Indonesian Free Press -- Media terkemuka Israel Haaretz menyebut pemerintah Israel telah 'bermain api' dengan melakukan serangan udara terhadap pangkalan militer Suriah di dekat ibukota Damaskus, Rabu dinihari (7 Desember).
"Strike in Syria: Is Israel Playing Russian Roulette?", demikian judul laporan Haaretz tentang insiden itu, merujuk pada keberadaan sistem pertahanan udara Rusia di Suriah yang secara teknis mampu mencegah serangan itu.
Suriah menyebut serangan tersebut dilakukan Israel dengan menggunakan rudal jelajah darat ke darat. Namun Haaretz menyebut serangan menggunakan rudal jelajah udara ke darat yang ditembakkan dengan pesawat dari wilayah Israel. Serangan tersebut adalah yang kedua kalinya dilakukan Israel ke Suriah dalam seminggu terakhir. Sebelumnya, di akhir pekan lalu, Israel mengklaim telah menyerang posisi ISIS di dekat perbatasannya di Dataran Golan.
Hanya beberapa jam kemudian Menlu Israel Avigdor Lieberman mengatakan kepada sejumlah diplomat Eropa bahwa Israel akan selalu melindungai warganya dari ancaman, dan akan mencegah setiap upaya pengiriman senjata pemusnah massal dari Suriah ke kelompok Hizbollah. Meski tidak menyebut serangan tersebut, ini adalah pengakuan tidak langsung Israel atas insiden itu.
Ini sudah menjadi standar sikap Israel setiap terjadi serangan ke Suriah, yaitu tidak pernah mengakui langsung namun menuduh Suriah berusaha mengalihakan persenjataan ke Hizbollah.
Mengenai keberadaan sistem pertahanan udara canggih Rusia, khususnya S-400 yang daya jangkaunya mencapai hingga wilayah Israel, Haaretz berspekulasi bahwa Rusia mungkin mengetahui serangan itu, namun membiarkannya karena dianggap tidak mengancam kedudukan militer Rusia di Suriah yang terkensentrasi di sekitar Tartus (dan Palmyra; IFP).
Lagipula dengan senjata-senjata yang hancur karena serangan itu membuat prospek penjualan senjata Rusia ke Suriah semakin besar. Spekulasi lainnya adalah bahwa serangan itu dilakukan Israel pada saat yang tepat, dimana sistem pertahanan udara Rusia kurang aktif.
"Asumsi yang paling masuk akal adalah bahwa Israel telah mengetahui kepentingan wilayah Rusia di Suriah dan bertindak jika dianggap cukup penting dan jika diyakini bahwa serangan itu tidak akan memancing konfrontasi langsung dengan Rusia," tulis Haaretz.
"Namun tetap saja, setelah kedua serangan itu dan pernyataan agresif pejabat Israel, terdapat garis tipis yang harus diperhatikan dengan serius oleh para pembuat kebijakan Israel. Hal pertama yang tidak diinginkan Israel adalah konfrontasi langsung dengan Rusia. Apalagi dengan mundurnya Amerika di Suriah (setelah kemenangan Donald Trump; IFP) meninggalkan Rusia sebagai pemain utama," tambah Haaretz.
IFP berpendapat bahwa Israel dan Rusia telah membuat kesepakatan rahasia untuk tidak saling mengganggu kepentingan masing-masing di Suriah, dan itulah sebabnya Rusia membiarkan Israel melakukan aksinya di Suriah. Kesepakatannya adalah Israel tidak mengganggu misi Rusia untuk menghancurkan kelompok-kelompok teroris, sementara misi Israel adalah mencegah Hizbollah mendapatkan kekuatan senjata melalui Suriah.(ca)
Biasa kalo kaum Yahudi setiap melakukan kejahatan selalu berdalih coba Yahudi latnat itu di serang teriaknya ke seantero dunia suriah masih lemah masih sangat rentan namun jad catatan pengalaman di Libanon saat masih lemah Libanon isrIl seenaknya menyerang sesukanya setelah Hizbullah kuat kini harus berfikir ulang untuk menyerang karena balasannya setimpal Israel paham itu
ReplyDeleteDARI DULU SAYA AMATI ADMIN SUKA SALAH KETIK, APA EMANG MINIM PENGETAHUAN?
ReplyDeleteAVIGDOR LIEBERMAN ITU MENTERI PERTAHANAN ZIONIS. BUKAN MENLU.
Tentu tak mudah bagi Rusia utk menyerang setiap kekuatan militer Israel ke Suriah, resiko nya terlalu besar. Putin menyadari, Israel dg kekuatan Jaringan Yahudinya masih menguasai Ekonomi, Politik dan teknologi Dunia
ReplyDeleteAntara tahun 2009 sampai 2015 Lieberman menjadi Menlu Israel sebelum dipindah posisi sebagai Menhan. Ingatan saya masih sebagai Menlu.
ReplyDeleteTidak ada orang yang tahu segala hal semuanya. Jadi harap maklum. Btw trims atas koreksinya.