Sunday, 7 May 2017

George Soros dan Neo-Liberalis, Musuh Besar Kemanusiaan

Indonesian Free Press -- Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad mengatakan bahwa George Soros adalah orang yang bertanggungjawab atas krisis moneter yang terjadi di kawasan Asia Timur, pada tahun 1997-1998. Di Indonesia krisis ini memicu terjadinya gerakan Reformasi dan berujung pada penumpukan hutang luar negeri dan penjarahan asset-asset negara oleh aseng dan asing.

Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban, baru-baru ini menyebut George Soros sebagai “musuh terbuka bagi Eropa", "penghancur kehidupan jutaan warga Eropa dengan spekulasi keuangannya".

Cendekiawan internasional Paul Krugman bahkan menyebut Soros sebagai fenomena global modern dimana 'investor tidak hanya memindah-mindahkan uangnya sebagai antisipasi terjadinya krisis, namun justru untuk memicu terjadinya krisis demi meraih kesenangan dan keuntungan'. Ia menyebut investor-investor semacam itu sebagai ‘Soroi’.


George Soros sendiri bahkan bangga dengan statusnya, mengatakan, "Saya merasa senang dengan menganggap saya semacam Dewa atau reformis ekonomi seperti Keynes (John Maynard Keynes), atau bahkan lebih besar lagi seperti ilmuwan (Albert) Einstein… Saya cukup beruntung untuk bisa bertindak sesuai fantasi-fantasi saya…”

“Sebenarnya, saya sudah membawa fantasi-fantasi suci sejak masih kanak-kanak, yang saya rasa harus dikendalikan atau kalau tidak saya akan dalam bahaya,” tambahnya.

Selain krisis Asia Timur, George Soros diketahui juga telah memicu krisis finansial Inggris pada dekade 1980-an, sebagaimana juga berperan besar dalam penjarahan Rusia paska runtuhnya Komunisme.

E. Michael Jones dalam bukunya yang terkenal 'Barren Metal: A History of Capitalism as the Conflict Between Labor and Usury', dengan rinci menyebutkan.

“Setelah melakukan kudeta terhadap Mikkhail Gorbachev, Boris Yeltsin membubarkan Uni Soviet dan mengundang (Jeffrey) Sachs untuk melakukan sulapnya di Rusia. Sachs ditugaskan memimpin Chicago Boys untuk merancang penjarahan besar-besaran yang tidak pernah terjadi di dunia sejak masa Reformation. Ketika rencana itu selesai 25.000 BUMN dilelang murah. Setelah
Yeltsin membuka ekonomi Rusia untuk dijarah, Chicago Boys seperti Stanley Fisher, yang saat itu menjadi Managing Director IMF, dan Lawrence Summers dari pemerintahan Bill Clinton yang kemudian menjadi President Harvard University, bergegas datang dan menancapkan gigi-giginya ke tubuh perusahaan-perusahaan negara. Kekayaan perusahaan-perusahaan itu kemudian dialihkan kepada sebuah ‘clique of noveaux billionaires’ yang kemudian dikenal sebagai para 'oligarchs.’ Para 'oligarchs' itu kemudian bekerjasama dengan Chicago Boys untuk ‘mencabik-cabik segala kekayaan negara ke luar negeri dengan nilai hingga $24 miliar per-tahun. BUMN-BUMN diprivatisasi dengan harga murah. Yukos, yang kini menghasilkan $3 miliar per-tahun, dijual hanya seharga $309 juta.”

Menurut Veterans Today dalam laporannya pekan lalu, Harvard University turut terlibat dalam konspirasi tersebut. Pengadilan Distrik Boston bahkan menetapkan sejumlah profesor di Harvard telah melakukan kejahatan yang merugikan Amerika dan Harvard harus membayar denda $26,5 juta.

"Privatisasi yang dimaksudkan untuk memberikan pertumbuhan ekonomi melalui pasar bebas, hanya menciptakan sistem kapitalisme 'tycoon' yang dijalankan untuk memberikan keuntungan jutaan dollar bagi para politisi dan oligarh korup  dan menghancurkan ekonomi Rusia," tulis Janine R. Wedel dalam bukunya “The Harvard Boys Do Russia: After seven years of economic “reform” financed by billions of dollars in U.S.,” The Nation, May 14, 1998.

"Tentu saja Soros tidak mau mati bersama korban-korbannya, meski ia kini telah berumur 70 tahun," tulis Veterans Today.

Beruntung, Rusia memiliki Vladimir Putin yang bertindak tepat dan cepat menghancurkan konspirasi jahat itu dan memulihkan Rusia dari keterpurukan.(ca)

No comments:

Post a Comment