Friday, 16 October 2015
Indonesia, Rusia dan The New Emerging Forces
Indonesian Free Press -- Kenyataan bahwa Presiden Sukarno merupakan penggagas dan pemrakarsa terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika Bandung 1955 dan Konferensi Gerakan Non-Blok 1961 di Beograd,Yugoslavia, sejarah telah membuktikan. Namun gagasan Bung Karno seputar pembentukan aliansi strategis negara-negara berkembang yang baru merdeka yang kelak dikenal sebagai The New Emerging Forces belum banyak kalangan sejarawan yang mendalami latarbelakang yang mendasari gagasan tersebut maupun keterkaitannya dengan dua momentum sebelumnya, yaitu Konferensi Asia-Afrika Bandung 1955 maupun Konferensi Gerakan Non-Blok 1961.
Selain itu, belum ada sejarawan yang secara khusus melakukan kajian secara mendalam bagaimana sikap negara-negara adidaya di luar kutub Amerika Serikat dan Eropa Barat yang menag jelas-jelas menentang konsepsi Bung Karno ini.
Untuk itu memoar yang ditulis oleh Ganis Harsono, mantan Wakil Menteri Luar Negeri merangkap Juru Bicara Departemen Luar Negeri, kiranya bisa menjadi informasi awal untuk melakukan studi-studi secara lebih mendalam terkait gagasan Bung Karno tentang The New Emerging Forces yang mulai dikumandangkan kepada masyarakat Indonesia sejak 1964.
Dalam memoar yang bertajuk Cakrawala Politik di Era Sukarno tersebut, ada sebuah percakapan yang cukup menarik dan punya nilai sejarah yang amat berharga antara Ganis Harsono dan Brigadir Jenderal Sabur. Brigjen Sabur, selain merupakan Komandan Resimen Cakrabirawa/pasukan kawal istana yang juga merangkap sebagai Ajudan Senior Presiden Sukarno.
Sejak 1964, ketika Indonesia menyatakan keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena menentang berdirinya Negara Malaysia merdeka yang merupakan kreasi Inggris, Bung Karno secara gencar memelopori Konferensi Internasional Negara-Negara berkembang yang baru merdeka yang beliau namakan Conefo. Yang tentunya berpotensi menjadi organ internaasional untuk menandingi PBB.
Konferensi ini rencananya akan diselenggarakan pada Agustus 1966, namun sayang gara-gara G-30 September 1965, hajatan besar Bung Karno gagal terwujud. Apalagi kemudian pada 1970, lima tahun setelah meletusnya G30 September 1965, Bung Karno wafat.
Percakapan antara Ganis Harsono dan Brigjen Sabur yang erjadi sekitar April 1965, ketika keduanya sama-sama duduk dalam kepanitiaan 10 tahun KAA Bandung, mungkin bisa memberi perspektif baru dalam memaknai terjadinya Gerakan 30 September 1965.
Percakapan Ekslusif Ganis Harsono dan Brigjen Sabur pada April 1965
Ganis Harsono (GH): Menurut dugaan anda, apakah akan terjadi sesuatu Bur?
Brigjen Sabur (BS): Tidak Ganis, keadaan kita kuasai sepenuhnya. Bapak sudah dapat menguasai sepenuhnya ke-10 partai politik dan semua organisasi massanya yang berjumlah seratus itu. Semuanya menyokong kebijksanaan politik Bapak, sehingga dengan demikian beliau dapat memperlihatkan kepada semua tamunya, bahwa Jakarta memang pantas untuk menjadi pusat yang keempat dari dunia.
GH: Coba, bagaimana jelasnya, anda berbicara samar-samar.
BS: Ganis, menurut saya anda tidak bisa dapat fakta yang nyata dalam keadaan politik internasional seperti sekarang ini. Tapi pada hari itu Bapak punya pikiran yang blak-blakan dengan mengatakan bahwa dalam waktu 10 tahun lebih sedikit, dunia akan terbagi dalam tiga kelompok ekonomi, kecuali kalau kita berbuat sesuatu.
GH: Ah, menurut saya cuma ada dua kelompok. Dunia Bebas dan Dunia Komunis.
BS: Itu pikiran streotip dari seorang diplomat, cara berpikir seperti itu sudah ketinggalan zaman kalau bukan kuno. Begini saja! Akan ada kelompok ekonomi Amerika Serikat, Seluruh Amerika akan jatuh ke dalam daerah pengaruhnya. Kemudian kelompok ekonomi Uni Soviet, Eropa, dan Afrika akan berada di bawah pengaruhnya. Yang ketiga, kelompok ekonomi Cina. Asia dan Australia akan berada di bawah pengaruhnya.
GH: Ah, apa bisa saya percaya itu?
BS: Ganis, terserah anda. Saya hanya menceritakan apa yang saya dengar.
GH: Jadi menurut teori itu Bur, Indonesia akan jatuh ke dalam pengaruh kelompok Cina?
BS: Mungkin demikian, tapi Indonesia tidak akan. Bapak sudah punya jawaban untuk itu. Kata Bapak, Indonesia dengan penduduknya yang lebih dari seratus juta jiwa (data pada 1965), bersama-sama dengan negara-negara yang baru bangkit akan membangun kelompok sendiri.
GH: Kok sesederhana itu, Pak Jenderal?
BS: Betul, justru karena sederhana itulah, Bapak akan terus mengusahakannya. Perhatikan omongan saya ini.
Tiga Kelompok Ekonomi Dunia Menurut Prediksi Bung Karno
Meskipun Ganis Harsono melalui percakapan dengan Brigjen Sabur tersebut terkesan skeptis namun beliau tetap mendalami konsepsi Conefo yang digagas Bung Karno secara lengkap dari berbagai sudut pandang. Terlepas dari optimisme penuh harapan seperti disampaikan oleh Brigjen Sabur.
Menurut riset maupun pengumpulan bahan-bahan terkait konsepsi Conefo Bung Karno, Ganis berkesimpulan bahwa gagasan Bung Karno mengenai the New Emerging Forces itu tidak hanya terbatas lingkupnya pada kawasan Asia dan Afrika saja. Melainkan ia merupakan satu forum internasional yang terbuka bagi setiap negara yang baru merdeka maupun negara-negara kecil. Berarti termasuk di dalamnya, Timur Tengah dan Amerika Latin.
Kalau kita tinjau dalam kosntalasi global saat ini, prediksi Bung Karno akan adanya tiga kelompok atau blok ekonomi dunia boleh dikatakan tepat dan jitu, meski meleset di sana-sini. Yang beliau klasifikasikan sebagai blok ekonomi Amerika Serikat, sudah tentu terbukti benar adanya saat ini.
Lantas yang beliau klasifikasi sebagai blok ekonomi Eropa Barat, sekarang terbukti dengan bergabungnya negara-negara Eropa Barat ke dalam blok ekonomi G-7. Yang mungkin Bung Karno agak meleset, bahwa Rusia yang beliau gambarkan masuk grup Uni Eropa atau G-7, ternyata tetap berada di luar lingkar kepentingan-kepentingan strategis negara-negara yang tergabung dalam G-7 atau Uni Eropa. Buktinya, ketika negara-negara G-7 bermaksud merangkul Rusia, mereka bukannya mengajak masuk negri beruang merah itu ke dalam persekutuan G-7, tapi malah membentuk forum ekonomi tersendiri bernama G-8. Artinya, Uni Eropa yang notabene secara geografis masuk dalam Eropa Barat, tetap memandang Rusia berada di lingkar luar persekutuan mereka.
Sedangkan Cina, lepas dari berbagai sudut pandang para pakar dalam mengkaji dan menjelaskan bangkitnya kekuatan Cina sebagai raksasa ekonomi baru dunia, membuktikan ketepatan analisis dan prediksi Bung Karno mengenai bakal munculnya tiga blok ekonomi dunia.
Namun demikian, klasifikasi 3 kelompok ekonomi dunia yang dinyatakan Bung Karno hakekatnya benar dan tetap relevan hingga kini. Yaitu AS, Eropa Barat (Uni Eropa atau G-7) dan Cina. Meskipun jika kita telaah dari segi kekuatan militer, Rusia jelas masuk kategori tiga besar bersama AS dan Uni Eropa.
Melalui konsepsi the New Emerging Forces, ditujukan untuk mempersatukan bangsa-bangsa yang baru dan kecil dalam semangat gotong royong dan musyawarah di bawah panji-panji the New Emerging Forces, dengan cara tidak mempertentangkan ketiga adikuasa ekonomi itu (AS, Eropa Barat, dan Cina), akan tetapi ditujukan untuk menjamin agar kemajian dan pembangunan dari bangsa-bangsa yang baru dan kecil tidak mudah digoyahkan oleh politik yang dimainkan oleh masing-masing negara adikuasa tersebut. Menurut Bung Karno, tiga adikuasi ekonomi tersebut sama-sama kaut, sama-sama nasionalistis, dan sama-sama imperialistis.
Namun demikian, the New Emerging Forces tersebut, sebagai forum internasional negara-negara baru merdeka dan kecil mampu menciptakan peaceful coexisntence (hidup berdampingan secara damai) dengan negara-negara besar dan maju dalam suasana yang terhormat tanpa ekspoloitasi, dominasi ataupun subversi.
Selain dari itu, sebagaimana disampaikan oleh Bung Karno dalam Konferensi Gerakan Non-Blok yang kedua pada September 1964, konsepsi the New Emerging Forces dimaksudkan untuk menciptakan ko-eksistensi damai dalam arti yang sebenar-benarnya antara negara-negara besar dengan negara-negara yang sedang berkembang.
Karena itu Bung Karno menyarankan agar negara-negara kecil dan negara-negara yang baru berkembang bersatu dal satu organisasi yang rapi melalui satu konferensi yang lebih luas, yang tidak hanya terbatas pada negara-negara Asia dan Afrika saja, melainkan juga harus meliputi seluruh kekuatan-kekuatan progresif revolusioner, yakni konferensi dari negara-negara yang baru bangkit. Berarti mencakup juga Amerika Latin dan Timur Tengah.
Hanya saja ya itu tadi, gagasan strategis itu sayang sekali belum berhasil diwujudkan oleh disebabkan dua hal. Meletusnya Gerakan 30 September 1965 dan wafatnya Bung Karno pada 1970.
Uni Soviet mendukung, Cina Menentang Konsepsi Conefo Bung Karno
Meskipun Ganis Harsono saat berdiskusi dengan Brigjen Sabur pada April 1965 tersebut skeptis, namun tak urung putra kelahiran Jombang-Jawa Timur pada 24 Maret 1922 itu, teringat pada kejadian beberapa bulan sebelumnya, tepatnya pada Januari 1965, ketika Ganis mendampingi Menteri Luar Negeri Subandrio berkunjung ke Cina, untuk menjajagi sikap dan tanggapan pemerintah Cina terhadap konsepsi the New Emerging Forces Bung Karno. Menurut kesaksian dan observasi Ganis, terkesan sikap Cina sama sekali tak tertarik kepada konsepsi Conefo Bung Karno.
Berdasarkan fakta yang disampaikan oleh Ganis Harsono tersebut, kemudian muncul sebuah pertanyaan penting: Apakah keberatan Cina terhadap konsepsi the New Emerging Forces memperkuat estimasi Bung Karno bahwa Cina termasuk dalam klasifikasi tiga kelompok ekonomi dunia sebagaimana disampaikan oleh Brigjen Sabur? Di sinilah data dan dokumen bersejarah yang disampaikan Ganis Harsono jadi menarik untuk digunakan sebagai data awal untuk studi-studi lebih lanjut baik dalam bidang sejarah diplomasi maupun politik internasional.
Jika menelisik sikap negara-negara berkembang dan baru merdeka sebagaimana tercermin dalam KTT Non-Blok kedua September 1964 nampaknya Presiden Tito dari Yugoslavia, Presiden Ben Bella dari Aljazair dan Perdana Menteri Shastri dari India, tidak terlalu bergairah dalam menanggapi gagasan Bung Karno. Begitu menurut observasi dan penilaian Ganis Harsono yang tentunya ikut dalam delegasi sebagai diplomat senior Departemen Luar Negeri RI ketika itu.
Namun perkembangan yang cukup membesarkan hati datang dari Uni Soviet pada 18 Mei 1965, ketika Wakil Perdana Menteri Uni Soviet K.T Mazurof, secara resmi menyatakan di Moskow bahwa Uni Soviet sepenuhnya menyokong gagasan Presiden Sukarno untuk menyelenggarakan konferensi yang akan diselenggarakan Indonesia pada Agustus 1966 itu. Mazurof menyatakan bahwa bila Indonesia ingin Uni Soviet turut ambil bagian dalam persiapan-persiapan konferensi itu, Uni Soviet bersedia memberi sumbangan yang berguna.
Menurut Mazurof, gagasan diselenggarakannya Conefo (konferensi negara-negara yang baru merdeka), adalah sejalan dengan politik yang diperjuangkan Soviet, yang bertujuan untuk membina kekuatan-kekuatan progresif di dunia untuk menghancurkan imperialisme.
Tentu saja pernyataan Wakil Perdana Menteri Mazurof atas dukungannya terhadap konsepsi Conefo,telah memberikan landasan yang semakin kuat terhadap konsepsi the New Emerging Forces Bung Karno. Apalagi ketika Mazurof menegaskan bahwa Soviet menentang ko-eksistensi damai antara kaum penindas dengan kaum yang ditindas, atau antara kaum penghisap dan kaum yang dihisap. Ko-eksistensi damai yang diperjuangkan Soviet tidak boleh bertentangan dengan perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme.
Sikap dukungan Soviet jelas cukup substansial dan prinsipil terhadap konsepsi Conefo Bung Karno. Sebaliknya Cina, sebagaimana kesaksian dan penilaian Ganis Harsono pada pertemuan Indonesia-Cina di Beijing pada 23 sampai 28 Januari 1965. Dari awal pertemuan, Cina secara prinsipil menentang diselenggarakannya Conefo Agustus 1966. Dan secara tersamar, hanya bersedia untuk membangun balai pertemuan politik di Jakarta. Perdana Menteri Chou En Lai dalam sambutannya kepada delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri luar Negeri Dr Subandrio pada 24 Januari 1965, sama sekali tidak menyinggung sedikit pun konsepsi the New Emerging Forces Bung Karno.
Bagi Ganis Harsono pribadi, kejadian pahit berunding dengan Cina pada Januari 1965, justru semakin memperkuat teori Bung Karno yang disampaikan Brigjen Sabur tiga bulan kemudian, ketika mereka berdua bercakap-cakap pada April 1965.
Yang Ganis Harsono tidak sampaikan dalam memoarnya itu, apakah sikap Cina yang menentang konsepsi Conefo Bung Karno menjadi penyebab langsung dukungan total Cina terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) pimpinan DN Aidit pada Gerakan G-30 September 1965? Boleh jadi, seperti niatnya sejak awal, Ganis hanya mencoba menyajikan fakta-fakta sejarah penting yang beliau sendiri ikut serta di dalamnya, dan mempersilahkan para pembaca untuk menyimpulkannya sendiri. Namun lepas dari itu semua, dalam menghadapi konstalsi global saat ini, setidaknya kesaksian Ganis Harsono melalui memoarnya, menginspirasi kita tiga hal penting bagi generasi penerus untuk terus diperjuangkan. Pertama, bahwa gagasan Bung Karno mengenai new Emerging Forces masih relevan untuk tetap diperjuangkan saat ini. Apalagi ditengah-tengah upaya Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memaksakan Kutub Tunggal/MonoPolar menyusul berakhirnya pasca Perang Dingin.
Kedua, meskipun Bung Karno belum berhasil mewujudkannnya, namun pemimpin-pemimpin Indonesia di era sekarang dan mendatang, wajib untuk meneruskan dan mewujudkan konsepsi new Emerging Forces sebagai kontra skema terhadap dominasi kapitalisme global saat ini.
Ketiga, fakta bahwa saat itu Uni Soviet (Rusia) mendukung konsepsi new Emerging Forces Indonesia, kiranya bisa dijadikan landasan untuk membangun kemitraan strategis antara Indonesia-Rusia untuk bersama-sama menghadapi tantangan global ke depan. Seraya mengeksplorasi dan menjajagi kemungkinan pembentukan forum-forum internasional alternatif untuk mengimbangi dominasi monopolar AS, Uni Eropa dan Jepang maupun Cina dewasa ini.
Prediksi Bung Karno bahwa dalam matra ekonomi, kita akan menghadapi tiga kelompok adikuasa yaitu: AS, Eropa Barat dan Cina, nampaknya sekarang terbukti sudah.
Keterangan: Artikel ini ditulis oleh Hendrajit, pengkaji di Geopolitik Global Future Institute (GFI) yang dimuat di situs The Global Review tanggal 2 Oktober 2015. Untuk melihatnya silakan klik di sini.
No comments:
Post a Comment