Tuesday, 18 August 2009
Jejak Amerika dalam Kerusuhan di Cina
Setelah kerusuhan tragis tgl 5 Juli di Xinjiang, provinsi otonomi untuk etnis Uighur di Cina, yang menelan ratusan nyawa rakyat muslim dan menjadi berita hangat internasional selama beberapa pekan, jejak keterlibatan Amerika tampak sangat jelas.
Peranan Amerika dalam kerusuhan itu dimainkan oleh National Endowment for Democracy (NED), sebuah LSM bentukan Amerika yang bergerak di berbagai penjuru dunia mempromosikan kepentingan Amerika dan sekaligus melemahkan kepentingan lokal.
Uighur terletak di tempat yang strategis secara geopolitik, yaitu di persimpangan Asia-Eropa dan sangat penting bagi Cina dan negara-negara yang tergabung dalam kaukus Shanghai Cooperation Organization (SCO) yang merupakan rival potensial kepentingan Amerika dan sekutunya. Kerusuhan itu sendiri terjadi hanya beberapa hari setelah dilangsungkannya pertemuan SCO.
Namun alasan-alasan yang menjadi dasar keterlibatan Amerika dalam isu politik Cina, khususnya dalam kasus Provinsi Xinjiang, tenggelam oleh isu pelanggaran HAM yang dilakukan Cina terhadap etnis Uighur.
Jejak kepentingan Amerika terlihat dari keterkaitan antara World Uyghur Congress (WUC), LSM berbasis di Washington yang mengorganisir aksi-aksi demonstrasi menentang Cina di seluruh dunia, dengan NED. Menurut laporan yang dikeluarkan NED sendiri, WUC menerima sumbangan dari NED senilai $215.000 per-tahun.
Ketua WUC, seorang pelarian Uighur bernama Rebiya Kadeer yang memproklamirkan dirinya sebagai "bekas tukang cuci yang berubah menjadi jutawan". Kadeer juga menjabat sebagai ketua Uyghur American Association (UMA), yang juga hidup dari sokongan dana pemerintah Amerika melalui NED.
NED, bersama-sama dengan LSM bentukan George Soros, Open Society, bekerja bahu membahu mempromosikan "demokrasi" di negara-negara Asia dan Eropa Timur, namun sejatinya memperjuangkan kepentingan politik Amerika di negara-negara LSM itu bekerja. Mereka berada di balik berbagai gerakan revolusi seperti ”Crimson Revolution“ di Lhasa bulan March 2008, juga "Saffron Revolution" di Burma/Myanmar, hingga "Green Revolution" di Iran baru-baru ini yang berusaha menggagalkan hasil pemilu Iran. Gerakan "demokratisasi" ini juga berhasil menyingkirkan pengaruh Rusia di negara-negara Eropa Timur melalui beberapa "revolusi" seperti "Rose Revolution" dan "Orange Revolution" sebagaimana juga "Cedar Revolution" di Lebanon.
Allen Weinstein, salah satu pendiri NED, dalam satu wawancara di media massa tahun 1991 mengakui, "Banyak hal yang kita lakukan hari ini telah dilakukan secara rahasia oleh CIA 25 tahun yang lalu."
NED terkesan sebagai organisasi non-pemerintah dan yayasan nirlaba. Namun kenyataannya NED mendapat anggaran rutin yang disetujui Congress Amerika. Dana untuk NED mengalir melalui empat jalur utama: National Democratic Institute for International Affairs yang terkait dengan Partai Democrat, International Republican Institute yang terkait dengan Partai Republic, American Center for International Labor Solidarity yang terkait dengan federasi buruh Amerika AFL-CIO dan US State Department, serta Center for International Private Enterprise yang terkait dengan KADIN Amerika.
Lalu bagimana NED sampai bisa mendorong terjadinya kerusuhan massal di Xinjiang?
Pada tgl 18 Mei lalu pemerintah Amerika mengadakan seminar berjudul "East Turkestan: 60 Years under Communist Chinese Rule" yang dihadiri wakil dari LSM-LSM pengusung "demokrasi" binaan Amerika, termasuk UNPO (organisasi bangsa-bangsa yang tidak terwakili dalam PBB). Pendiri dan presiden kehormatan UNPO adalah Erkin Alptekin, seorang pelarian Uyghur yang mendirikan UNPO saat bekerja di US Information Agency (USIA) dan Radio Free Europe/Radio Liberty. Alptekin juga mendirikan World Uyghur Congress (WUC) pada tahun yang sama, 1991.
Misi dari USIA adalah “menanamkan pengertian, menginformasikan, dan mempengaruhi masyarakat internasional dalam rangka mempromosikan kepentingan Amerika" Alptekin adalah presiden pertama WUC, dan menurut keterangan situs resmi WUC website, adalah teman dekat Dalai Lama.
Pengamatan lebih mendalam membawa kepada pemahaman bahwa UNPO pada akhirnya merupakan organisasi impian strategis geopolitik Amerika. Organisasi ini dibentuk saat Uni Sovyet tengah runtuh dan kawasan Eurasia dalam kondisi chaos secara ekonomi dan politik. Sejak tahun 2002 direktur jendral organisasi ini dipegang oleh Archduke Karl von Habsburg dari Austria yang menyematkan gelar “Prince Imperial of Austria and Royal Prince of Hungary”, gelar yang tidak diakui oleh Austria maupun Hongaria.
Salah satu prinsip dasar UNPO adalah "hak menentukan nasib sendiri" bagi 57 kelompok masyarakat terpinggirkan yang merupakan anggota UNPO dengan bendera masing-masing. Rakyat yang diwakili UNPO diklaim mencapai 150 juta dengan ibukotanya di Hague, Belanda.
Di antara bangsa-bangsa terpinggirkan yang "bergabung" adalah Kosovo, Aborigin, hingga suku indian Buffalo River Dene Nation dari Canada. Anggota lainnya adalah Tibet, Crimean Tartar, minoritas Yunani Rumania, Chechnya, Democratic Movement of Burma, Democratic Republic of the Congo, Southern Azerbaijan (di Iran), dan Kurdistan Iran.
Pada bulan April 2008 NED juga menyelenggarakan seminar “leadership training” untuk World Uyghur Congress (WUC) dan UNPO di Berlin, Jerman. Lebih dari 50 orang Uighur dari berbagai penjuru dunia bergabung bersama para akademisi terkenal serta wakil dari beberapa pemerintahan mendiskusikan “Self-Determination under International Law.” Rebiya Kadeer menjadi salah satu pembicara utama.
Timing yang Mencurigakan
Kerusuhan di Xinjiang terjadi di ibukota Urumqi yang terletak di barat laut Cina, pada tgl 5 Juli lalu. Menurut keterangan resmi World Uyghur Congress, pemicu kerusuhan adalah aksi penyerangan oleh etnis suku HAN terhadap etnis Uighur di Propinsi Guangdong, selatan Cina, 26 Juni 2009. Dalam peristiwa yang terjadi di sebuah pabrik mainan anak itu disebutkan para pekerja etnis HAN menyerang pekerja suku Uighur hingga dua orang di antaranya tewas. Penyerangan itu sendiri disebutkan karena para pekerja etnis Uighur telah memperkosa dua orang pekerja etnis HAN.
Pada tgl 1 Juli atau empat hari sebelum kerusuhan, WUC cabang Munich menyerukan aksi demonstrasi di kedutaan-kedutaan besar Cina di seluruh dunia untuk memprotes aksi penyerangan di Guangdong, meski peristiwa di Guangdong sendiri masih dalam penyidikan kepolisian dengan banyak fakta yang masih misterius.
Pada tgl 5 Juli, hari Minggu di Cina namun di Amerika masih menjadi Hari Kemerdekaan tgl 4 Juli, WUC Washington mengklaim tentara Cina yang mayoritas dari etnis HAN menangkap semua orang Uighur yang ditemui di jalan yang kemudian memicu terjadinya kerusuhan massif di Urumqi selama tiga hari dengan korban tewas mencapai 140 orang akibat penembakan tentara.
Namun media massa Cina memberitakan kerusuhan tersebut dipicu oleh aksi penyerangan sekelompok demonstran Uighur terhadap warga etnis HAN serta aksi-aksi pembakaran fasilitas umum yang mendorong polisi bertindak keras.
Dua versi berbeda dari peristiwa yang sama. Media massa barat sudah barang tentu memihat versi WUC. Kantor berita AFP dari Perancis misalnya memberitakan tentara Cina menembak membabi buta para demonstran Uighur. Tidak mengherankan karena Perancis adalah sekutu Amerika dalam politik luar negeri.
Bukan kebetulan juga bahwa kerusuhan di Xinjiang terjadi hanya beberapa hari setelah pertemuan Shanghai Cooperation Organization di Yakaterinburg, Russia. SCO yang ditulangpunggungi oleh Cina dan Rusia merupakan rival potensial kepentingan geopolitis Amerika dan sekutunya. Apalagi dalam pertemuan tersebut juga dihadiri oleh presiden Iran Ahmadinejad.
Selama beberapa tahun terakhir di tengah-tengah politik luar negeri Amerika yang agresif, negara-negara Eurasia seperti China, Russia, Kazakhstan, Uzbekistan, Kyrgyzstan, Tajikistan telah menyatukan diri dalam kaukus kerjasama ekonomi politik yang diberi nama Shanghai Cooperation Organization. Organisasi ini bahkan kemudian membuka keanggotaan bagi Iran, Pakistan, India dan Mongolia.
Infrastuktur Energi
Xinjiang merupakan tempat yang sangat vital bagi kepentingan geopolitik negara-negara SCO terutama Cina. Sebagian jalur pipa migas Cina yang paling vital melewati daerah ini. Jalur pipa migas antara Kazakhstan dan Cina memungkinkan Cina mengurangi ketergantungan Cina pada pasokan migas dari tempat lain.
Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev pada bulan April lalu mengadakan kunjungan kenegaraan ke Beijing, dengan agenda utama pembicaraan kerjasama suplai energi dari Kazakhstan ke Cina dimana Kazakhstan menjadi suplaier dan Cina menjadi konsumen utamanya.
Salah satu hasil kunjungan tersebut adalah disetujuinya pembangunan pipa migas antara Atasu-Alashankou yang akan selesai pembangunannya tahun ini dan memungkinkan suplai migas dari Kazakhstan secara besar-besara ke Cina melalui Xinjiang. Di sisi lain perusahaan-perusahaan migas Cina diperkenankan membantu eksplorasi migas di Kazakhstan.
Menurut laporan US Energy Information Administration, daerah Kashagan di Kazakhstan memiliki cadangan migas terbesar di luar timur tengah dan kelima di dunia. Untuk mengeksplorasinya, Cina telah membangun jalur pipa migas sepanjang 613 mil yang menghubungkan antara kota Atasu di barat laut Kazakhstan dengan kota Alashankou di Xinjiang. ChinaOil merupakan pembeli eksklusif migas yang dialirkan melalui jalur itu.
ADapun jalur pipa migas itu sendiri dibangun bersama antara perusahaan migas Cina, CNPC dengan Kaztransoil dari Kazkhstan. Sebanyak 85,000 barrek per-hari minyak mentah mengaliri jalur pipa migas tersebut.
Pada tahun 2007 CNPC menandatangani persetujuan untuk menginvestasikan dana sekitar $2 miliar untuk membangun jalur pipa migas sepanjang 1.100 mil antara Turkmenistan mengalir melalui Uzbekistan dan Kazakhstan menuju Cina. CNPC juga telah merencanakan pembangunan jalur pipa migas kedua antara Kazakhstan dan Cina yang menelan biaya $7 miliar.
Selain itu Cina juga telah mengadakan kerjasama kuat mengenai suplai energi ke Cina. Kedua negara telah sepakat akan membangun jalur pipa migas yang menghubungkan Siberia di Rusia dengan Xinjiang. Siberia Timur mengandung sekitar 135 triliun kubik kaki cadangan gas. Dengan jalur migas itu kebutuhan migas Cina akan dijamin aman dalam 10 tahun ke depan.
Selama krisis keuangan global tahun lalu, Kazakhstan telah menerima bantuan kredit senilai $10 miliar yang separuh di antaranya untuk pembangunan sektor migas. Kedekatan antara Cina-Kazakhstan-Rusia melalui pembangunan jalur-jalur pipa migas antara ketiga negara merupakan hal yang mengkhawatirkan Amerika yang berambisi menguasai sumber-sumber energi global dalam rangka mewujudkan hegemoni politik globalnya. Dengan membuat Xinjiang bergejolak, maka kekuatan SCO akan terlemahkan dan kekuatan Amerika semakin dominan.
No comments:
Post a Comment