Friday 30 January 2009

BBC YANG TIDAK LAGI INDEPENDEN


Dibanding media massa Amerika yang nyaris 100% hanya menjadi corong kepentingan pemerintah dan kapitalis Yahudi, media massa Eropa relatif lebih independent meski tidak 100% bebas dari pengaruh lobi Yahudi.

Salah satu media massa yang dihormati karena integritasnya adalah BBC (British Broadcasting Company), kantor berita terkemuka asal Inggris. Namun saat ini BBC tengah mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat yang mengancam reputasi dan eksistensinya. Penyebabnya karena BBC menolak menyiarkan iklan penggalangan dana untuk Gaza yang diorganisir oleh Disasters Emergency Comitee (DEC), sebuah LSM yang membawahi sejumlah LSM kemanusiaan terkemuka seperti Palang Merah dan Save the Children. Penolakan tersebut memicu protes keras masyarakat tidak hanya di Inggris namun juga masyarakat lain di luar negeri.

Tidak ada orang dengan akal yang dimilikinya terkecuali orang-orang Yahudi Israel, menolak fakta terjadinya kejahatan kemanusiaan yang luar biasa di Gaza. 1.300 warga sipil tewas, sebagian besar di antaranya adalah wanita dan anak-anak. Ribuan orang luka-luka, ribuan orang kehilangan rumah, sarana sosial dan infrastuktur vital yang hancur, dan kerugian lainnya yang tidak bisa disebutkan karena serangan biadab Israel atas Gaza. Namun CEO BBC, Mark Thompson, berpendapat lain. Iklan penggalangan dana DEC merupakan tindakan yang "tidak adil" terhadap Israel. Ia juga beranggapan penggalangan dana yang diorganisir DEC tidak akan efektif untuk memperbaiki kondisi Gaza. Padahal BBC telah menggalang dana untuk korban perang di Kongo dan Burma beberapa waktu lalu.

Penolakan BBC untuk berpartisipasi pada program penggalangan dana bagi masyarakat Gaza sementara mereka berpartisipasi dalam kegiatan yang sama untuk rakyat Kongo dan Burma, mau tidak mau membuat orang mencari motif apa yang mendasari penolakan tersebut.

Setidaknya dua orang anggota Dewan Direktur: Mark Thomson sang CEO dan Marcus Ambrose Paul Agius sang Direktur Senior Non-Eksekutif, adalah para pembela zionisme. Istri Mark adalah seorang Yahudi. Mark Thomson dikenal memiliki hubungan dekat dengan para pemimpin Israel. Misalnya saja ia pernah bertemu empat mata dengan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon di Israel tahun 2005. Ini adalah hal tabu yang dijauhi para wartawan bertemu secara pribadi dengan tokoh politik, apalagi yang kontroversial seperti Ariel Sharon.

Seorang tokoh masyarakat Inggris, Tony Benn, mengomentari kasus BBC mengatakan, "Saya tidak pernah berfikir akan hidup untuk menyaksikan BBC menolak menyiarkan iklan kemanusiaan. Namun saya tahu kenapa, yaitu karena Livni (Perdana Menteri Israel) mengatakan tidak ada krisis kemanusiaan di Gaza. Maka BBC pun menganggap tidak ada krisis kemanusiaan di Gaza dan menolak penggalangan dana."

Sekarang kita lihat profil Marcus Agius. Wikipedia, situs ensiklopedi maya terbesar yang oleh para bloger independen dan para aktivis kulit putih sering diejek sebagai Kikepedia (Kike adalah panggilan jelek untuk orang Yahudi) secara gamblang menyebutkan jati dirinya. Ia adalah warga Inggris berdarah Yahudi. Mantan pedagang saham dan valas dan eksekutif perusahaan-perusahaan keuangan raksasa seperti Barclays dan Lazard Investment Bank serta BAA Limited. Namun fakta-fakta itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan fakta bahwa ia adalah suami dari seorang wanita anggota keluarga Rothschild, keluarga Yahudi paling terkenal, kaya dan berpengaruh di dunia.

Tindakan kontroversi BBC dengan menolak penggalangan dana Gaza hanya kasus terakhir yang membuat BBC di bawah pimpinan Mark Thomson semakin jatuh kredibilitasnya. Oleh para pakar BBC saat ini dianggap tidak bisa mengimbangi reputasi yang selama ini telah terbangun. Tony Palmer, seorang pembuat film terkenal bahkan menyamakan pengangkatan Mark Thomson sebagai CEO BBC adalah sebagai "sebuah bencana".

Thursday 29 January 2009

BOM PANAH, PEMBUNUH KEJI ISRAEL YANG LAIN


Bom fosfor putih, DIME, dan depleted uranium? Itu adalah senjata-senjata pemusnah massal ilegal yang hanya pernah digunakan Israel (dan Amerika) dalam peperangan. Namun daftar senjata pemusnah massal yang digunakan Israel terhadap rakyat sipil tidak berhenti sampai di situ. Kini terbukti Israel juga menggunakan senjata yang tidak kalah keji, bom panah.

Bom ini berupa logam-logam besi sepanjang 4 cm berbentuk anak panah yang dimasukkan ke dalam bom konvensional. Sebanyak 5.000 sampai 8.000 anak panah besi kecil itu biasanya dimasukkan ke dalam peluru tank, mortir atau meriam. Bom akan meledak di udara menyemburkan anak-anak panah berkecepatan tinggi ke area seluas 3 hektar.

Bom ini sebenarnya dirancang untuk peperangan di dalam hutan atau semak-semak dan dilarang keras untuk digunakan dalam perang kota karena membahayakan penduduk sipil. Namun Israel, seperti biasa tidak peduli dengan etika maupun norma-norma perang yang berlaku di dunia. Bom-bom itu digunakan Israel dalam peperangan di Gaza baru-baru ini.

Amnesti Internasional awalnya hanya mendengar desas-desus penggunaan senjata ilegal tersebut. Namun setelah melakukan penyidikan singkat ditemukan banyak bukti nyata yang tidak bisa dibantah Israel.


Sebagai contoh pada tanggal 5 Januari di Izbat Beit Hanoun, sebuah desa di barat daya kota Beit Hanoun, beberapa bom panah ditembakkan Israel di tengah-tenah jalan raya membunuh dua warga Palestina dan melukai puluhan lainnya. Wafa' Nabil Abu Jarad, seorang ibu muda berumur 21 tahun yang tengah hamil, menjadi korban yang tewas dalam serangan itu. Menurut suami Wafa' saat itu keluarganya tengah minum-minum teh di depan rumah ketika bom-bom panah meledak di udara. Wafa dan suaminya serta seluruh keluarga segera berlari masuk rumah begitu terdengar ledakan. Namun Wafa' dan beberapa anggota keluarga lainnya terkena terjangan panah besi. Wafa' langsung tewas dan anggota keluarga lainnya mengalami luka-luka.

Pada hari yang sama seorang remaja berumumr 16 tahun, Islam Jaber Abd-al-Dayem tertembus panah besi di lehernya. Ia segera dibawa ke rumah sakit untuk menjalani perawatan intensif namun meninggal tiga hari kemudian. Saudara Islam, Mizar, terkena panah di punggungnya dan kini masih menjalani perawatan intensif dengan panah besi masih manancap di tulang punggungnya.

Sementara itu pada tanggal 7 Januari di desa al-Mughraqa, sebuah bom panah meledak di rumah Atta Hassa Aref Azzam yang tengah duduk-duduk bersama dua anaknya yang masih berumur 13 dan 2,5 tahun. Azzam dan kedua anaknya meninggal seketika. Ketika tim Amnesti Internasional mengunjungi rumah tersebut mereka menemukan dinding rumah penuh dengan darah dan anak panah besi yang menancap kuat.

Wednesday 28 January 2009

Surat Terbuka Gilad Atzmon untuk Perdana Menteri Inggris


20 Januari 2009

Gordon Brown, Perdana Menteri Inggris, telah mengeluarkan kebijakan paling tidak bermoral dan tidak bertanggungjawab kemarin. Dalam upayanya untuk membujuk para kriminal pemimpin Israel, Brown telah menjamin akan mengirimkan angkatan laut Inggris ke Gaza untuk mencegah "penyelundupan senjata" ke Gaza.

Tuan Brown, tidakkah Anda melihat jumlah korban yang ditimbulkan oleh tentara Israel atas rakyat Palestina? Tidakkah Anda mengikuti, sebagaimana kita semua, pembunuhan keji terhadap rakyat Palestina oleh tentara Israel yang didukung penuh oleh seluruh rakyat Israel? Apakah Anda juga mengabaikan fakta penggunaan senjata terlarang terhadap rakyat sipil oleh tentara Israel. Apakah Anda tidak bisa belajar mengetahui laporan-laporan yang berulang-ulang tentang pemboman Israel atas tempat-tempat pengungsian milik PBB?

Tuan Brown, andai saja Anda tidak menyadari, rakyat Palestina sangat membutuhkan senjata untuk mempertahankan diri dari salah satu angkatan perang paling kuat di dunia. Rakyat Palestina-lah yang membutuhkan perlindungan terhadap salah satu kekuatan militer tidak bermoral sepanjang sejarah manusia. Selama tiga minggu terakhir rakyat Palestina membutuhkan angkatan laut Inggris untuk turut campur dan melindungi mereka dari pemboman membabi buta angkata laut Israel. Rakyat Palestina membutuhkan angkatan laut Inggris untuk memblokade pelabuhan Haifa, Ashdod dan Eilat (Israel) untuk mencegah Amerika mengirimkan senjata ke Israel melalui laut. Rakyat Palestina membutuhkan kapal induk Inggris untuk ditempatkan di wilayah Gaza sehingga membuat Israel tidak berani untuk menjatuhkan ton demi ton bom kepada penduduk sipil Gaza yang tidak berdosa.

Tuan Brown, perkenankan saya mengingatkan Anda bahwa beberapa minggu sebelum Israel menyerang Gaza, menlu Anda David Milliband telah mengunjungi Sderot untuk menunjukkan
dukungannya kepada Israel. Inilah yang dikatakannya saat itu: "Sangatlah penting bahwa negara-negara seperti Inggris dan yang lainnya, untuk menunjukkan solidaritasnya terhadap rakyat Sderot." Pernyataan idiot yang dikeluarkan oleh menteri senior kabinet Anda adalah jelas merupakan "restu" pemerintahan Anda terhadap rencana penyerbuan Israel.

Tuan Brown, jika Anda ingin menciptakan perdamaian di Timur Tengah, satu-satunya hal harus dilakukan adalah memastikan bahwa rakyat Palestina dapat mempertahankan dirinya sendiri. Anda harus memberikan kepada rakyat Palestina senjata-senjata paling canggih yang ada di Inggris. Inisiatif seperti itu akan menolong industri Inggris yang tengah limbung, menolong rakyat Palestina serta mencegah Israel melakukan pembantaian-pembantaian lagi di masa depan.

Untuk tidak terlalu bertele-tela, saya sampaikan daftar senjata pertahanan yang sangat dibutuhkan rakyat Palestina untuk mempertahankan diri:

* 3000 rudal darat ke udara
* 1000 meriam anti pesawat
* 750 peluru kendali darat ke laut
* 10,000 rudal Anti Tank
* 2000 ambulan
* 2500 rudal penjelajah


Catatan:
1. Gilad Atzmon adalah Yahudi anti-zionisme. Putra pahlawan Israel, musisi jazz, dan penulis. Karena kritik-kritiknya yang tajam terhadap zionisme Israel, Gilad seringkali mendapat ancaman pembunuhan hingga suatu saat ia berkata kepada teman-teman dekatnya: "Jika terjadi kematian yang misterius pada saya, kalian tahu siapa yang melakukan."
2. Blokade "anti-penyelundupan" yang dilakukan Inggris bersama negara-negara barat merupakan konspirasi untuk menghancurkan gerakan perlawanan Palestina atas Israel paska kekalahan Israel di Gaza baru-bar ini. Ini merupakan cara yang sangat keji. Sembari melakukan blokade, mereka melemparkan kesalahan kepada para pejuang Palestina dengan menimbulkan kesan seolah-oleh para pejuang Palestina adalah penyulundup dan kriminal.

Sunday 25 January 2009

RAMALAN SANG WAKIL PRESIDEN


Beberapa waktu menjelang pemilu Amerika bulan November lalu, kandidat wakil presiden pasangan Barack Obama, Joe Biden, membuat “ramalan” yang mengejutkan tentang bakal terjadinya krisis global hebat yang akan terjadi tidak sampai enam bulan setelah Barack Obama terpilih menjadi presiden Amerika. Saat ini ramalan Biden tentang terpilihnya Obama telah terpenuhi. Kini kita tinggal menunggu ramalan krisis global hebat yang sangat boleh jadi jauh lebih hebat dari yang pernah kita bayangkan.

Sebagaimana ditulis ABC News tanggal 20 Oktober 2008, dalam kampanye terakhir di kota Seattle, Biden mengatakan kepada khalayak ramai: “Catat kata-kata saya. Tidak akan sampai enam bulan setelah terpilih, dunia akan menguji Barack Obama seperti menguji John Kennedy (Insiden Teluk Babi Kuba yang nyaris membawa dunia ke perang nuklir NATO melawan Pakta Warsawa). Saat ini dunia tengah menyaksikan. Kita akan segera memilih seorang senator brilian berumur 47 tahun untuk menjadi presiden Amerika. Ingat apa yang saya katakan. Hati-hati, kita akan menghadapi krisis internasional, krisis yang digerakkan, untuk menguji kematangan laki-laki ini (Obama). Saya bisa memberikan empat dari lima skenario yang mungkin bakal terjadi. (Biden menyinggung krisis Timur Tengah dan krisis dengan Rusia). Pada saat krisis itu terjadi, ia (Obama) membutuhkan dukungan Anda. Bukan bantuan keuangan, ia membutuhkan pengaruh Anda, pengaruh Anda di lingkungan sekitar Anda, untuk tetap mendukungnya. Karena saat itu apa yang kita dukung tampak tidak populer.”

Banyak pertanyaan muncul atas “ramalan” Joe Biden tersebut di atas.
Apa motif di balik pernyataan Joe Biden tersebut di atas?
• Informasi apakah yang ia miliki sehingga ia berani meramalkan dengan keyakinan tinggi tentang bakal terjadinya krisis global sebelum enam bulan masa pemerintahan Obama?
• Mungkinkah krisis yang bakal terjadi dimulai dengan peristiwa besar seperti Penyerangan WTC, atau bahkan peristiwa yang lebih hebat lagi?
• Mungkinkah peristiwa hebat pemicu krisis berupa ledakan nuklir di suatu tempat yang kemudian disalahkan kepada Iran, Syria, Rusia, Cina, atau musuh-musuh Amerika yang lain, yang dilanjutkan dengan penyerangan balasan Amerika?
• Mungkinkah krisis hebat tersebut berupa “Perang Dunia III”?

Keyakinan Joe Biden tentang krisis global mendatang tidak bisa lain bahwa ia mengetahui sebuah rencana rahasia tengah dilakukan oleh “penguasa di balik layar” untuk memicu terjadinya krisis.

Untuk menambah keyakinan ramalan Joe Biden bukanlah suatu yang mengada-ada (saat menyatakan ramalannya Joe Biden tentu tidak dalam keadaan mabuk, atau bermaksud iseng) adalah bahwa kabinet Barack Obama adalah sekumpulan elit yang tergabung dalam kelompok-kelompok rahasia yang bekerja bekerja secara simultan untuk mewujudkan pemerintahan global yang dipimpin oleh seorang pemimpin dunia. Kelompok-kelompok rahasia tersebut adalah: Trilateral Commision (TC), Council on Foreign Relation (CFR), Bilderberger Group, dan Center for American Progress. Semua organisasi itu terikat dalam satu kepentingan: memperjuangkan terbentuknya negara Israel Raya (zionisme) dan dominasi Yahudi atas dunia (jehudaisme).

Joe Biden sendiri, mantan senator sejak tahun 1979-2008, adalah seorang zionis tulen, kulit putih penjilat Yahudi. Dalam sebuah acara televisi Israel, Shalom TV, mengatakan dengan tegas, “Saya seorang zionis. Tidak harus menjadi orang Yahudi untuk menjadi seorang zionis.”


Catatan:
Saya ingin mengingatkan situasi sebelum meletusnya Perang Dunia II. Saat itu sentimen anti-Yahudi sangatlah kuat terjadi di Eropa menyusul terbongkarnya berbagai keculasan Yahudi. Kaum Yahudi pun berada di ujung tanduk, terutama setelah Hitler dan Mussolini serta para pemimpin negara Eropa Timur bersekutu untuk mengembalikan kejayaan ras kulit putih (Arian) yang hancur karena konspirasi Yahudi selama berabad-abad, sekaligus menghancurkan kekuatan Yahudi ke akar-akarnya.

Maka kaum Yahudi menjalankan skenario yang telah tercantum jelas dalam Protocol Zion: "Jika ada negara yang memusuhi Yahudi, maka Yahudi akan menyerangnya melalui negara tetangganya. Namun jika negara-negara bersekutu memusuhi Yahudi, maka Yahudi akan mengobarkan perang dunia".

Dan terjadilah skenario itu. Menggunakan tangan Polandia (tetangga Jerman), Yahudi memprovokasi Jerman dalam kasus wilayah Sudetan. Sudetan adalah wilayah Jerman yang oleh sekutu pemenang Perang Dunia I, diserahkan kepada Polandia sebagai bom waktu. Jerman yang merasa dirugikan karena wilayahnya terbelah, meminta Sudetan diserahkan kembali kepada Jerman dengan imbalan tertentu, atau setidaknya Jerman diberi keleluasaan untuk memasuki wilayah Sudetan. Awalnya Polandia bersedia negosiasi, namun kemudian menolak permintaan Jerman setelah “dikompori” Perancis dan Inggris. Jerman menyerang Polandia. Inggris dan Perancis menyatakan perang kepada Jerman. Pecahlah Perang Dunia II.

Perang Dunia menjadi momentum sangat berharga bagi Yahudi. Ia berhasil membalikkan keadaan kaum Yahudi dari kaum yang terancam penghancuran, menjadi kaum yang paling berkuasa. Melalui antek-anteknya para politisi kulit putih dan didukung sumber dana yang tak terbatas, mereka mendirikan tata dunia baru dengan organisasi-organisasi dunia yang dengan kuat namun secara diam-diam, melindungi eksistensi mereka. Mereka menentukan opini publik. Menyebarkan ketakutan terhadap sentimen anti-Yahudi. Menjadikan Amerika sebagai pelindung yang kuat bagi mereka. Pendek kata setelah Perang Dunia II mereka menguasai semua strata politik, sosial, ekonomi, dan militer dunia.

Kini sentimen anti-Yahudi kembali menguat kembali karena teknologi informasi yang canggih (terutama internet) yang telah membongkar kejahatan-kejahatan Yahudi. Kondisi ini sangat mengancam eksistensi mereka. Maka mereka memerlukan sesuatu untuk mengembalikan posisi mereka. Suatu peristiwa besar yang setara, atau bahkan lebih besar, dari Perang Dunia II.

Jadi, sehubungan dengan ramalan Joe Biden, berhati-hatilah menghadapi kondisi ke depan!

PERANG LAIN YANG BERLANGSUNG DI BOLIVIA


Andai saja diadakan pooling di Palestina mengenai negara asing mana yang paling dihormati rakyat Palestina, sangat boleh jadi Bolivia adalah negaranya. Hal ini bukan mengada-ngada karena rakyat Palestina suka mengusung gambar Presiden Bolivia Evo Morales dalam aksi demo-demo mereka menentang Israel dan Amerika. Dan hal ini bukan tanpa alasan logis. Bolivia telah menunjukkan dukungan moral tiada tara kepada rakyat Palestina, khususnya saat diserang Israel dalam aksi penyerbuan brutal Israel atas Gaza baru-baru ini.

Tanpa memiliki hubungan sejarah dan kultural, dan dipisahkan olah jarak ribuan mil dari Palestina menyeberangi lautan dan benua, Presiden Bolivia Evo Morales bersama koleganya dari Venezuela, Hugo Sanchez, telah menunjukkan simpati yang luar biasa terhadap rakyat Palestina dengan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel dan mengusir duta besarnya dari Bolivia. Rakyat Bolivia pun sejalan dengan sikap pemerintahnya, menggelar berbagai aksi demonstrasi menentang agresi Israel atas Palestina. Mereka mengibarkan bendera Palestina dan membakar bendera Israel dan Amerika.

Seandainya saja Bolivia masih memiliki hubungan dengan Amerika, hampir pasti hubungan itu pun akan diputuskan dan dubes Amerika pun diusir pergi sebagai protes atas dukungan Amerika atas kekejian Israel. Namun sayangnya hubungan diplomatik kedua negara telah dibekukan dan dubes Amerika telah diusir pergi bulan September tahun lalu karena tuduhan terlibat dalam konspirasi menentang pemerintah.

Kini, saat rakyat Palestina bernafas lega menyusul gencatan senjata di Gaza, rakyat Bolivia justru harus melakukan peperangan yang lain, yaitu perang memperjuangkan konstitusi baru yang akan diputuskan melalui referendum tanggal 25 Januari. Sebelumnya pada bulan Oktober tahun lalu referendum tersebut disetujui parlemen untuk dilaksanakan, setelah melalui perjuangan politik yang panjang.

Berbagai aksi demonstrasi mendukung konstitusi baru yang lebih menguntungkan penduduk asli mayoritas dilakukan para pendukung Presiden Evo Morales dari partai Movement Toward Socialism (MAS) beberapa hari terakhir. Demonstrasi pendukung konstitusi baru tanggal 18 Januari lalu di ibukota La Paz, dihadiri oleh Presiden Morales yang mengenakan kalung terbuat dari daun koka sebagai simbol perjuangan Morales mengangkat harkat martabat warga asli Bolivia (Indian) yang hidup dari bertani koka. (Pemerintah Amerika sering berkampanye memberangus tanaman koka yang merupakan bahan baku kokain. Namun sebenarnya secara tradisional, sebagaimana ganja, koka merupakan bahan baku obat-obatan dan makanan).

Referendum untuk mengubah konstitusi negara menjadi lebih berpihak kepada rakyat mayoritas sebenarnya telah didahului oleh dua negara lain di Amerika Selatan, yaitu Venezuela tahun 1999 dan Ekuador tahun 2008. Jika referendum di Bolivia ini berhasil, maka kecenderungan rakyat Amerika Selatan untuk berpaling dari sistem liberal kapitalis semakin kuat. Negara-negara lain di Amerika Selatan, termasuk yang terbesar seperti Brazil dan Argentina, dalam tingkat yang lebih rendah juga telah menunjukkan kecenderungan serupa.

Konstitusi baru ini di antaranya akan membatasi pembelian tanah menjadi maksimal 5.000 hektar. Selama ini kebanyakan rakyat petani hanya bisa memiliki sedikit tanah karena sebagian besar telah dimiliki para tuan tanah. Selain itu konstitusi baru juga akan memberkan hak lebih besar kepada negara untuk menguasai sumber-sumber alam yang selama ini banyak dikuasai asing.

“Saudara-saudaraku sekalian, kami percaya kepada Anda semua, kami percaya kepada rakyat Bolivia, untuk dapat mengubah Bolivia menjadi negeri milik rakyat Bolivia. Namun kita memerlukan konstitusi untuk mensahkan perubahan itu,” kata Morales kepada khalayak dalam pidatonya tanggal 18 Januari lalu. Wajah Morales tampak lelah, tidak mengherankan karena ia telah berkeliling seluruh negeri untuk memperjuangkan konstitusi baru.

Menurut Morales, konstitusi baru akan memasukkan kebutuhan kebutuhan dasar masyarakat seperti air, gas, listrik, dan kebersihan sebagai hak dasar rakyat yang dipenuhi oleh negara sebagaimana pendidikan dan kesehatan. Konstitusi baru juga akan mencegah kepentingan asing, terutama Amerika untuk bercokol di Bolivia. Morales juga membantah rumor yang disebarkan oleh lawan-lawan politiknya bahwa konstitusi baru akan melegalkan aborsi dan homoseksual. Sebagian besar rakyat Bolivia adalah penganut Katholik yang teguh menentang aborsi dan homoseksual. Lebih jauh Morales menjamin konstitusi baru akan memperkuat hak-hak warga asli Bolivia yang jumlahnya mayoritas namun selama ini terpinggirkan secara ekonomi dan politik.


Sejarah Konstitusi Bolivia

Selama beberapa tahun terakhir, terutama sejak dekade 1990-an, di Bolivia muncul gerakan di kalangan warga asli indian untuk mendapatkan hak-hak politik dan ekonomi yang lebih baik yang selama ini dikuasai oleh warga keturunan kulit putih dan indo mestizo (campuran kulit putih dan indian). Mereka berjuang melalui gerakan Movement Toward Socialism (MAS) yang juga mendapat dukungan dari partai-partai kiri dan mahasiswa.

Sejak merdeka dari penjajahan Spanyol tahun 1826 hingga saat ini Bolivia telah memiliki 16 konstitusi dan enam amandemen konstitusi. Konstitusi pertama dibuat langsung oleh pejuang kemerdekaan Simon Bolivar tahun 1826 yang menjamin sistem negara yang “liberal demokrat”. Namun hampir semua konstitusi yang berlaku tidak pernah efektif berjalan. Selain itu semua konstitusi juga menciptakan diskriminasi dengan membedakan warga negara Bolivia dua kategori: “Orang Bolivia” dan “Warga Bolivia”. “Orang Bolivia” adalah untuk orang yang lahir di Bolivia atau orang asing yang menikah dengan orang Bolivia, atau orang asing yang mendapat kewarganegaraan Bolivia melalui keputusan pemerintah. Sedang “Warga Bolivia” adalah orang Bolivia yang berpendidikan dan memiliki harta benda (tanah dan rumah). Warga asli Bolivia secara otomatis hanya berstatus “Orang Bolivia”, tidak peduli ia memiliki harta benda dan berpendidikan tinggi.

Bagi golongan mapan atau established, yang kebanyakan adalah warga keturunan kulit putih, indo mestizo (keturunan kulit putih dan indian), pemilik tanah, pengusaha kaya, profesional, politisi dan birokrat sipil dan militer, konstitusi ini justru dianggap membahayakan status sosial-politik-ekonomi mereka yang sudah mapan selama turun-temurun. Melalui bendera partai Revolutionary Nationalist Movement (MNR), mereka mengorganisir berbagai aksi menolak konstitusi. Secara diam-diam mereka juga mendapatkan dukungan pemerintah Amerika yang banyak menanamkan investasi di negeri itu. Aksi penolakan mereka bahkan sampai berujung pada aksi pemberontakan dan pembunuhan terhadap pendukung Morales. Namun setelah bulan Oktober 2008 dimana parlemen menyetujui pelaksanaan referendum, aksi mereka terbatas pada aksi-aksi demonstrasi dan perang opini di media massa.

Pada tgl 21 Januari lalu misalnya, bentrokan antar pendukung dan penentang konstitusi di Plaza de Estudiantes tempat dimana sehari sebelumnya Presiden Evo Morales berpidato. “Kau para pengkhianat, tidak mempunyai agenda apapun (kecuali mempertahankan status quo). Kami yang mempunyai rencana nyata untuk negeri,” kata pemimpin kelompok pendukung konstitusi baru melalui microphone. Kalah jumlah, para penentang konstitusi baru pun mengundurkan diri.

Sama dengan aksi-aksi sebelumnya, massa pendukung konstitusi baru mengibarkan bendera Palestina dan gambar-gambar aksi kekejaman Israel di Jalur Gaza.


Perang Opini Media Massa

Secara umum, media massa yang sebagian besar dimiliki para pengusaha kaya, memihak penentang konstitusi baru. Sebagai contoh El Diario menulis headline berjudul “Bolivia akan Kembali ke Barbarisme”, merujuk pada praktik hukum adat yang masih berlangsung di banyak daerah, yang menurut konstitusi baru akan diakui sebagai sistem hukum formal Bolivia.

Untuk menandingi perang opini yang tidak berimbang itu, Evo Morales membuat koran baru yang dimiliki pemerintah bernama “Cambio” yang artinya adalah “perubahan”. Koran baru itu dirilis tgl 22 Januari lalu. “Kami mengorganisir diri, kami mempersiapkan diri dengan media untuk menyampaikan kebenaran ke publik Bolivia. Koran baru ini bukan untuk memalukan siapapun, kecuali untuk memberikan informasi dan mendidik kita,” kata Morales tentang koran baru tersebut.


Kontroversi Konstitusi Baru

Di luar aksi-aksi pro dan kontra baik dari MAS maupun MNR, para aktivis dari partai-partai kiri (sosialis-komunis) menganggap konstitusi baru yang diperjuangkan MAS dan Presiden Evo Morales masih kurang keras dalam memperjuangkan hak-hak rakyat dan memerangi liberalisme-kapitalisme. Mereka menunjuk konstitusi baru tidak mengutak-atik status tanah yang sebagian besar dimiliki oleh segelintir tuan tanah (konstitusi hanya mengatur jual-beli tanah maksimal 5.000 hektar). Mereka juga menganggap konstitusi baru masih terlalu konservatif dengan melarang praktik aborsi dan homoseksual.

Namun terlepas dari itu, kebanyakan rakyat Bolivia akan mendukung konstitusi baru itu karena beberapa alasan: menuntut keadilan, menentang kemiskinan, menentang dominasi kalangan mapan (established), menentang dominasi asing (yang berkolaborasi dengan kalangan mapan mengeruk sumber alam Bolivia), menentang rasialisme, dan menentang aksi-aksi kekerasan yang sering dilakukan kalangan mapan.

Thursday 22 January 2009

(Lagi-lagi) Paradoks Amerika


Ini hanya sebagian kecil dari banyak paradoks yang dimiliki Barrack Obama selain status kelahirannya yang tidak jelas: anak haram atau anak sah (ingat saat lahir ibunya baru berumur 17 tahun, jelas dilarang menikah dalam hukum Amerika), lahir di Kenya atau di Amerika (nenek dan kerabatnya yang di Kenya serta pejabat Kenya mengklaim bahwa Obama lahir di Kenya, plus Obama tidak bersedia menunjukkan kartu kelahirannya, sehingga secara konstitusi tidak berhak untuk menjadi Presiden Amerika yang mensyaratkan seorang presiden harus lahir di Amerika). Atau paradoks lainnya tentang kebisuannya atas tragedi kemanusiaan di Gaza akibat agresi Israel, padahal ia berteriak lantang bagaikan singa, tentang berbagai masalah dunia seperti masalah nuklir Iran, Afghanistan, Irak, dan tentang krisis keuangan global.

Menjelang pelantikannya sebagai presiden terbongkar kasus menteri keuangan pilihannya, Tim Geithner, mengemplang pajak selama empat tahun.

Seorang menteri keuangan mengemplang pajak? Orang dengan kecerdasan minimal saja tahu bahwa hal itu tidak pantas dan tidak bisa dibiarkan seperti tidak pantasnya seorang ulama berkunjung ke rumah bordil.

Namun apa kata Obama tentang kasus itu? "Oh itu adalah kesalahan yang tidak disengaja," katanya. Media massa pun, yang berjasa memoles Obama menjadi "ratu adil yang ditunggu-tunggu" itu setali tiga uang. "Oh begitu tuan Presiden?". Dan Geitner pun aman pada jabatannya

Bandingkan dengan kasus Eliot Spitzner, Gubernur New York yang tersandung kasus asusila hingga harus mengundurkan diri dari jabatan. Dengan keji media massa Amerika menguliti kejahatan Spitzner seperti ia adalah seorang pembunuh kejam yang telah membunuh belasan orang. Masa lalunya yang kelam pun dibongkar kembali meski harus menyakiti hati orang-orang terdekat Spitzner. Kesalahannya adalah: ia gemar "jajan" sebagaimana kegemaran hampir semua laki-laki dewasa Amerika.

Tragisnya kemudian media massa seluruh dunia termasuk Indonesia mengikuti dengan membabi buta. Beberapa media massa nasinoal bahkan menuliskan kasus itu lengkap dengan foto Spitzner di halaman depan. Sebuah group media terbesar Indonesia menulis kasus tersebut di halaman depan semua korannya yang jumlahnya puluhan. Tidak tanggung-tanggung, penulisnya adalah sang pimpinan tertinggi group media massa itu sendiri.

Fakta yang tidak diungkap media massa adalah Spitzner, meski berdarah Yahudi, sering mengungkap kejahatan orang-orang Yahudi di New York sehingga membuat komunitas Yahudi marah kepadanya. Setelah peringatan mereka tidak digubris, maka diputuskan: Spitzner harus dihentikan. Spitzner masih beruntung, karena keputusan seperti itu pada orang lain berarti dilenyapkan dari muka bumi.

Dan lihatlah kasus yang menimpa Gubernur Illinois, Blagojevich, yang ditangkap polisi setelah ketahuan berusaha menjual kursi jabatan senator yang lowong setelah Barack Obama terpilih sebagai presiden. Blagojevich, sebagai gubernur berhak menentukan siapa yang akan mengisi kursi tersebut. Sebagai warga negara kapitalis, yang upacara pelantikan presidennya saja dibisniskan (keuntungan bisnis pelantikan Barack Obama mencapai $8 miliar dengan asumsi jumlah tamu undangan yang membayar sebanyak 1 juta orang dan tiket undangan yang dijual seharga $8.000), wajar jika ia pun membisniskan kursi jabatan senator peninggalan Barrack Obama.

Namun tiba-tiba saja, sebagaimana kasus Spitnzer, pers Amerika berubah menjadi persnya rezim Taliban atau pers rejim Wahabi Arab Saudi yang sangat ketat menjaga akhlak ummat hingga ke urusan dapur.

Ketika Obama ditanya pers tentang kasus itu, Obama dan para penasihatnya mengklaim bahwa Blagojevich bertindak tanpa sepengetahuan Obama. Namun kemudian terbongkar fakta bahwa para penasihat terdekat Obama, Rahm Emmanuel dan David Axelrod, keduanya Yahudi (ma'af, bukannya masalah RAS) telah bertemu dengan Blagojevich sebelumnya membicarakan soal kursi jabatan tersebut.

Agresi ke Gaza, Ekspor Buah Israel Diboikot


Agresi Israel atas Gaza telah memukul sektor pertanian negeri bangsa Yahudi tersebut. Menurut laporan media Israel, Ynet News tgl. 16 Januari lalu, ekspor buah-buahan Israel ke beberapa negara Eropa dan Jordania mengalami penurunan tajam setelah terjadinya agresi Israel atas Gaza sejak tgl 27 Desember 2008 lalu.

"Setelah perang sejumlah negara dan distributor telah membatalkan pemesanan," kata Giora Almagor, seorang petani buah yang tinggal di kota Bitzaron kepada Ynet News.

Menurut Giora banyak produk buah-buahan ekspor yang harus disimpan di gudang akibat pembatalan pesanan dari luar negeri, terutama Inggris, negara-negara Skandinavia dan Jordania.

"Akibat pembatalan itu kami mengalami kerugian cukup besar karena semakin lama disimpan di gudang, semakin turun kualitas dan harganya. Lagipula kami masih harus membayar biaya penyimpanan yang tidak kecil," tambah Giora.

Ilan Eshel, direktur asosiasi petani buah Israel mengatakan, di negara-negara Skandinavia seperti Swedia, Norwegia dan Denmark terdapat kecenderungan untuk memboikot produk-produk Israel meski secara resmi tidak ada perubahan sikap politik pemerintah, terutama setelah agresi Israel atas Gaza.

"Keadaan sangat mengkhawatirkan. Setiap saat suara-suara untuk memboikot produk-produk Israel semakin nyaring terdengar. Sebelum agresi Israel kami memiliki prospek bisnis yang bagus meski agak menurun akibat krisis ekonomi yang melanda Eropa."

Buah-buahan andalan ekspor Israel adalah alpukat, persimmon, citrus dan markisa Israel yang terkenal dengan sebutan buah Sabra.

Keterangan gambar: buah Sabra atau markisa Israel.

HAL-HAL GILA LAINNYA DI INDONESIA


Anda mungkin menganggap saya paranoid atau bahkan "gila" dengan semua pandangan saya mengenai apa yang terjadi di sekitar kita.

Baik, saya akan menjadi manusia-manusia Indonesia normal seperti Anda, yang menganggap "everything is okey". Tapi dengan syarat: jelaskan kepada saya tentang dua hal berikut ini.

Pertama tentang fenomena Achmad Zaini. Tahu khan, petani miskin lugu yang beberapa bulan lalu tiba-tiba saja mengaku memiliki harta berupa emas senilai Rp 20.000.000.000.000.000? Dengan hartanya itu Zaini menyatakan siap membantu setiap penduduk Indonesia maupun pemerintah untuk mengatasi persoalan ekonomi bangsa.

Tidak tanggung-tanggung, untuk menyatakan maksudnya itu Zaini mengadakan ekspos besar-besaran di hotel bintang lima dan dimeriahkan oleh artis-artis ternama. Dipastikan ratusan juta dihabiskan dalam acara itu.

Lalu apa yang terjadi? Zaini lenyap bak ditelan bumi.

Kalau ada pembaca yang bisa menjelaskan secara rasional apa, siapa dan dimana Zaini serta motif di balik ekspos yang dilakukan Zaini (jangan katakan Zaini hanya iseng karena jawaban itu terlalu "wagu tur lucu" alias tidak tepat lagipula lucu), dan mengapa polisi tidak menangkap Zaini karena telah melakukan penipuan, maka saya akan menjadi manusia Indonesia normal seperti Anda. Saya akan tutup blog ini dan menjalani kehidupan sebagaimana adanya. (Tapi perlu dicatat kalau blog ini tiba-tiba tidak bisa diakses tanpa ada pemberitahuan dari saya sebelumnya, maka saya akan kembali menjadi manusia paranoid "gila").

Yang kedua adalah fenomena Arthalyta Suryani. Itu lho, bendahara konglomerat Syamsul Nursalim yang terbukti menyuap para petinggi Kejaksaan Agung. Bukankah secara logika, termasuk bukti-bukti yang terungkap menunjukkan bahwa Arthalyta hanyalah tangan kanan dari Syamsul Nursalim? Mengapa Syamsul Nursalim tidak terseret oleh kasus penyuapan Arthalita? Mengapa media massa yang (katanya) kritis dengan segala moto idealis yang dimilikinya pura-pura buta atas keterlibatan Syamsul Nursalim?

Bagi pembaca yang bisa menjelaskan dengan logika jernih motif dari Arthalyta menyuap para jaksa hingga miliaran rupiah (jangan katakan motif jual beli berlian atau buka bengkel karena terlalu "wagu tur lucu" alias tidak tepat lagipula lucu), maka saya akan menjadi manusia Indonesia normal seperti Anda. Saya akan tutup blog ini dan menjalani kehidupan sebagaimana adanya. (Tapi perlu dicatat kalau blog ini tiba-tiba tidak bisa diakses tanpa ada pemberitahuan dari saya sebelumnya, maka saya akan kembali menjadi manusia paranoid "gila").

Keterangan gambar: Achmad Zaini dan sekretarisnya yang mengaku bernama Zakiroh. Lenyap ditelan bumi setelah membuat ekspos mengejutkan.

Monday 19 January 2009

HAL-HAL TAK MASUK AKAL YANG MENJELANG DATANG



(ORANG-ORANG SEPERTI INI YANG MENDOMINASI TELEVISI INDONESIA SELAIN JULIA PEREZ DAN AZHARI BERSAUDARI)

Bayangkan hal ini terjadi di masa depan. Presiden Indonesia terpilih adalah seorang keturunan Cina yang tidak jelas status kelahirannya (anak sah atau anak haram). Lahir di Hongkong dan besar di Singapura. Menjadi warga negara Indonesia melalui proses naturalisasi setelah menjadi menantu orang berpengaruh di Indonesia. Agamanya tidak jelas apakah Islam atau Buddha meski ia kawin secara Islam. Dan ketika dilantik, seorang ulama homo menjadi pembaca do’a. Anda pasti akan tertawa dan menganggap hal itu “gila” dan tidak masuk akal.

Hal yang sama juga terjadi di Amerika. Sepuluh tahun yang lalu warga Amerika tidak pernah membayangkan akan dipimpin oleh seorang presiden kulit hitam yang lahir di Kenya, hasil hubungan gelap seorang negro Kenya beragama Islam dan wanita kulit putih Amerika beragama Kristen.

Bukankah konstitusi kita dengan jelas menyebutkan bahwa presiden Indonesia adalah warga negara Indonesia asli?

Baik. Konstitusi Amerika juga menyebutkan presiden Amerika adalah warga negara Amerika kelahiran Amerika. Namun Barack Obama, seorang warganegara Kenya (berdasarkan kewarganegaraan ayahnya) dan lahir di Kenya (menurut pengakuan neneknya dari pihak ayah, sanak keluarga ayahnya, dan para pejabat Kenya. Obama sendiri tidak memiliki surat keterangan lahir di wilayah Amerika. Paling tidak sampai sekarang Obama tidak pernah bisa menunjukkan surat keterangan kelahiran itu, setidaknya kopiannya. Untuk mencegah tuntutan publik yang mempertanyakan legitimasi kelahirannya Obama membayar $800.000 kepada pengadilan), bisa menjadi Presiden Amerika.

Bukankah nenek moyang kita berasal dari Cina Selatan? Jadi apa masalahnya jika seorang keturunan Cina menjadi Presiden Indonesia. Khususnya jika ia, atau para penyumbang dananya, mempunyai berpundi-pundi uang untuk membayar pengacara handal, polisi, jaksa, hakim, dan politisi?

Lalu bagaimana soal ulama homo itu?

Baik. Di Amerika pun dua puluh tahun lalu homoseksual merupakan suatu aib sosial dan kejahatan moral. Namun berkat “perjuangan keras” tiada henti dari “orang-orang liberal”, “pembela HAM”, “tokoh Kristen liberal” yang didukung kuat oleh media massa “pers bebas” dan “politisi liberal-demokrat”, sekarang tidak menjadi soal seorang homo menjadi pendeta. Dan saat Obama dilantik, salah satu pendeta homo itu menjadi “pendeta resmi” pelantikan.

Maka jika para “pejuang HAM” seperti Adnan Buyung, “tokoh Demokrasi” seperti Todung Mulya Lubis, dan “cendekiawan muslim Liberal” seperti Musdah Mulia berteriak setiap hari di media-media massa membela homoseksual, tidak akan mengherankan jika nanti keberadaan seorang ulama homo tidak lagi menjadi masalah.

Lihat saja, setiap hari kita disuguhi aksi para homo, banci dan sebagainya selain pornoaksi Inul, Dewi Persik dan Julia Perez di televisi. Para artis normal pun dipaksa berdandan dan beraksi seperci banci. Demi uang dan popularitas para artis seperti Andre Taulani, oke-oke saja dipermak menjadi bencong. Sementara homo pembunuh berantai yang keji, Ferry, diperlakukan seperti selebritis: bisa mengadakan jumpa pers, menulis buku dan membuat album. Suatu saat mungkin saja Ferry menjadi ustadz setelah mengaku di depan publik telah bertobat. Ia mungkin saja bahkan mendapat kehormatan untuk membacakan doa pada acara pengambilan sumpah jabatan Presiden Indonesia.

Lihat saja bagaimana Musdah Mulia, seseorang yang mengaku dan digaung-gaungkan sebagai mujahid pemikiran Islam moderen, alias Islam Liberal. Tanpa merasa risih sedikit pun ia mengkampanyekan homoseksual sebagai sebuah rahmat Allah. Islam yang selama 14 abad tidak memberi tempat sedikit pun untuk homoseksual, tiba-tiba hendak diacak-acak oleh Musdah, wanita yang selama kuliah di Amerika (kemungkinan besar atas bea siswa Yahudi Amerika) melepas jilbab. Ironis-nya penghancur nilai-nilai Islam itu mendapat jabatan penting di Departemen Agama. Sekali lagi membuktikan kuatnya pengaruh Yahudi di birokrasi Indonesia. Dan lihatlah hasilnya: Departemen Agama yang dikelola oleh para santri dan ustad itu menjadi salah satu departemen paling korup di Indonesia.

Oke, mungkin jadi pertanyaan: bukankah isu ras-suku-agama masih sangat kuat di Indonesia sehingga orang yang non-Jawa dan non-Islam tidak mungkin bisa menjadi Presiden. No problem, itu bisa diakali dengan penghitungan suara pemilu secara elektrik. Ada banyak software yang bisa dibeli di pasaran untuk menjadi mesin penghitungan pemilu, hampir semuanya buatan Israel atau orang Yahudi. Mesin penghitung suara pemilu seperti itu pula yang digunakan di Amerika.

Jadi masalah “gila” dan “tidak masuk akal” terpecahkan.

YAHUDI BERTENGKAR, KECULASAN TERBONGKAR


Ketua perkumpulan Yahudi kota Roma (Jewish Community of Rome) Riccardo Pacifici baru-baru ini terlibat perseteruan dengan Shimon Fargion, politisi sayap kanan Italia berdarah Yahudi. Perseteruan tersebut akhirnya menguak keculasan orang-orang Yahudi ke permukaan.

Ceritanya begini. Beberapa hari setelah terjadi peperangan di Gaza Pacifici menyatakan bahwa Persatuan Yahudi Italia (Union of Italian Jewish Communities) akan menyumbangkan obat-obatan senilai 300,000 Euro kepada korban konflik di Gaza. Rinciannya adalah sebanyak 200,000 Euro untuk korban perang di pihak Palestina dan sisanya 100.000 Euro untuk korban perang di pihak Israel.

Pernyataan tersebut mendapat perhatian luas media massa termasuk pujian dari pemerintah Italia.

Namun demikian, hal tersebut mengundang kecaman dari Shimon Fargion yang keberatan sebagian dari sumbangan itu ditujukan untuk rakyat Palestina.

Riccardo Pacifici menjawab kecaman itu melalui sebuah milis milik komunitas Yahudi Italia. Jawaban pertama adalah pernyataan bahwa ia (Pacifici) mendukung penuh aksi penyerbuan Israel atas Gaza. Jawaban kedua adalah bahwa progam yang ia (Pasifici) merupakan kerjasama dengan para pejabat tertinggi Israel dan pelaksanaannya berkoordinasi dengan Dubes Israel untuk Italia.

"Saya yakinkah Anda bahwa keputusan untuk memberikan sumbangan kepada korban perang Gaza hanyalah untuk keperluan publisitas belaka yang akan mulai dilaksanakan Senin (5 Januari) di media-media massa untuk mendukung Israel," kata Pacifici.

Pacifici juga menginformasikan bahwa pada tgl 10 Januari akan diadakan event besar yang dihadiri oleh 1.500 public figure Italia dan Dubes Israel di Italia. Dalam event tersebut akan disosialisasikan alasan-alasan penyerbuan Israel ke Gaza.

Menuruf Pacifici Yahudi Italia tidak akan mengeluarkan satu Euro pun untuk sumbangan tersebut yang semuanya adalah sumbangan organisasi-organisasi Yahudi luar negeri. Selain itu semua sumbangan tidak akan dikirimkan ke Gaza kecuali atas persetujuan Israel.

Kemudian di akhir e-mailnya Pacifici menulis: "Tuan keras kepala... berikan alamat Anda hingga saya bisa datang dan menendang pantat Anda keras-keras."

Dasar Yahudi tak tahu aturan. Komunikasi tersebut dibocorkan oleh teman-teman Yahudi sendiri (biasanya demi uang) sehingga keculasan Yahudi Italia pun terbongkar.

Tampaknya sentimen anti-Yahudi di Italia yang pernah terjadi di masa lalu, termasuk menjadi dasar munculnya gerakan fasisme Italia di bawah pimpinan Benito Mussolini, akan segera muncul kembali.

Keterangan gambar: Riccardo Pacifici (kiri) bersama Walikota Roma di depan sebuah synagoge (tempat ibadah Yahudi).

Sunday 18 January 2009

OLMERT, BADUT PALING LUCU DI DUNIA


KETIKA MENGUMUMKAN SERANGAN ISRAEL ATAS GAZA, 27 DESEMBER 2008 LALU PERDANA MENTERI ISRAEL EHUD OLMERT MENGATAKAN DENGAN TEGAS BAHWA TUJUAN SERANGAN TERSEBUT ADALAH UNTUK MENGHANCURKAN HAMAS SEHINGGA TIDAK LAGI DAPAT MELUNCURKAN ROKET YANG MENGANCAM KEAMANAN ISRAEL.

TIGA MINGGU KEMUDIAN SAAT MENGUMUMKAN GENCATAN SENJATA DAN MENGAKHIRI SERANGAN, HAMAS MASIH MEMEGANG KENDALI GAZA DAN ROKET-ROKETNYA MASIH LELUASA MENGGEMPUR ISRAEL. NAMUN OLMERT NGOTOT MENYATAKAN BAHWA TUJUAN SERANGAN KE GAZA TELAH MELAMPAUI TARGET.

PERANG DARAT YANG DITAKUTI ISRAEL


Para veteran Perang Dunia II Jerman faham betul bagaimana pahitnya berperang melawan pejuang-pejuang militan, yang kebenciannya kepada musuh mengalahkan ketakutannya pada kematian.

Pada bulan Juni 1942 Jerman melakukan serangan besar-besaran ke wilayah selatan Uni Sovyet dalam sebuah operasi militer bernama Operasi Barbarossa. Sebanyak 25 divisi tentara dan tank (6th Army dan 4th Tank Army) dari 266 divisi tentara dan tank yang dikerahkan Jerman, memasuki kota Stalingrad bulan Agustus 1942. Setelah melalui pertempuran sengit, pasukan berkekuatan 330.000 tentara (hampir sama dengan jumlah seluruh pasukan TNI saat ini) dan ratusan tank itu berhasil menguasai 90% kota Stalingrad, namun gagal menguasai 10% sisanya yang dipertahankan mati-matian oleh tentara Sovyet.

Pasukan Jerman unggul dalam persenjataan, namun rakyat Stalingrad, tentara dan pemimpin Sovyet telah bertekad mempertahankan kota sampai titik darah penghabisan. Stalingrad (catatan penulis: sebelumnya bernama Tsaritsyn, sekarang bernama Volgograd. Namanya diambil dari pimpinan Uni Sovyet saat itu, Joseph Stalin) adalah simbol negara sebagaimana Moskwa dan Leningrad (sebelumnya dan sekarang bernama St. Petersburg). Kejatuhan kota secara simbolis berarti juga kejatuhan negara yang dapat meruntuhkan moral pasukan Sovyet. Maka, meski kekurangan senjata, ribuan pasukan dan milisi terus mengalir untuk mempertahankan kota. (Kedahsyatan Perang Stalingrad dapat disaksikan dalam film Enemy at The Gate).

Selanjutnya terjadilah drama pertempuran kota terbesar dalam sejarah yang menelan korban hingga 1,5 juta pasukan, sebagian besar dari pihak Uni Sovyet. Namun Jerman harus membayar mahal. Kekurangan suplai makanan dan senjata, iklim dingin yang menusuk tulang ditambah perlawanan sengit pasukan Sovyet, memaksa 100.000 pasukan yang tersisa untuk menyerah kepada Sovyet pada bulan Februari 1943 setelah terkepung selama tiga bulan.

Kekalahan tersebut sangat meruntuhkan moral pasukan Jerman yang sebelumnya merupakan pasukan tak terkalahkan, dan berujung pada kekalahan total Jerman dalam Perang Dunia II.

Pengalaman pahit berperang melawan pasukan yang inferior secara persenjataan namun superior dalam militansi sudah dirasakan Rusia di Afghanistan dan Chechnya, dirasakan Amerika di Vietnam, dan kini tengah dirasakan pasukan Amerika dan NATO di Irak dan Afghanistan.

Pengalaman yang sama juga pernah dirasakan oleh Israel dalam Perang Lebanon II melawan milisi Hizbullah tahun 2006 lalu. Mengerahkan 30.000 tentara dan ratusan tank, Israel tidak mampu menundukkan Hizbullah, milisi sipil bersenjata yang berkekuatan hanya sekitar 5.000-an pasukan. Sebaliknya Israel harus menderita kerugian hebat. Sebanyak 123 tentaranya tewas dan 125 tank Merkava kebanggaannya hancur (klaim Hizbullah).

Namun kerugian Israel jauh lebih besar dari itu. Kekalahan tersebut telah meruntuhkan moral pasukan Israel sebagaimana moral pasukan Jerman runtuh setelah kekalahan dalam Perang Stalingrad. Keruntuhan moral tersebut tampak jelas dari kegagalan Israel dalam operasi penyerbuan ke Jalur Gaza yang saat ini tengah berlangsung. Selama tiga minggu lebih penyerbuan besar-besaran Israel, pasukannya tidak mampu menguasai Kota Gaza. Sebaliknya bagi Hamas, kemenangan Hizbollah tahun 2006 memberi tambahan semangat yang tidak ternilai. Mitos tentara Israel yang tak terkalahkan runtuh justru oleh sepasukan kecil milisi semi-militer.


Hamas Belajar dari Hizbollah

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Hamas menjalin hubungan erat dengan Hizbollah meski antara keduanya terdapat perbedaan aliran agama yang memecah umat Islam menjadi dua aliran besar: Sunni dan Syiah. Hamas beraliran Sunni dan Hizbollah Syiah.

Hal ini tentunya sangat ironis. Di saat negara-negara dan organisasi-organisasi Sunni menjauhi Hamas karena tekanan Israel atau Amerika, Hizbollah dan pemerintah Iran yang Syiah justru mengulurkan tangan memberikan bantuan. Puluhan juta dollar dana bantuan pemerintah Iran telah diberikan kepada Hamas untuk membiayai administrasi pemerintah Palestina yang secara de jure dipegang oleh Hamas melalui Perdana Menteri Ismael Haniyeh, menyusul kesulitan ekonomi akibat blokade ekonomi yang dilakukan Israel dan Amerika serta antek-anteknya.

Di sisi lain Hizbollah banyak berjasa memberikan pelatihan militer kepada Hamas sebagai modal perjuangan melawan agresor Israel. Sebagian besar pejuang Hamas adalah alumnus pusat pelatihan perang Hizbollah di Lebanon. Sebagian dari mereka bahkan turut berpartisipasi dalam Perang Lebanon di pihak Hizbollah. Para pejuang Hamas yang tengah belajar di Lebanon dikenal dengan istilah “yunior”. Pelatihan-pelatihan itu telah menunjukkan hasilnya dengan keberhasilan Hamas menahan gerak maju pasukan Israel yang akan menguasai kota-kota di Gaza.

Beberapa pelajaran yang didapatkan Hamas adalah: Pertama membangun jaringan komunikasi dan logistik bawah tanah. Kedua memecah pasukan Hamas menjadi unit-unit kecil berkekuatan 5 orang yang bersenjata lengkap dan mampu berperang sendiri selama berhari-hari. Ketiga membangun gudang-gudang senjata yang mudah dicapai oleh unit-unit bersenjata Hamas.

“Gerakan perlawanan di wilayah ini, khususnya di Lebanon dan Palestina adalah gerakan yang saling mengisi, dan Hezbdollah dan Hamas merupakan organisasi yang saling terkait,” kata Sekjend Hizbollah Hassan Nasrallah, 18 Juli 2008.

Memang menjadi pertanyaan, mengapa Hizbollah tidak menerjunkan diri berperang membela Hamas di Gaza, meski Hizbollah banyak melakukan aksi massa mendukung Hamas, termasuk aksinya meluncurkan roket ke Israel. Namun faktor-faktor berikut akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas:
1. Hizbollah tengah memulihkan kondisi fisik organisasi akibat Perang tahun 2006. Selain itu energi Hizbollah juga banyak terkuras untuk membangun ribuan rumah dan infrastuktur yang hancur akibat agresi Israel, yang tidak ingin kembali hancur akibat berperang lagi dengan Israel.
2. Hizbollah belum sepenuhnya berhasil menyelesaikan penempatkan posisi pasukannya (deployment) di wilayah-wilayah stategis yang akan digunakannya melawan Israel, seperti di Lembah Bekaa dll-nya.
3. Mengantisipasi pemilu bulan Juni 2009, Hizbollah tidak ingin reputasinya hancur akibat memicu perang baru melawan Israel yang akan menghancurkan Lebanon.
4. Keyakinan Hizbollah atas kemampuan Hamas menahan serangan Israel yang justru akan meningkatkan kekuatan mental dan politik Hamas.

Aksi brutal Israel dengan menghancurkan infrastuktur Gaza dan menyerang penduduknya justru menambah semangat pejuang-pejuang Hamas. Pejuang Palestina yang para pendahulunya berlarian ketakutan mendengar deru tank-tank dan pasukan Israel, kini menunggu tank-tank dan pasukan Israel seperti singa lapar menunggu mangsanya. Sebaliknya bagi Israel adalah keruntuhan lebih besar moral prajuritnya.

SIAPA SEBENARNYA PEMERINTAH AMERIKA?


Sekitar tahun 2000-an (kalau tidak salah, penulis agak lupa detil waktunya dan lagi malas mencari referensi), Perdana Menteri Israel Ariel Sharon memberikan "petunjuk" kepada bawahannya, Menlu Shimon Peres perihal gerakan intifadha II yang tengah gencar dilancarkan rakyat Palestina menyusul aksi Sharon memasuki Masjid Al Aqsa dengan alas kaki.

"Anda selalu mengatakan Amerika akan begini atau Amerika akan begitu. Saya jelaskan kepada Anda. Kita Yahudi, menguasai Amerika, dan mereka (orang-orang Amerika) tahu itu!"

Dan hal yang sama, Yahudi menguasai Amerika, kembali dibuktikan oleh Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, Senin (12/1) lalu. Kepada media massa Israel Olmert sesumbar bahwa dirinya telah memerintahkan Presiden Amerika George W. Bush untuk mengubah keputusan Menlu Amerika Condoleeza Rice yang mendukung resolusi DK PBB tentang penghentian serangan Israel ke Gaza.

"Ketika saya mengetahui bahwa Rice akan mendukung resolusi itu, saya langsung mencari Presiden Bush."

Menurut Olmert saat itu Presiden sedang berpidato dalam suatu acara di Philadhelphia.

"Saya tidak peduli. Saya mau bicara dengan Presiden Bush sekarang!"

Masih menurut Olmert, Bush langsung menghentikan pidatonya setelah mengetahui dirinya menelepon. Setelah mendengar keluhan Olmert soal resolusi PBB dan sikap menlu Amerika, Bush mengaku tidak mengetahui rencana resolusi itu termasuk teksnya.

"Saya mengetahuinya. Anda tidak bisa mendukungnya (resolusi tersebut). Maka Bush memerintahkan Menlu Rice untuk tidak mendukung resolusi yang telah dirancangnya sendiri," kata Olmert

McCormack, jubir pemerintah Amerika temtu saja membantah pernyataan Olmert karena merupakan aib bagi Bush dan bangsa Amerika. Namun anehnya Cormack menyatakan bahwa pemerintah Amerika tidak akan menuntut klarifikasi kepada pemerintah Israel.

Sebaliknya juru bicara pemerintah Israel, Mark Regev, bersikukuh bahwa pernyataan Olmert adalah benar.

Jadi siapa sebenarnya pemerintah di Amerika? Presiden Amerika atau Perdana Menteri Israel?

Saturday 17 January 2009

HAMAS, PERLAWANANMU PERMALUKAN ISRAEL DAN ANTEK-ANTEKNYA


Pemimpin tertinggi Republik Islam Iran, Ayatollah Sayyed Ali Khamenei Jum'at kemarin mengatakan bahwa perlawanan yang dilakukan Palestina terhadap Israel telah mempermalukan Israel, Amerika dan pemimpin-pemimpin Islam pengkhianat.

"Perlawanan penuh keberanian dan keyakinan yang telah Anda perlihatkan dan seluruh rakyat Palestina melawan penjahat perang terbesar sepanjang sejarah (Israel) telah mempermalukan Amerika, pendukung-pendukung Israel dan para pengkhianat ummat Islam," kata Khamenei dalam pesannya kepada Perdana Menteri Palestina dari Hamas, Ismael Haniyeh.

Lebih jauh Khamenei mengatakan perlawanan heroik rakyat Palestina tidak hanya mengangkat harga diri ummat Islam, namun juga mempermalukan musuh-musuh kemanusiaan umat Islam.

"Bahkan pada hari ini, Palestina adalah pemenang (dalam perangnya melawan Israel di Gaza)." tambah Khamenei.

Menyinggung tentang perpecahan bangsa Arab dalam menyikapi tragedi yang terjadi di Gaza, Khamenei mengatakan, "Para pengkhianat Arab harus menyadari bahwa nasib mereka tidak akan lebih baik daripada kaum Yahudi dalam Perang Ahzab (perang antara Nabi Muhammad dengan Yahudi di jaman kenabian)

"Negara-negara bersama dengan warga dan pejuang Palestina di Gaza. Pemimpin-pemimpin yang mengambil posisi berbeda hanya akan menjauhkan dirinya dengan rakyatnya." tambah Khamenei.

Friday 16 January 2009

IRONI KEMANUSIAAN



Lihatlah sebuah ironi kemanusiaan tiada tara di Gaza. Di saat ribuan nyawa warga Palestina meregang nyawa, yahudi-yahudi laknat itu menyaksikannya dengan gembira.

Tuesday 13 January 2009

MASA DEPAN TIDAK LAGI DI PIHAK ISRAEL


Saat tulisan ini dibuat Israel telah dua minggu lebih menggempur Gaza dengan korban di pihak Palestina mencapai 890 jiwa, sebagian di antaranya adalah wanita dan anak-anak. Dan selama ini pula dunia menyaksikan sebuah tragedi dari pertarungan yang sangat tidak adil antara raksasa Israel melawan Palestina yang lemah.

Namun sejarah banyak sekali mencatat pertarungan dimana si lemah akhirnya menjadi pemenang. Daud mengalahkan Goliath. Alexander Agung mengalahkan Persia. Kaum muslim mengalahkan suku Quraishy. Cortez dan Pizzaro mengalahkan suku Inca dan Maya. Mujahiddin Afghanistan mengalahkan Rusia. Hizbullah mengalahkan Israel. Dan kini gerilyawan Taliban pun sedang dalam proses untuk mengalahkan Amerika di Afghanistan.
Dalam perspektif ini pulalah pimpinan Hamas di pengasingan di Suriah, Khaled Meshal, dalam sebuah wawancara dengan situs Counterpunch di tengah aksi militer Israel di Gaza, meramalkan, bahwa pada akhirnya Israel akan mengalami kekalahan dalam peperangannya melawan Palestina.

“Ketika Israel menolak tawaran Arab dan Palestina untuk menyetujui pembentukan negara Palestina dengan wilayah sebelum Perang Enam Hari 1967, Israel kehilangan kesempatan besar. Beberapa tahun lagi, sebuah generasi baru Palestina, generasi baru Arab, mungkin saja tidak akan menerima persyaratan itu karena kekuatan tidak lagi di pihak Israel.”

Meshal mengungkapkan analisisnya: “Sejak tahun 1948, jika kita menggambarkan kemajuan Israel dalam sebuah kurva, saya percaya kurva itu berbentuk garis menurun. Dan kini, kekuatan militer Israel tidak lagi mampu memenuhi ambisi Israel. Sejak tahun 1948 Israel telah mengalahkan tujuh pasukan. Tahun 1956 mereka mengalahkan Mesir. Tahun 1967 mereka mengalahkan Mesir, Syria dan Jordania. Dalam perang Yom Kippur tahun 1973 Israel imbang dalam peperangannya melawan Mesir. Jika saja tidak ada bantuan militer besar-besaran Amerika, konstelasi politik Timur Tengah tidak akan sama kondisinya saat ini. Tahun 1982 Israel mengalahkan PLO di Beirut. Namun sejak tahun 1982 Israel tidak lagi bisa memenangkan satu peperangan pun. Mereka gagal membungkam perlawanan Palestina, dan mereka kalah di Lebanon. Sejak saat itu Israel tidak saja tidak berkembang wilayahnya, justru mengalami penyusutan wilayah. Mereka terusir dari Lebanon dan Gaza. Ini mengindikasikan bahwa masa depan tidak lagi di pihak Israel. Dan kini, dengan segala kekuatan militernya, Israel tidak bisa menghentikan serangan roket sederhana yang dilancarkan pejuang Palestina di Gaza."

Menurut Khaled Meshal, aksi militer Israel di Gaza justru menguatkan posisi Hamas. Di lain sisi merugikan posisi politik Israel dengan jatuhnya citra politik para pemimpin Arab moderat pro Israel seperti Raja Jordania, Presiden Mesir dan Raja Arab Saudi, menjauhnya Syria dan Turki dari barat, dan menguatnya citra Hezbollah dan Iran sebagai pembela rakyat Palestina.

Dan kekalahan politik Israel semakin telak lagi jika desas-desus bahwa presiden terpilih Barack Obama, menyadari de facto Hamas tidak bisa disingkirkan, akan merubah kebijakan politik yang selama ini dilakukan presiden Bush, dengan melakukan kontak dengan Hamas.

Sebagaimana diketahui sejak Hamas memenangkan pemilu Palestina tahun 2006, Amerika alih-alih mengakui pemerintahan Hamas sebagai pemerintah yang legitimate yang dipilih rakyat melalui pemilu yang demokratis, justru menyatakan Hamas sebagai kelompok teroris dan melalukan blokade ekonomi terhadapnya. Tidak hanya itu, Amerika mempersenjatai dan memprovokasi Fatah, partai oposisi yang dipimpin Mahmud Abbas, sang presiden komprador Israel, untuk memerangi Hamas.

Pers Amerika pun setali tiga uang dengan presidennya. Bukannya memberitakan upaya damai yang ditawarkan Hamas kepada Amerika dan Israel segera setelah memegang kursi pemerintahan Palestina tahun 2006, pers justru menggembar-gemborkan Hamas sebagai kelompok ekstrem yang akan menghancurkan Israel tanpa kompromi.
Dan persekongkolan melawan Hamas mencapai puncaknya dengan agresi militer Israel atas Gaza.

Namun, seperti halnya Hezbollah yang mampu menahan gempuran Israel, Hamas pun mampu membuat militer Israel, sampai saat ini gagal memenuhi ambisinya menghancurkan Hamas dan melumpuhkan kekuatannya sehingga tidak bisa lagi meluncurkan roket ke Israel. Baru beberapa hari serangan darat Israel atas Gaza dimulai, Israel harus kehilangan puluhan prajuritnya. Sampai hari Minggu 11 Januari 2009, Israel telah kehilangan 45 prajurit (keterangan resmi Hamas).

Dalam sebuah episode peperangan terdapat momentum-momentum penting yang menunjukkan bagaimana perang akan berjalan. Momentum itu biasanya adalah: ekspansi, mencapai puncak kemenangan, titik balik, dan kekalahan. Dan dalam peperangan panjangnya melawan rakyat Arab, Israel telah kehilangan momentum kemenangannya setelah mengalami kekalahan pahit atas Hizbollah dalam Perang Lebanon tahun 2006. Hal ini berdampak psikologis yang sangat hebat atas kepercayaan diri personil militer Israel, dari prajurit hingga jendralnya. Semangat perang sebagai prajurit tak terkalahnya kini tidak dimiliki lagi oleh prajurit dan perwira Israel. Dan itu membuat mereka tidak akan siap menghadapi perang gerilya berkepanjangan melawan gerilyawan Palestina di Gaza.

Kita lihat saja nanti.

Keterangan gambar: Tank Merkava Israel jungkir balik dihajar senjata Hizbollah dalam Perang Lebanon 2006.

Tuesday 6 January 2009

BUKTI HOMONISASI DI INDONESIA


Saat ini masyarakat Eropa & Amerika menyadari bahwa selama puluhan tahun di tengah komunitas mereka telah terjadi upaya penghancuran sistem sosial secara sistematis berupa kampanye seks bebas, kesetaraan gender, homonisasi (kampanye menempatkan homoseksual sebagai sebuah kewajaran).

Gerakan ini dilancarkan oleh kaum Yahudi yang memiliki sumber dana tak terbatas dan pengaruh politik yang kuat melalui LSM-LSM, media massa, televisi, film, politisi-cendekiawan-rokhaniawan-budayawan-wartawan korup dan terakhir diadopsi oleh pemerintah melalui UU legalisasi seks bebas, homoseksual kesetaraan gender, dsb.

Di Indonesia pun gerakan ini semakin marak saja, terutama melalui media televisi. Lihat saja, setiap hari televisi kita dipenuhi dengan selebritis-selebritis homo dan banci. Mereka sengaja diorbitkan oleh media televisi yang sebenarnya dimiliki oleh jaringan Yahudi internasional dengan memimjam nama pengusaha lokal. Pada saat sama mereka mengganjal UU Anti-pornografi dan Pornoaksi. Terakhir upaya homonisasi tampak jelas pada kasus Ryan, pembunuh berantai asal Jombang. Alih-alih mengutuk pembunuh keji itu, media massa dan "tangan-tangan Yahudi" memperlakukannya sebagai selebritis.

Berikut adalah contoh homonisasi pembunuh keji homo Ryan melalui situs detik.com


============================

Launching Album & Buku
Ryan Ingin Manggung di Hadapan 50 Orang Lebih
Didi Syafirdi - detikNews

Ryan (dok. detikcom) Depok -
Verry Idam Henyansyah alias Ryan akan melaunching album solo dan buku di lapas Pondok Rajeg, Cibinong, Jawa Barat. Ryan akan mengundang 50 orang di acara yang akan dilaksanakan tepat di ultahnya pada 1 Februari 2009.

"Lebih dari 50," ujar Ryan sebelum sidang di Pengadilan Negeri Depok, Jl Boulevard, Depok (7/1/2009).

Ryan juga menginginkan panggung untuk unjuk gigi. Namun hal itu masih akan menjadi pertimbangan karena menunggu izin kalapas.

"Tergantung produser, kalau baik ya dibikin panggungnya. Kalau ingin sederhana, ya nggak perlu karena harus izin dengan kalapas," imbuh Ryan sambil mesam-mesem.

Pria yang diduga terlibat kasus mutilasi dan pembunuhan berantai ini masih belum mau unjuk suara.

Akan duet dengan Novel? "Novel nggak bisa nyanyi," tandas pria asal Jombang ini.

Harapan Ulang Tahun

Ryan tidak berharap-harap apa di hari ulang tahunnya ke-31 yang jatuh pada 1 Feberuari 2009. Bahkan dia juga tidak mengharapkan kado dari mantan pacarnya, Novel.

"Saya nggak berharap apa-apa. Hanya doa saja" kata Ryan.

Ryan mengaku, hanya ingin menitipkan sesuatu berupa foto dan buku harian yang isinya perjalanan hidupnya. "Yang pasti buku ini untuk orang yang saya cintai," jelasnya.

Apa Novel orang itu? "Nggak tahu," kata Ryan.
(nik/iy)

Sunday 4 January 2009

TANDA-TANDA KEKALAHAN ISRAEL DI GAZA


Sembilan hari sudah Israel menyerang Gaza secara besar-besaran. Dan kini pertempuran telah memasuki tahap paling menentukan, perang darat. Namun baru satu hari perang darat dimulai, Israel telah menunjukkan tanda-tanda kekalahan. Tanda pertama adalah kegagalan Israel menduduki wilayah Gaza dan menghancurkan Hamas sebagaimana direncanakan dengan korban sembilan tentaranya tewas. Tanda kedua adalah pernyataan Presiden Israel Shimon Peres bahwa tujuan Israel menyerang Gaza adalah untuk "memberi pelajaran kepada Hamas".

Komandan Hamas Abu Ahmad, kepada Al-Manar Minggu kemarin mengatakan, pertempuran darat seru telah terjadi di Gaza, dan "musuh telah jatuh ke dalam perangkap. Musuh telah berusaha memecah Gaza menjadi dua bagian untuk melemahkan pejuang kami. Namun upaya ini mengalami kegagalan dan yang terjadi adalah kebalikan yang diharapkan Israel. Musuh menjadi sasaran empuk."

Menurut Abu dan beberapa komandan pejuang Palestina di Gaza, setidaknya sembilan tentara Israel telah tewas, puluhan luka-luka dan dua tentara lainnya ditangkap pejuang. Selain itu mereka mengkonfirmasi sebuah tank Merkava Israel telah dihancurkan.

Kegagalan manuver Israel tersebut diiringi dengan pernyataan Simon Peres yang secara tersirat menunjukkan "kekalahan Israel". Peres kepada pers hari minggu (4/12) mengatakan bahwa tujuan Israel menyerang Gaza hanyalah untuk "memberi pelajaran kepada Hamas". Padahal sebelumnya para pejabat Israel sebelumnya sesumbar akan menghancurkan Hamas, tidak sekedar memberi pelajaran.

Sebenarnya target Israel atas penyerbuan ke Gaza selalu berkurang seiring berjalannya waktu dan itu hanya menunjukkan tanda bahwa Israel tidak mampu memenuhi harapannya semula. Penurunan target mulanya adalah dari menghancurkan Hamas menjadi "mengubah situasi di Gaza". Kemudian menurun lagi menjadi "mengontrol area dimana Hamas menembakkan roketnya", dan kini menurun lagi menjadi hanya "memberi pelajaran kepada Hamas".

QUO VADIS BARACK OBAMA?


“Saya ingin presiden terpilih, Barack Obama, mengatakan sesuatu atas krisis kemanusiaan yang saat ini tengah berlangsung di Gaza,” ungkap Cathy McKinney, mantan anggota Kongres Amerika dalam siaran televisi CNN 30 Desember 2008 lalu usai kapal misi kemanusiaan yang ditumpanginya, USS Dignity, yang berusaha menerobos blokade Israel demi membantu rakyat Palestina di Gaza, ditabrak dan ditembaki kapal perang Israel hingga harus balik haluan ke Lebanon.

Harapan itu juga menjadi harapan jutaan rakyat di seluruh dunia yang mencintai perdamaian, yang disematkan kepada Barack Obama, yang dalam kampanyenya mengusung slogan “Perubahan”. Namun Obama diam seribu bahasa dan lebih memilih berlibur di Hawai pada saat ratusan nyawa rakyat Palestina melayang dibom pesawat tempur Israel.

Amerika adalah negara terbesar dan paling berpengaruh di dunia. Setiap kebijakan ekonomi maupun politik yang dilakukan Amerika dipastikan akan berpengaruh besar terhadap konstelasi ekonomi politik global. Amerika yang menjadi patron Israel juga dipastikan dapat menghentikan setiap tindakan biadab Israel atas rakyat Palestina. Tidak mengherankan bila masyarakat dunia kini menaruh harapan pada Barack Obama untuk melakukan kebijakan politik internasional yang pro-perdamaian.

Dalam artikel terdahulu “Jangan Berharap Banyak pada Obama”, penulis telah mencoba menganalisa prospek ekonomi Amerika dan dunia di bawah kepemimpinan Obama. Dan dalam artikel ini penulis akan mencoba menganalisa prospek keamanan dunia dengan Obama sebagai presiden Amerika.

Dalam tulisan terdahulu penulis telah sedikit menyinggung prospek perdamaian Timur Tengah yang suram dengan dipilihnya Rahm Emmanuel, seorang zionis sejati yang berperangai kasar sebagai Kepala Staff Gedung Putih. Kini prospek perdamaian itu bahkan semakin suram dengan terpilihnya beberapa orang yang dikenal sebagai militeris imperalis pro-Israel sebagai pembantu-pembantunya: Hillary Clinton (Menlu), James Jones (Penasehat Keamanan Nasional), dan Robert Gates (Menhan). Hal inilah yang mungkin menyebabkan Barack Obama memilih diam seribu bahasa atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza.

Pemilihan “the three musketeers” tersebut di atas, plus super-zionis Dennis Ross sebagai pejabat kabinet Barack Obama, menjadi sinyal kuat bahwa Obama bakal meneruskan mainstream kebijakan politik luar-negeri Amerika yang militeris-imperialis pro-zionis yang telah dirintis para pendahulu Obama. Jauh dari gembar-gembor media massa utama Amerika yang menyebut mereka sebagai “berpengalaman” dan “kompeten”.

“Amerika memerlukan upaya baru untuk mengukuhkan diri di atas dunia (a new effort to renew America’s standing in the world)” kata Hillary Clinton usai penunjukan dirinya sebagai menlu oleh Obama, mengindikasikan kebijakan politik luar negeri Amerika yang akan dilaksanakannya, yaitu dominasi (imperalisme) Amerika atas dunia. Sama seperti saat sebagai anggota Senat ia mendukung suaminya, Presiden Bill Clinton, memerintahkan penyerbuan Amerika atas Yugoslavia dan Kosovo di tahun 1990-an, mendukung Presiden George W Bush atas penyerbuan Amerika ke Irak tahun 2003, mendukung penyerbuan Israel ke Lebanon tahun 2006, serta mengancam akan menghancurkan Iran.

Hillary adalah “penasihat spiritual” suaminya Bill Clinton, presiden yang terkenal sangat pro-zionis Yahudi. Pada masa kepemimpinan sang suami pemerintahan Amerika dikuasai oleh zionis Yahudi dimana lebih dari separoh anggota kabinet Bill Clinton berdarah Yahudi. Bill Clinton juga pernah membuat “kebijakan” yang sangat kontroversial: memberi kewarganegaraan (naturalisasi) kepada Martin Indyk, seorang zionis Yahudi asal Inggris di hari pertama pemerintahannya. Selanjutnya Indyk diangkat sebagai pejabat Dewan Keamanan Nasional dan terakhir menjadi seorang duta besar Amerika di Israel (Michael Collins Piper dalam bukunya High Priest of War).

Jendral James Jones yang dipilih Obama sebagai Penasihat Keamanan Nasional dikenal sebagai perancang dan operator “pembinaan” tawanan perang di Abu Ghraib dan Guantanamo yang sangat tidak manusiawi. Ia pendukung kuat kebijakan ekspansi militer “troop surge” di Irak, mengkampanyekan penggelembungan anggaran pertahanan, dan mendukung kebijakan militerisme domestik Amerika. Ia juga dikenal sebagai jendral bisnis karena hubungan dekatnya dengan para industrialis senjata Amerika.

Adapun Robert Gates yang dipilih Obama untuk meneruskan posnya sebagai Menteri Pertahanan yang dipegang sejak pemerintahan George “si gila perang” W. Bush, adalah pendukung kuat kebijakan militer unilateral (tanpa kompromi), dan perang global tak terbatas (unlimited and universal imperial warfare). Meski satu demi satu negara pendukung penyerbuan Amerika atas Irak manarik pasukannya di Irak hingga hanya tinggal lima negara saja (dari awalnya 35 negara), meski sebagian besar rakyat Amerika menentang Perang Irak, dan bahkan setelah perjanjian keamanan Amerika-Irak memerintahkan Amerika hengkang dari Irak pada tahun 2012, Gates adalah seorang pejabat yang bersikeras untuk mempertahankan pasukan Amerika secara permanen di Irak.

Isu tentang “pengalaman” yang dihembuskan media massa Amerika atas pemilihan para pejabat keamanan Amerika itu menimbulkan dua pertanyaan: pertama pengalaman terkait dengan kebijakan pilitik apa di masa lalu dan kedua pengalaman terkait dengan kebijakan politik apa yang akan dilaksanakan di masa depan. Semua pengalaman para pejabat itu terkait dengan kebijakan politik perang imperalisme Amerika dan zionisme Israel dan itu akan terulang saat mereka menjalankan pemerintahan Amerika setelah pelantikan Barack Obama.

Isu tentang “kompetensi” menimbulkan pertanyaan: kompetensi di bidang apa? Kenyataannya ketiga pejabat telah menunjukkan ketidakmampuannya dengan menyeret Amerika ke dalam kebijakan perang imperalis yang sangat mahal dan kini tengah menuju ke jurang kekalahan menyakitkan: harus hengkang dari Irak setelah kehilangan 4.000 lebih tentara dan menghabiskan $3 triliun, kehilangan sekutu kuat di Lebanon, Somalia dan Pakistan, kalah melawan Rusia dalam kasus petualangan Georgia di Ossetia, kehilangan pengaruh nyaris total di Amerika Latin, serta harus berkubang darah di Afghanistan.

Di sisi lain semangat anti-Amerika justru mengalami momentum: Rusia, Iran, Venezuela, dan Korea Utara muncul sebagai kekuatan yang mampu menggerogoti pengaruh Amerika. Rusia bahkan berani unjuk lengan terhadap Amerika. Setelah menggulung pasukan Georgia (yang didukung Israel dan Amerika) di Ossetia, Rusia mengirimkan kapal perang dan pesawat pembom strategis ke Venezuela. Rusia juga dikabarkan tengah menggelar sistem pertahanan udara canggih di Iran.

Dipandang dari segi strategi geo-politik, ketiga pejabat tersebut di atas juga telah melakukan kebodohan yang sangat mendasar: mendukung secara membabi buta negeri kecil Israel dan meninggalkan 1,5 miliar umat Islam yang menguasai sebagian besar sumber alam dan mineral dunia. Mereka, di masa lalu dan juga akan dilakukan di masa mendatang, terus menerus mengobarkan perang terhadap umat Islam sebagaimana pernah dan tengah terjadi di Bosnia, Chencnya, Palestina, Afghanistan, Irak, Somalia, Lebanon, Filipina, Thailand Selatan. Peperangan-peperangan itu, sebagaimana sejarah membuktikan, tidak akan pernah dapat dimenangkan oleh Amerika.

Boleh jadi saat ini 1,5 miliar umat Islam di seluruh dunia dapat dibodohi oleh Amerika melalui para rejim korup antek Amerika. Namun tidak di masa depan saat umat Islam tidak lagi dikuasai ilusi yang ditebarkan para bintang Hollywood dan Bollywood, Britney Spears, David Beckham, Olga “Bencong” Syahputra, Ahmad Dhani dan Cinta Laura Kiehl.

Bungkamnya Barack Obama sebenarnya menjadi tanda nyata bahwa kampanye “Perubahan” yang diusungnya adalah kebohongan besar, sama dengan kebohongan besar yang telah dilakukan pendahulunya George W. Bush yang menuduh Irak memiliki senjata pemushan massal. Bungkamnya Barack Obama juga menjadi tanda yang tidak dapat dibantah bahwa siapapun presiden Amerika, ia tidak lain hanyalah seorang “operator” dari agenda besar terselubung dari segolongan manusia yang selama ratusan tahun mengendalikan dunia untuk kepentingan sendiri di atas penderitaan rakyat dunia.

ISRAEL RAYA


Pemimpin Hizbullah Sheikh Hassan Nasrallah, ketika pasukannya sedang berusaha menahan gempuran Israel, menyerukan para pemimpin negara-negara Arab dan muslim yang menjadi sahabat Amerika itu untuk berani menentang Israel dan Amerika. “Tidak ada tempat lagi bagi Anda dalam Tatanan Dunia Baru yang akan dibentuk Amerika dan Israel. Jadilah laki-laki walau hanya sehari saja,” katanya.

Pernyataan Nasrallah sangat tepat. Gerakan zionis Israel dengan dukungan kalangan neo-konservatif Amerika, telah menargetkan untuk menguasai Timur Tengah sepenuhnya, dan Irak adalah langkah pertama untuk mencapai target itu. Teritorial “Israel Raya”, wilayah yang diperuntukkan bagi negara Israel sebagaimana ditargetkan itu meliputi Palestina, Suriah, dan Lebanon. Masih kurang, teritorial itu juga meliputi wilayah negara-negara yang telah tunduk menjadi sahabat Amerika: Arab Saudi, Mesir, dan Yordania.

(Tiga negara tersebut telah mengecam Hizbullah sebagai pemicu Perang Lebanon, sementara ulama-ulama “bayaran” Arab Saudi yang telah menghalalkan pasukan Amerika bercokol di tanah haram, justru mengeluarkan fatwa haram untuk membantu Hizbullah dalam perangnya melawan Israel. Para pemimpin Arab antek Amerika itu, termasuk Mesir, Arab Saudi dan negara-negara Teluk Parsi, plus para ulama Sunni Arab kini diam seribu bahasa tentang penyerbuan biadab Israel atas Gaza).

American Free Press (AFP), kantor berita independen yang bebas dari pengaruh Yahudi, pernah mengeluarkan sebuah ulasan tentang hubungan pemerintahan Presiden George W Bush dengan Israel dan dampak yang ditimbulkannya, jauh sebelum media massa lain mengulasnya. AFP mengatakan bahwa kalangan neo-konservatif dengan bekerjasama dengan para kapitalis minyak memiliki ambisi yang sama untuk menguasai kawasan Timur Tengah yang kaya minyak dengan menyingkirkan para penguasa negara-negara di kawasan itu. Di sisi lain kalangan Kristen dan Yahudi fanatik, demi melihat ambisi tersebut di atas, melihat peluang mewujudkan negara Israel Raya yang diimpikan sebagai syarat terjadinya Armagedon.

Negara Israel Raya yang diimpikan tersebut membentang dari Sungai Nil di Mesir hingga Sungai Eufrat di Irak. “Petualangan di Irak” hanyalah tahap awal dari program menguasai Timur Tengah dan mewujudkan Israel Raya. Lebanon adalah langkah selanjutnya. Dengan menguasai Lebanon, maka kekuatan oposisi terhadap persekutuan Israel-Amerika tinggal Syria dan Iran. Namun skenario itu terganjal sementara setelah kekalahan Israel atas gerilyawan Hezbollah.

Skenario menguasai Timur Tengah demi kepentingan Israel bahkan telah cukup lama diungkapkan secara terbuka oleh orang-orang neo-konservatif. Michael Leeden, mantan pejabat inteligen Amerika pro-Israel menulis sebuah artikel berjudul “The War Against the Terror Masters” dimana ia mengusulkan sebuah ide yang disebutnya sebagai “penghancuran yang kreatif”. Ia menulis:

Kita meninggalkan tatanan lama setiap hari, baik di bidang bisnis, sains, sastra, kesenian, arsitektur, film, politik dan hukum.
Musuh-musuh kita selalu membenci kemajuan energi dan kreatifitas ini yang telah mengungguli tradisi mereka dan mempermalukan mereka atas kegagalan mereka menyaingi kemajuan kita. Melihat Amerika tidak lagi setara dengan masyarakat tradisional, mereka takut pada kita karena tidak ingin ditinggalkan.

Mereka tidak lagi merasa aman selama kita berada di sana (Timur Tengah, pen.), karena keberadaan kita, bukan kebijakan politik kita, mengancam legitimasi mereka. Mereka harus menyerang kita agar tetap hidup, sama seperti kita harus menghancurkan mereka untuk melanjutkan missi sejarah kita. Presiden harus berani menyingkirkan para pejabat yang gagal memimpin institusinya secara efektif, bersama dengan mereka yang kurang mendukung kebijakan perang terhadap para teroris. Para pejabat inteligen perlu diganti, dan para komandan militer yang mengatakan kepada presiden bahwa perang tidak bisa di atau karena mereka sekedar tidak siap, juga perlu diganti, seperti halnya pejabat-pejabat di jajaran keamanan yang ngotot menyelesaikan konflik Arab-Israel dengan perundingan.

Sementara itu sekelompok neo-konservatif juga telah menyusun sebuah skenario yang diberi nama “Rogue States Rollback” atau penggulingan regim negara-negara yang berpotensi menentang kekuasaan Israel. Negara-negara tersebut adalah Iran, Irak, Libya, Syria, Sudan, dan Afganistan. Tidak hanya itu, bahkan pemimpin negara se-moderat Arab Saudi pun dianggap berpotenti menjadi musuh yang harus disingkirkan.

Politisi pengusung rencana “Rogue States Rollback” adalah sanator John McCain, kandidat presiden pemilu 2008 yang sebagaimana telah disebutkan sebelumnya adalah seorang senator yang berhutang jasa pada orang-orang Yahudi. Dalam kampanye kepresidenan tahun 2000 dimana ia menjadi salah seorang calon nominator, ia menyatakan dengan lantang akan melancarkan perang habis-habisan melawan negara-negara teror. Yang tidak diungkapkan McCain adalah rencana perang habis-habisan itu telah disusun jauh sebelumnya.

Pada bulan Mei 1993 Martin Indyk, seorang pejabat di Dewan Keamanan Nasional, sebuah lembaga penasihat presiden di bidang keamanan, mengungkapkan di depan para aktivis LSM pro-Israel Washington Institute on Near East Affair (WINEA), pemerintah tengah menargetkan untuk menyerang Irak dan Iran. (Indyk adalah Yahudi Israel kelahiran Inggris. Ia menjadi warga negara Amerika melalui proses istimewa, yaitu langsung ditetapkan oleh Presiden Bill Clinton hanya beberapa jam setelah ia dilantik sebagai presiden pada bulan Januari 1993. Dan seolah masih kurang dengan menduduki jabatan strategis, warga negara istimewa itu selanjutnya diangkat sebagai seorang duta besar).

Pada bulan awal tahun 1994 Associated Press dan The Washington Post mengulas sebuah artikel yang diterbitkan di jurnal berpengaruh Foreign Affairs tentang sebuah rencana yang disusun oleh Anthony Lake, Penasihat Keamanan Nasional Presiden Clinton. Rencana tersebut adalah perang terbatas terhadap Irak dan Iran, dua negara yang oleh Lake disebut sebagai “outlaw” dan “backlash”.

Pada bulan November 1998 Henry Kissinger, tokoh Yahudi yang menjadi arsitek kebijakan politik Amerika di era 70-an dalam artikelnya “Bring Saddam Down” yang dimuat Washington Post memprovokasi Presiden Clinton untuk menyerang Irak. Sementara itu kolumnis Washington Post Jim Hagland pada bulan Maret 2000 menjelang pemilu kepresidenan, menulis, bahwa kebijakan politik di Teluk Persia merupakan isu paling penting bagi para kandidat Presiden. Kandidat paling tepat, menurutnya adalah mereka yang mampu membuat kebijakan politik dan strategi militer yang tepat terhadap Irak dan Iran, juga negara-negara Arab Timur Tengah lainnya, sehingga “demokrasi Amerika” dapat diterima dengan baik.

Bill Clinton memang tidak sempat menyerang Irak. McCain pun gagal menjadi presiden. Namun sejawat McCain dari Partai Republik, George W Bush, berhasil melaksanakan missi itu tahun 2003, menyerang Irak dan menumbangkan Saddam Hussein, namun gagal membawa Irak sebagai negara “demokrasi ala Amerika”.

Dan kini missi tersebut disandang oleh Barack Obama, presiden kulit hitam yang tidak jelas asal-usulnya (sampai saat ini tidak pernah menunjukkan tanda bukti kelahirannya yang otentik meskipun konstitusi Amerika menyebutkan jelas bahwa Presiden Amerika adalah warga negara Amerika yang lahir di Amerika), dan membangun karier atas dukungan zionis tulen Rahm Emmanuel dkk.