Saturday 31 March 2012

NINJA IRAN TUNTUT REUTERS


Seolah tanpa berhenti media-media massa barat "mengerjai" Iran. Saya masih ingat benar bagaimana ketika terjadi krisis pemilu Iran tahun 2009 dulu kantor berita terbesar Inggris, Reuters, menampilkan gambar aksi demonstrasi pendukung Presiden Ahmadinejad tapi diklaim-nya sebagai pendukung oposisi. Setelah diprotes para pembaca dengan santai Reuters hanya mengganti gambar tersebut tanpa penjelasan apalagi meminta ma'af kepada rakyat Inggris, rakyat Iran serta Ahmadinejad.

Kini kasus penghinaan kembali dilakukan Reuters terhadap rakyat Iran. Bulan lalu Reuters memberitakan tentang sekelompok atlet beladiri wanita Iran dari sebuah klub beladiri di pinggir kota Teheran. Kemudian berdasarkan wawancara dengan beberapa atlet beladiri wanita Iran, Reuters membesar-besarkannya dengan menyebut bahwa Iran telah melatih lebih dari 3.000 ninja wanita Iran untuk menjadi ninja pembunuh guna menghadapi kemungkinan invasi asing terhadap Iran. Berita tersebut kemudian diikuti oleh media-media massa Inggris lainnya dan menjadi bahan berita menarik di seluruh Inggris.

Media-media massa Iran yang mengetahui masalahnya kemudian mengkritik Reuters, namun Reuters menolak meminta ma'af. Maka para atlet beladiri wanita Iran pun mengajukan tuntutan hukum kepada Reuters. Menurut para atlet wanita tersebut dengan menyebut mereka sebagai pembunuh, kharater mereka telah dirusak oleh Reuters.

Menurut atlet yang diwawancarai Reuters, jurnalis Reuters mengajukan pertanyaan: apa yang akan dilakukan jika Iran diserang musuh asing? "Wanita dari Reuters mengajukan satu pertanyaan kepada saya, apa yang akan saya lakukan jika Iran diserang musuh? Saya percaya semua orang di dunia akan membela negaranya jika diserang musuh. Namun ia membalikkan kalimat kami untuk membuat kami menjadi seperti para pembunuh dalam judul utama berita mereka," kata Khatereh Jalilzadeh kepada Press TV.

“Kami mengajukan tuntutan karena para wanita yang berlatih Ninjutsu hanya menikmatinya sebagai olahraga. Ini hanya masalah menjaga kebugaran fisik namun Reuter telah berbohong tentang kami," tambahnya.

Atlet wanita lainnya menambahkan bahwa berita yang dibuat Reuters telah membuat masalah bagi karier olahraga mereka. "Ini telah menghalangi peluang kami mengikuti turnamen internasional di negara lain karena Reuters masih dianggap sebagai sumber berita terpercaya. Pada titik ini tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk untuk menghilangkan kerugian kami. Itulah sebabnya kami mengajukan tuntutan. Kami ingin seluruh dunia tahu bahwa Reuters telah berbohong tentang kami," kata Raheleh Davoudzadeh.

Akbar Faraji, yang mendirikan klub Ninjutsu di Iran lebih 22 tahun lalu mengutuk Reuters dan menyatakan murid-muridnya akan melakukan upaya hukum hingga tuntas. "Kami telah mengajukan tuntutan kepada Reuters dengan tuduhan penghinaan dan kami akan terus mengejarnya sejauh mungkin karena ini menyangkut reputasi," kata Faraji.

"Reuters telah mengumumkan kepada dunia kami sebagai pembunuh. Kebenaran harus disampaikan bahwa kami hanya sekelompok atlet. Kami berada di bawah pengawasan kementrian olahraga dan federasi olehraga beladiri," tambah Faraji.

Jurnalis Reuters yang melakukan wawancara dan menulis berita tersebut telah meninggalkan Iran sebelum pengadilan atas kasus tersebut dimulai.



Ref:
"Iranian ninjas sue Reuters for defamation of character"; Press TV; 28 Maret 2012

FASE BARU KRISIS SYRIA (2)


Tahap inilah yang sebenarnya menjadi keinginan blok BRICS (Brazil, Russia, India, China dan Afrika Selatan), yaitu memberi kesempatan pemerintah dan rakyat Syria menjalankan reformasi internal tanpa mengganggu kestabilan kawasan.

Dan tiba-tiba saja kemudian perundingan-perundingan terjadi di mana-mana dengan Koffi Annan sebagai ujung tombaknya. Laporan-laporan menunjukkan bahwa meski telah menutup kantor kedubesnya di Syria, pemerintah Amerika tetap menjalin komunikasi dengan para pemimpin regim Syria. Tokoh-tokoh agama dari gerakan Ikhwnaul Muslimin yang merupakan tulang punggung oposisi juga telah bertemu beberapa kali dengan presiden Bashar al Assad. Sementara tokoh oposisi moderat yang anti-intervensi asing kini didekati oleh para diplomat barat.

Langkah nyata pun diambil oleh para menlu Uni Eropa bulan Maret lalu dengan mengeluarkan komunike bersama menolak intervensi asing atas Syria, bahasa yang sangat dijauhi oleh mereka sampai sebulan yang lalu. Dan senada seirama Kofi Annan pun kemudian memberi peringatan keras terhadap upaya-upaya eksternal untuk mempersenjatai kubu oposisi. Dan menambah irama semakin dinamis, pejabat-pejabat Amerika pun memberikan suara yang senada.

Seorang tokoh oposisi moderat Syria yang masih menjalin komunikasi dengan pemerintah mengemukakan bahwa kelompok-kelompok oposisi berbasis di luar negeri kini saling berusaha menyatukan kekuatan di tengah "angin" yang mulai menjauhi mereka. Kini mereka seakan bungkam terhadap perkembangan di Syria, atau lebih tepat suaranya mulai tidak didengar.

"Mereka memang mendapat bantuan militer, namun tidak pernah cukup. Mereka membutuhkan jauh lebih banyak daripada yang mereka terima, dan kini negera-negara yang dulu mendukung mereka membuat langkah-langkah yang membingungkan mereka," kata tokoh oposisi tersebut.

Dan menambah situasi tidak menguntungkan kubu oposisi, pada bulan Maret lalu di tengah-tengah kemajuan besar militer pemeritah Syria merebut kantong-kantong pertahanan oposisi di Idlib, tiga tokoh utama oposisi menyatakan pengunduran diri dari Syrian National Council (SNC), organisasi payung yang membawahi kelompok-kelompok oposisi yang berbasis di luar negeri.

Dan perubahan juga terjadi di perbatasan, salah satu medan perang konflik Syria. Turki, tetangga Syria yang sangat keras menyuarakan penggantian regim Bashar al Assad, kini tidak lagi banyak mengeluarkan suaranya. Bahkan bertentangan dengan ancaman mereka untuk membentuk kawasan zona penyangga di perbatasan Syria, Turki akhirnya mengakui pernyataan itu tidak benar.

"Turki tidak akan melakukan hal-hal yang akan melanggar integritas wilayah Syria, karena hal itu justru bisa memindahkan konflik ke wilayah Turki," kata menlu Turki Ahmet Davutoglu dalam pertemuan dengan beberapa tokoh oposisi Syria baru-baru ini. Davutoglu secara tidak langsung membenarkan peringatan Bashar al Assad beberapa waktu lalu tentang kondisi demografis Turki yang mirip dengan Syria sehingga rawan terkena imbas konflik Syria. Berbeda dengan pemerintahnya yang keras menentang regim Syria, beberapa faksi politik Turki secara terang-terangan menyatakan dukungan kepada Bashar al Assad. Perlu juga menjadi catatan bahwa sebagaimana Syria negara Turki juga banyak dihuni oleh pengikut sekta Alawit, sekte Islam Sunni yang dekat dengan Shiah. Sekte inilah yang diikuti oleh Bashar al Assad dan pendukung-pendukung kuatnya.

"Insyaf"-nya Turki mungkin juga karena pengaruh Iran. Dalam kunjungannye ke Turki Januari lalu menlu Iran Ali Akbar Salehi menyindir Turki sebagai "melakukan peran berbahaya bagi kepentingan umat Islam dan Arab dengan imbalan yang tidak jelas".

Namun meski Turki telah menahan diri, ada sebagian elemen dalam pemerintahannya yang masih keras menentang Syria, sebagaimana juga sebagian elemen dalam pemerintahan Amerika dan Uni Eropa. Fakta bahwa tahun 2012 adalah tahun penting dalam pemilihan umum di Amerika dan Perancis turut mempengaruhi perubahan sikap politik Amerika dan Uni Eropa atas Syria.

Salah satu kekhawatiran yang membuat perubahan sikap barat adalah fakta bahwa mereka telah banyak mengeluarkan "energi" atas Syria, dan kini "energi" itu telah menipis. Tanpa persetujuan DK PBB barat tidak memiliki alasan untuk menyerang Syria dan harapan yang tertinggal adalah upaya non-militer. Semuanya sudah dilakukan untuk menggoyahkan regim Bashar al Assad, dubes Amerika bahkan turun tangan langsung mengkoordinir aksi-aksi demonstrasi sebelum mendapat balasan pendukung Bashar al Assad sehingga memaksanya hengkang dari Syria: pemberian sanksi, aksi-aksi demonstrasi, mempersenjatai milisi oposisi, perang siber, propaganda dan agitasi, menyuap pejabat dan tentara untuk membelot, hingga tekanan diplomatik. Namun setahun lewat tanpa tanda-tanda regim Bashar al Assad kehilangan pendukung.

Di Washington muncul kekhawatiran menyusupnya milisi-milisi militan garis keras (Salafi, Al Qaida) ke dalam kubu oposisi. Meski telah lama menjadi binaan Amerika dan Saudi, gerakan Islam garis keras ini, terutama di lapangan, kerap tidak bisa dikendalikan. Kebanyakan mereka menyusup dari Irak dan merupakan mantan gerilyawan yang kerap menyerang unit-unit militer Amerika di Irak selama pendudukan. Dengan keberadaan mereka di negara yang berbatasan dengan Israel serta ancaman Syria untuk mengorbankan perang hingga ke Israel, Amerika dan sekutunya harus berfikir ulang dengan ide menyingkirkan Bashar al Assad.

Namun ada saja figur-figur yang tidak bisa melihat kondisi nyata, mengabaikan Iran dan pengaruhnya yang semakin kuat di kawasan dan kedekatannya dengan regim Bashar al Assad (selain bahu-membahu melawan Israel di Lebanon, Syria adalah pendukung Iran dalam Perang Iran-Irak tahun 1980-1988. Kala itu Iran masih menjadi negara lemah yang terkucilkan). Salah satu pejabat tinggi Amerika yang masih terobsesi menghancurkan gerakan perlawanan anti-Israel yang dipimpin Iran adalah mantan dubes di Lebanon dan kini menjabat asisten menlu, Jeffrey Feltman.

Feltman sebagaimana Saudi Wahabiah, Qatar dan negara-negara Teluk (kecuali Uni Emirat Arab) adalah bagian dari Kelompok B yang habis-habisan menginginkan tumbangnya Bashar al Assad untuk diganti dengan regim baru yang terkooptasi Amerika. Perang di Syria telah menjadi sesuatu yang eksistensial bagi Kelompok B. Mereka telah bermain terlalu keras dan berkorban terlalu banyak (termasuk membuka kedok mereka sebagai agen zionisme) untuk bisa mereview kembali langkah mereka.

Dan saat kekuatan-kekuatan politik eksternal berupaya melakukan langkah "penyelamatan muka" atas krisis Syria, kita akan menyaksikan hal-hal menarik. Media-media massa dan LSM-LSM internasional yang pada dasarnya adalah bentukan zionisme tiba-tiba saja "menemukan" praktik-praktik tidak patut tidak patut dan unsur-unsur berbahaya dalam tubuh oposisi Syria, memberi alasan awal barat untuk meninggalkan oposisi sekaligus krisis Syria.

Kelompok B di sisi lain belum bisa "melihat realitas" dan dalam beberapa waktu ke depan masih akan menggunakan retorika dan langkah-langkah keras, setidaknya untuk menjadi daya tawar mereka bagi Kelompok B. Namun jika tidak berhati-hati Syria akan menjadi "kuburan" mereka.



Ref:
"New Phase in Syria Crisis: Dealmaking toward an Exit"; Sharmine Narwani; al-Akhbar, 21 Maret 2012

Wednesday 28 March 2012

MENGAPA APBN HARUS DEFISIT?


Pada akhir dekade 1980-an hingga awal dekade 1990-an muncul beberapa buku heboh tentang "kawasan Asia Timur yang cemerlang", "Third Wave", "Future Shock", "Trend 2000" dan lain sebagainya. Dengan teknik pemasaran yang canggih, para penulis buku tersebut menjadi idola di negara-negara Asia Timur termasuk Indonesia. Presiden SBY pun bahkan mengaku menjadi idolanya Alfin Toffler, sang futuristik penulis "Future Shock" dan "Third Wave". Teknik promosi yang canggih juga turut mempengaruhi kebijakan ekonomi negara-negara Asia Timur, yang tergiur dengan ramalan buku-buku tersebut dengan berlomba-lomba mengadakan pembangunan besar-besaran. Tentu saja pembangunan tersebut dilakukan dengan "bantuan" perbankan dan lembaga-lembaga keuangan asing, alias berhutang.

Dan seakan sebuah konspirasi yang super canggih, hutang-hutang tersebut kebanyakan jatuh tempo pembayarannya pada akhir dekade 1990-an. Pada masa itulah kebutuhan mata uang dolar di kawasan Asia Timur sebagai mata uang untuk membayar cicilan, dipastikan akan melonjak tinggi. Namun tiba-tiba saja mata uang dolar lenyap dari kawasan Asia Timur, menimbulkan kepanikan di tengah ancaman gagal bayar negara-negara Asia Timur. Krisis moneter pun terjadi.

Singkat kata paska krisis yang menghancurkan sendi-sendi sosial ekonomi dan politik masyarakat, terjadi "keseimbangan perekonomian" baru: kurs dolar naik beberapa kali lipat dibanding mata uang negara-negara Asia Timur yang berarti juga hutang luar negera negara-negara Asia Timur secara ajaib ikut naik beberapa kali lipat. Negara-negara seperti Indonesia pun terpaksa harus melego aset-aset berharga-nya kepada kreditur untuk mengurangi beban hutangnya. Sampai kini pun sebenarnya beban krisis tersebut masih terus ditanggung rakyat Indonesia yang setiap tahun harus membayar triliunan rupiah kepada negara-negara kreditur.

PM Malaysia Mahathir Mohammad mengerti betul siapa yang bertanggungjawab terhadap krisis tersebut, yaitu para kapitalis yahudi yang sengaja memborong dolar hingga hilang dari peredaran.

Namun seakan seperti keledai yang tidak bisa mengambil pelajaran, kita terus saja melakukan kesalahan dengan membiarkan diri terjerat dalam hutang.

Saya masih tidak bisa menemukan "kebijaksanaan" di balik prinsip "anggaran berimbang" APBN yang pernah diterapkan pemerintahan Orde Baru, yaitu prinsip menghabiskan semua pendapatan pada tahun yang sama sehingga jumlah pendapatan menjadi sama dengan pengeluaran. Namun saya lebih tidak mengerti lagi "kebijaksanaan" prinsip "anggaran defisit" yang diterapkan Orde Reformasi seperti sekarang, yaitu kebijaksanaan APBN dengan menetapkan pengeluaran lebih besar dari penerimaan dan menutup defisit tersebut dengan berhutang. Karena dengan "kebijaksanaan" ini, dengan hitung-hitungan sederhana saja akan menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun saja Indonesia tidak memiliki kekayaan apapun, sebaliknya terbenam dalam timbungan hutang yang tak terbayar hingga ke anak cucu.

Sebagai gambaran sederhana saya berikan ilustrasi sbb: 2 negara identik A dan B memiliki sumber pendapatan APBN yang sama, yaitu Rp 1.000 triliun. Negara A menerapkan prinsip anggaran defisit dengan menetapkan pengeluaran senilai Rp 1.200 triliun, sedang B menerapkan prinsip anggaran efisien dengan menetapkan pengeluaran senilai Rp 800 triliun. Dengan asumsi tidak ada perubahan pola APBN selama 10 tahun, negara A pada akhir tahun ke 10 memiliki hutang senilai Rp 2.000 triliun. Pada saat yang sama negara B justru memiliki tabungan senilai Rp 2.000 triliun.

Pada kondisi akhir ini negara A tidak lagi memiliki kekayaan sedikit pun karena total pendapatannya tidak cukup untuk membayar hutang sehingga harus terus mengandalkan pemberian hutang-hutang baru negara-negara kreditur untuk sekedar melanjutkan kehidupannya. Sebaliknya negara B adalah negara mandiri yang dengan tabungannya yang mencapai 2.000 triliun cukup untuk menaikkan tingkat kesejahteraan rakyatnya.

Jelas sekali di antara kedua negara tersebut negara yang cerdas dan negara yang idiot.

Sunday 25 March 2012

FASE BARU KRISIS SYRIA: MENYELAMATKAN DIRI MASING-MASING


Ketika tulisan ini tengah dibuat, kampanye baru anti-Syria dilakukan media-media massa barat yang lagi-lagi diikuti sepenuhnya oleh media-media massa nasional. Yaitu mendeskreditkan istri presiden Syria Bashar al Assad. Media-media massa memberitakan kegemaran sang istri presiden yang kelahiran Inggris berbelanja barang-barang mewah lewat internet. Tidak lain untuk mendiskreditkan Bashar al Assad di hadapan rakyatnya.

Inilah cara lama untuk merebut kekuasaan dengan menghancurkan kredibilitas lawan. Pada masa Revolusi Perancis para revolusioner yahudi mendandani seorang pelacur semirip mungkin dengan permaisuri raja, Maria Antoniette, kemudian memerintahkannya melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji. Esok harinya surat-surat kabar kala itu, ribuan pamflet dan selebaran gelap beredar luas di masyarakat berisi tulisan tentang tindakan tidak terpuji sang permaisuri. Pada kesempatan lain orang-orang yahudi mengirimi Maria Antoniette dengan perhiasan mahal. Meski sang permaisuri, seorang wanita terhormat, tidak memakan umpan dan mengembalikan barang itu, media massa memberikan julukan baru bagi sang permaisuri, yaitu "Lady Defisit", orang yang telah menghancurkan keuangan negara dengan kebiasaannya membeli barang mewah.

Mungkin itu semua adalah cara terakhir elemen-elemen politik internasional yang masih berhadap Bashar al Assad, satu-satunya pemimpin negara Arab yang masih tegak berdiri menentang Israel, untuk tumbang, setelah kampanye militer mengalami kegagalan total.

Dalam beberapa minggu terakhir telah terjadi perubahan signifikan pada beberapa pemain kunci internasional dalam krisis Syria. Momentum pun telah berubah dari "serangan habis-habisan" terhadap pemerintah Syria menjadi "investigasi rahasia" untuk mencari jalan keluar tanpa mempermalukan wajah para pemain kunci.

Jatuhnya kubu pertahanan terkuat pasukan oposisi di Baba Amr menjadi awal perubahan tersebut. Setelah Baba Amr kini tidak ada lagi penghalang berarti bagi pasukan pemerintah Syria untuk membersihkan kantong-kantong perlawanan oposisi. Jatuhnya Baba Amr hanya memberikan satu tanda bahwa "pilihan militer" telah mengalami kegagalan total.

Kini para pemain kunci internasional pun sibuk mencari jalan keluar untuk mengamankan diri. Ada dua kubu pemain kunci internasional yang berbeda dalam menyikapi perubahan tersebut. Kubu pertama terdiri dari Amerika, Inggris dan Turki hanya ingin mengakhiri petualangan mereka di Syria tanpa kehilangan muka. Kubu kedua, yang paling banyak berkorban dan paling keras perjuangannya untuk menyingkirkan Bashar al Assad, masih berharap "impian" mereka tercapai. Kubu terakhir ini adalah Arab Saudi, Qatar, Libya dan negara-negara Teluk ditambah beberapa elemen pejabat di Amerika dan Eropa.

Sebelum kejatuhan Baba Amr kedua kubu berjuang bahu-membahu dengan segala kemampuan untuk menyingkirkan Bashar al Assad. Ketika tim pemantau Liga Arab tengah bekerja Qatar sebagai ketua Liga Arab menghentikan mereka secara tiba-tiba dan memaksakan draft resolusi Liga Arab yang menyerukan pengunduran diri Bashar al Assad. Kemudian dengan mengabaikan permintaan Rusia untuk memberi kesempatan menlu Rusia bernegosiasi dengan Bashar al Assad, Liga Arab mengajukan resolusi yang sama ke Dewan Keamanan PBB. Setelah resolusi tersebut ditolak Rusia dan Cina mereka membentuk forum "Friends of Syria" untuk menjadikan oposisi sebagai wakil sah Syria di dunia internasional. Langkah ini disusul dengan berbagai kecaman terhadap Syria serta penutupan kantor-kantor perwakilan di Syria serta pengusiran staff kedubes Syria di negara mereka, semuanya demi menjaga momentum yang menyudutkan Syria. Namun semua upaya itu hancur setelah kejatuhan Baba Amr.

Perubahan yang tampak nyata adalah dengan ditunjuknya mantan Sekjend PBB Kofi Annan sebagai utusan PBB untuk mengatasi krisis Syria. Berbeda dengan sikap para pemimpin barat dan Arab serta Turki selama ini, kini tidak lagi ada retorika keras yang dibawa Annan setelah dipegangnya jabatan tersebut seperti "pergantian kekuasaan" dan sebagainya. Annan adalah "kartu as" Amerika untuk mengamankan kepentingan Amerika serta sejauh mungkin masih bisa mengakomodir kepentingan sekutu-sekutunya dalam krisis Syria hingga terselenggaranya pemilu parlementer Syria bulan Mei mendatang.


(bersambung)

PENGAKUAN ANGGITO ABIMANYU: TIDAK ADA SUBSIDI BBM (2)


Saya terkejut setelah mengetahui tulisan saya terdahulu ternyata mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Akibat tulisan tersebut blog ini sampai mendapat hits lebih dari 10.000 sehari dari biasanya yang hanya sekitar 700 sampai 1.000 hits. Belum lagi forward yang dikirim melalui jejaring sosial Facebook, twitter, hingga BBM, SMS dan e-mail. Dan itu masih ditambah dengan beberapa blog yang meng-copas tulisan saya, meski sayangnya beberapa di antaranya tanpa menyebutkan sumbernya, yaitu blog ini.

Maka Pak Anggito pun sampai harus mengadakan konperensi pers untuk membantah isu yang berkembang seputar dirinya terkait masalah subsidi BBM. Dalam konpers tersebut beliau membantah telah "melakukan penghitungan pendapatan migas bersama-sama dengan Kwik Kian Gie". Ia juga menyatakan bahwa "surplus pendapatan migas telah habis untuk membiayai belanja pemerintah hingga APBN defisit".

Memang Pak Anggito tidak melakukan penghitungan bersama-sama dengan pak Kwik, melainkan pak Kwik yang melakukan penghitungan, dan pak Anggito membenarkan perhitungan Pak Kwik. Sebagai mantan pejabat negara yang bertanggungjawab dalam kebijakan fiskal pemerintah, tentu Pak Anggito tahu angka-angka pendapatan migas yang tidak sepenuhnya diketahui pak Kwik. Namun sayangnya, dan ini perlu menjadi catatan kita semua, Pak Anggito sebagaimana semua pejabat keuangan pemerintah selalu tertutup dalam soal pendapatan migas. Saat mengakui adanya suplus pendapatan minyak misalnya, Anggito tidak menyebutkan berapa angkanya dan tiba-tiba menyambungnya dengan mengatakan "surplus itu sudah habis digunakan untuk membiayai APBN yang defisit".

Saya pernah menulis penghitungan pendapatan migas pemerintah di blog ini. Saya sadar penghitungan tersebut jauh dari angka sebenarnya yang disembunyikan pemerintah dan saya semakin yakin setelah sampai saat ini tidak pernah ada "counter" terhadapnya. Kalau pun ada "orang-orang pemerintah" yang membantah, dijamin pasti hanya asal tuduh "tidak valid" sebagaimana tuduhan terhadap anggota DPR dari PDI-P Rieke Dyah Pitaloka yang menulis artikel tentang "kenaikan BBM, rakyat buntung, SBY untung". Bahkan terhadap analisis-analisis Kwik Kian Gie yang sudah lama beredar di masyarakat pun pemerintah tidak pernah menanggapinya secara jujur dan terbuka.

Dan tentang "surplus itu sudah habis digunakan untuk membiayai APBN yang defisit", semakin mencerminkan sikap tidak bijaksana Anggito Abimanyu dan pemerintah. Kenapa harus dihabiskan dan kenapa harus defisit APBN?. Bukankah sikap arif dan bijaksana adalah tidak "besar pasak daripada tiang"? Negara, apapun bentuknya, secara prinsip tidak berbeda dengan entitas-entitas ekonomi lain yang lebih kecil seperti pribadi, keluarga ataupun perusahaan. Pribadi, keluarga dan perusahaan yang bijak akan menerapkan prinsip efisiensi dan efektifitas, dan bersikap "besar pasak daripada tiang" jauh dari prinsip itu.

Kemakmuran diraih dengan kerja keras dan berhemat, bukan mengumbar nafsu dengan mengandalkan pinjaman asing yang ujung-ujungnya mengantarkan seluruh rakyat menjadi jajahan asing sebagaimana kini dialami rakyat Yunani. Membangun ruangan banggar DPR senilai Rp 20 miliar, membeli pesawat kepresidenan seharga Rp 800 miliar, membiayai studi banding anggota DPR ke luar negeri bertrilyun rupiah, membayar cicilan hutang luar negeri hingga 150 triliun lebih, membangun kantor-kantor pemerintah senilai hingga ratusan miliaran bahkan triliunan, semuanya bukan kebijaksanaan bila ternyata masih ada hal-hal lain yang bisa memberikan nilai tambah perekonomian. Merevitalisasi dan rehabilitasi saluran irigasi, membangun infrastuktur dan jalan berkualitas lintas Sumatera-Kalimantan-Sulawesi-Irian, membangun jembatan Selat Sunda, membuka ladang-ladang pertanian dan perkebunan plus sarana dan prasarananya di wilayah-wilayah terpencil, mengembangkan mobil nasional dan lain-lainnya, jauh lebih penting lagi.

Ada 1.000 cara lebih bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi tekanan APBN akibat kenaikan harga minyak dunia tanpa harus menaikkan harga BBM. Dan kengototan pemerintah untuk menaikkan harga BBM semakin mengukuhkan pendapat masyarakat bahwa pemerintah lebih mengedepankan kepentingan asing karena dengan makin tingginya harga BBM, perusahan minyak asing akan bisa turut bermain dalam bisnis minyak di dalam negeri.

KEBOHONGAN TTG PEMBANTAIAN AFGHANISTAN


Apa yang bisa Anda simpulkan dari ketiga "fakta" berikut tentang peristiwa pembantaian massal di Kandahar, Afghanistan, hari Minggu 11 Maret 2012 lalu?

1. Pernyataan resmi Amerika bahwa pembantaian 9 anak-anak dan 7 orang dewasa itu dilakukan oleh Sersan Robert Bales seorang diri.
2. Keterangan saksi-saksi bahwa pembantaian tersebut dilakukan oleh serombongan pasukan Amerika.
3. Keterangan Robert Bales kepada pengacaranya bahwa ia mengalami "amnesia" atau lupa ingatan tentang malam terjadinya pembantaian.

Berdasarkan pengalaman masa lalu dimana pemerintahan Amerika dipenuhi dengan kebohongan, saya percaya bahwa pembantaian tersebut dilakukan oleh satu regu pembunuh "SOCOM", sementara para malam pembantian tersebut Robert Bales mendapatkan perawatan medis "cuci otak", mungkin dengan dipaksa mengkonsumsi ramuan campuran "Purple Haze" dan "Prozac" ditambah berbagai intimidasi dan penyiksaan hingga membuatnya mengalami amnesia.

Secara logika saja sangat sulit menerima keterangan pemerintah Amerika tentang Bales sebagai pelaku tunggal. Ia dituduh keluar dari pangkalannya tanpa ijin dengan mengendarai HUMVREE, dan melakukan serangkaian pembunuhan berantai dengan senapan yang dibawanya di beberapa lokasi. Ia bahkan sempat menyiramkan bensin ke sebagian mayat korbannya dan membakarnya.

Saksi-saksi yang melihat kejadian menyebutkan pembantaian dilakukan oleh satu regu pasukan yang mabuk. Namun media massa tidak menyinggung sama sekali keterangan ini melainkan mengutip seluruh keterangan pemerintah Amerika.


SATU REGU PASUKAN


Sebuah tim pencari fakta yang dibentuk oleh parlemen Afghanistan menyebutkan bahwa satu regu pasukan Amerika yang terdiri dari 15 hingga 20 orang, terlibat dalam aksi pembantian massal tersebut.

Tim tersebut terdiri dari anggota parlemen Hamidzai Lali, Abdul Rahim Ayubi, Shakiba Hashimi, Syed Mohammad Akhund dan Bismillah Afghanmal, yang semuanya berasal dari provinsi Kandahar ditambah 2 anggota parlemen dari provinsi Badakhshan serta masing-masing 1 orang dari provinsi Khost dan provinsi Farah. Tim berada di sekitar lokasi kejadian selama 2 hari, melakukan wawancara langsung dengan keluarga korban, ketua-ketua suku serta para korban selamat dan kemudian mengumpulkan bukti-bukti peristiwa di distrik Panjwai.

Anggota tim Hamidzai Lali kepada "Pajhwok Afghan News" mengatakan bahwa tim menemukan keterlibatan sekitar 15 hingga 20 tentara Amerika dalam pembantaian keji tersebut.

"Kami meneliti dengan teliti lokasi kejadian, berbicara dengan keluarga korban, orang-orang yang selamat, serta para ketua suku," katanya.

Ia menambahkan bahwa aksi pembantaian berlangsung selama 1 jam dan dilakukan secara terpisah oleh 2 kelompok pasukan di tengah malam.

"Desa-desa yang diserang berada sekitar 1,5 km dari pangkalan militer Amerika. Kami yakin seorang prajurit tidak akan bisa melakukan pembantian di 2 desa dalam waktu 1 jam. Ke 16 korban yang kebanyakan adalah wanita dan anak-anak itu dibunuh oleh 2 kelompok pasukan," kata Lali.

Lali meminta pemerintah Afghanistan, PBB dan masyarakat internasional untuk memastikan para pelaku diadili di Afghanistan sembari menyatakan kemarahannya bahwa pelaku utama pembantaian telah diterbangkan keluar Afghanistan. Ia mengingatkan bahwa rakyat yang marah atas pembantaian tersebut akan melancarkan gerakan melawan pemerintah yang dianggap gagal melindungi rakyat dan bersekongkol dengan penjajah asing.

“Jika masyarakat internasional tidak melakukan tindakan apapun untuk menghukum pelaku, maka Wolesi Jirga (dewan perwakilan rakyat tidak resmi yang terdiri dari para ketua suku dan pemuka masyarakat) akan menyatakan pasukan asing sebagai penjajah sebagaimana Uni Sovyet," kata Lali.

Presiden Hamid Karzai sendiri yang tersudut oleh peristiwa pembantaian ini telah mendesak pemerintah Amerika untuk "serius" menangani kasus ini serta meminta percepatan penarikan pasukan asing dari Afghanistan.



ALASAN TERJADINYA PEMBANTAIAN
Bagi pengamat politik yang jeli peristiwa pembantaian tgl 11 Maret lalu bisa jadi dirancang pemerintah Amerika untuk tujuan memberi "alasan" penarikan pasukan mereka dari Afghanistan tanpa mempermalukan Amerika. Dengan alasan "memenuhi kehendak rakyat Afgahnistan", mereka bisa menutupi hal yang sebaliknya, "kekalahan memalukan dan menyakitkan".

Atau bisa saja pembantaian tersebut dilakukan untuk menciptakan ketegangan baru di Afghanistan sehingga memberi alasan Amerika untuk mempertahankan pasukannya yang mungkin akan bisa digunakan untuk menyerang Iran kelak.


REF:

"Is ZOG Lying About Bale’s Afghan Spree Killing?"; incogman.net; 19 Maret 2012

"Up to 20 US troops executed Panjwai massacre"; Bashir Ahmad Naadimon; pajhwok.com; 15 Maret 2012.

Monday 19 March 2012

LEBANON, NEGARA YANG TIDAK "BERSEJARAH"


"Negara yang tidak mempunyai sejarah tidak akan mempunyai masa depan," kata Perdana Menteri Lebanon Najib Miqati terkait penerbitan buku sejarah Lebanon baru resmi pemerintah baru-baru ini. Pada saat yang sama di berbagai tempat di Lebanon terjadi kerusuhan antara aparat keamanan dengan kelompok-kelompok yang menentang isi dalam buku sejarah tersebut.

Ya, menulis buku sejarah merupakan hal yang paling sulit dilakukan di Lebanon, negeri yang selama periode tertentu dipenuhi dengan kekacau-balauan, pembunuhan, pengkhianatan dan tindak kekerasan yang luar biasa. Negeri yang pernah dipimpin oleh orang-orang yang mencapai tujuan politiknya dengan melakukan pembunuhan brutal lawan-lawan politiknya. Sebut saja misalnya Presiden Bashir Gemayel yang membunuh rival politiknya, Tony Franjieh beserta anak dan istrinya dan kemudian membuat perjanjian damai dengan Israel setelah negeri zionis itu menduduki separoh wilayah Lebanon dan baru saja membunuhi ribuan rakyat Lebanon. Atau Samir Geagea yang membunuh PM Rashid Karami tahun 1987 dan politisi Dany Chamoun beserta anak-anak dan istrinya tahun 1978.

Bashir Gemayel memang telah tewas karena ledakan bom hampir 30 th lalu (diduga dilakukan oleh inteligen Syria yang kala itu terlibat perang melawan Israel di Lebanon), namun faksi politiknya, Phalangist, masih eksis sampai saat ini dan sempat menjadi bagian dari koalisi pemerintah sebelum pemerintahan sekarang. Samir Geagea bahkan masih hidup dan menjadi salah satu politisi berpengaruh di Lebanon saat ini. Ia pun menjadi bagian dari koalisi pemerintahan sebelum pemerintahan sekarang. Geagea telah divonis hukuman mati, namun sistem hukum yang lemah membuatnya tetap "eksis".

Perlu dicatat di sini bahwa politik benar-benar menjadi "panglima" di Lebanon dan opportunisme menjadi kebiasaan. Maka tidak heran jika Samir Geagea bisa menjadi bagian dari pemerintahan koalisi yang dipimpin oleh perdana menteri dari kelompok muslim Sunni, meski ia adalah pembunuh dari Rashid Karami, seorang pemuka muslim Sunni. Sebaliknya Bashir Gemayel dan Geagea tidak peduli jika yang mereka bunuh (Tony Franjieh dan Dany Chamoun) adalah sesama orang Kristen sebagaimana mereka.

Beruntung di Lebanon kemudian muncul gerakan Hizbollah yang kini menjadi kekuatan politik dan militer paling tangguh dan suka atau tidak suka telah menjadi penjaga "keseimbangan politik" Lebanon, terutama berkat keberhasilannya "menendang pantat" Israel hingga harus hengkang dari Lebanon. Kini tidak ada faksi politik yang berani melakukan langkah radikal seperti pembunuhan dan aksi-aksi kekerasan lain tanpa memperhitungkan kekuatan Hizbollah. Sehingga Geagea pun tidak berani mengulangi aksi brutal menyerang Gereja "Our Lady of Deliverance" hingga menewaskan 11 jemaah tak berdosa tahun 1994, meski ia kini tengah terlibat pertikaian dengan pemimpin gereja Maronite Patriah Beshara al-Rahi terkait krisis Syria. Tidak seperti pendahulunya Patriah Nasrallah Sfeir yang anti-Syria, Rahi adalah pendukung presiden Bashar al Assad, sementara Geagea dalah musuh Syria.

Namun tetap saja Geagea masih bisa mengirim ratusan orang berdemo menentang buku sejarah yang menyebutkan lembaran hitam hidupnya.

Sebuah ironi. Lebanon, tempat berkembangnya kebudayaan-kebudayaan besar dunia, kesulitan menuiskan sejarahnya sendiri.

Friday 16 March 2012

PEMBUNUHAN RAHASIA DGN PISTOL SERANGAN JANTUNG


Kematian aneh banyak tokoh kontroversial akibat "serangan jantung" telah banyak menimbulkan pertanyaan di benak para pengamat "teori konspirasi". Mungkinkah aparat inteligan telah memiliki senjata pemicu serangan jantung mematikan?

Kematian misterius terakhir menimpa Andrew Breitbart, orang yang mengumumkan mempunyai rekaman video yang bisa "menghancurkan" karier politik Barack Obama dan akan segera dibuka ke publik. Ia meninggal akibat "serangan jantung" tgl 1 Maret lalu. Padahal dengan umur masih 40-an th dan tidak pernah memiliki catatan serangan jantung, kematian seperti itu sangat-sangat jarang terjadi. Kematian tersebut menyusul kematian serupa yang menimpa komandan HAMAS Mahmoud Mabhouh di sebuah hotel tgl 19 Januari lalu.

Di antara senjata inteligen baru yang kini menjadi perhatian para pengamat inteligen adalah pistol jarum berisi zat-zat yang memicu serangan jantung. Demikian canggih sehingga jarum yang ditembakkan langsung hancur di dalam tubuh dan melebur dalam darah bersama zat-zat pemicu serangan jantung. Dampak yang dialami penderita saat mendapat tembakan hanya seperti gigitan nyamuk, atau bahkan tidak terasa sama sekali.

"Racun pembunuh dengan cepat menyebar melalui pembuluh darah dan menimbulkan serangan jantung hebat. Dan saat kerusakan terjadi, racun tersebut dengan cepat terurai dengan sendirinya sehingga otopsi yang dilakukan hanya menemukan adanya serangan jantung biasa," ungkap Fred Burks, seorang analis inteligen kepada majalan "Examiner" (Fred Burks, "CIA secret weapon of Assassination", 29 November 2009).

Jarum kecil yang ditembakkan akan menembus pakaian, hanya menimbulkan noda merah di kulit. Jika pakaian yang digunakan cukup tebal seperti jaket kulit, ada kemungkinan korban berhasil diselamatkan. Setelah itu korban akan menderita gatal-gatal di area tembakan sebelum akhirnya terkulai karena serangan jantung.

Kini diyakini pistol jarum pemicu serangan jantung mematikan telah digunakan dinas-dinas inteligen "pionir" seperti Mossad dan CIA. Senjata kecil itu gampang disembunyikan dan ditembakkan. Di tengah-tengah keramaian dan oleh agen inteligen terlatih, senjata itu tidak menimbulkan kecurigaan saat ditembakkan.

"Saat jarum mematikan itu masuk ke dalam tubuh, individu yang menjadi target mungkin merasa seperti mendapat gigitan nyamuk, atau bahkan tidak merasakan dampak apapun. Jarum beracun itu kemudian hancur saat masuk ke dalam tubuh," papar Burks selanjutnya.

Menurut Burks, informasi awal tentang senjata rahasia ini sebenarnya terjadi dalam suatu sidang Komisi Senat yang membahas praktik-praktik ilegal CIA tahun 1975. Namun senjata rahasia ini hanya satu dari beberapa senjata rahasia lainnya yang dibahas dalam sidang yang secara resmi disebut sidang "Komite Khusus Senat untuk Mempelajari Operasi Inteligen Pemerintah."

Kini, 37 tahun kemudian, senjata seperti itu tentu jauh lebih canggih dari yang dibahas dalam sidang senat Amerika.



Ref:
"Heart Attack Homocides in Disguise"; Deborah Dupre; incogman.net; 4 Maret 2012

"More Thoughts on the Death of Andrew Breitbart"; James Buchanan; davidduke.com; 1 Maret 2012

Tuesday 13 March 2012

BETON PINTAR IRAN UNTUK BOM PINTAR AMERIKA


Di tengah gencarnya pemberitaan tentang bom pintar Amerika yang konon mampu menghancurkan semua bunker beton bawah tanah yang dibuat Iran, diam-diam Iran mengembangkan "beton pintar" untuk mengatasi ancaman tersebut.

Sebuah artikel di situs "Aggravate Research" milik Aggravate Industries, Iran, sebagaimana dikutip oleh situs "Press TV" tgl 12 Maret lalu menyebutkan tentang pengembangan material “ultra-high performance concrete” (UHPC) atau beton super kuat yang merupakan salah satu material paling keras di dunia.

Menurut sumber tersebut UHPC kini telah menjadi perhatian serius Amerika sebagaimana program pengembangan nuklir Iran. Dan sebagaimana teknologi nuklir, pembuatan UHPC membutuhkan teknologi yang sangat maju.

"Berbeda dengan beton biasa, beton buatan Iran dicampur dengan bubuk "quartz" dan serat khusus yang mengubahnya menjadi beton super kuat yang tahan terhadap tekanan tinggi," tulis laporan tersebut.

Dengan teknologi ini beton buatan Iran merupakan material canggih yang berguna bagi kemajuan peradaban yang dengannya berbagai bangunan konstruksi besar seperti jembatan, dam, terowongan, saluran pembuangan bisa dibuat lebih kuat dan tahan lama. Terlebih lagi material baru ini juga memiliki sifat menyerap polusi. Dan laporan tersebut tentu saja juga menyebutkan aplikasi teknologi ini bagi fasilitas-fasilitas nuklir Iran yang kini menghadapi ancaman serangan Amerika dan Israel.

Menurut laporan tersebut menhan Amerika Leon Panetta baru-baru ini menyatakan kekhawatirannya terhadap kemungkinan terjadinya konflik militer dengan Iran dimana bom-bom pintar Amerika tidak bisa menghancurkan fasilitas-fasilitas nuklir Iran yang berada di bawah tanah. Hal itu, demikian menurut laporan tersebut, karena Panetta sudah mengetahui bahwa Iran telah melindungi fasilitas-fasilitas nuklir bawah tanahnya dengan UHPC. Dalam wawancaranya dengan "The Wall Street Journal" tgl 26 Januari Panetta mengumumkan bahwa pengembangan masih harus dilakukan untuk meningkatkan daya hancur bom pintar Amerika.

Bom pintar yang dimaksud adalah bom penghancur bunker yang dikenal dengan nama Massive Ordnance Penetrator (MOP) seberat 30.000 pon atau sekitar 15 ton. Menurut "Wall Street Journal" beberapa tes yang dilakukan menunjukkan bom-bom tersebut tidak bisa menghancurkan semua fasilitas nuklir Iran.”



REF:
"Iran ‘smart concrete’ to protect N-sites from US bunker busters"; Press TV – March 12, 2012

PENGAKUAN ANGGITO ABIMANYU: TIDAK ADA SUBSIDI BBM


Akhirnya Pak Anggito Abimanyu, salah satu fundamentalis neo-liberal Indonesia yang selalu bersikeras menaikkan harga BBM dengan alasan "mengurangi beban subsidi BBM", mengakui bahwa tidak ada subsidi dalam BBM. "Masih ada surplus penerimaan BBM dibanding biaya yang dikeluarkan," katanya dalam acara talkshow di TVOne hari Senin (13/3), terkait rencana kenaikan harga BBM akibat kenaikan harga BBM dunia. Anggito menjadi salah satu narasumber bersama Kwik Kian Gie dan Wamen ESDM.

Mungkin Anggito tidak akan pernah memberikan pengakuan seperti itu kalau saja tidak karena ada Kwik Kian Gie yang telah lama menyampaikan pendapatnya bahwa isu "subsidi" adalah pembohongan publik, dan pendapat itu diulangi lagi dalam acara talkshow tersebut di atas.

Pengakuan tersebut menunjukkan dengan sangat-sangat gamblang bahwa isu "subsidi" yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah sebagai alasan kenaikan harga BBM adalah sebuah "pembohongan". Sebagaimana pengakuan Anggito, tidak ada subsidi BBM, bahkan ketika saat ini harga BBM dunia mencapai $120 per-barrel.

Meski dalam blog ini pernah saya kupas secara mendetil mengenai penghitungan biaya dan penerimaan BBM oleh pemerintah, saya ingin kembali mereview-nya secara sederhana. Jika pemerintah mengambil BBM secara cuma-cuma dari dalam bumi Indonesia dan kemudian mengekplorasinya dengan biaya $20 per-barrel, sementara harga minyak dunia tidak pernah di bawah biaya produksi tersebut, darimana munculnya subsidi? Hanya orang bodoh moron idiot yang masih percaya pada bualan soal "subsidi" tersebut.

Meski terlambat dan menunjukkan dirinya sebagai pengkhianat rakyat dan pengkhianat nuraninya sendiri selama menjadi pejabat negara (kini Anggito bukan lagi pejabat pengambil kebijakan ekonomi), pengakuan Anggito (mantan dosen saya waktu mahasiswa) sebenarnya menjadi koreksi "kebijakan pemerintah" dalam soal BBM. Namun alih-alih pemerintah terus saja menggunakan isu "subsidi" imaginatif untuk melegitimasi rencana kenaikan harga BBM, termasuk dalam iklan sosialisasi kenaikan harga BBM yang saat ini gencar ditayangkan di televisi.

Dalam diskusi tersebut Anggito memang tetap mendukung rencana kenaikan harga BBM, namun kini dengan alasan yang lebih rasional, tidak lagi menggunakan imajinasi "subsidi", melainkan demi mengurangi beban APBN. Dan inilah yang mestinya menjadi dasar kebijakan pemerintah, mengurangi beban APBN tanpa harus menipu rakyat.

Baik, kalau hanya mengatasi "tekanan" APBN ada banyak cara untuk mengatasinya tanpa harus menyengsarakan rakyat sebagaimana kebijakan menaikkan harga BBM. Bisa mengintensifkan penerimaan pajak yang selama ini lebih banyak "beredar" di "pasar gelap pajak" sebagaimana ditunjukkan dalam kasus Gayus Tambunan. Bisa dengan mengintensifkan pencegahan tindak korupsi sehingga dana APBN yang banyak bocor bisa diarahkan ke pos-pos yang produktif. Cara lainnya adalah meningkatkan produksi BBM sehingga penerimaan pajak BBM meningkat. Dan tentu saja adalah pengelolaan APBN yang efektif dan efisien.

Ada 1.000 cara lebih bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi tekanan APBN akibat kenaikan harga minyak dunia tanpa harus menaikkan harga BBM.

Sunday 11 March 2012

AL QUDS, IBUKOTA UMAT ISLAM


Di tengah gencarnya berita tentang krisis Syria yang dilancarkan media-media "shabo goy" (istilah yahudi untuk "binatang ternak yang baik", merujuk pada orang-orang non-yahudi yang bekerja melayani kepentingan yahudi), terjadi peristiwa monumental yang sengaja "dilupakan" kecuali oleh media-media massa yang masih percaya pada kemuliaan berjihad melawan kezaliman Israhell/yahudi.

Bertempat di Resalat Hall, Beirut, hari MInggu (4/3), telah diadakan "event" "Forum Al Quds (Jerussalem)" yang diselenggarakan oleh "Komite Pendukung Perlawanan Palestina", sebuah kelompok dari gerakan perlawanan anti-Israel di Lebanon yang ditulang punggungi oleh Hizbollah dan kawan-kawan. Dalam acara tersebut dideklarasikan "Al Quds sebagai Ibukota Palestina, Arab dan negara-negara Islam". Event ini menjadi "perlawanan" terbaru terhadap upaya yahudisasi Al Quds oleh Israel yang semakin intensif akhir-akhir ini di tengah-tengah ketidak pedulian umat Islam di seluruh dunia.

Yang menarik, dalam forum ini ditampilkan pidato beberapa tokoh politik dan lintas-agama dari berbagai negara. Selain pemimpin Hizbollah Sayyed Hassan Nasrallah dan pemimpin kelompok perlawanan Palestina HAMAS dan Jihad Islam, juga turut berpidato pemimpin gereja Orthodox Lebanon, pemimpin Sunni dan Dubes Iran untuk Lebanon.

Diawali dengan nyanyian lagu kebangsaan Lebanon dan Palestina (acara ini bukan acara keagamaan. Acara keagamaan yang diselenggarakan oleh Hizbollah selalu diawali dengan pembacaan Al Qur'an), acara dilanjutkan dengan pidato para pembicara yang dimulai dengan pidato Hassan Nasrallah yang mengingatkan bahaya yahudisasi Al Quds. Nasrallah menyebutkan Al Quds adalah masalah yang unik karena ia adalah kota suci bagi umat agama-agama samawi (Islam, Kristen, Yahudi) di seluruh dunia.

"Setiap orang Palestina, Arab, Muslim dan Kristen memiliki kewajiban nasional, umum dan etik terhadap Al Quds. Ini membutuhkan tindakan yang serius kita semua," kata Nasrallah. Nasrallah juga mengingatkan bahwa semua orang Islam bertanggungjawab atas pembebasan Al Quds dari pendudukan Israel.

"Kita tidak bertanggungjawab atas terjadinya pendudukan Al Quds, namun kita menanggung kewajiban untuk membebaskannya, dan setiap orang harus bersiap mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan di hari pembalasan kelak," tambah Nasrallah.


PALESTINA KUAT DENGAN SOLIDARITAS

Pimpinan Gereja Orthodok Lebanon Archbishop Atallah Hanna, dalam sambutannya memuji sikap Nasrallah atas Al Quds dan menyerukan kepada para hadirin bahwa rakyat Palestina "kuat berkat solidaritas Anda karena Anda percaya bahwa masalah Al Quds adalah masalah bersama umat Islam, Kristen dan Arab karena Al Quds adalah kota suci yang menampung tempat-tempat suci Islam dan Kristen."


KEMENANGAN LEBANON, MODEL IDEAL UNTUK PALESTINA

Sementara itu ulama Sunni tertinggi Lebanon, Mufti Sheikh Ahmed Qabalan mengatakan dalam pidatonya bahwa “setelah keberhasilan Revolusi Iran, aksi pertama yang dilakukan Imam Khomeini terhadap Al Quds adalah membentuk kelompok perlawanan anti-Israel. Kemudian dengan kemenangan Hizbollah atas Israel tahun 2000 dan 2006, angin kemenangan berbelok kepada kelompok perlawanan,” kata Sheikh Qabalan. Qabalan juga menekankan pentingnya kerjasama yang kukuh antar semua faksi perlawanan.



YAHUDISASI AL QUDS TAMPARAN TERHADAP REVOLUSI ARAB


Pada bagian lain wakil kelompok Jihad Islam Palestina di Lebanon Abu Imad Rifai mengatakan bahwa
perang pembebasan Al Quds merupakan perang antar "barbarisme melawan jihad". Ia menyayangkan bungkamnya umat Islam, terlebih Liga Arab atas upaya-upaya yahudisasi Al Quds oleh Israel, termasuk pembangunan perumahan yahudi dan penyerbuan Masjidil Al Aqsa oleh sekelompok ekstremis yahudi baru-baru ini.

"Upaya penyerangan Al Aqsa baru-baru ini merupakan tamparan di muka gerakan revolusi Arab, khususnya di Mesir," kata Abu Imad Rifai.

Rifai menyebut pendekatan negosiasi telah mengakibatkan Palestina kehilangan 75% wilayah Tepi Barat dan mendorong Israel untuk berani mencoba me-yahudisasi-kan Al Quds.



TUMOR KANKER

Berbicara dalam forum tersebut dubes Iran untuk Lebanon Ghadanfar Roknabadi meyakinkan bahwa Palestina tidak akan terus berada di bawah penjajahan Israel.

"Mereka menuduh Iran telah menabuh genderang perang dan menghambat proses perdamaian. Kami menanyakan pada mereka, perdamaian seperti apa yang mereka maksud? Dengan Israel? Kami telah umumkan sejak awal bahwa kami tidak mengakui negara itu," kata dubes Iran. Ia juga menyebutkan istilah yang pernah dipopulerkan Ayatollah Khomeini tentang Israel sebagai "tumor kanker" yang akan terhapus dari peta.

Dan akhirnya wakil HAMAS pun berbicara. Ali Barakah mengingatkan bahwa saat ini tempat-tempat suci umat Islam dan Kristen dalam bahaya karena praktik-praktik Israel. Namun ia juga mengingatkan bahwa perang yang bakal terjadi kelak akan dimenangkan oleh kaum muslim.

"Bagaimana kita akan membebaskan Al Aqsa kelak? Melalui negosiasi dan perundingan?" tanya Barakah. Menurutnya satu-satunya cara adalah dengan menghancurkan segala yang dibangun oleh perampas tanah Palestina (Israel) dengan perjuangan dan perang.

"Perang untuk membebaskan Al Quds telah tiba dan selesai dengan kemenangan pada bangsa Palestina," katanya.



Ref:
"Declaring Al-Quds the Capital of Palestine, Arabs and Muslims in Beirut"; almanar.com.lb; 4 Maret 2012

POLISI DUBAI ANCAM TANGKAP QARDAWI


Uni Emirat Arab (UEA) adalah satu-satunya negara Teluk yang kurang antusias mendukung kampanye anti-Syria yang gencar dilancarkan negara-negara Teluk lainnya. Alih-alih, akhir tahun lalu bahkan pemimpin UEA mengunjungi pemimpin Syria Bashar al Assad dan menyatakan dukungan padanya. Dan dukungan tersebut kembali diperlihatkan pemimpin UEA dengan mengancam akan menangkap Yusuf Qardawi, ulama terkenal asal Qatar yang gencar mengkritik pemerintahan Syria.

"Kami akan menangkap Sheikh Qardawi. Jika ia menghina negara, apakah kita akan membiarkannya? Siapapun yang menghina negara, saya akan memburunya," kata kepala kepolisian Dubai Dhahi Khalfan al-Tamim dalam akun "Twitter"-nya baru-baru ini.

Pernyataan komandan polisi tersebut adalah terkait dengan kecaman Qardawi terhadap keputusan pemerintah UEA yang menolak visa warga Syria yang terlibat dalam aksi-aksi demonstrasi menentang pemerintah Syria dan Dubai. Qardawi menyebut keputusan tersebut sebagai "haram" menurut hukum agama dan mengingatkan pemerintah bahwa para warga Syria tersebut hanya "manusia biasa".

Berbicara di televisi Al Jazeera yang berbasis di Qatar, Qardawi mengatakan bahwa para pemimpin oposisi Syria telah memintanya untuk mengangkat masalah yang menimpa sekitar 100 keluarga Syria yang terlibat dalam aksi demonstrasi menentang pemerintah Syria di Dubai bulan lalu.

Pemerintah UAE juga telah mengumumkan bahwa sekitar 30 warga Syria ditolak perpanjangan visanya Syrians karena melakukan aktifitas politik yang tidak jelas, namun tidak terkait dengan aksi demonstrasi bulan Februari lalu.



INILAH KAMI, BAHRAIN

Berbeda dengan aksi-aksi demonstrasi di Syria yang dibesar-besarkan media massa (kecuali pada masa-masa awal, tidak pernah ada aksi demonstrasi yang benar-benar aksi demonstrasi di Syria melainkan pemberontakan bersenjata), aksi-aksi demontrasi di Bahrain yang jauh lebih intensif luput dari pemberitaan, termasuk ketika tentara dari Arab Saudi melakukan campur tangan dan menyerang para demonstran dengan brutal hingga menewaskan dan melukai banyak demonstran.

Demikian juga aksi demonstrasi besar-besaran hari Jumat lalu (9/3) di ibukota Manama yang diberi nama aksi "Inilah Kami, Bahrain". Ribuan demonstran di jalanan, termasuk mereka yang berada di dalam tahanan, meneriakkan tuntutan reformasi dan keadilan, sama seperti aksi setahun lalu ketika ditumpas dengan keras oleh penguasa dengan bantuan pasukan Arab Saudi.

Meski diwarnai penembakan gas air mata, aksi demontrasi tersebut relatif tenang dan tidak seorang pun ditahan polisi. "Ini adalah aksi demonstrasi terbesar dalam beberapa tahun ini," kata Nabil Rajab, pimpinan Bahraini Centre for Human Rights kepada media massa yang meliput aksi ini.

Aksi demonstrasi ini menanggapi seruan para aktifis dan ulama, termasuk seruan dari Pimpinan Deewan Ulama Bahrain Ayatollah Sheikh Issa Qassem, demi memperingati aksi brutal aparat agresor Arab Saudi tahun lalu. Sheikh Qassem sendiri berada di baris terdepan dalam aksi yang digelar usai sholat Jumat itu.

Bahrain adalah negeri mini yang mayoritas penduduknya adalah penganut Shiah namun dikuasai oleh regim Sunni Wahabi yang masih hubungan kerabat dengan penguasa Saudi. Selama ini penduduk Shiah merasa dimarginalkan oleh penguasa yang lebih memilih mendatangkan orang-orang Suni dari luar untuk mengisi jabatan-jabatan penting. Selain itu Bahrain juga tidak pernah menyelenggarakan pemilu untuk memilih pemerintahan dan parlemen dikuasai oleh penduduk minoritas.

Para tahanan politik yang ditahan di penjara Galangan Kering juga turut berpartisipasi dari dalam sel masing-masing. Secara bersama-sama mereka meneriakkan seruan "Allahu Akbar!"

Sejak aksi penumpasan demonstran tahun lalu, kondisi politik Bahrain relatif terus dilanda ketegangan dengan pemerintah dan oposisi tidak lagi memiliki jalur komunikasi formal setelah pemerintah menyerang kantor-kantor partai politik dan pers oposisi dan menangkapi tokoh-tokoh oposisi. Menurut laporan aktifis sebanyak 35 orang demonstran tewas selama aksi demonstrasi yang digelar tahun lalu. Sebagian dari mereka yang tewas adalah korban penyiksaan di ruang tahanan.



Ref:
"Dubai Police Chief Threatens to Arrest Al-Qaradawi"; almanar.com.lb; 7 Maret 2012
“Here We Are, Bahrain”; almanar.com.lb; 9 Maret 2012

Friday 9 March 2012

SETELAH KALAH PERANG, KINI PERANG PSIKOLOGIS


Keterangan gambar: ratusan ribu penduduk Damaskus menyambut hasil referendum yang dilakukan pemerintah Syria.



Setelah beberapa hari "menyembunyikan" perkembangan Syria paska jatuhnya benteng pertahanan pasukan pemberontak Syria di Baba Amr, Homs, termasuk mengabaikan sambutan antusias rakyat Syria atas referendum yang digelar pemerintah Syria, media-media massa kembali membuat "kejutan" tentang Syria. Hari Kamis (8/3) dan Jum'at (9/3) saya melihat media-media massa besar Indonesia gencar memberitakan tentang pembelotan seorang wakil menteri Syria ke kubu pemberontak yang disebut sebagai "kekalahan regim Al Assad" serta tentang "pecah kongsi" Syria dengan Iran yang lagi-lagi disebut sebagai "kekalahan regim Al Assad". Koran "Kompas" bahkan menulis editorial tentang pecah kongsi Syria-Iran tersebut.

Kalau berita tentang wakil menteri yang membelot tidak terlalu menarik saya seperti tidak menariknya berita tentang "Ketua Tim Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Menjadi Pengurus Partai Golkar", saya cukup penasaran dengan editorial "Kompas". Dan saya temukan sumbernya.

Sumber berita "Kompas" adalah bocoran "wikileaks" tgl 13 Desember 2011 yang berisi analisis Reva Bhalla, Direktur Analisis Stratfor, sebuah lembaga kajian strategis Amerika yang menyebutkan bahwa "para pemimpin Iran percaya bahwa cepat atau lambat Bashar al Assad akan kalah, sehingga mereka mulai melepaskan dukugan padanya". Lebih tepatnya analisis tersebut adalah sbb:

"Both Khamenei and Ahmadinejad have concluded that Asad’s regime cannot be rescued. It is perfectly understood that the regime in Damascus will fall along lines similar to the Libyan model. There will have to be a coup in Damascus, be it a military or political one.

One must not dismiss the pragmatism of Khamenei. Iran appears to be willing to use its influence in Syria to stage a coup, provided that it is able to ensure that the new leadership will continue to pursue excellent relations with Tehran. The Iranians have approached the Americans on this. In the past, Iran collaborated with the U.S. on the ouster of Saddam Hussein and Iran won big in Iraq. The Iranians would not mind working again on ousting Asad if they can secure good results in Syria. Syria’s contiguity to Iraq allows Iran to play a direct role in the affairs of Damascus.

The Iranians feel they need to act on Syria soon because the Turks have their own plans for Syria and are not coordinating with the Iranians. He says the Turks are moving slowly but systematically. Iran does not want to allow Turkey to take over Syria. Whereas the Turks are coordinating with the Brotherhood and the FSA, the Iranians prefer a palace coup in damascus in order to maintain their ties with Asad’s successors. What is delaying action in Syria is the fact that the U.S. has not yet decided on the shape of the post-Asad political system. Nevertheless, he insists that Asad’s regime will fall, although the future of Syria after the regime change remains nebulous.

.....
Alawite officers are aware that Asad is trying to find an asylum for himself and his family should his regime become unslavageable. This is upsetting many Alawites who are coming to realize that Asad will abandon them. If so, they reason that it would be suicidal to continue to win the wrath of the Sunnis."



Kita lihat sendiri, tidak ada pernyataan resmi dari pejabat Iran tentang Syria, apalagi klaim "Kompas" bahwa Presiden Ahmadinejad dan Pemimpin Tertinggi Sayyed Ali Khamenei telah menyampaikan sikap politik yang tidak lagi membela Syria. Semuanya hanya analis Reva Bhalla berdasarkan sumber dari "seorang anggota Hizbollah".

Analisis yang sangat-sangat subyektif, tidak lebih dari harapan pribadi sang analis. Sangat jelas dari analisis Reva Bhalla bahwa "para pejabat Alawite kecewa dengan Assad karena Assad merencanakan menyelamatkan diri sendiri (dan karenanya mereka juga meninggalkan Assad)". Kalau pun benar Assad melarikan diri atau meninggal, orang-orang Alawite (sekte dalam Islam yang dekat dengan keyakinan Shiah, banyak terdapat di Syria dan Turki) dan orang-orang Druze (sekte agama yang menggabungkan keyakinan Kristen dengan Islam, banyak terdapat di Syria dan Lebanon) serta Kristen akan "bertempur habis-habisan" demi mempertahankan diri dari serangan pemberontak Salafi yang akan membantai mereka jika berkuasa. Mereka sudah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana pemberontak Salafi membantai dan memutilasi aparat keamanan Syria yang diculik. Selain itu Iran juga tidak akan pernah meninggalkan Assad. Iran dan Hafez, ayah Bashar al Assad, telah lama bertempur bersama-sama melawan Israel-Amerika dan sekutu-sekutunya di Lebanon. Syria adalah cakar Iran di muka Israel sang musuh utama. Tidak mungkin Iran memotong cakarnya sendiri. Sebagaimana Rusia tidak ingin kehilangan Syria, Iran terlebih lagi.

Tragisnya, media massa justru mengabaikan "fakta" yang lebih menarik. Dari sumber yang sama Reva Bhalla menulis, "SOF [special operation forces] teams (presumably from the US, UK, France, Jordan and Turkey) are already on the ground, focused on recce [reconnaissance] missions and training opposition forces.”

Bhalla mengklaim telah menghadiri pertemuan para pejabat Amerika dan NATO di Pentagon akhir tahun 2011 membahas perkembangan di Syria yang mana dalam pertemuan tersebut ia mengetahui bahwa personil militer barat, Turki dan Arab telah berada di Syria untuk melakukan operasi militer melawan pemerintah Syria. Padahal selama ini barat, Turki dan Arab membantah keterlibatan langsung personilnya di Syria yang tidak lain merupakan tindakan ilegal dalam hukum internasional.

Dan menambah bias pemberitaan media-media nasional tentang Syria, "Kompas" dan koran-koran turunannya pada hari Sabtu (10/3) menulis lagi berita tentang Syria dengan judul "Ditemukan Kuburan Massal Baru di Syria". Tragisnya setelah panjang lebar menuduh regim Basar Al Assad sebagai regim yang membunuhi rakyatnya sendiri sembari mengabaikan fakta bahwa 2.000 aparat keamanan ditambah korban sipil pendukung pemerintah, "KOmpas" mengakui bahwa berita yang ditulisnya dalah berita "sampah". "Berita ini belum bisa dikonfirmasi kebenarannya karena akses informasi yang tertutup di Syria," tulisnya di bagian akhir berita. Lho kok gitu? Bukankah berita semacam itu tidak layak dimuat? Atau setidaknya penjelasan ketidak valid-an berita tersebut semestinya ditulis di awal tulisan supaya pembaca tidak terjebak. Apa yang ditulis "Kompas" tidak berbeda dengan BBC, CNN dan yang lainnya yang menayangkan gambar demonstran pro-pemerintah yang diklaim sebagai demonstran anti-pemerintah, dan jauh hari setelahnya setelah dikritik pembacanya baru meralatnya dengan pernyataan "minta ma'af".

Tidak bisa dipungkiri bahwa setelah kekalahan militer yang menyakitkan, zionis internasional akan meningkatkan perang psikologis, terutama mengantisipasi digelarnya dokumen-dokumen yang bakal membongkar keterlibatan mereka dalam konspirasi atas Syria, oleh pemerintah Syria. Sayangnya media-media nasional turut dalam kampanye itu, entah apa sebabnya, silakan pembaca mencari jawabnya sendiri.

Tuesday 6 March 2012

BAGAIMANA IRAN MENGALAHKAN AL AMERIKA? (3)


Pada tahun 1991, dalam Perang Teluk I antara Amerika dan sekutunya melawan Irak, 2 kapal pengangkut amphibi Amerika USS Tripoli dan kapal penjelajah modern USS Princeton, menabrak ranjau laut yang dipasang Irak hingga mengalami kerusakan parah meski tidak tenggelam. Padahal kedua kapal tersebut tengah menjalankan misi pendaratan 30.000 pasukan marinir di Irak, hingga akhirnya missi yang menelan biaya besar itupun dibatalkan.

Tiga tahun sebelumnya kapal destroyer Amerika, USS Samuel B. Roberts, menabrak ranjau yang dipasang Iran dalam satu episode Perang Iran-Irak yang disebut Perang Tanker. Demikian parah kerusakan yang dialami kapal ini hingga nyaris saja tenggelam. Kala itu USS Samuel B. Robertsan tengah menjalankan misi pengawalan terhadap konvoi kapal tanker melintasi Selat Hormuz setelah sebelumnya kapal tanker Amerika "Bridgeton" mengalami kerusakan parah akibat menabrak ranjau Iran.

Pada tahun 1991 Irak hanya menebar 1.000 ranjau, dan tahun 1988 ranjau yang ditebar Iran jauh lebih sedikit lagi. Kini, di ambang peperangan laut Teluk Parsi antara Amerika melawan Iran, Iran diyakini memiliki 2 ribu hingga 3 ribu ranjau yang sebagia di antaranya adalah ranjau paling canggih yang bisa mendeteksi dan mengincar sendiri sasarannya. Demikian laporan Anthony Cordesman dari "Center for Strategic and International Studies", lembaga kajian politik dari Washington, Amerika. Menurut laporan tersebut dengan hulu ledak seberat 660 pound, sebuah ranjau bisa mengoyak lambung kapal induk dan menenggelamkannya atau setidaknya membuatnya rusak berat hingga tidak bisa beroperasi dalam jangka waktu lama.

Secara kuantitatif dan kualitatif Amerika memang memiliki keunggulan laut di kawasan Teluk Parsi, namun ranjau-ranjau yang ditebar Iran bisa mengacaukan segalanya. Berharga relatif murah dan mudah dibuat, sebagaimana bom jalanan yang telah banyak memakan korban pasukan Amerika di Irak, ranjau menjadi pilihan paling mudah bagi Iran untuk melayani Amerika.

Iran telah mengancam akan menebarkan ribuan ranjau untuk menutup Selat Hormuz, jumlah yang memerlukan waktu setahun lebih untuk membersihkannya.

"Ini adalah masalah jumlah, bukan tantangan teknologi," kata Lt. Cmdr. Wayne Liebold, komandan kapal penyapu ranjau Amerika, USS Gladiator, kepada "Huffington Post" beberapa waktu lalu mengenai ancaman ranjau yang dihadapi Amerika.

Gladiator adalah satu di antara empat kapal penyapu ranjau Amerika yang beroperasi di kawasan Teluk Parsia. Dibuat dari kayu cedar, spruce dan fir, mengurangi resiko terkena ledakan ranjau laut yang peka terhadap medan magnet.

Selain empat kapal penyapu ranjau, satuan laut Armada V Amerika yang bermarkas di Bahrain dilengkapi juga dengan perlengkapan lain untuk menyapu ranjau seperti kapal selam robot, sensor udara, serta satu satuan lumba-lumba dan singa laut terlatih. Ini masih ditambah dengan pengalaman menyapu ranjau di kawasan Teluk Parsia selama 2 dekade lebih.

Dan kini, dengan ancaman perang yang semakin tinggi, Gladiator dan tiga kapal penyapu ranjau Amerika lainnya terus meningkatkan operasinya. Belum ada ranjau yang ditemukan sejauh ini, namun ancaman telah menunggu.

Teluk Parsia adalah kawasan paling dikenal oleh para penyapu ranjau Amerika karena mereka telah beroperasi di sini sejak tahun 1990-an. Namun perburuan ranjau adalah pekerjaan yang sulit, berbahaya dan memakan waktu. "Menangangi ranjau laut adalah pekerjaan yang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Kami tentu sudah siap dan percaya diri," kata Liebold. Namun ia juga mengingatkan bahwa diperlukan waktu hampir 2 tahun bagi 32 kapal penyapu ranjau untuk membersihkan kawasan Selat Hormuz dan sekitarnya dari ranjau yang digelar Iran akhir tahun 1980-an.

Ranjau laut bukan lagi sekedar benda mengapung berbahaya meski ranjau model jaman Perang Dunia I-lah yang telah membuat kapal USS Samuel Roberts nyaris tenggelam. Iran kini memiliki ranjau EM-52 buatan Cina yang tenggelam di dasar laut, menunggu dan melacak kedatangan kapal musuh dengan gelombang elektromagnetik atau gelombang suara, dan meluncur sendiri ke sasaran dengan membawa 660 pound hulu ledak.

Ranjau lain yang dimiliki Iran dilengkapi komputer mikro yang bisa melacak sasaran yang mendekat, mendeteksi jenis sasaran, melakukan manuver untuk menghindari deteksi, dan selanjutnya mengkalkulasi sendiri saat yang tepat untuk "menyerang".

Namun Iran juga memiliki ranjau yang sengaja didisain secara sederhana seperti terbungkus dalam barang bekas dari plastik yang mengapung, seperti lemari es, untuk menghindari deteksi metal musuh. Mengantisipasi alat deteksi ranjau yang semakin canggih, beberapa jenis ranjau laut sangaja disamarkan seperti sampah yang mengapung atau tenggelam di dasar laut bersama sampah-rampah lain yang bertebaran di seluruh lautan. Bahkan ranjau laut jenis "dumb" yang relatif kuno teknologinya, tetap menjadi ancaman nyata karena sulitnya dideteksi dan dipindahkan.

Iran juga dikabarkan telah memiliki belasan kapal selam mini dari Korea Utara yang bisa menebarkan ranjau, atau menembakkan torpedo sebagaimana Korea Utara merusak kapal perang "Cheanon" milik Korsel tahun 2010 lalu.

Mendeteksi ranjau laut di perairan dangkal dan ramai seperti Teluk Parsi adalah pekerjaan sulit. Belum lagi cuaca yang tidak bersahabat bagi para awak kapal maupun perlengkapan yang sensitif. Bahkan jika sebuah ranjau berhasil dideteksi, biasanya tidak bolah diledakkan begitu saja karena berbahaya. Sebuah robot selam akan dikirim untuk merusak perlengkapan elektroniknya sehingga ranjau tidak lagi aktif.

AL Amerika juga sudah lama menjadikan ikan lumba-lumba dan anjing laut sebagai alat pendeteksi dan perusak ranjau laut. Ada tiga jenis lumba-lumba dan anjing laut yang digunakan: Mark 4 Mod 0 (lumba-lumba yang bekerja di laut dangkal), Mark 4 Mod 1 (anjing laut yang bekerja di kedalaman di bawah 500 kaki) dan Mark 6 Mod 1 (lumba-lumba yang dilatih untuk mendeteksi dan menyerang penyelam musuh). Mereka lah satu-satunya aset AL yang mampu mendeteksi ranjau yang terpendam di dasar laut, namun mereka hanya bisa bekerja dalam area yang terbatas. Dan saat ini belum ada lumba-lumba maupun anjing laut yang digunakan di Teluk Parsi.



Ref:
"U.S., Iran Poised For Mine Warfare In The Persian Gulf"; David Woods – Huffington Post February 28, 2012; dalam thetruthseeker.co.uk; 29 Februari 2012

MEDIA ISRAEL MENULIS APA YANG TIDAK MUNGKIN DITULIS MEDIA AMERIKA


"Seekor gajah dan seekor semut akan bertemu di Washington hari Senin untuk sebuah pertemuan puncak yang sangat penting. Namun tunggu dulu, siapa yang gajah dan siapa yang semut? Siapa yang superpower dan siapa yang negara bawahan?

Sejarah baru bangsa-bangsa tengah dituliskan. Belum pernah ada dalam sejarah sebuah negara kecil mendikte negara superpower. Belum pernah terjadi bunyi jangkerik seperti auman singa. Tidak pernah seekor gajah menyerupai semut dan sebaliknya. Tidak ada provinsi Romawi berani mendikte Julis Caeser. Tidak ada satu suku berani mendikte Genghis Khan untuk bertindak sesuai keinginan mereka. Hanya Israel yang bisa melakukannya. Pada hari Minggu, saat Barack Obama dan Benjamin Netanyahu bertemu di Gedung Putih, sangat sulit untuk menentukan siapa yang benar-benar menjadi pemimpin dunia.


Di antara keajaiban dunia, dari patung raksasa Jesus Christus di Rio de Janeiro, Colosseum Romawi di Italia atau Tembok Raksasa Cina, kekuatan Israel di hadapan Amerika adalah keajaiban lainnya.

Israel mewarnai kampanye pemilihan presiden Amerika lebih dari negara manapun dengan para kandidat yang bersaing untuk menjadi "kekasih Israel" hingga pada satu titik di mana hal itu menjadi isu utama pemilihan. Orang-orang kaya yahudi seperti Sheldon Adelson mendonasikan sejumlah besar uang kepada para kandidat dengan satu tujuan, menjadikan mereka pendukung Israel. Sementara sang Presiden Amerika yang memenangkan kursi pemilihan dengan membawa slogan "perubahan" dipaksa dengan secepat kilat untuk melipat kembali bendera perdamaian yang dikibarkan di Timur Tengah karena Israel berkata "tidak".


Jika minggu lalu seorang anggota parlemen tinggi Inggris dipaksa mengundurkan diri setelah mengkritik Israel, di Amerika ia tidak akan mendapat kesempatan untuk menyampaikan kritikannya.

Israel kini tengah mengajari dunia tentang hubungan antar bangsa, yaitu bahwa ukuran tidak menjadi masalah. Dalam masalah hubungan luar negeri Eropa lebih patuh kepada Amerika daripada negara kecil Israel patuh pada Amerika. Benjamin Netanyahu juga mengajari dunia bahwa bisa saja berkata tidak kepada presiden Amerika, secara jelas dan tegas, dengan tetap masih eksis bahkan menjadi semakin kuat. Maka Obama pun meminta perpanjangan pembekuan pembangunan pemukiman yahudi. So What? Netanyahu meresponsnya dengan mencoret masalah itu dalam agenda pertemuan.

Saat ia pergi ke Gedung Putih hari Minggu ini, ia (Netanyahu) akan mengajukan satu tuntutan baru: Apakah Anda (Amerika) atau kami (Israel) yang akan menyerang Iran, menempatkan sang presiden negara bebas terbesar di dunia ke sudut. Obama tidak ingin melibatkan negerinya pada perang baru atau krisis energi baru, namun saat Netanyahu menyampaikan tuntutannya, siapa yang tidak takut?"


Saya sudah pernah menulis di blog ini, jika ingin mengetahui dominasi Israel/yahudi sebenarnya, atau membahas teori-teori konspirasi dengan lebih jelas dan tegas, bacalah media massa Israel. Mereka lebih terbuka dan bebas, karena mereka menganggap hanya mereka yang berhak mendapatkan "pers bebas", "demokrasi" dan istilah lain sebagainya. Dan seluruh dunia tidak berhak mendapatkan itu semua karena mereka adalah "budak-budak Israel".

Tulisan di atas adalah editorial di harian terkemuka Israel, Haaretz baru-baru ini. Secara tegas dan gamblang menggambarkan bagaimana orang Israel memandang hubungan antara Amerika dengan Israel. Namun sebaliknya tentu saja tulisan seperti itu tidak akan pernah dijumpai di negara "demokrasi" yang paling menjunjung tinggi "kebebasan pers" manapun, termasuk Amerika. Dan jika ada seorang redaktur yang berani menulis redaksional seperti itu, ia akan menjadi "sejarah". Selain kariernya hancur, mungkin saja hidupnya akan berakhir dengan luka tembak di kepalanya bersama anak istrinya dan kemudian polisi akan mengatakan ia tewas bunuh diri karena stress setelah terlebih dahulu menembak anak istrinya.



Ref:

"Israel Media Says What American Media Won’t Dare: Israel Controls America!"; davidduke.com; 4 Maret 2012

Monday 5 March 2012

Mossad, Blackwater, CIA Kocar-kacir di Syria


Sebanyak 700 pemberontak bersenjata berhasil ditangkap aparat keamanan Syria dalam pembersihan yang dilakukan terhadap kantong-kantong pemberontakan di distrik Baba Amr, Homs, menandakan berakhirnya drama politik kekerasan di Syria yang telah berlangsung selama 1 tahun lebih dengan korban jiwa ribuan orang.

Dari ke 700 tawanan itu sebagian besar berasal dari negara-negara Arab dan sisanya berasal dari negara-negara barat.

"Krisis telah berakhir. Ada banyak kejutan yang bakal dibuka nanti, seperti jenis senjata yang digunakan pemberontak, taktik gerilya mereka, serta pihak-pihak yang melatih dan mengendalikan mereka," kata seorang pejabat keamanan Syria kepada situs berita "Almanar", Sabtu (3/3).

Sementara itu pakar politik dan strategi Syria, Salim Harba, mengatakan bahwa distrik Baba Amro dan kawasan sekitarnya berhasil dibersihkan dari pemberontak tanpa menimbulkan korban jiwa yang berarti karena kawasan tersebut dipenuhi oleh pasukan pemberontak, sekaligus membantah klaim pemberontak tentang keberadaan 4.000 warga sipil yang terjebak, serta klaim mereka bahwa penarikan mundur mereka dari Baba Amr adalah sebagai "strategi" untuk menyelamatkan warga sipil tersebut.

Harba menyebutkan beberapa negara asal pasukan pemberontak, seperti negara-negara Teluk, Irak, Lebanon, Afghanistan, Turki dan beberapa negara Eropa seperti Perancis. Di antara mereka juga terdapat agen-agen inteligen Qatar. Pasukan keamanan Syria juga menemukan jalur terowongan bawah tanah serta berbagai perlengkapan, di antaranya senjata-senjata terbaru buatan Israel, Amerika, dan Eropa yang belum pernah digunakan dalam operasi militer sebelumnya. Perlengkapan tersebut di antaranya granat, teropong malam serta perlengkapan komunikasi.

Menurut Harba sebuah pangkalan komunikasi didirikan pemberontak di perbatasan Lebanon untuk mengawasi operasi militer pemberontak sekaligus menjadi penghubung antara komandan-komandan lapangan dengan markas besar pemberontakan yang berada di Doha, Qatar. Jalur inilah yang juga digunakan oleh para wartawan yang terperangkap untuk menyelamatkan diri.

Harba juga menambahkan bahwa pangkalan komunikasi di Wadi Khaled, Lebanon, dioperasikan oleh beberapa personil Lebanon, sebagian dari mereka adalah anggota partai Future Movement pimpinan mantan PM Rafiq Hariri yang juga dikenal tokoh Sunni pro Amerika-Arab Saudi-Israel dan anti Hizbollah-Iran-Syria.


DIKENDALIKAN MOSSAD, CIA DAN BLACKWATER DARI QATAR

Lebih jauh Salim Harba menambahkan markas komando pemberontak di Qatar diawaki oleh aparat militer dan inteligen dari berbagai negara seperti American, negara-negara Teluk, Saudi, dan Perancis. Di antara mereka adalah personil inteligen CIA, Mossad, dan Blackwater sebagaimana juga para anggota oposisi Syrian Transitional Council.

“Qatar juga telah sepakat dengan Israel dan Amerika untuk mempersenjatai para pemberontak yang biayanya ditanggung negara-negara Teluk," kata Harba.

Menurut Harba keberhasilan operasi pembersihan di HOms sangat signifikan berdasar pentingnya nilai strategis kawasan ini bagi pemberontakan. Amerika, Israel dan sekutu-sekutunya telah menetapkan kawasan ini sebagai basis utama pemberontakan sebagaimana Banghazi di Libya.

Mengingat betapa rumit dan canggihnya operasi militer pemberontakan di Syria, Harba yakin akan ada banyak dokumen penting yang ditemukan aparat keamanan yang akan membuka hal-hal yang mengejutkan.

"Pemerintah Syria tidak akan membuka semua yang mereka ketahui. Mereka memiliki banyak dokumen dan pengakuan yang bisa "melukai" beberapa negara yang terlibat dalam pemberontakan serta bisa membawa perubahan politik tidak saja dalam tingkat domestik maupun regional," katanya.

Pernyataan ini sama dengan pernyataan menlu Lebanon beberapa waktu lalu yang menyebutkan bahwa "suatu saat para pemimpin negara Arab akan meminta ma'af kepada pemerintah dan rakyat Syria" atas kejahatan yang mereka lakukan terhadap Syria.

"Pada akhirnya Amerika akan menyerahkan masalah Syria kepada Rusia setelah menyadari bahwa konfrontasi hanya memberikan kekalahan, dan bahwa pemerintah Syria masih cukup kuat untuk menghadapi konspirasi," kata Harba akhirnya.



Sumber:
"Mossad, Blackwater, CIA Led Operations in Homs", almanar.com.lb; 3 Maret 2012

JENASAH WARTAWAN YANG TERJEBAK DI HOMS DITEMUKAN


Jenasah tiga wartawan asing yang terjebak di tengah pertempuran di distrik Baba Amr, Homs, berhasil ditemukan dan kini tengah dalam persiapan untuk diserahkan kepada pemerintah masing-masing. Demikian laporan kantor berita Syria SANA, Juma't (2/3). Pencarian terhadap ketiga jenasah dilakukan palang merah internasional dan bulan sabit merah Syria, setelah pasukan pemerintah melakukan pembersihan terhadap kawasan tersebut dari kantong-kantong perlawanan pemberontak.

Ketiga wartawan asing tersebut adalah wartawati senior Amerika Marie Colvin, fotograper Perancis Remi Ochlik, dan wartawan Spanyol Javier Espinosa. Sebelumnya dikabarkan bahwa Espinosa berhasil meloloskan diri ke Lebanon, namun ternyata laporan tersebut tidak benar.

Menurut keterangan kementrian luar negeri Syria sebagaimana dikutip SANA, ketiga jenasah sebenarnya telah siap untuk dievakuasi oleh tim pencari dari palang merah internasional dan bulan sabit merah Syria beberapa hari sebelumnya, namun ditolak oleh para pemberontak. Penolakan tersebut, menurut SANA, dilakukan untuk mendramatisir kondisi di Homs demi kepentingan politik.

Ketiga jenasah kini tengah menjalani pemeriksaan DNA di rumah sakit Damaskus sebelum diserahkan kepada perwakilan tiga negara tempat wartawan-wartawan tersebut berasal. Colvin akan diserahkan kepada perwakilan kedubes Polandia yang mewakili pemerintah Amerika, karena Amerika telah menarik semua staff kedubesnya dari Syria sebagai bentuk tekanan terhadap pemerintahan Syria.

Pemerintah Syria telah menyampaikan pernyataan dukacita terhadap keluarga ketiga wartawan disertai seruan kepada para wartawan asing untuk menjauhkan diri dari upaya penyusupan ke wilayah-wilayah konflik yang terlarang di Syria atau ke tempat-tempat keberadaan para pemberontak.

Espinosa sebenarnya hampir selamat setelah sebuah operasi penyelamatan oleh aktifis kemanusiaan Syria berhasil mengeluarkannya bersama dua wartawan Perancis William Daniels dan Edith Bouvier dari Homas, Rabu (29/2). Namun di tengah perjalanan menuju perbatasan Lebanon, konvoi yang membawa mereka mendapat serangan hingga memaksa mereka kembali ke Homs. Saat ini belum diketahui nasib kedua wartawan Perancis tersebut. Upaya penyelamatan itu sendiri menelan nyawa 13 aktifis kemanusiaan Syria meski berhasil menyelamatkan 47 warga sipil yang terperangkap.

Pada saat upaya penyelamatan Edith Bouvier dalam kondisi terluka akibat serangan militer Syria yang telah menewaskan Marie Colvin dan Remi Ochlik minggu lalu.

Terlepas dari "kepahlawanan" para wartawan tersebut (tidak sebanding dengan para relawan yang berusaha menyelamatkan mereka), terdapat suatu kontradiksi. Mereka tidak berada di Gaza saat diserang dengan brutal oleh Israel, karena para bos mereka memenuhi perintah Israel untuk menutupi kejahatan Israel di sana. Sebaliknya mereka tidak memenuhi permintaan Syria untuk menjauhi wilayah konflik, yaitu agar "kejahatan" pemerintah Syria di Homs terbuka ke publik. Para wartawan itu juga tidak memberitakan korban di kawasan pendukung pemerintah di distrik Az-Zahra, Homs, yang juga mengalami kehancuran akibat serangan artileri para pemberontak, termasuk korban 80 personil keamanan Syria yang diculik dan jenasahnya dimutilasi oleh para pemberontak.



Catatan:
Berita terakhir: jenasah ketiga wartawan telah kembali ke tanah air masing-masing.

Friday 2 March 2012

IRAN SIAP DENGAN SENJATA "RAHASIA"


Iran menyatakan telah menyiapkan senjata rahasia yang akan digunakannya pada saat yang tepat, yaitu jika diserang. Senjata rahasia tersebut menurut Iran akan membuat musuh terkejut saat digunakan.

"Republik Islam Iran memiliki banyak kemampuan tersembunyi yang akan digunakan pada saat yang tepat. Kami belum menampakkan semua kemampuan kami," kata menteri pertahanan Iran Jenderal Ahmad Vahidi kepada media Iran "FNA", Selasa lalu (28/2).

Pernyataan tersebut dikeluarkan sebagai tanggapan atas peningkatan militer Amerika dan sekutu-sekutunya di sekitar Iran sebagai persiapan serangan terhadap Iran.

"Saat ini Amerika sangat takut bahwa sebuah insiden akan terjadi dan mereka ternyata tidak sanggup melawan Iran," tambah Vahidi.

Iran telah berulangkali memberikan peringatan kepada Amerika dan Israel bahwa Iran telah siap menghadapi serangan dan akan membalas setiap aksi militer terhadapnya dengan balasan yang lebih keras.

"Iran bukan negara yang tetap tinggal diam dan hanya mengamati semua ancaman dari "kekuatan-kekuatan materialis rapuh yang digerogoti cacing di dalam tubuhnya"," kata pemimpin tertinggi Iran Ayotollah Sayyed Khamenei di hadapan para taruna militer Iran November tahun lalu.

"Siapapun yang berfikir untuk menyerang Iran, atau bahkan sekedar terlintas pikiran untuk menyerang Iran, harus siap-siap mendapat balasan lebih keras dari tangan besi militer Iran, Tentara Pengawal Republik Iran, serta milisi Basij yang didukung oleh seluruh rakyat Iran," tambah Khamenei saat itu.


Rudal S-300

Pernyataan menhan Iran di atas secara tidak langsung mengklarifikasi dugaan kepemilikan sistem pertahanan udara S-300 oleh Iran meski Rusia telah membatalkan penjualan sistem persenjataana tersebut tahun lalu karena larangan PBB.

Sumber-sumber inteligen internasional menyebutkan bahwa setelah Rusia membatalkan penjualan tersebut, Iran berhasil mendapatkan 4 set S-300, 2 dari Belarusia dan 2 lagi dari sumber yang masih belum diketahui. Meski Rusia dan Iran membantah laporan-laporan tersebut, sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan diplomat bahwa teknisi-teknisi Iran telah mendapatkan pelatihan penanganan sistem persenjataan canggih tersebut di Rusia.

Dugaan kepemilikan senjata yang ditakuti Amerika dan Israel tersebut semakin kuat dengan kedatangan dua kapal perang Iran ke Syria bulan lalu menyusul kedatangan flotilla kapal perang Rusia ke Syria akhir tahun lalu. Laporan-laporan inteligen menyebutkan Rusia diam-diam telah memasok S-300 kepada Syria dan Iran. Kedatangan kapal-kapal perang Iran tersebut untuk menjemput senjata-senjata tersebut.

S-300 sebenarnya bukan sistem pertahanan udara paling canggih yang dibuat Rusia karena Rusia telah mengembangkan sistem persenjataan yang lebih baru, yaitu S-400. Namun demikian sampai saat ini S-300 masih dianggap sebagai salah satu sistem pertahanan udara paling canggih yang bisa menetralisir keunggulan angkatan udara Amerika dan Israel atas Iran serta menggagalkan skenario serangan udara Amerika dan Israel atas sarana-sarana nuklir Iran. S-300 mampu mendeteksi secara simultan 100 target sekaligus dan menembak jatuh 12 rudal dan pesawat musuh sekaligus.

Saudi Siap untuk Di-"Mesir"-kan


Berdasarkan kondisi internal yang ada, Saudi Arabia siap untuk menuai revolusi. Demikian tulis surat kabar besar Inggris, "Guardian", Senin (27/2).

Menurut tulisan tersebut, beberapa kondisi internal yang bisa menjadi indikasi telah "matang"-nya sebuah gerakan revolusi di antaranya adalah tingginya tahanan politik yang angkanya mencapai puluhan ribu orang, sebagian besar dari mereka tidak pernah diadili sama sekali. Kondisi lainnya adalah tingginya angka pengangguran, tingginya tingkat kesenjangan sosial-ekonomi, serta berbagai tindakan keluarga kerajaan yang tidak populer di mata rakyat. Semua kondisi tersebut terjadi di negara-negara Arab yang telah dilanda revolusi.

Penulis Arab Saudi yang menulis di "Guardian", Saad Al-Faqih, mengatakan dengan berkembangnya sarana komunikasi modern saat ini telah menghancurkan tembok penghalang yang mengelilingi regim penguasa yang berdiri di atas dasar "kerahasiaan" dan "penipuan". Al Faqih menunjuk pada satu akun "twitter", @mujtahidd, yang mampu menarik 220,000 pengikut karena keahliannya membuka praktik-praktik korupsi penguasa secara mendetil dan akurat. Bahkan setelah pemerintah Saudi memblok akun ini, @mujtahidd masih terus mendapatkan banyak pengikut.

Al Faqih juga menekankan bahwa telah muncul kesadaran untuk melakukan reformasi di antara sebagian kelas menengah dan kelas atas di Saudi, meski ia menyayangkan hal ini tidak mendapat perhatian media massa barat yang justru lebih menaruh perhatian pada isu "kesetaraan gender" dan "revolusi Shiah".

Al Faqih mengakui bahwa gerakan revolusi Shiah cukup aktif bekerja saat ini, namun Shiah adalah minoritas di Saudi (sekitar 15%). Selain itu karena "image" gerakan Shiah Saudi mendapatkan dukungan Iran, maka regim kerajaan Saudi memiliki alasan untuk melakukan tindakan represif. Regim bahkan menggunakan sentimen anti-Shiah untuk memperkuat kekuatannya.

Sebagai kesimpulan Al Faqih menyebutkan bahwa penguasa kerajaan lebih peduli pada upaya untuk menunjukkan diri kepada barat sebagai penguasa yang stabil dan kukuh daripada sebagai penguasa yang demokratis. Mereka percaya bahwa kondisi sosial politik yang tidak stabil akan dapat membuat barat kehilangan kepercayaan pada regim.

PEMBERONTAK MENARIK DIRI DARI HOMS


Saya (blogger) mengakui bahwa dalam tulisan-tulisan tentang Iran, Lebanon maupun Syria, saya cenderung terbawa oleh emosi membela mereka dari "serangan" Amerika-Israel dan sekutu-sekutunya. Namun saya tidak pernah meninggalkan rasionalitas dalam analisis-analisis saya sebagaimana analisis saya tentang perang Gaza tahun 2008-2009.

Ketika Israel menyerang Gaza samua orang menyangka HAMAS akan takluk dengan mudah oleh serangan Israel yang memiliki kekuatan militer hebat. Apalagi Israel kala itu tidak hanya didukung Amerika, tapi juga oleh pengkhianatan negara-negara Arab yang tidak lain adalah "saudara" bangsa Palestina sendiri. Selain aksi tutup mata terhadap kebiadapan Israel, Mesir bahkan aktif mendukung aksi blokade atas Gaza, para ulama Salafi justru meminta rakyat Palestina untuk menyerah dan menfatwakan haram berperang melawan Israel. Kala itu saya dengan yakin 100% menulis bahwa Israel akan "keok". Dan saya benar.

Analisis saya sederhana saja, yaitu bahwa Israel tidak memiliki semangat jihad sebagaimana bangsa Palestina. Saya sudah membacanya dari kelalahan Israel melawan Hizbollah tahun 2000 dan 2006. Apalagi setelah membaca berita tentang para serdadu infantri Israel yang mengenakan "pampers" karena takut ditembak sniper HAMAS kala buang air kecil, saya yakin Israel tidak akan tahan berperang lebih dari 1 bulan kecuali melawan rakyat sipil tak bersenjata.

Dalam konflik Syria pun demikian. Saya yakin 100% pemerintah Bashar al Assad akan bertahan karena ia mendapat dukungan tidak saja dari rakyatnya yang sadar betul negaranya tengah mendapat serangan dari zionis dan salafis-wahabis, namun juga dukungan dari Iran, Lebanon, Irak, Palestina, Rusia dan Cina. Dan analisis saya terbukti dengan kabar telah direbutnya kembali basis perlawanan pemberontak Syria di Homs oleh pasukan pemerintah. Kemenangan ini melengkapi kemenangan Bashar al Assad sebelumnya yang mana referendum yang digelarnya hari Minggu (26/2) mendapat dukungan mayoritas rakyat Syria.

Sebagaimana dikabarkan situs online BBC, tgl 1 Maret lalu, para pemberontak telah meninggalkan Homs yang selama ini menjadi basis utama perlawanan mereka melawan regim Bashar. Mereka tidak tahan menghadapi gempuran tentara loyalis Bashar yang selama sebulan terakhir mengepung kota ini dan menghujani basis mereka di distrik Baba Amr dengan artileri dan mortir.

Sekedar informasi tidak seluruh kota Homs menjadi basis pemberontak karena di kota ini juga terdapat kawasan yang dihuni oleh orang-orang Alawi dan Kristen pendukung Bashar. Kawasan mereka lah yang selama ini menjadi sasaran serangan pemberontak.

Barat sebenarnya telah berupaya menghambat kejatuhan Homs dengan mengirimkan utusan kemanusiaan PBB Valerie Amos ke Homs untuk memantau kondisi setempat. Namun kedatangannya ditolak Syria. Selain itu drama peperangan di Homs juga diwarnai peristiwa tragis dan heroik yang dialami para wartawan yang meliput peristiwa ini.

Dalam operasi penyelamatan berbahaya yang berlangsung selama 3 hari, reporter Spanyol Javier Espinosa, salah satu dari 4 wartawan asing yang terperangkap di Baba Amr selama seminggu berhasil melintasi perbatasan Lebanon, Rabu (29/2), menyusul penyelamatan fotograper Inggris yang terluka Paul Conroy sehari sebelumnya. Menurut keterangan seorang aktifis kemanusiaan yang turut dalam aksi penyelamatan tersebut, sebanyak 13 aktifis kemanusiaan turut tewas dalam operasi tersebut, namun sebanyak 47 warga sipil yang terluka berhasil diselamatkan.

Sebelumnya, hari Minggu (26/2), Espinosa sebenarnya telah meninggalkan Baba Amr dengan iringan konvoi bersama 2 wartawan Perancis William Daniels dan Edith Bouvier, namun mereka terpisah dari rombongan dan terpaksa kembali ke Baba Amr. Hingga kini dua wartawan Perancis tersebut belum diketahui nasibnya. Menurut keterangan para aktifis Bouvier menolak dievakuasi lagi tanpa kehadiran dubes Perancis sebagai bentuk solidaritas atas warga yang terluka.

Bouvier terluka akibat serangan bom tgl 22 Februari lalu yang menewaskan wartawati Sunday Times Marie Colvin dan fotograper Perancis Remi Ochlik. Mayat mereka masih berada di Baba Amr.

Tentara dikabarkan juga melakukan pembersihan di kota Rastan, 20 km utara Homs. Selain itu tentara dan milisi pendukung Bashar juga menyerang Helfaya, benteng pasukan oposisi di dekat kota Hama.



PASUKAN ELIT AL ASSAD
Kaburnya para pemberontak dari Homs terjadi setelah pasukan elit Syria dari Divisi IV lapis baja mulai melakukan pembersihan terhadap kantong-kantong pemberontak, Rabu (29/2). Pasukan ini dipimpin oleh adik terkecil Bashar, yaitu Maher al Assad. Di masa lalu pasukan ini juga berperan krusial dalam aksi penumpasan pemberontakan Ikhwanul Muslimin di Hama tahun 1982.

Penumpasan pemberontakan tahun 1982 menjadi aib bagi penguasa Syria kala itu yang tidak lain adalah ayah Bashar, yaitu Hafez al Assad. Namun pemberontakannya menjadi aib bagi Ikhwanul Muslimin, organisasi yang didirikan dengan misi membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Padahal kala itu Syria justru tengah berperang melawan Israel di Lebanon. Dan kini pemberontakan yang sama dilakukan Ikhwanul Muslimin terhadap Bashar al Assad, pemimpin Arab satu-satunya yang masih teguh melawan Israel.