Indonesian Free Press -- Ketidak hadiran polisi dalam pawai anti-pemerintah yang berujung pada ledakan bom yang menewaskan lebih dari 100 orang di Ankara tanggal 10 Oktober lalu, serta Menteri Kehakiman yang tidak menunjukkan kesedihan saat mengumumkan tragedi tersebut membuat publik Turki mencurigai pemerintahan Presiden Recep Erdogan sebagai pelaku tragedi tersebut.
Tidak ada pihak yang mengklaim sebagai pelaku serangan tersebut sebagaimana biasanya sebuah serangan teroris. Sementara pemerintah Turki, tanpa bukti kuat, menuduh kelompok ISIS sebagai pelakunya, perhatian publik justru tertuju kepada pemerintah sebagai pelakunya.
Hal ini bukan tanpa motif atau alasan sama sekali. Partai Keadilan yang memerintah tengah mengalami kemerosotan popularitas sementara partai oposisi Kurdi HDP tengah naik daun dan untuk pertama kalinya berhasil mendapatkan kursi di parlemen. HDP pula-lah yang menjadi salah satu organiser pawai maut tersebut dan sejumlah kader partai tersebut hadir dalam pawai tersebut. Menjelang pemilu ulang bulan November mendatang, pawai tersebut menjadi ancaman bagi partai pemerintah.
Pemimpin HDP Selahettin Demirtas menuduh pemerintah bertanggungjawab atas insiden itu. Dengan tegas ia menyebut pemerintah sebagai “pembunuh yang tangannya berlumuran darah".
Selain tidak adanya aparat kepolisian saat terjadinya pemboman, polisi yang datang kemudian justru menghalang-halangi ambulan yang hendak menyelamatkan para korban pemboman. Akibatnya warga pun marah dan menyerang polisi dengan lemparan batu dan botol air, yang dibalas polisi dengan gas air mata. Demonstran juga melempari dua orang menteri yang datang ke lokasi serangan.
Kemudian, hanya beberapa jam kemudian, Menteri Kehakiman Kenan Ipek tampak tersenyum saat memberikan keterangan tentang insiden tersebut. Hal ini kontan mengundang kecaman publik dan tuntutan agar ia mengundurkan diri dari jabatannya.
Ini adalah pemboman berdarah ketiga yang melanda Turki tahun ini. Pada bulan Juni lalu, pawai yang digelar HDP di kota Diyarbakir juga dibom orang tak dikenal. Sebulan kemudian seorang pembom bunuh diri melakukan aksi maut di Suruc di dekat perbatasan Suriah, menewaskan setidaknya 30 orang.
Turki adalah negara yang dinamika politiknya sangat kental diwarnai aksi-aksi kekerasan dan korupsi yang melingkupi segala sendiri pemerintahan dan kekuasaan. Fenomena 'The Deep State' di Turki telah menjadi perhatian para pengamat politik internasional sejak lama. Itu adalah istilah bagi suatu jaringan kekuasaan di luar pemerintahan, yang secara diam-diam mengendalikan pemerintahan, sosial, politik dan ekonomi negara.
Untuk memahami bagaimana mungkin sebuah pemerintahan di negara Turki bisa melakukan aksi keji terhadap rakyatnya sendiri, ada baiknya mengetahui sebuah insiden yang terkenal dengan nama Skandal Susurluk tahun 1996.
Pada tanggal 3 November 1996, sebuah mobil Mercedes 600 SEL meninggalkan Hotel Onura di Kusadasi di dekat Izmir, dan berjalan menuju Istanbul. Pada satu bagian jalan raya di dekat kota Susurluk, mobil Mercedes hitam itu, yang melaju dengan kecepatan 180 km/jam, bertabrakan dengan sebuah truk. Tiga dari empat penumpangnya tewas dalam kecelakaan itu.
Peristiwa itu sangat tragis, namun yang lebih mengejutkan adalah ditemukannya mayat Abdullah Çatli, mantan pemimpin kelompok milisi "Rubah Abu-Abu' yang menjadi buronan polisia karena terlibat dalam serangkaian pembunuhan dan peredaran obat-obatan terlarang. Mayat lainnya adalah Huseyin Kocadag, seorang pejabat tinggi kepolisian dan ratu kecantikan Gonca Us yang menjadi kekasih Catli. Sementara itu anggota parlemen Sedat Bucak, selamat dari kecelakaan meski mengalami sejumlah luka.
Bagaimana seorang buronan berada di dalam mobil bersama pejabat kepolisian, anggota parlemen, dan ratu kecantikan? Ingat dengan skandal korupsi yang berujung pada penangkapan menteri-menteri dan teman-teman Presiden Recep Erdogan oleh polisi tahun 2013 lalu, dan Erdogan membalas dengan menangkapi polisi yang telah menangkap teman-teman Erdogan? Itulah fenomena politik dan kekuasaan di Turki sejak dahulu hingga saat ini.
Insiden mobil Mercedes itu terus bergulir. Selain menemukan senjata-senjata ilegal dan narkotika di mobil itu, polisi juga menemukan passport diplomat yang dikeluarkan oleh Mendagri Mehmet Agar. Temuan ini mendorong dilakukannya sejumlah penyelidikan termasuk oleh parlemen terhadap sejumlah tokoh politik, pejabat pemerintah dan organisasi kejahatan dan kemudian dikenal sebagai Skandal Susurluk.
Insiden ini membongkar rahasia yang selama ini tertutup rapat di hadapan publik, tentang adanya hubungan yang erat antara pemerintah, teroris, dan pengedar obat-obatan terlarang yang mendistribusikan secara massif obat-obatan terlarang dari Afghanistan ke Eropa.
Kolumnis Cengiz Candar, menuliskan analisisnya tentang Skandal Susurluk: “Susurluk membuka hubungan mengertikan antara para pejabat pemerintah dan mereka yang beroperasi di luar hukum. Ini terjadi saat terjadinya pembunuhan-pembunuhan politik di Turki, namun penyelidikan berhenti saat mendekati titik-titik sensitif. Hal itu hanya menimbulkan kesadaran publik bahwa jaringan kekuasaan itu ada."
Namun jaringan itu tidak hanya sampai di perbatasan Turki. Abdullah Çatli diketahui telah mengedarkan heroin ke Inggris dan negara-negara Eropa dengan dukungan Kedubes Turki di London, yang mengeluarkan passpor untuk Catli dengan nama samaran Mehmet Ozbay. Dengan passpor itu ia bahkan memiliki ijin kerja Inggris.
Dalam persidangan kasus Ergenokan, kasus 'The Deep State" lainnya yang terbongkar tahun 2008, terungkap bahwa insiden yang menimpa Catli adalah sebuah pembunuhan. Namun, siapa pembunuhnya masih tetap menjadi misteri. IFP menduga pembunuhan itu dilakukan oleh inteligen barat, Amerika atau Israel, yang terlibat erat dalam dinamika politik Turki. Catli dan teman-teman hanyalah asset yang dipelihara saat masih dibutuhkan dan dibuang saat tidak lagi dibutuhkan. Setelah bertahun-tahun malang melintang di dalam "The Deep State" dan dianggap mengetahui terlalu banyak, ia pun harus disingkirkan.
Catli tidak beda dengan mantan Presiden Mesir Mohammad Mursi, Hoesni Mubarak, hingga Bapak Soeharto dll. Setelah tidak lagi dibutuhkan, apalagi berani menentang agenda kepentingan barat/zionis sebagaimana Bapak Soeharto tahun 1990-an, mereka pun disingkirkan.(ca)
hdp, chp dari awal menentang manuver turki di Syria yang ternyata blowback--dan erdogan nampaknya bersifat kuku besi menekan semua etnik yang menentangnya terutamanya armenia
ReplyDeletedipercayai mereka turut meneror armenian di syria
serangan russia membongkar siapa turki sebenarnya, mereka keluar dari hutan dan mengaku
ReplyDeletedovutglu
hakan idan--cif mit/kepala intel turki