Tuesday 24 March 2009
SETELAH HOMONISASI, KINI INCESTISME
Perhatikan baik-baik dengan kasus Ryan sang "jagal sadis homo". Berbulan-bulan sudah kasus ini diproses aparat hukum, namun sampai saat ini masih belum jelas sejauh mana perkembangan kasusnya. Media massa yang dulu begitu bersemangat mengungkap kasus ini, sekarang dengan "tidak bertanggung jawab" mengabaikan proses hukumnya. Sebaliknya media massa justru mengkultuskannya dengan mengekspos sisi-sisi "unik" (namun bagi orang yang waras pasti dianggap menjijikkan) seputar kehidupan pribadinya, dan "keajaiban"-nya bisa menulis buku, menggelar konser dan merilis album di dalam penjara.
Saya katakan, itu semua belum berakhir. Ryan akan membuat sensasi-sensasi lebih hebat
selanjutnya. Media massa juga mulai mengeluarkan wacana pembebasan Ryan karena alasan "sakit jiwa".
Saya katakan, itu semua adalah sebuah kampanye homonisasi untuk untuk membuat homoseksualitas sebagai sebuah kewajaran. Di Amerika dan Eropa hal ini telah berhasil. Dan kini kelompok kepentingan yang sama tengah berusaha melakukan hal yang sama di Indonesia. Pertama adalah seks bebas, selanjutnya homoseksualitas. Dan setelah homoseksualitas dapat diterima masyarakat, maka kegilaan selanjutnya akan terjadi: kampanye incestisme (incest=hubungan seks sedarah). Hal seperti ini tengah berlangsung di Inggris saat ini.
Sejak pertengahan tahun lalu sampai saat ini media besar Inggris The Times of London edisi web page-nya memiliki satu kolom khusus "Family Section" yang mengupas seputar incestisme (seperti halaman khusus "O Mama O Papa" di sebuah majalah wanita Indonesia dahulu yang sangat jelas mengkampanyekan seks bebas).
Manariknya, atau lebih tepatnya menjijikkannya, ulasan tentang incestisme ini ditulis dalam gaya novel romantis secara bersambung dan pembaca diberi kesempatan untuk berkomentar (sebagaimana "O Mama O Papa"). Tulisan tersebut menceritakan pengakuan seorang wanita yang terlibat dalam hubungan incest dengan abangnya. Pada saat berumur 14 tahun dan abangnya berumur 15 tahun, mereka tanpa sadar melakukan petting (bercumbu) yang nyaris berujung pada hubungan seks. Namun saat berumur 17 tahun, hubungan terlarang tersebut tidak dapat lagi ditahan, dan setelahnya mereka secara rutin melakukan hubungan seks sampai 12 tahun lamanya. Dan sejak saat itu ia tidak bisa lagi menjalin hubungan kasih sayang dengan laki-laki lain.
Saat abangnya menjalin hubungan dengan wanita lain, ia mengajukan pilihan kepada adik perempuannya: jika tidak dikehendaki, ia akan membatalkan perkawinan dan memilih hidup bersama dengan adiknya. Akhirnya dengan berat hari dan berlinang air mata, sang adik merelakan abangnya menikahi wanita lain. Kini sang adik perempuan menjadi seorang dosen dan menjalin hubungan "kumpul kebo" dengan seorang laki-laki.
Komentar-komentar yang dimuat, ironisnya mayoritas mendukung tindakan tersebut. Sangat mungkin telah disensor sebelumnya.
"Lakukan apa yang kamu inginkan, asal jangan menyakiti orang," komentar seorang komentator dari Kanada. "Bukan hak saya untuk mengadili Anda," kata komentator lainnya dari Inggris. "Menurut saya selama keduanya menginginkan dan sadar atas apa yang mereka lakukan, maka oke-oke saja," kata yang lainnya lagi.
Bagi pembaca yang waras, tentu saja mereka tahu bahwa hubungan tersebut sangat tidak sehat dalam konteks psikologi, aib dalam konteks sosial, dan dosa besar dalam konteks agama. Kebaikan apa yang bisa didapat oleh seorang wanita yang orientasi seksnya terampas oleh abangnya, bukan laki-laki yang menjadi suami dan ayah anak-anaknya? Dan laki-laki mana yang akan menyerahkan hatinya kepada seorang wanita yang telah menjalin hubungan seks dengan saudara kandungnya? Wanita itu akan terjerumus selamanya dalam kehidupan yang tidak sehat.
Namun inilah "kebaikan" yang tengah dipromosikan oleh sekelompok orang yahudi belakang layar untuk menguasai dunia. Mereka menghancurkan semua tata nilai lama: sosial, ekonomi, budaya, agama dll, dan di atas puing-puingnya mereka membangun tata nilai baru dimana mereka menjadi penguasanya.
Demikian juga halnya dengan The Times of London. Salah satu anggota jaringan media massa The Times yang dimiliki oleh Rupert Murdoch yahudi Australia yang merupakan operator media massa keluarga Rothschild, yang bersama beberapa figur misterius lain menjadi penguasa dunia di belakang layar. Percayalah, Rupert Murdoch dan orang-orang semacamnya, dengan menggunakan tangan pengusaha lokal, sudah menguasai mayoritas media massa nasional. Ini menjadi jawaban mengapa media massa banyak mempromosikan figur-figur homosek atau penderita kelainan seks lain seperti Olga Syahputra (Dahsyat RCTI) Dorche (Dorche Show TransTV) serta program reality show "Be A Man". Ini juga menjadi jawaban mengapa media massa bias dalam memberitakan polemik UU anti pornografi/pornoaksi.
(Saya tahu mengapa Hillary Clinton dari partai Demokrat pendorong homonisasi Amerika memilih Dahsyat RCTI daripada televisi lainnya. Tidak lain karena faktor Olga ini).
Orang-orang yang mempunyai rasa kebangsaan di hatinya tentu akan mempromosikan nilai-nilai tradisional keluarga yang sehat dan alami sebagai basis sebuah masyarakat yang sehat. Sebaliknya, orang-orang tamak dan rakus akan melakukan sebaliknya. Seorang wanita tidak akan mendedikasikan hidupnya untuk masa depan keluarganya jika masyarakat membolehkan ia menjalin hubungan seks dengan semua laki-laki termasuk keluarganya sendiri.
Saat ini sekitar 40% kelahiran di Amerika terjadi di luar pernikahan. Dengan kata lain hampir separoh rakyat Amerika di masa mendatang akan hidup dalam masa kecil yang tidak sehat: tanpa kasih sayang orang tua.
Atau mungkin rakyat Amerika sendiri sudah tidak peduli lagi dengan nilai-nilai tradisional keluarga. Buktinya presiden mereka pun bukan termasuk orang yang hidup dalam keluarga yang sehat.
Keterangan gambar: artis Hollywood Angelina Jolie berpose bersama abang kandungnya. Angelina adalah salah satu artis yang mempromosikan incestisme.
sedikit mau mengomentari alasan Hillary datang ke acara 'dahsyat',..
ReplyDeleteistri bos MNC Hary Tanoe, bu Liliana Tanoesoedibjo adalah fans beratnya Hillary R. Clinton, kemungkinan besar keluarga Tanoe (bu Liliana) juga hadir dalam salah satu acara pengumpulan dana senator Hillary.
Bisnis media di Indonesia, tak bisa dipungkiri juga sudah mulai dimasuki pebisnis yahudi. Anteve yg dibeli grup Bakrie, 20% sahamnya adalah milik Star TV hongkong yg dipunyai Rupert Murdoch.. Murdoch terkenal simpatisan Republikan. Namun Financial Times edisi 9 mei 2006,memberitakan Murdoch justru menggelar acara pengumpulan dana kampanye Hillary Clinton, senator dari Partai Demokrat...