Saya (blogger) baru benar-benar memahami mengapa Iran melakukan sikap politik yang agak aneh dengan memberikan dukungan kepada regim Mohammad Moersi yang terguling. Padahal ketika berkuasa Moersi adalah "musuh" Iran dalam konflik Syria, juga turut menyebarkan sentimen anti-Shiah. Dengan sikap tersebut kini "menuai" hasilnya, yaitu mendekatnya negara-negara Ikhwanul Muslimin ke Iran.
Dengan posisi politik yang semakin terdesak dalam kancah politik internasional paska tumbangnya Mohammad Moersi, yang merupakan "patron" dari gerakan Ikhwanul Muslimin dunia, sementara pada saat yang sama Iran kini muncul sebagai kekuatan dunia paska ditandatanganinya kesepakatan nuklir di Genewa, negara-negara yang dikuasai gerakan ini-pun kini berduyun-duyun "mendatangi" Iran untuk mendapatkan "berkah" Iran.
Kita sudah pernah memberitakan tentang kelompok perlawanan Palestina Hamas yang telah kembali ke dalam lingkaran pengaruh Iran. Kini 2 negara utama Ikhwanul Muslimin, Turki dan Qatar pun menyusul.
Menlu Turki Ahmet Davutoglu baru saja menjamu menlu Iran dan PM Recep Tayyip Eredogan pun telah merencanakan kunjungan resmi ke Iran. Namun tanda paling mencolok berubahnya orientasi politik Turki mendekati Iran adalah kunjungan Davutoglu ke Irak baru-baru ini: Davutoglu mengenakan baju warna hitam yang merupakan simbol utama kaum Shiah, berdoa di tempat-tempat suci kaum Shiah, menemui pemimpin spiritual Shiah tertinggi Irak Ayatollah Ali al-Sistani, menemui pemimpin politik Shiah Moktada al-Sadr, dan berbicara tentang "memeluk saudara-saudara Shiah" di kota suci Shiah Karbala.
"Tidak bisa dipungkiri bahwa romantisme (Erdogan) di Timur Tengah telah berakhir," kata Suat Kiniklioglu, mantan petinggi Partai Keadilan dan Pembangunan Turki yang dipimpin PM Erdogan, yang kini menjadi analis politik yang tinggal di Ankara.
“Erdogan kini bukan lagi pahlawan rakyat di Timur Tengah," kata Kemal Kilicdaroglu, pimpinan partai oposisi Turki Republican People’s Party.
Kemal merujuk pada sosok Erdogan yang sempat dielu-elukan masyarakat Timur Tengah setelah dengan berani mencerca Presiden Israel Shimon Peres di sela-sela acara pertemuan ekonomi dunia di Davos tahun 2009. Juga pada kunjungan bersejarah Erdogan ke Gaza yang mendapat sambutan meriah. Kini, setelah Mesir mengusir Dubes Turki, rencana kunjungan Erdogan ke Gaza pun dibatalkan karena alasan keamanan.
Kini harapan terbesar Turki dari Iran, selain memperpanjang kontrak penjualan migas Iran ke Turki, adalah bisa membujuk Iran untuk meninggalkan dukungannya kepada Presiden Syria Bashar al Assad. Setelah bersama pemimpin-pemimpin barat sempat berkoar-koar tentang tuntutan penggulingan Bashar al Assad sebagai syarat perdamaian Syria, keberhasilan membujuk Iran akan menjadi satu-satunya pemulih kepercayaan diri Erdogan. Namun tentu saja Iran bukan "pengkhianat" bagi seorang sahabat seperti Bashar al Assad.
Selain Turki, Qatar juga dikabarkan kini aktif mendekati Iran melalui Hizbollah dan Syria. Ini terlihat dari aktifnya Qatar menjadi penengah beberapa pertukaran tawanan antara Lebanon, Turki dan Syria. Media Lebanon Al Akhbar baru-baru ini mengabarkan bahwa Qatar telah memiliki kontak langsung dengan Hizbollah menyusul keberhasilan Qatar menjadi penengah pertukaran-pertukaran tawanan itu. Melalui kontak itulah Qatar kini mulai mendapatkan kembali akses komunikasi ke pemerintah Syria meski Presiden Bashar al Assad masih "mengulur waktu" untuk bisa menerima langsung utusan Emir Qatar.
REF:
"Turkey, Its Allies Struggling, Tempers Ambitions to Lead Region"; TIM ARANGO; AL-AKHBAR; 21 November 2013
"Qatar Opens Up to Hezbollah and Damascus After Hostage Deal"; Ibrahim al-Amin; Al-akhbar; 29 November 2013
menghidu kekalahan biawak lari dari lubangnya namun yang tinggal adalah lubang dendam yang tak pasti arahnya
ReplyDelete