Sunday, 30 November 2008
Awas Ancaman Totaliterisme Global!
Kamis (20/11) lalu pengadilan Kota London, Inggris, menghentikan perkara penuh kontroversi yang menimpa DR. Frederick Toben. Inggris, negara yang memiliki tradisi hukum yang kuat untuk melindungi kebebasan hak-hak menyampaikan pendapat, menahan Toben karena tuduhan menyebarkan kebencian kepada Yahudi (anti-semit). Tuduhan tersebut ditimpakan kepada Toben, seorang sejarahwan Australia, karena telah menyebarkan pendapatnya yang mempertanyakan “kebenaran” holocoust (pembantaian 6 juta orang Yahudi pada Perang Dunia II) di internet. Toben telah ditahan polisi Inggris sejak tgl 1 Oktober lalu berdasarkan European Arrest Warrant yang dikeluarkan pemerintah Jerman yang juga memintanya diekstradisi ke Jerman untuk diadili.
Belajar dari kegagalan kasus Toben, kaum Yahudi Eropa berupaya memperkuat cengkeramannya agar tidak ada lagi kasus sejenis berakhir kebebasan bagi terdakwanya. Menyusul bebasnya Toben, Dewan Eropa (The Council of Europe), sebuah lembaga non-konstitusional seperti halnya Uni Eropa, menyatakan tidak akan membiarkan adanya perbedaan penafsiran dan implementasi seputar hukum kebencian (hate law) di Eropa yang menyebabkan lolosnya para tersangka dari hukuman seperti halnya Toben. Dewan Eropa akan membuat sistem hukum yang akan membuat seluruh negara Eropa mempunyai standar hukum yang sama seputar hukum kebencian.
Dapat dipastikan di masa mendatang, jika rencana tersebut benar-benar terealisasi (dan selama ini hampir agenda “negara super” Uni Eropa menggelinding tanpa resistansi berarti dari negara-negara Eropa), para penolak mitos holocoust, pembenci yahudi dan pembenci homoseksual tidak akan dapat lolos dari jeratan hukuman (undang-undang kebencian seringkali mengarah kepada mereka. Dalam hal tertentu orang-orang yang dianggap berseberangan pandangan dengan negara dapat dikenai hukuman tersebut karena sifat undang-undang yang intepretatif).
Sebagimana dilaporkan oleh Jerusalem Post, sebuah koran Israel baru-baru ini bahwa “Dewan Eropa tengah mempertimbangkan dalam beberapa tahun mendatang, sebuah undan-undang untuk menstandarisasikan dan menyatukan konvensi (UU) Anti-kebencian melalui negara-negara anggota Dewan Eropa.”
“European Framework Convention on Promoting Tolerance and Combating Intolerance (EFCPTCI, tim perancang UU anti-kebencian Eropa) telah menyampaikan rancangan undang-undang tersebut di depan Parlemen Uni Eropa minggu lalu. Para perancangnya berharap undang-undang itu dapat segera diadopsi oleh 47 negara anggota Uni Eropa (“Europe considers unifying anti-prejudice legislation” Jerusalem Post, November 16, 2008).
UU anti-kebencian Eropa, sebagaimana juga di Amerika, dirancang oleh lembaga Yahudi yang sangat berpengaruh, Anti-Defamation League (ADL). ADL juga mengkampanyekan pembentukan The Organization for Security and Cooperation in European (OSCE) dan The International Network Against Cyberhate (INACH). Lembaga-lembaga itu didirikan untuk memberangus pandangan-pandangan Kristen konservatif di negara-negara Eropa yang secara otomatis menghancurkan akar agama tersebut. Pandangan agama yang paling sering diincar saat ini adalah tentang homoseksualitas.
Jerusalem Post juga mengungkapkan, “Konvensi tersebut dirancang oleh The European Council on Tolerance and Reconciliation (ECTR), sebuah kelompok yang dibentuk atas inisiatif Kongres Yahudi Eropa.”
Secara simultan ADL juga terus berupaya mendorong Amerika untuk UU-anti kebencian sehingga memperkuat terciptanya konvensi dunia anti-kebencian kepada Yahudi (baca konvensi dunia pro-Yahudi). Upaya tersebut tampak dalam sebuah pertemuan internasional The Global Summit on Internet Hate di Washington. Dalam konperensi tersebut pimpinan INACH Chris Wolf, Senator Benjamin Cardin, pejabat kementrian luarnegeri David A. Gross serta pimpinan ADL Abe Foxman (semuanya adalah Yahudi) mengatakan, teknologi internet memungkinkan tumbuh suburnya kelompok-kelompok pembenci Yahudi di seluruh dunia.
Dalam kesempatan itu Chris Wolf mengatakan: “Virus kebencian telah menjangkiti teknologi internet. Internet secara terus-menerus digunakan orang untuk mengungkapkan pandangan kebenciannya dalam berbagai sisi: anti-Semit, penolak holocoust, rasisme, anti-homoseksual, dan teroris. Kemunculan teknologi internet baru dan penggunaannya oleh para “pembenci” jauh lebih mengkhawatirkan daripada yang kita duga. Hal ini diperparah lagi adalah munculnya teknologi Web 2.0. . .Pada YouTube, misalnya, terdapat ribuan video berisi pesan-pesan rasisme, anti-semit, anti-homoseksual, dan kebencian kepada minoritas. Untuk setiap situs yang bisa kita deteksi dan kita tutup, terdapat satu atau lebih penggantinya dalam berbagai bentuk.”
Keynote speaker dalam The Global Summit ….., James Cicconi, seorang top eksekutif perusahaan telekomumikasi Amerika AT&T mengatakan, AT&T akan melakukan program untuk mencegah wabah “pembenci” internet menjangkiti anak-anak. Pendapat Cicconi sejalan dengan kampanye yang dilakukan ADL dengan apa yang disebutnya “cyber bullying” terhadap anak-anak.
Sekilas ADL
ADL dibentuk tahun 1913 (tahun yang sama UU bank sentral Amerika yang memberikan kekuasaan moneter kepada swasta Yahudi diundangkan) untuk membungkam siapa saja yang menentang Zionisme dan Jehudisme. Organisasi ini efektif mengkampanyekan pandangan-pandangan pro-Yahudi dan anti-Kristiani. Secara efektif mereka berhasil menghentikan ritual baca doa (secara Kristen) di sekolah-sekolah dan universitas Amerika, mengkampanyekan libur hari Sabtu (hari suci Yahudi), menjauhkan simbol-simbol Kristen dari gedung dan kantor pemerintah, sekolah-sekolah dan tempat-tempat publik (misalnya taman) di Amerika, dan program-program sekularisme lainnya. Namun sebalinya mereka sukses membangun sebuah menorah (simbol Yahudi) raksasa di Gedung Putih. Demikian berpengaruhnya organisasi ini terutama di Amerika sehingga tidak ada seorang pun yang berani mengungkapkan pandangan anti Yahudi dapat selamat dari hukuman.
ADL juga gencar mengkampanyekan gerakan cinta-homoseksual, sebuah penyimpangan yang telah merusak tatanan sosial masyarakat di seluruh dunia termasuk Indonesia. (Baca artikel “Homonisasi” dalam blog ini). Mereka bahkan memberi penghargaan “Torch of Liberty Award” kepada bos dan pendiri majalah Playboy, Hugh Hefner!
Mengapa ADL begitu peduli dengan anak muda, sementara ia justru mengkampenyekan homoseksual dan pornografi yang banyak menimbulkan korban pada anak-anak? Hal ini tidak lain karena mereka berharap bisa terlibat dalam lembaga sensor internet yang kemungkinan segera dibentuk pemerintah. Dengan keterlibatannya itu ADL akan semakin menancapkan kekuatannya untuk memberangus pandangan-pandangan anti-Yahudi, anti-homoseksual, dan anti Israel.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment