiswa terbesar ke-6 di antara semua universitas di dunia. Universitas ini didirikan tahun 1901 dengan fakultas awal adalah kedokteran dan hukum. Namun baru tahun 1958 universitas ini mendapatkan namanya yang terpakai sampai sekarang, Damascus University, yaitu setelah Aleppo University didirikan.

Di antara fakultas-fakultas yang paling menderita akibat sanksi yang diterapkan Amerika dan Uni Eropa terhadap Syria, adalah fakultas sains dan fakultas kedokteran. Bahan-bahan kimia dan alat-alat kedokteran yang dibutuhkan kini menjadi barang-barang yang langka. Untuk mendapatkan bahan-bahan itu universitas terpaksa harus membayar hingga 4 kali lipat dari luar negeri.

Brigham Young University dari Utah, Amerika, adalah lembaga pendidikan yang mendapatkan respek luas di kalangan mahasiswa Damascus University karena bantuan yang mereka berikan berupa bahan-bahan dan alat-alat kedokteran, termasuk boneka plastik yang digunakan dalam praktik kedokteran.

Damascus University dengan 36 fakultas dan 5 program paskasarjana memiliki komitmen tinggi untuk memberikan pendidikan terbaik seluas mungkin bagi penduduk Syria. Secara efektif universitas ini tidak memiliki hari libur sepanjang tahun kecuali beberapa hari libur bagi dosen dan staff administrasinya, mengingat saat ini terjadi arus masuk mahasiswa baru yang datang dari penjuru Syria yang dilanda kerusuhan.

Damascus University berada di zona militer yang diterapkan pemerintah untuk menjamin keamanan proses belajar mengajar, namun tetap saja sebanyak 20% mahasiswa tingkat sarjana tidak bisa mengikuti proses pendidikannya karena masalah transportasi dan keamanan.


(BERSAMBUNG)


No comments:

Post a Comment