Saturday, 3 September 2016

Siapa Bilang Militer Tidak Boleh Kudeta?

Indonesian Free Press -- Seorang teman lama yang berhasil meraihpangkat Kolonel TNI mengatakan kepadaku bahwa TNI adalah bagiandari pemerintah. Temanku yang lain, kali ini teman di Facebook yang pensiunan jendral bintang tiga mengatakan bahwa TNI tidak boleh memberontak dan kudeta.
Bagiku pendapat keduanya itu seperti pendapat militer neoliberal yang hanya mengikuti 'standar demokrasi' ala George Soros, yaitu militer berada di bawah dan tunduk kepada pemerintahan sipil yang dipilih secara 'demokratis'. Bagiku, semua itu omong kosong. Biarkan orang-orang yahudi Mamrika dan Eropa ngomong seperti itu. Tapi ini adalah Indonesia, Bung!

Indonesia adalah negara 'militer'. Para raja dan pemimpin negeri ini di masa lalu adalah para panglima perang. Airlangga, Ken Arok, Raden Wijaya, Gadjah Mada, Raden Patah, Fathahillah, Teuku Umar, Raja Hasanuddin, Pangeran Nuku, Pangeran Diponegoro, hingga Presiden Soeharto dan Presiden SBY, adalah para pemimpin militer.


Sepanjang sejarah Indonesia juga diwarnai pemberontakan-pemberontakan dan kudeta militer: Pemberontakan Kuti, Sora dan Nambi pada jaman Majapahit, Pemberontakan Untung Suropati dan Pemberontakan Trunojoyo di jaman kolonial, hingga pemberontakan PRRI/Permesta paska kemerdekaan.

Indonesia adalah negara di mana militer menjadi bagian tak terpisahkan dari rakyat dan pemerintahan. Para anggota militer eks militer Jepang PETA dan Belanda KNIL menjadi ujung tombak dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama paska kemerdekaan dalam mempertahankan kemerdekaan dari upaya penjajahan kembali oleh kolonialis Belanda/Inggris. Ketika pemerintahan Presiden Soekarno menyerah kepada Belanda dalam Agresi Belanda II tahun 1948 sehingga secara 'de jure' negara Indonesia telah berakhir, militer di bawah kepemimpinan Jendral Soedirman tetap bertahan mempertahankan kemerdekaan hingga pada akhirnya berhasil memaksa

Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Kemudian, ketika situasi negara diwarnai kekacauan politik akibat konstitusi parlementer sehingga Indonesia tidak bisa melakukan pembangunan, militer berinisiatif mendorong Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden untuk mengembalikan UUD 1945 sebagai konstitusi.

Militer Indonesia adalah pelindung eksistensi negara Indonesia dan palang pintu terakhir pertahanan negara Indonesia. Sementara pemerintah, sebagaimana terjadi di banyak negara sepanjang sejarah manusia dan juga terbukti dalam peristiwa Agresi Militer Belanda II, bisa tergelincir dan bahkan menjadi pengkhianat negara. Maka pada saat itulah peran militer diperlukan untuk melindungi negara, bila perlu dengan melakukan kudeta.

Ini adalah standar politik yang sudah biasa. Ketika pemerintah melakukan penyimpangan, militer campur tangan untuk mengembalikan haluan negara. Ini terjadi di Romawi di bawah kepemimpinan Julius Caesar, Perancis di bawah Napoleon Bonaparte, Perancis di bawah Jendral de Gaulle, Spanyol di bawah Jendral Franco, hingga Thailand di bawah kepemimpinan Jendral Prayuth saat ini.

Kita tentu tidak ingin mengulangi kondisi politik era sistem pemerintahan parlementer dimana energi bangsa negara dihabiskan untuk mengatasi persaingan partai-partai politik. Kita tidak ingin seperti Bangladesh, yang hanya karena persaingan pribadi dua orang wanita (Perdana Menteri Sheikh Hasina dan pemipin oposisi Khalida Zia), selama belasan tahun negara itu dilingkupi pergolakan politik, sementara kondisi rakyat semakin memprihatinkan.

Jadi, pada saat rakyat Indonesia mempertanyakan kepemimpinan Presiden Jokowi saat ini yang dianggap telah melenceng jauh dari kepatutan dan mengancam eksistensi negara Indonesia, maka TNI patut untuk melakukan tindakan berupa pengambil-alihan kekuasaan sementara. Bahkan, tidak hanya patut, hal ini telah menjadi kewajiban moral TNI.(ca)

3 comments:

  1. Kudeta bukanlah hal yg haram. Dapat dibutuhkan bila memang situasi membutuhkannya.

    Ada tiga kekuatan besar penopang sebuah Negara :
    1. Pemerintah
    2. Rakyat Sipil
    3. Militer

    Ketiganya harus dalam keadaan seimbang, jika salah satu terlalu mendominasi maka salah satu pihak wajib menyeimbangkannya kembali.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete