by Asyari Usman*
Indonesian Free Press -- Tindakan pemerintah untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan “tembakan peringatan” terhadap ormas-ormas Islam yang dianggap tidak bersahabat dengan Presiden Joko Widodo dan blok politik yang mendukungnya. Menko Polhukam, Wiranto, mengumumkan langkah ini setelah berembuk dengan Tjahjo Kumolo (Mendagri) dan Tito Karnavian (Kapolri).
Sangat berkebetulan bahwa Menko Polhukam “menemukan” alasan yang cocok untuk membubarkan HTI. Alasan itu antara lain: HTI dianggap sebagai bagian dari Organisasi Transnasional yang memperjuangkan pembentukan Khilafah Islamiyah. Tetapi, para Pengamat Sospol berpendapat bahwa HTI selama ini tidak pernah menunjukkan niat untuk mengganti Ideologi Pancasila dengan Ideologi lain.
Karena itu, masyarakat perlu mewaspadai tindakan pemerintah ini karena sangat mungkin pembubaran HTI dijadikan sebagai “ujicoba” menuju pembredelan Ormas-ormas Islam lainnya, terutama Ormas-ormas yang paling vokal dalam menggalang Aksi-Aksi Damai. Setelah HTI, pihak penguasa akan melakukan ujicoba berikutnya. Penguasa tidak akan langsung membidik FPI, tetapi akan “menculik” satu per satu Ormas-ormas yang selama ini menunjukkan kesetiakawanan terhadap FPI.
FPI tidak langsung “ditembak” karena organisasi ini tidak memiliki Afiliasi dengan Organisasi Transnasional. FPI, misalnya, senantiasa meneriakkan Asas Pancasila, Kebinekaan, dan Kehargamatian NKRI. Selain itu, pengetahuan yang sangat detail yang diperlihatkan HRS tentang Ideologi Pancasila dan komitmennya untuk mempertahankan Dasar Negara itu, membuat Penguasa tidak memiliki alasan untuk membredel FPI. Paling tidak untuk saat ini.
Tetapi, sesungguhnya, yang dirasakan sangat menjengkelkan bagi penguasa adalah organisasi yang dipimpin Habib Rizieq Shihab (HRS) ini. Aksi-Aksi Damai yang selalu mampu mengerahkan ratusan ribu bahkan jutaan peserta, merupakan kegiatan yang sangat tidak disukai oleh Presiden Joko Widodo. Dan Aksi-Aksi itu boleh dikatakan 100% diprakarasai oleh FPI melalui GNPF-MUI.
Masyarakat perlu mencermati pembubaran HTI sebagai upaya untuk mengepung FPI dan Ormas-ormas Islam lainnya yang “mengganggu” Presiden. Kalaupun FPI tidak dibubarkan nantinya, paling tidak Ormas ini akan disempitkan ruang geraknya agar tidak mampu lagi menjadi penggerak Aksi-Aksi Damai, terutama menjelang Pemilihan Presiden 2019.
Kegagalan Basuki Tjahaja Purnama (Ahoak) dalam Pilkada Jakarta merupakan pukulan berat bagi Jokowi. Dan kegagalan ini sepenuhnya dianggap sebagai dampak dari Aksi-Aksi Damai yang diprakarsai oleh FPI dengan GNPF-MUI-nya.
Sekarang, think tank Presiden melihat bahwa gerakan Aksi Damai bisa menjadi sandungan bagi Jokowi di Pilpres 2019. Karena itu, mesin Aksi Damai harus, mulai sekarang, “dimatikan pelan-pelan”. Inilah tafsiran yang paling pas untuk Titah Pembubaran HTI.
Eksperimen pembubaran Ormas Islam oleh Menko Polhukam tampaknya akan berlanjut ke ujicoba berikutnya. Bisa jadi tindakan itu berupa Pembubaran Ormas-ormas lainnya, tetapi bisa juga dalam bentuk penangkapan dan penahanan tokoh-tokoh yang memimpin berbagai Organisasi yang dianggap akan mampu menggera kan Aksi-Aksi Damai.
Perlu dicatat, pembubaran HTI adalah strategi yang sangat “smart”. Sebab, tokoh-tokoh Islam atau Pimpinan Ormas-ormas lain kemungkinan akan merasa enggan untuk tampil “membela” HTI. Takut dianggap tertular Radikalisme Ormas ini.
Sebaliknya, kalau tokoh-tokoh dan Pimpinan Umat membiarkan begitu saja pembubaran HTI, maka Pihak Penguasa akan merasa “lawan tanding” sudah dilanda ketakutan.***
*Penulis adalah mantan wartawan BBC. Artikel ini merupakan opini pribadi penulis, tidak ada kaitannya dengan BBC.
Bukti bahwa umat muslim nusantara adlh batu sandungan bgi kpentingan asing aseng..
ReplyDeleteSemoga Allah senantiasa melindungi negri ini..
Ngga usah bawa2 Islam lah. Islam itu rahmatan lil alamin. Bedanya jauuuuuh sekali dengan FPI dan ormas2 radikal lainnya. Masih untuk pemerintah membubarkan mereka sebelum mereka dibubarkan paksa bangsa Indonesia.
ReplyDelete