Baru-baru ini aparat keamanan Lebanon menangkap kapal Lutfallah II yang diduga kuat hendak menyelundpkan senjata ke Syria. Penangkapan terjadi di pelabuhan kota Tripoli, Lebanon Utara yang berdekatan dengan perbatasan Syria. Di dalam kapal tersebut ditemukan tidak kurang dari 150 ton senjata berbagai jenis yang sebagian, berdasar tuliskan pada kotak-kotak senjata, berasal dari Qatar.
Seluruh awak kapal, termasuk kapten kapal berkebangsaan Syria yang juga mengklaim sebagai pemilik kapal, telah ditahan dan kini tengah menjalani proses penyidikan. Namun meski penyidikan masih belum selesai, beberapa fakta telah terungkap.
Kapal Lutfallah II bertolak dari pelabuhan Benghazi Libya setelah memuat 3 kontainer senjata yang berasal dari sebuah gudang. Seorang saksi mata, Hassan Diab, seorang penyidik partikelir yang bekerja untuk firma hukum Amerika dan internasional dan tengah mengumpulkan bukti untuk menuntut kejahatan kemanusiaan yang dilakukan NATO di Libya ke mahkamah internasional, mengatakan bahwa ia dan tiga orang temannya melihat Lutfallah II memuat barang dari gudang milik Qatar dan Saudi di Benghazi. Menurutnya Qatar dan Saudi mengkontrol lima gudang besar di pelabuhan Benghazi dan Misrata
Saksi-saksi mata warga Libya lainnya mengklaim bahwa senjata-senjata yang dimuat di Lutfallah II berasal dari gudang senjata regim Khadafi yang dikuasai NATO. Sebagian lainnya berasal dari Qatar dan Saudi yang selama kampanye menyingkirkan Khadafi membanjiri Libya dengan senjata untuk pasukan pemberontak. Saat NATO mengumumkan penghentian pemboman atas Libya pada bulan Oktober 2011, Qatar memborong kembali senjata-senjata tersebut dari para pemberontak.
Para saksi mata melihat tiga kontainer senjata masuk ke dalam kapal Lutfallah II, meski rencana semula, sebagaimana keterangan sang kapten, kapal tersebut akan mengangkut 15 kontainer seberat 2.000 ton.
Sebuah sumber terpercaya mengungkapkan kepada koran Lebanon "As-Safir" bahwa pengiriman tersebut didanai oleh 2 orang pengusaha Syria yang tinggal di Saudi. Sebagaimana sang kapten, mereka semua terkait dengan kelompok oposisi yang tengah berupaya menggulingkan regim Bashar al Assad.
Seluruh tersangka termasuk kapten kapal membantah mengetahui isi kapal. Mereka mengklaim mengira kapal berisi produk-produk ekspor biasa meski klaim ini sangat janggal mengingat saat ini di Libya kegiatan ekspor impor telah terhenti total kecuali ekspor minyak. Sang kapten berdalih bahwa memeriksa isi muatan bertentangan dengan hukum maritim internasional dan hukum Lebanon. Lagi-lagi klaim tersebut keliru karena hukum internasional tidak saja memberi hak kapten kapal untuk mengetahui isi muatan demi keamanan kapal, namun juga memberi kewajiban penuh untuk melakukan pemeriksaan isi muatan kapal.
Faksi Sunni Lebanon yang dipimpin mantan PM Sa'ad Hariri dan Fuad Siniora, Future Movement, membantah terlibat dalam pengiriman senjata tersebut. Namun jubir partai tersebut, Mustafa Allouch, kepada media Lebanon mengatakan bahwa, "rakyat Syria berhak memperoleh apa yang diperlukan untuk mempertahankan diri," pernyataan tersirat mendukung kegiatan ilegal tersebut.
Di sisi lain Hizbollah yang merupakan sekutu Bashar al Assad dalam permusuhan mereka dengan Israel memuji keberhasilan aparat keamanan Lebanon menggagalkan pengiriman senjata tersebut seraya mendesak pemerintah untuk "mencegah Lebanon terlibat dalam upaya kotor penghancuran tetangganya, Syria".
"Demi keamanan Lebanon kami mendesak pemerintah untuk meningkatkan upayanya mencegah Lebanon menjadi arena dimana perlengkapan-perlengkapan kriminal melintas ke Syria sebagaimana keterlibatan beberapa orang Lebanon memperparah situasi di Syria akan membahayakan Lebanon sendiri," kata jubir Hizbollah, Ammar Musawi.
Pada hari Rabu (2/5), usai bertemu menlu Lebanon Adnan Mansour di Beirut, menuduh beberapa negara seperti Qatar dan Saudi Arabia terlibat dalam upaya pengiriman senjata tersebut.
“Kapal tersebut ditujukan kepada oposisi Syria, sangat jelas bahwa para pemimpin di Qatar, Saudi Arabia dan negara lain terlibat dalam kejahatan ini yang tidak saja mengancam keamanan Syria namun juga Lebanon dan seluruh kawasan.”
Namun demikian beberapa hal penting masih mengundang pertanyaan, di antaranya:
1. Siapa penyandang dana pengiriman?
2. Dimana sisa 12 kontainer senjata yang tidak jadi dikirim?
3. Siapa penyuplai senjata, pemilik gudang penyimpanan senjata sebelum dikirimkan?
4. Siapa yang memutuskan pembatalan pengiriman 12 kontainer senjata, dan mengapa dibatalkan?
5. Siapa yang menyiapkan manifes kapal?
6. Siapa saja pemilik sebenarnya kapal Lutfallah II?
7. Mengapa aparat bea cukai Mesir dan Turki, tempat kapal Lutfallah II singgah sebelum tiba di Lebanon, tidak melakukan pemeriksaan?
8. Mengapa Israel dan INIFIL mengijinkan kapal melintas?
9. Saksi-saksi mata menyatakan beberapa aktivitas terjadi di geladak kapal saat kapal berlabuh di Turki. Aktivitas apakah itu?
10.Melalui rute mana saja senjata akan dikirim setelah dibongkar di Tripoli, Lebanon?
11.Siapa yang pertama kali mendapati isi kapal kala berlabuh di Tripoli, Lebanon?
Sumber:
"The Lutfallah II Caper... Another Watergate Unfolding?"; Franklin Lamb; almanar.com.lb; 5 Mei 2012
No comments:
Post a Comment