Tuesday 25 May 2010

Thailand, Korban Ilusi Demokrasi yang Malang


Kesan saya tentang Thailand adalah sebuah negeri yang aman damai, ... dan makmur. Sebuah kombinasi sifat yang sempurna. Saya pernah melihat sebuah film yang memperlihatkan, bahkan di sungai-sungai di tengah kota Bankok, orang bisa menjaring ikan dengan mudah untuk mendapatkan ikan-ikan segar yang "ranum". Dan jangan ditanya tentang buah-buahan dan sayurannya.

Namun yang lebih mengagumkanku adalah bahwa Thailand merupakan sebuah negeri yang rakyatnya sangat rukun yang dipersatukan oleh kecintaan mereka pada raja yang mereka hormati. Dengan itu semua Thailand menjadi negeri yang sangat dihormati, bahkan oleh bangsa-bangsa besar yang rakus dengan wilayah jajahan yang makmur. Itulah sebabnya Thailand adalah satu dari tiga negara Asia yang tidak pernah dijajah oleh bangsa-bangsa kolonialis barat pada saat faham kolonialisme dan imperalisme merajalela di seluruh penjuru dunia.

Tapi itu semua kini telah berubah. Thailand telah menjadi negara yang terpecah belah dengan sangat tajam. Satu bagian rakyat membenci mantan perdana menteri Thaksin Sinawatra. Sebagian lainnya sangat memujanya. Dan kedua golongan saling membenci karena perbedaan pandangan tersebut. Dan dengan kondisi ini masa depan rakyat Thailand tengah dalam ancaman besar: dijajah secara ekonomi oleh para kapitalis asing, hal yang tidak pernah mereka alami sebelumnya.

Sebagaimana rakyat Perancis yang dibuai ilusi oleh slogan-slogan: kebebasan, persamaan dan persaudaraan dalam Revolusi Perancis, yang membuat rakyat Perancis bersama raja dan para pemimpin kehilangan nyawanya jauh melebihi jumlah nyawa tentara Perancis yang berperang di luar negeri, rakyat Thailand kini dibuai oleh ilusi yang bernama demokrasi. Demokrasi yang esensinya adalah memecah belah rakyat melalui sebuah mekanisme dan sturuktur politik yang mapan. Dan saat kondisi ideal sebuah demokrasi tercapai, tidak ada lagi kekuatan yang tersisa untuk membawa sebuah negara menjadi negara yang kuat. Negara demokrasi paling kuat sekalipun seperti Amerika, sejatinya tidak lagi dikuasai oleh rakyat atau pemerintahnya, melainkan oleh "kekuatan jahat asing internasional" yang menjalankan pemerintahan global secara rahasia. Saat muncul seorang pemimpin yang populer dan berwibawa yang sanggup menyatukan rakyat, demokrasi menjatuhkannya melalui parlemen atau pengadilan. Inilah yang disebut dengan "trias politika" atau pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Hanya orang yang tidak pernah belajar sejarah-lah yang mengatakan skeptisme terhadap demokrasi sebagai "teori konspirasi", karena hal ini telah terjadi di mana-mana sepanjang waktu. Termasuk di Indonesia yang dua orang pemimpin kharismatiknya dijatuhkan dari kekuasaan atas nama demokrasi. Ini terjadi dalam Perang Sipil Inggris yang mengantarkan raja Charles ke tiang gantungan hingga kini Inggris diperintah oleh bukan orang Inggris. Keluarga Windsor yang kini menjadi raja Inggris berasal dari Jerman. Hingga perang dunia I mereka masih menggunakan nama Jerman sebagai nama keluarga, yaitu Saxe-Coburg-Gotha. Mereka baru merubah nama keluarga setelah sentimen anti Jerman menguat sebagai dampak perang.

Kembali kita tengok Amerika sebagai negara demokrasi paling maju dan terbesar di dunia. Kini rakyat Amerika yang memperjuangkan hak-hak rakyat sebagaimana diperjuangkan para pendiri bangsa ini termarjinalisasi dalam kelompok "tea party". Bahkan kelompok ini pun masih diupayakan untuk dipecah belah dengan masuknya "kuda troya" Sarah Palin ke dalam kelompok ini (tidak tahu siapa Sarah Palin? Jangan baca blog ini). Dan bisakah Anda membayangkan para petani kulit putih di wilayah midland mengadakan aksi longmarch menuju ibukota Washington menentang perusahaan Monsanto dan Dupont (keduanya milik yahudi) yang telah menguasai lahan-lahan subur mereka dan membuat mereka terbelit hutang yang mencekik? Media massa Amerika langsung mencap mereka sebagai "ku klux klan", "neo nazi", "ekstremis kanan", "ultranasionalis" atau bahkan mungkin "teroris", dan polisi memperlakukan mereka dengan sangat represif. Percayalah, Perdana Menteri Abhisit jauh lebih demokratis daripada Obama "mambo-dumbo" maupun Bush "idiot maniak".

Namun justru kondisi seperti Amerika-lah yang kini diinginkan para petani miskin dan intelektual sosialis Thailand yang tergabung dalam kelompok "kaos merah". Untuk itu, dengan naifnya mereka berani melawan polisi dan tentara. Jika mereka menang, dan tampaknya demikian mengingat "kekuatan jahat asing internasional" berada di belakang mereka, mereka akan merubah Thailand menjadi negara budak asing sebagaimana saat ini terjadi di Islandia, Portugal, Yunani dan negara-negara barat lainnya yang telah mendahului.

Memang sebagian rakyat Thailand di wilayah utara dan timur (basis kaos merah) miskin-miskin. Tapi demikian juga rakyat di negara-negara lain di Eropa, Amerika, India dan Indonesia. Hal itu tidak bisa menjadi alasan untuk membangkang pemerintah dengan mengatasnamakan demokrasi. Cina, negara yang paling maju pertumbuhan ekonominya itu bahkan bukan negara demokratis. Termasuk juga Singapura, Malaysia semasa Mahathir Muhammad dan Indonesia semasa Soeharto.

Semua negara demokratis di seluruh dunia pada dasarnya telah menjadi negara jajahan kapitalis internasional (baca: yahudi, blogger). Jika tidak terjerat oleh hutang luar negeri yang mencekik leher dan perampasan aset-aset strategis nasional, negara-negara demokratis terjerat oleh regim represif yang memenjarakan rakyatnya hanya karena ekspresi "anti semit" atau "ultra-nasionalisme". (Di Indonesia sempat dimunculkan istilah "nasionalisme kebablasan" atau "nasionalis sempit" untuk mendeskreditkan para nasionalis yang membela kepentingan nasional).

Saat massa "kaos merah" itu mendapatkan apa yang diinginkannya, yaitu tumbangnya pemerintahan nasionalis (bukan demokratis) termasuk pada akhirnya tumbangnya sistem kerajaan, mereka juga akan kehilangan persatuan nasional di bawah kepemimpinan raja yang berwibawa yang selama ratusan tahun menjaga mereka dari jarahan bangsa-bangsa rakus di dunia. Seperti Indonesia setelah reformasi, mereka akan melibaralisasikan semua sektor ekonomi dan menghapuskan subsidi untuk rakyat (dengan akibat harga barang-barang kebutuhan vital naik terus menerus, termasuk juga biaya pendidikan yang oleh konstitusi justru diwajibkan menjadi tanggungjawab negara). Negara akan diperintah oleh para pengusaha dan birokrat kepanjangan kepentingan asing.

Persatuan nasional adalah pertahanan paling ampuh bagi rakyat Thailand dari incaran srigala-srigala jahat kapitalis internasional. Sebagai bangsa yang bersatu, rakyat Thailand berhasil mengarungi sejarahnya selama 700 tahun setelah nenek moyang mereka meninggalkan Yunnan di Cina Selatan dan pindah ke Siam (sekarang Thailand) yang subur dan kaya dengan sumber alam. Secara alama tentu saja timbul perbedaan antara mereka yang mendapatkan kelebihan rejeki dengan masyarakat kebanyakan. Tapi selama seluruh rakyat mendapatkan kebutuhan-kebutuhan dasarnya, hal itu tidak menjadi masalah. Apalagi jika itu semua disertai dengan kesadaran bahwa hanya dengan persatuan seluruh rakyat, bangsa Thailand bisa bertahan hidup.

Para pengikut "kaos merah", tanpa sadar sebenarnya tengah mengacung-ngacungkan bendera kaum kapitalis asing. Merah adalah lambang komunisme yang juga merupakan ilusi para kaum kapitalis, tidak begitu akrab dengan warna simbol bangsa Thailand. Warna merah pula yang telah dikibar-kibarkan para petani dan buruh Rusia yang bodoh dan terbuai dengan agitasi orang-orang komunis, hanya untuk dibayar oleh nyawa puluhan juta rakyat Rusia paska Revolusi Bolshevik tahun 1917.

Rakyat Thaiand pengikut "kaos merah", Anda telah tertipu. Pulanglah ke rumah dan jangan dengarkan pidato Thaksin Sinawatra. Saat Anda dan teman-teman Anda berkubang darah, ia tengah berpesta di hotel mewah di New York, London atau Paris bersama George Soros, Mittal, Ambani, Rothschild, Bronfman, Rockefeller, dan orang-orang kaya lainnya yang makan malamnya bisa untuk membiayai hidup seorang petani miskin sepanjang tahun. Ia sama sekali tidak peduli kepada negara dan rakyatnya. Yang ia pedulikan adalah harta kekayaannya. Katakan kepada para ilusionis demokrasi itu: "Kami telah cukup dengan apa yang ada pada kami. Kami mungkin miskin, tapi kami adalah bangsa Thailand yang merdeka dan kami bersyukur dengan apa yang telah diberikan Tuhan kepada kami."

Sedikit tentang Neo-lib Indonesia


Suatu hari saya berdiskusi dengan teman-teman lama saya di fb. Dalam forum tersebut terjadi diskusi tentang konsekwensi yang bakal terjadi paska terpilihnya DI sebagai dirut PLN, terutama tentang rencana PLN berhutang ke luar negeri. Kebetulan salah seorang teman saya adalah karyawan PLN juga. Saya termasuk yang khawatir DI membawa misi meliberalkan PLN sehingga hanya menjadi alat mencari keuntungan para pemilik modal asing dengan menjadikan rakyat Indonesia sebagai korbannya. Tanpa saya duga salah seorang teman saya, seorang perwira menengah TNI yang menduduki jabatan struktal teritorial yang strategis, menuduh saya sebagai "naif" karena dianggap "menolak" globalisasi.

Tentu saja saya menolak tuduhan sebagai "anti globalisasi". Saya hanya mengingatkan tentang perlunya PLN bertindak bijaksana dengan lebih mementingkan kepentingan masyarakat daripada kepentingan "stake holder" PLN apalagi kepentingan kapitalis asing. Kekhawatiran saya beralasan karena selain mengedepankan hutang luar negeri daripada efisiensi, PLN diduga akan mengorbankan kepentingan masyarakat demi kepentingan perusahaan. Setidaknya kekhawatiran ini juga dirasakan oleh Gubernur Sumut yang menolak memberi ijin pembangunan proyek pembangkit listrik Asahan III kepada PLN karena PLN tidak bersedia membuat janji tertulis untuk hanya menjual listrik yang dihasilkan oleh proyek tersebut kepada masyarakat, bukan kepada PT Inalum yang mayoritas sahamnya dimiliki Jepang. Kekhawatiran itu juga muncul karena DI lebih mendahulukan wacana kenaikan TDL, hanya satu bulan setelah menjabat dirut PLN, daripada efisiensi. Apalagi jika melihat latar belakang DI sebagai eksekutif sebuah perusahaan listrik supllier PLN.

Kini, di tengah-tengah tarik ulur antara PLN dan Pempropsu tentang proyek Asahan III, listrik di kota Medan kembali hidup mati seakan sebuah isyarat dari PLN: rasakan akibat berani melawan PLN. Padahal PLN telah berjanji bahwa sejak tahun lalu tidak ada lagi pemadaman listrik di Sumut.

Saya belum menyinggung bagaimana DI, yang pernah ditolong oleh pemilik koran Surabaya Post saat kehilangan pekerjaan setelah majalah tempatnya bekerja dibredel pemerintah, kemudian menjadi "pembunuh" Surabaya Post dengan Jawa Pos-nya. Mungkin DI "tidak sengaja" membunuh Surabaya Post. Tapi dengan fenomana matinya salah satu koran tertua dan terbesar di Indonesia ini, Tuhan seakan memberikan gambaran tentang siapa DI.

Yang mengherankan saya adalah betapa kawan saya yang perwira menengah TNI itu, yang tentunya telah mendapatkan pelajaran ektra tentang wawasan nasional, tidak memahami betapa berbahayanya faham neo-liberalisme (saya lebih suka menyebutnya judeo capitalism yang telah berakar ribuan tahun dibandingkan istilah neo-liberalisme yang baru muncul beberapa tahun terakhir) yang kini diikuti oleh sebagian besar oknum dalam pemerintahan.

Saya masih ingat betul bagaimana saya pernah mengingatkan teman saya itu ttg tindakan menkeu Sri Mulyani memarginalkan TNI dengan mengurangi anggaran TNI pada saat yang sama ia menaikkan anggaran gaji pegawai Depkeu hingga triliunan rupiah. Tindakan Sri Mulyani saya nilai merupakan salah satu agenda neoliberalisme untuk melemahkan TNI sebagai kekuatan yang bisa menyatukan negeri ini dan menjadi penyeimbang dominasi faham neoliberalis. Saya juga masih ingat betul pesan saya kepadanya yang diaminkannya: "Jadilah patriot sejati!" Selama ini saya menyangka TNI adalah salah satu benteng pertahanan bangsa ini (selain umat Islam) dalam membendung pengaruh neo-liberalisme. Tapi tampaknya anggapan saya perlu direevaluasi.

Berikut ini adalah ciri-ciri orang neo-liberalis:

1. Menganggap negatif semua bentuk subsidi untuk rakyat.
2. Menganggap hutang (luar negeri) sebagai kebajikan.
3. Menganggap defisit APBN sebagai kewajaran.
4. Menganggap negatif semua bentuk campur tangan pemerintah dalam perekonomian.
5. Menganggap kebijakan bailout sebagai kebajikan.

Friday 21 May 2010

Kabinet Gay dan Lesbi Barrack Obama


Keterangan gambar: hakim agung Elena Kagan dalam satu pesta kaum lesbi

Apa pendapat Anda jika presiden SBY mengangkat 50 orang gay dan lesbian menjadi pejabat publik setingkat dirjen, menteri hingga ketua lembaga tinggi negara? Anda tentu akan berfikir bahwa presiden SBY adalah seorang homoseks sehingga mengangkat orang-orang yang sama dengannya sebagai pejabatnya agar merasa nyaman dalam menjalankan tugasnya. Anda adalah orang yang berfikiran sehat. Bukankah ada kata-kata bijak: seseorang dinilai dari siapa teman-teman dekatnya.

Lalu jika presiden Amerika Barrack Obama mengangat lebih dari 70 orang gay dan lesbian sebagai pejabat publik Amerika, apa pendapat Anda? Jika Anda berfikiran sehat tentu Anda akan menganggap presiden Barrack Obama sebagai seorang homoseks pula, minimal orang yang kesehatan jiwanya terganggu hingga baru merasa nyaman bila berdekatan dengan orang-orang homoseks.

Begitulah sebenarnya sang presiden Barrack "mambo-dumbo" Obama Soetoro. Ia telah mengangkat lebih dari 70 orang homoseks sebagai pejabat tinggi pemerintahan Amerika. Di antara pejabat publik itu adalah menteri keamanan dalam negeri (Secretary of Homeland Security) Janet Napolitano, Hakim Agung Sonya Sotomayor, dan Elena Kagan yang baru saja dipilih Obama untuk menjadi hakim agung. Ini tidak termasuk kepala kantor kepresidenan Rahm Emmanuel, penasihat khusus presiden Axelrod, dan beberapa pejabat tinggi lainnya yang diduga kuat sebagai seorang gay. Kedekatan Obama dengan orang-orang homoseks sebenarnya juga mengkonfirmasi kecenderungan seksual-nya yang menyimpang sebagaimana pernah diungkap oleh beberapa mantan teman Barrack Obama.

Saya ingin sedikit menyinggung mengenai Sotomayor dan Elenda Kagan. Keduanya adalah lesbian yahudi, satu ras yang memiliki kecenderungan tinggi sebagai homolseks sebagaimana nenek moyangnya para penduduk Sodom dan Gomorrah. Tunjuk satu organisasi pembela hak-hak kaum homoseksual, pasti ada yahudi di belakangnya. Makanya ketika saya membaca pendapat aktivis Islam liberal Indonesia, Musdah Mulia yang gigih membela hak-hak kaum homoseks, saya sempat berfikir jangan-jangan ia memiliki darah yahudi. Meski akhirnya saya percaya ia hanya menjalankan tugas pekerjaan, ... yang diberikan orang-orang yahudi. Pernah lihat fotonya waktu kuliah di Amerika? Lepas jilbab men. Tapi kini ia menjadi orang yang paling alim bersama Tukul Arwana, ... menurut versi Trans7.

Saya juga masih ingat bagaimana media massa kita menjadikan Ryan, seorang pembunuh keji, sebagai selebritis. Berkat dukungan mereka jugalah Ryan menjadi sosok yang istimewa. Kalau tidak mengapa ia bisa mengadakan pesta ulang tahun mewah di dalam penjara serta menulis buku?

Oh ya, dengan terpilihnya Sotomayor dan Kagan kini komposisi hakum agung Amerika adalah 44% (4 orang) yahudi dan 56% (5) katholik. Tidak ada seorang pun kulit putih protestan, etnis mayoritas pendiri negeri ini. Tapi beginilah akhir dari slogan pluralisme dan toleransi yang digembar-gemborkan media massa: yahudi dan minoritas menjadi penguasa.

Inilah para pejabat gay dan lesbi pemerintahan Barack Obama di luar Sotomayor, Kagan dan Napolitano:

* Mark Agrast- Deputy Assistant Attorney General, Office of Legislative Affairs at the Department of Justice
* Raul Alvillar- Congressional Relations Officer, Housing and Urban Development *Judy Applebaum- Deputy Assistant Attorney General, Office of Legislative Affairs at the Department of Justice
* Cynthia Attwood- Member, Occupational Safety and Health Review Commission
* Vic Basile- Senior Counselor to the Director, Office of Personnel Management
* Anthony Bernal- Scheduler, Office of Dr. Jill Biden
* Jeremy Bernard- Director of White House and Congressional Affairs, National Endowment for the Humanities
* John Berry- Director, Office of Personnel Management
* Jeremy Bishop- Special Assistant to the Secretary, Office of Public Engagement at the Department of Labor
* Brian Bond- Deputy Director, White House Office of Public Engagement
* Raphael Bostic- Assistant Secretary for Policy Development and Research, Housing and Urban Development
* Ebs Burnough- Deputy Social Secretary, Office of the First Lady
* Michael Camunez- Assistant Secretary for Market Access and Compliance, Department of Commerce
* Lyle Canceko- Deputy Director, Center for Faith Based and Neighborhood Partnerships, Department of Commerce
* Jamison Citron- Confidential Assistant, Office of White House Liaison, Department of Health and Human Services
* Brook Colangelo- Chief Information Officer, White House Office of Administration
* John Connor- Director, Office of White House Liaison at the Department of Commerce
* John Coppola- Member of the National Museum and Library Services Board
* Jeffrey Crowley- Director, Office of National AIDS Policy
* Fred Davie- Member, President’s Advisory Council on Faith-Based and Neighborhood Partnerships
* Justin DeJong- Deputy Press Secretary, Department of Agriculture
* Marisa Demeo- Associate Judge, DC Superior Court
* Jenny Durkan- U.S. Attorney, Western District of Washington
* John Easton- Director, Institute of Education Sciences
* Eric Fanning- Deputy Under Secretary of the Navy
* Chai Feldblum- Equal Employment Opportunity Commission
* Carl Fillichio- Senior Advisor to the Secretary of Labor for Public Affairs and Communications
* Daniel Gordon- Administrator for Federal Procurement Policy, OMB
* Kathy Greenlee- Assistant Secretary, Administration on Aging, Department of Health and Human Services
* Steve Gunderson- Member, President’s Commission on White House Fellows
* David Hansell- Principal Deputy Assistant Secretary for Children and Families, Administration for Children and Families
* Emily Hewitt- Chief Justice, U.S. Court of Federal Claims
* Jennifer Ho- Deputy Director, Accountability Management at the U.S. Interagency Council on Homelessness
* Fred Hochberg- Chairman, U.S. Export-Import Bank
* David Huebner- U.S. Ambassador to New Zealand
* Glenda Humiston- State Director for Rural Development in California
* Shin Inouye- Director, Specialty Media
* John Isa- Deputy Executive Director, Federal Office of Compliance
* Karine Jean-Pierre- Regional Director, Office of Political Affairs
* Kevin Jennings- Deputy Assistant Secretary, Office of Safe and Drug-Free Schools
* Kristina Johnson- Under Secretary, Department of Energy
* Jenn Jones- Special Assistant, Department of Housing and Urban Development
* Elaine Kaplan- General Counsel, Office of Personnel Management
* Brad Kiley- Director, White House Office of Management and Administration
* Harry Knox- Member, President’s Advisory Council on Faith-Based and Neighborhood Partnerships
* Kei Koizumi- Assistant Director for Federal Research and Development, Office of Science and Technology Policy
* Andy Lee- Chief of Staff, Office of Innovation and Improvement at the Department of Education
* Jeffrey Lerner- Regional Director, Office of Political Affairs
* Sara Lipscomb- General Counsel, Small Business Administration
* Zach Liscow- Staff Economist, Council of Economic Advisers
* Thomas Lopach- Senior Vice President, Congressional Affairs, U.S. Export-Import Bank
* Sharon Lubinski- U.S. Marshall
* John Marble- Public Affairs Specialist, Office of Personnel Management
* Jeffrey Marburg-Goodman- Special Counsel to the USAID Administrator
* Mercedes Marquez- Assistant Secretary for Community Planning and Development, Department of Housing and Urban Development
* Kathy Martinez- Assistant Secretary for Disability Employment Policy, Department of Labor
* Michael Martinez- Special Assistant, National Resources Conservation Division, USDA
* Mary Beth Maxwell- Senior Advisor, Department of Labor
* Philip McNamara- Executive Secretary, U.S. Department of Homeland Security
* David Medina- Deputy Chief of Staff, Office of the First Lady
* David Mills- Assistant Secretary for Export Enforcement, Department of Commerce
* Alison Nathan- Associate Counsel to the President, White House Counsels Office
* Jeffrey Neal- Chief Human Capital Officer, U.S. Department of Homeland Security
* Ven Neralla- Director of Priority Placement, Presidential Personnel
* Dave Noble- White House Liaison, National Aeronautics and Space Administration
* Matt Nosanchuk- Senior Counselor to the Assistant Attorney General for Civil Rights, Department of Justice
* Dylan Orr- Special Assistant to the Assistant Secretary of Labor, Office of Disability Employment Policy
* Joseph Palacios- Board of Visitors for WHINSEC
* Paolo Palugod- Special Assistant to the Assistant Attorney General for the Environment and Natural Resources Division, DOJ
* Peter Pappas- Chief Communications Officer for the United States Patent and Trademark Office, Department of Commerce
* Raul Perea-Henze- Assistant Secretary of Policy and Planning, Department of Veterans Affairs
* Drew Perraut- Policy Analyst, Office of Information and Regulatory Affairs, OMB
* Mark Perriello- Director of Priority Placement, Presidential Personnel
* Gautam Raghavan- Deputy White House Liaison at the Department of Defense
* Peter Roehrig- Special Assistant, Office of Energy Efficiency and Renewable Energy
* Constance L. Rogers- Deputy Solicitor for Energy and Mineral Resources at Interior
* Donna Ryu- U.S. Magistrate Judge for the U.S. District Court for the Northern District of California
* Ellie Sue Schafer- Director, White House Visitors Office
* Tarak Shah- White House Council on Environmental Quality
* Amanda Simpson- Senior Technical Advisor to the Department of Commerce, Bureau of Industry and Security
* Richard Sorian- Assistant Secretary for Public Affairs, HHS
* Campbell Spencer- Regional Director, Office of Political Affairs
* Everette Stubbs- Deputy Director, White House Visitors Center
* Nancy Sutley- Chair, White House Council on Environmental Quality
* Jonathan Swain- Assistant Administrator, Small Business Administration
* Kenneth Tolson- Member, President’s Board of Advisors on Historically Black Colleges and Universities
* Moe Vela- Director of Operations, Office of the Vice President
* Alex Wagner- Special Assistant to the Assistant Secretary of Defense for Global Strategic Affairs
* Douglas B. Wilson- Assistant Secretary of Defense for Public Affairs, Department of Defense
* William Woolston- Staff Economist, Council of Economic Advisers

Sunday 16 May 2010

Perang Saudara di Amerika


Amerika kini tengah dilanda perang saudara. Bukan perang secara fisik memang, melainkan perang politik antara kalangan nasionalis kulit putih melawan kalangan liberal, sosialis-komunis, non-kulit putih dan paling utama dari itu semua adalah kaum yahudi yang berada di belakang semua gerakan liberalisme, sosialisme, komunisme hingga ultra-nasionalisme.

Peperangan ini dipicu oleh ditetapkannya UU pembatasan imigran asing di negara bagian Arizona yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Mexico, tepatnya pada tgl 23 April lalu. UU baru ini langsung saja mendapat reaksi keras dari kalangan liberal, sosialis-komunis, para aktivis sosialnon-kulit putih dan kaum yahudi. Selain kecaman di media massa (yang mayoritas dimiliki yahudi), berbagai aksi demonstrasi pun segera digelar untuk mengecam undang-undang tersebut yang dicap rasis. Tidak hanya itu, berbagai aksi boikot pun mulai diterapkan terhadap negara bagian Arizona oleh beberapa kota dan negara bagian Amerika dimana para pemimpinnya telah menjadi "zionist-puppet" dan "jew ass sucker" serta "zionist occupied goverment".

Beberapa kota dan negara bagian yang telah dan akan memboikot negara bagian Arizona berupa tindakan pembekuan kerjasama administratif maupun bisnis, di antaranya adalah Los Angeles, San Francisco, Boston, Boulder, Oakland, Springfield, Worcester, Washington D.C., Milwaukee, Chicago dan New York. Para pejabat federal, termasuk Presiden Barrack "mambo-dumbo" Obama Soetoro, juga telah menyatakan kecamannya terhadap undang-undang tersebut.

Namun yang paling keras mengecam undang-undang tersebut tentu saja yahudi. Beberapa tokoh dan organisasi yahudi menjadi motor penggerak gerakan menentang kebijakan pemerintah Arizona. Sebut saja Anti-Defamation League, AIPAC, Simon Wiesenthal Center, American Jewish Committee, Hebrew Immigrant Aid Society, National Council of Jewish Women, dan the Jewish Council for Public Affairs. Gideon Aronoff, pimpinan Hebrew Immigrant Aid Society, misalnya saja berkomentar keras: "Apakah kebanyakan orang-orang latin yang menderita karena undang-undang ini berdarah yahudi? Jawabnya tentu saja tidak. Kita semua orang Amerika dan kita harus bersikap baik kepada orang asing!"

Jika saja orang-orang yahudi adalah orang-orang yang baik kepada orang asing tentu saja mereka akan memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang non-yahudi di Israel serta tidak memerangi negara-negara tetangganya. Tapi tentu saja itu tidak akan terjadi. Motif di balik penolakan terhadap undang-undang pembatasan imigran adalah agar Amerika berubah menjadi negara "pluralis" multietnis yang tidak memiliki identitas etnis apapun. Selain lemah dihadapan negara-negara beridentitas kuat seperti, katakanlah Cina, negara seperti ini memungkinkan orang-orang yahudi tidak teridentifikasi saat melakukan berbagai kejahatan ekonomi.

Dan seperti biasa, senjata utama orang-orang yahudi untuk menyerang lawan-lawannya adalah kata-kata mantra "anti-semit" atau "neo nazi". Noam Chomsky, yahudi yang oleh media massa yahudi diberi mantra sebagai "pejuang kemanusiaan" pun turut menyamakan undang-undang anti imigran Arizona dengan negara Jerman di masa lalu.

Dalam sebuah wawancara baru-baru ini Chomsky mengatakan,“di Jerman sebuah musuh diciptakan, yaitu yahudi. Di sini (Amerika) musuh itu adalah pendatang haram. Kita akan diindoktrinasi seolah-olah kaum kulit putih adalah minoritas yang tertindas. Ini gejala yang bisa mengarahkan kondisi yang lebih berbahaya dari Nazi Jerman."

Yah, bahkan Chomsky yang dianggap "nabi" itu ternyata seorang zionis. Sebagai contoh, ia menyerang Profesor Mearsheimer dan Walt karena bukunya "Israel Lobby" yang menuduh Israel di balik isu perang terorisme dan krisis timur tengah. Menurut Chomsky bukan Israel yang berada di balik isu terorisme dan perang Irak-Afghanistan, melainkan industri minyak, seolah-olah tidak mengetahui bahwa para raja minyak pun adalah para zionis yahudi.

Namun seolah teleh melihat masa depan yahudi yang suram dengan adanya kesadaran massa bahwa yahudilah yang berada di balik semua masalah di Amerika termasuk masalah pendatang ilegal. Chomsky memperingatkan bahaya munculnya gerakan massa yang lebih besar di Amerika. "If somebody comes along who is “charismatic and honest,” the US will be in “real trouble” because of the “justified anger White Americans are feeling,” katanya.

Warga kulit putih yang saat ini masih menjadi mayoritas patut merasa terancam. Di negeri yang didirikan oleh para leluhurnya itu kini jumlah mereka semakin hari semakin sedikit relatif dibanding etnis lain, terutama karena banyaknya imigran asing. Di kota-kota yang dulunya adalah kota kulit putih yang nyaman, kini telah berubah menjadi kota negara dunia ketiga. Contohnya New Orleans. Keadaan jauh lebih parah di negara-negara bagian yang berbatasan langsung dengan Mexico, negeri pengekspor terbesar imigran gelap ke Amerika. Kriminalitas telah sampai di tingkat yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Namun yahudi yang telah sampai pada tahap "nyaris" menguasai Amerika bulat-bulat dengan kondisi dimana orang-orang kulit putih berubah menjadi orang-orang liberal bodoh, gay, lesbi dan kriminalis, tidak ingin momentum berbelok arah. Mereka menyerang balik orang-orang kulit putih Arizona yang berusaha menghambat agenda besar mereka.



Serangan Hollywood


Segera setelah UU pembatasan imigran ilegal di Arizona disyahkan, para yahudi Hollywood pun bereaksi cepat. Mereka kini tengah memproduksi film kontroversial berjudul "Machete". Sebagai bentuk provokasi film ini berkisah tentang seorang imigran gelap Mexico yang menjadi "pahlawan" dengan membunuhi polisi dan pejabat kulit putih Arizona. Satu lagi, sang imigran bercinta dengan dua wanita kulit putih cantik sekaligus, salah satunya artis top Jessica Alba.

Dalam skenario awalnya kisah petualangan sang "pahlawan imigran gelap" tersebut terjadi di Texas, namun langsung diubah menjadi Arizona. Selain itu juga terjadi proses percepatan produksi demi mengejar momentum untuk "menyerang" UU pembatasan imigran Arizona. Untuk itu biaya produksi pun dipompa besar-besaran dari $5 juta menjadi $20 juta. Diperkirakan film ini telah diputar di teater-teater bulan September mendatang, namun potongan-potongannya telah beredar di internet, termasuk adegan pembantaian terhadap polisi kulit putih dan percintaan sang "Machete" dengan dua wanita kulit putih.

Film ini diproduseri oleh Quentin Tarantino (Pulp Fiction) dan dibintangi oleh, selain Jessica Alba, adalah dua aktor yahudi kesayangan Hollywood Robert de Niro dan Steven Seagal. Tokoh utama film ini adalah aktor keturunan Mexico Danny Trejo yang biasanya berperan sebagai tokoh antagonis. Adapun sutradara film ini adalah duo-hispanic Robert Rodriquez dan Ethan Miniquis. Rodriquez yang juga seorang penulis adalah seorang "pembenci kulit putih". Namun ironisnya ia justru menikahi wanita kulit putih yang berambut pirang dan bermata biru. Ia mengaku sengaja menyebarkan potongan film "Machete" sebagai protes atas UU anti imigran Arizona.

Friday 14 May 2010

Sri Mulyani dan Hutang Luar Negeri


Beberapa waktu lalu pemerintah Indonesia pernah terlibat perselisihan dengan sebuah perusahaan telekomunikasi Amerika. Perselisihan tersebut karena pemerintah membatalkan ijin investasi perusahaan tersebut karena berbagai alasan dan sebagai konsekwensinya perusahaan tersebut menuntut ganti rugi kepada pemerintah. Masalahnya adalah perusahaan tersebut menuntut ganti rugi yang sangat besar karena memasukkan perhitungan proyeksi keuntungan komulatif yang gagal mereka dapatkan karena pembatalan tersebut.

Ketika akhirnya arbitrase internasional memenangkan perusahaan asing tersebut, menkeu Sri Mulyani langsung dengan "gagah berani" berkomentar, "kita akan bayar!".

Terlepas dari benar tidaknya keputusan tersebut pemerintah Indonesia minimal bisa mengulur-ngulur waktu pembayaran, atau bahkan menolak pembayaran karena secara riel pembayaran "ganti rugi" tersebut memberatkan keuangan negara yang telah banyak terlilit hutang. Toh banyak kasus perdata semacam itu yang diabaikan oleh negara-negara maju. Salah satunya adalah kasus perdata antara pemerintah Iran dengan Inggris menyangkut kontrak pembelian senjata oleh regim Shah Iran. Shah telah membayarkan ratusan juta dolar kontrak tersebut, namun sebelum Inggris mengirimkan senjata yang dipesan Shah keburu digulingkan oleh Revolusi Iran tahun 1979. Pemerintah Revolusi pengganti Shah telah menuntut pengembalian uang yang telah dibayarkan Shah dan telah disahkan oleh arbitrase internasional. Namun sampai saat ini pemerintah Inggris sama sekali mengabaikan keputusan tersebut.

Kasus lainnya adalah penolakan pemerintahan Soekarno untuk menanggung hutang-hutang pemerintah Hindia Belanda dan mengganti rugi perusahaan-perusahaan Belanda yang dinasionalisasi. Namun setelah Soeharto berkuasa, semuanya itu dibayar olehnya, sama seperti Sri Mulyani membayar perusahaan telekomunikasi Amerika.

Itulah sebabnya saya tidak menyukai Sri Mulyani (meski dulu saat menjadi seorang wartawan liberal bodoh saya sangat mengidolakannya). Memang ia bagai seorang bidadari suci bagi para kapitalis asing dan para komprador-nya serta ornag-orang liberal idiot, namun bagi rakyat Indonesia ia adalah drakula. Lihatlah bagaimana ia dengan bangga menyebut kebijakan bailout bank Century sebagai sebuah kebijaksanaan yang fair. Padahal itu adalah sebuah kejahatan sistematis yang sangat massif karena menyangkut uang rakyat yang sangat besar. Dan saat terancam oleh kasus bank Century, ia melarikan diri dari tugas dan tanggungjawabnya, namun masih bisa berkoar: "saya seorang nasionalis sejati!".

Motif kejahatan Sri Mulyani dan kaum neo liberal lainnya adalah menjerat negara dalam hutang luar negeri. Tak perlu saya sebutkan berapa jumlah hutang luar negeri kita saat ini karena bahkan data resmi-pun tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Yang pasti jumlahnya mencekik leher. Selama pemerintahan presiden SBY saja dimana Sri Mulyani menjadi menteri keuangan, hutang luar negeri Indonesia bertambah Rp100 triliun setiap tahunnya.

Anda mungkin mengejek saya karena tidak mempercayai data-data pemerintah? Baik saya balikbertanya. Pernahkan dilakukan audit independen terhadap pengelolaan keuangan negara oleh Departemen Keuangan? Dan lagi, pernahkah dilakukan audit independen terhadap keuangan Bank Indonesia? Bukankah Bank Indonesia mendapatkan keuntungan dari bunga yang dibayarkan oleh perbankan, masyarakat bahkan pemerintah? Padahal sebagai lembaga publik, mencari keuntungan sebenarnya hal yang terlarang. Tapi tidak bagi Bank Indonesia yang bahkan menetapkan bunga terhadap karyawannya yang mengajukan pinjaman untuk membeli kendaraan kerja. Jadi telan sendiri ejekan Anda.

Tulisan berikut ini dikopi dari artikel mantan dosen saya Revrisond Baswir berjudul "UTANG DAN IMPERIALISME" yang dimuat dalam situs Jurnal Ekonomi Rakyat bulan Mei 2002. Tulisan ini berkaitan dengan cara pandang kaum neo-liberalis lokal seperti Sri Mulyani, Boediono, Mafia UGM, Mafia UI, Mafia Barkeley, CSIS dlsb., terhadap masalah hutang luar negeri.

Perlu saya sampaikan disini bahwa pemberian hutang merupakan senjata efektif kepentingan asing untuk menjajah negara-negara debitornya. Dengan pemberian hutang mereka dijanjikan pendapatan bunga yang menggiurkan setiap tahunnya sekaligus kemampuan untuk mendiktekan kepentingan mereka terhadap negara debitornya. Mereka sama sekali tidak ingin hutang itu dilunasi karena dengan demikian pendapatan bunga mereka terhenti. Itulah sebabnya mereka selalu berusaha menempatkan agen-agennya, seperti Sri Mulyani dan kaum neo-liberalis pada jabatan-jabatan ekonomi yang strategis seperti menteri keuangan dan gubernur Bank Indonesia, untuk terus menambah hutang luar negeri.


UTANG NAJIS


Berbicara mengenai konsepsi utang, selama ini banyak yang tidak menyadari bahwa konsepesi utang yang dianut oleh pemerintah Indonesia cenderung sangat didominasi oleh pandangan para ekonom neoliberal. Sesuai dengan pandangan umum yang dianut oleh para pengikut Reagan dan Thatcher tersebut (Goerge, 1999), pembuatan utang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dua hal: Pertama, untuk menutup kesenjangan antara tingkat tabungan masyarakat dengan kebutuhan investasi (saving investment gap). Kedua, khusus untuk utang luar negeri, untuk memanfaatkan suku bunga murah yang ditawarkan oleh berbagai paket pinjaman yang ditawarkan oleh sindikat negara-negara kreditur dan lembaga keuangan multilateral tersebut.

Berdasarkan kedua tujuan itu, jelas sekali kelihatan betapa konsepsi utang para ekonom neoliberal tersebut sangat dipengaruhi oleh paradigma pembangunan ekonomi yang mereka anut. Dalam pandangan para ekonom neoliberal, pembangunan memang cenderung tumpang tindih dengan pertumbuhan ekonomi, kecenderungan ini sejalan dengan pandangan mereka yang meletakkan pertumbuhan ekonomi di atas pemerataan. Sebagaimana sering mereka kemukakan, “Jika tidak ada pertumbuhan, apa yang mau diratakan?”

Dengan paradigma pembangunan seperti itu, diakui atau tidak, ekonom neoliberal sesungguhnya dengan sadar menempatkan investasi dan investor di atas berbagai pertimbangan lainnya. Dalam bahasa sederhana, paradigma pembangunan ekonom neoliberal pada dasarnya bertumpu pada semboyan, “investor first, people second.” Kecenderungan inilah antara lain yang dibahasakan melalui ungkapan “bersahabat dengan pasar,” yang sangat populer tersebut.

Artinya, keputusan-keputusan ekonomi para ekonom neoliberal, mulai dari menyusun kabinet, memilih orientasi kebijakan, dan merumuskan program, pertama-tama harus dilihat dari sudut pengaruhnya terhadap “kepercayaan” para investor. Setiap keputusan ekonomi yang mendapat respon negatif dari para investor, harus segera dihentikan.

Celakanya, sebagai ekonom sekalipun, para ekonom neoliberal cenderung mengabaikan berbagai variabel lainnya yang wajib untuk dipertimbangkan dalam membuat utang luar negeri. Sehubungan dengan tingkat bunga misalnya, para ekonom neoliberal cenderung pura-pura tidak tahu bahwa beban utang luar negeri tidak hanya terbatas sebesar angsuran pokok dan bunganya.

Karena dibuat dalam mata uang asing, tidak dapat tidak, pembuatan utang luar negeri harus memperhatikan pula tingkat depresiasi mata uang nasional dan kemungkinan terjadinya gejolak moneter secara internasional. Dengan kata lain, dalam kondisi stabil, tingkat bunga utang luar negeri mungkin lebih murah daripada tingkat bunga pinjaman domestik. Tetapi jika terjadi gejolak moneter seperti dialami Indonesia pada tahun 1998, tingkat bunga efektif utang luar negeri dalam denominasi rupiah justru dapat lebih besar dari pada tingkat bunga domestik.

Sejalan dengan itu, para ekonom neoliberal juga cenderung mengabaikan kapasitas kelembagaan yang dimiliki sebuah negara dalam mengelola dan memanfaatkan utang. Padahal, sebagai sebuah keputusan yang akan berdampak pada timbulnya kewajiban untuk membayar pokok dan bunganya, pembuatan utang luar negeri harus disertai dengan perhitungan yang cermat mengenai manfaat yang akan diperoleh dari keputusan tersebut.

Intinya, kapasitas mengelola dan memanfaatkan utang harus dapat menjamin meningkatnya kemampuan sebuah negara dalam membayar utang. Tetapi para ekonom neoliberal cenderung memandang kapasitas mengelola dan memanfaatkan utang ini sebagai sesuatu yang tidak perlu mendapat perhatian. Sebab itu, walaupun Indonesia terkenal sebagai negara juara korupsi (lihat Tabel 3), tidak aneh bila Hadi Soesastro pernah berucap, “Hanya orang bodohlah yang menolak utang luar negeri.”



Saya tidak tahu persis siapa sesungguhnya yang bodoh. Yang pasti, jika ketidakstabilan moneter yang menandai sistem keuangan global dan perilaku korup rezim yang berkuasa diabaikan begitu saja oleh para ekonom neoliberal dalam membuat utang luar negeri, menjadi mudah dimengerti jika sebagian besar ekonom neoliberal tidak mengenal konsepsi utang najis (odious debt). Padahal, konsep yang diperkenalkan oleh Alexander Nahum Sack pada tahun 1927 ini, sangat penting artinya dalam menetukan metode penyelesaian beban utang luar negeri yang dipikul Indonesia.

Sebagaimana dikemukakan Sack (sebagaimana dikutip dalam Adams, 1991), “if a despiotic incurs a debt not for the needs or in the interrest of the State, but to strengthen its despotic regime, to repress the population that’s fights againts it, etc., this debt is odious for the population of all the State. This debt is not an obligation for the nation; it is a regime’s debt, a personal debt of the power that has incurred it, consequently it falls with the fall of this power.”

Konsep utang najis yang diperkenalkan Sack itu tidak datang dari negeri antah berantah, melainkan dibangun berdasarkan preseden sengketa utang-piutang antar negara yang pernah terjadi jauh sebelum ia memperkenalkan konsep tersebut. Sebagaimana dikemukakan Adams, negara pertama yang menerapkan konsep utang najis itu dalah Amerika Serikat (AS), yaitu ketika negara itu mendukung perjuangan kemerdekaan rakyat Cuba dari penjajahan pemerintah Spanyol tahun 1898. menyusul beralihnya penguasaan Cuba daari Spanyol ke tangan AS, maka pemerintah Spanyol segera mendeklarasikan bergesernya tanggunggjawab untuk melunasi utang luar negeri Cuba yang dibuat semasa pemerintahan pendudukan Spanyol itu kepada AS.

Tetapi AS secara tegas menolak penggeseran tanggungjawab untuk melunasi “utang-utang Cuba” tersebut. Dalam jawabannya kepada pemerintah Spanyol, AS antara lain mengatakan, “They are debts created by the government of Spain, for its own purposes and through its own agents, in whose creation Cuban had no voice.” Sebab itu, AS berpendapat, utang-utang tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai utang penduduk Cuba, (dengan demikian) juga tidak bersifat mengikat bagi pemerintah Cuba berikutnya.

Dilihat dari konsep utang najis sebagaimana diperkenalkan Sack tersebut, dapat disaksikan bahwa sesungguhnya terbuka peluang yang sangat lebar bagi pemerintahan Indonesia pasca Soeharto untuk setidak-tidaknya tidak membayar seluruh utang luar negeri yang dibuat semasa rezim Soeharto. Sebagaimana diketahui, rezim Soeharto yang terguling pada tanggal 21 Mei 1998 itu, yaitu menyusul berlangsungnya perlawanan panjang mahasiswa sejak pertengahan 1990, adalah sebuah rezim yang otoriter dan korup.

Sebagai sebuah rezim yang otoriter, pemerintahan Soeharto seringkali membuat utang secara bertentangan dengan kepentingan rakyat. Sebaliknya, tidak jarang pemerintahan Soeharto justru membuat utang untuk menindas rakyat. Bahkan, sebagai sebuah rezim yang korup, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sebagian utang luar negeri yang dibuat oleh rezim Soeharto, justru diselewengkan oleh para pejabatnya untuk memperkaya diri mereka sendiri dan para kroninya. Dalam taksiran Bank Dunia, volume utang luar negeri yang diselewengkan rezim Soeharto meliputi sekitar 20 - 30 persen dari total utang luar negeri yang dibuat rezim tersebut (World Bank, 1997).

Pendek kata, karena sebagian utang luar negeri yang dibuat oleh rezim Soeharto tidak dinikmati oleh rakyat, sesungguhnya tidak ada sedikit pun alasan bagi setiap pemerintahan Indonesia Pasca Soeharto untuk mensosialisasikan dampak beban utang najis tersebut kepada rakyat banyak. Sebaliknya, adalah kewajiban setiap pemerintahan yang memihak kepada rakyat untuk meminta pertanggungjawaban para kreditur atas kesalahan mereka menyalurkan utang-utang itu. Caranya tentu bukan dengan meminta penjadualan ulang (debt reschedulling), melainkan dengan meminta pemotongan utang (debt reduction).

Orang Neo-lib Memandang Kereta Api


Kereta api adalah benda yang sangat spesial bagi saya. Mungkin karena dulu waktu masih sangat kecil saya sesekali melihat kereta api melintas di rel di depan rumahku. Ya, rumahku dulu memang terletak di pinggir jalan kereta api yang menghubungkan stasiun dengan kawasan pergudangan di dekat pelabuhan. Meski jalur tersebut tidak lagi aktif, namun sesekali kereta api melintas untuk mengirimkan BBM ke sebuah depot kecil BBM yang terletak sekitar 2 km dari stasiun. Dan saat ada kereta melintas, kami se-kampung terutama anak-anak kecilnya, mendapatkan hiburan yang sangat menarik. Kini jalur tersebut telah berubah menjadi jalan beraspal.

Ketika masih SMP aku pernah menumpang kereta barang hingga kota Semarang (berjarak 100 km dari kotaku) bolak-balik. Aku sangat senang meski sepulangnya ke rumah, aku dan kawan-kawan sepermainanku dimarahi orang tua masing-masing. Aku juga pernah mengalami kecelakaan "derailing" alias kereta anjlok yang sangat menegangkan saat menumpang kereta barang dari Surabaya pulang ke kotaku (berjarak sekitar 350 km) meski hanya mengalami luka ringan. Waktu itu aku dan kawan-kawan mengisi liburan sekolah dengan ber-"hecking", cara populer anak sekolah berlibur waktu itu.

Saking fanatiknya pada kereta api, aku lebih memilih naik kereta api jika bepergian. Aku telah menjelajahi seluruh jalur kereta api di Jawa kecuali jalur Tegal-Slawi. Jalur kereta api Sumatera seperti Lampung-Palembang dan Rantauprapat-Medan (keduanya berjarak 300-an km) juga sudah aku jelajahi. Obsesiku terbesar adalah mengelilingi dunia dengan kereta api.

Kecintaanku pada kereta api bukan semata-mata karena faktor sentimentil sejarah, namun juga karena pandangan rasional. Kereta api adalah moda transportasi yang paling efisien dibandingkan moda transportasi lainnya. Salain daya angkutnya, kereta api juga memiliki kelebihan lainnya dibandingkan kendaraan bermotor, yaitu kecepatannya yang luar biasa. Sebagai contohnya di negara-negara maju kecepatan operasional kereta api bisa mencapai 300 km/jam, yaitu kecepatan yang hanya bisa dicapai oleh mobil Formula 1 dan motor MotoGP. Di Cina kecepatan operasional kereta api bahkan mencapai 350 km/jam atau melebihi kecepatan puncak motor MotoGP dalam perlombaan. Tahu rekor kecepatan kereta api di jalur khusus dengan loko khusus? 578 km/jam, atau hanya sedikit lebih rendah dari kecepatan pesawat jet komersil.

Namun bagi orang-orang neo-liberalis dan kapitalis asing kereta api justru dianggap ancaman karena dapat mengurangi ketergantungan kepada BBM. Saya pernah membaca satu artikel yang menyebutkan salah satu syarat pemberian bantuan program Marshall Plan (program bantuan pembangunan paska perang dunia II oleh Amerika) adalah penghentian program pembangunan kereta api, atau bahkan penutupan jalur-jalur kereta api. Mereka lebih menyukai pembangunan jalan tol agar mobil-mobil buatan mereka tetap laku terjual sebagaimana juga minyak mereka, tidak peduli karenanya dunia dilanda polusi asap dan pemanasan global serta kemacetan hebat di kota-kota besar di seluruh dunia.

Saya pernah menulis artikel di blog ini yang juga dimuat di sebuah harian nasional di Medan bahwa ketergantungan dunia pada BBM adalah sebuah karya konspirasi kapitalis global yang menguasai industri minyak. Ketika BBM belum ditemukan, kendaraan dan kereta api listrik telah menjadi sarana transportasi umum. Namun keadaan berubah setelah raja minyak dan bankir Rockfeller melalui salah satu anak perusahaannya, Ford Motor Company, memproduksi mobil murah besar-besaran. Pada saat yang sama ia menganeksasi perusahaan-perusahaan transportasi untuk digantikan modanya dengan bus-bus atau ditutup kalau tidak bisa. Melalui koneksi dan pengaruhnya ia juga mengkampanyekan pembangunan jalan-jalan tol di seluruh dunia dan penutupan jalur-jalur kereta api. Upayanya itu berhasil dengan gemilang. Minyaknya laku, demikian juga mobilnya. Untuk memuluskan rencananya itu bahkan digunakan para preman dan kriminalis profesional untuk "mengamankan" orang-orang yang mengancam kepentingan mereka. Ingat Stanley Meyer sang penemu "hidro energy" yang berhasil membuat motor berdaya-penggerak air? Ia mati diracun. Ingat Joko "blue energy?". Ia adalah "tamu" kehormatan presiden SBY namun ia justru diculik dan dikriminalkan. Sampai saat ini pun kasus penculikan Joko tidak pernah jelas, bahkan media massa pun mengabaikannya. Tidak percaya teori konspirasi? Tanyakan saja pada para pemimpin media massa.

Sedikit saya kutipkan tulisan di wikipedia tentang sebagian kecil dari konspirasi ini:

"....... California Air Resources Board (badan pengatur kualitas udara negara bagian California) mewajibkan perusahaan pembuat mobil untuk menyediakan mobil-mobil listrik. Awalnya dengan agak enggan para pembuat mobil memenuhi kewajiban tersebut. Chrysler membuat mobil listrik TEVan, Ford membuat Ranger EV pickup truck, General Motor membuat EV1 dan S10 EV pickup, Honda membuat EV Plus hatchback, Nissan membuat Altra EV miniwagon dan Toyota menyediakan RAV4 EV. Namun mereka enggan untuk mempromosikan penjualan mobil-mobil listrik itu dan menerapkan aturan pembelian yang ketat. Terakhir bahkan mereka, bersama para dealer mobil dan perusahaan-perusahaan minyak, mengajukan gugatan hukum agar aturan yang mewajibkan mobil beremisi 0% tersebut dicabut. Setelah melalui lobi-lobi yang ketat, dan tentu saja dibumbui ancaman dan bujukan, undang-undang tersebut akhirnya dicabut."

Sebagaimana seorang fundamentalis neo-liberal, Dahlan Iskan, wartawan senior yang kini menjadi dirut BUMN strategis, memandang kereta api sebagai ancaman (ia pernah menulis catatan berjudul "Ubah Rel KA Menjadi Jalan Tol"). Tulisan tersebut terinspirasi oleh pembangunan jalan tol besar-besaran di Cina. Namun sengaja atau tidak dengan niat memperkuat klaimnya itu, ia mengabaikan fakta bahwa Cina sangat-sangat serius dengan pembangunan kereta api. Dan dengan keseriusannya, Cina kini termasuk negara paling maju dalam perkereta-apian dan hal ini sangat berarti dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Cina.

Dari wikipedia: dalam hal kereta api berkecepatan tinggi (lebih dari 250 km/jam), Cina saat ini memiliki jalur rel terpanjang di dunia dengan total 6.500 km, termasuk 3.676 km jalur yang bisa dilalui dengan kecepatan hingga 350 km/jam dan 2.876 km jalur yang bisa dilalui dengan kecepatan 250 km/jam (Dahlan Iskan sudah sangat terpesona jalan tol di Cina bisa dilalui dengan kecepatan maksimal 180 km/jam tapi menyembunyikan fakta kecepatan kereta api Cina). Jumlah itu masih ditambah lagi dengan 10.000 km jalur yang bisa dilalui dengan kecepatan 200 km/jam

Dengan program stimulus yang kini dijalankan pemerintah, 17.000 km jalan kereta api berkecepatan tinggi baru kini tengah dibangun. Hingga tahun 2020 mendatang diproyeksikan total jalan kereta api berkecepatan tinggi di Cina akan mencapai 50.000 km, jauh melebihi jalur kereta api cepat di negara manapun di dunia. Semuanya itu bisa tercapai karena para pemimpin Cina yang fokus pada pembangunan demi kemakmuran rakyat, tidak sibuk "membangun citra", menutupi kesalahan atau melayani kepentingan asing.

Perlu dicatat bahwa sampai saat ini Cina memegang rekor kecepatan operasional kereta api di dunia yaitu kecepatan maksimal 350 km/jam yang dijalani oleh kereta api jalur Wuhan-Guangzhou. Kecepatan rata-rata kereta api ini pun sangat mencengangkan, yaitu 310 km/jam sehingga jarak Wuhan-Guangzhou sebesar 968 km ditempuh hanya dalam waktu 3 jam lebih beberapa menit. Selain itu Cina juga menjadi satu-satunya negara yang mengoperasikan kereta api maglev
secara komersial dengan kecepatan puncak mencapai 431 km/jam. Cina juga berhasil membangun jalan kereta api tertinggi di dunia hingga kota Lhasa di puncak Himalaya, yang membuat para insinyur negara-negara maju tercengang.

Rekor dunia kecepatan kereta api konvensional adalah 578 km/jam (TGV Perancis) dan kereta api maglev adalah 581 km/jam (Jepang). Namun itu semua terjadi dalam suatu percobaan dengan jalur dan kereta api khusus, bukan kereta api operasional.

Padahal dalam hal perkereta apian dan khususnya kereta api cepat, Cina terhitung anak bawang. Cina baru memulai program pembangunan kereta api cepat tahun 1994 diawali dengan studi kelayakan. Disusul kemudian tahun 1995 PM Li Peng mengumumkan rencana pembangunan kereta api cepat Beijing-Shanghai. Namun realisasi baru dimulai setelah tahun 2000. Sebagai perbandingan Jepang telah mengoperasikan kereta api cepat Shinkansen pada tahun 1964.

Pada tahun 1993 kecepatan rata-rata operasional kereta api di Cina hanya mencapai 48 km/jam dan secara pelan namun pasti tersingkir dari persaingan dengan moda transportasi lainnya. Untuk meningkatkan pelayanan moda kereta api sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang pesat kementrian perkeretaapian Cina berupaya kecepatan operasional dan kapasitas angkut pada jalur kereta api yang ada melalui penambahan jalur ganda, elektrifikasi (agar bisa dilalui kereta api cepat bertenaga listrik), peningkatan kualitas rel serta pengurangan jarak tempuh dengan pembangunan terowongan serta pengurangan radius belok. Dengan lima tahap pembangunan "peningkatan kecepatan" antara tahun 1997 sampai April 2004 kecepatan operasional kereta penumpang di 7.700 km jalur kereta api telah ditingkatkan ke tingkat sub-tinggi yaitu mencapai kecepatan 160 km/jam.

Kereta api berkecepatan sub-tinggi (mendekati 200 km/jam) pertama Cina adalah kereta api diesel buatan domestik DF-class yang melayani jalur Guangzhou-Shenzhen Railway yang beroperasi tahun 1994. Jalur ini dielektrifikasi tahun 1998, dan segera kemudian kereta api impor buatan Swedia model X 2000 melayani jalur ini dengan kecepatan mencapai 200km/jam. Pada tahun 2000 jalur ini dikembangkan menjadi tiga jalur, dan pada tahun 2007 dikembangkan lagi menjadi empat jalur menjadi jalur pertama di Cina yang melayani jasa angkutan penumpang dan barang secara terpisah.

Tahap terakhir pembangunan "peningkatan kecepatan" berakhir bulan April 2007 dengan hasil 846 km jalur kereta api dapat dilalui dengan kecepatan 250 km/jam dan 6.009 km jalur kereta api mampu dilalui dengan kecepatan 200 km/jam. Sebagai tambahan sejauh 14.000 km jalur kereta api bisa dilalui dengan kecepatan 160 km/jam. Secara keseluruhan kecepatan operasional rata-rata berhasil ditingkatkan secara signifikan pada 22.000 km atau 29% dari seluruh jalur kereta api di Cina hingga kecepatan operasional rata-rata kereta api di Cina meningkat menjadi 70 km/jam.

Selain pembangunan dan peningkatan kualitas jalur kereta api, Cina juga sangat serius mengembangkan kereta api buatan sendiri yang mampu bersaing dengan kereta api kecepatan tinggi negara-negara maju. Meski harus mengadopsi teknologi luar negeri seperti Jepang, Perancis dan Swedia, Cina berhasil mengembangkan teknologi kereta api supercepat melebihi negara-negara asalnya. Selama tahap terakhir program "peningkatan kecepatan" Cina berhasil membuat dan mengoperasikan 280 kereta api berkecepatan tinggi buatan lokal (CRH atau China Railway High-speed). Pada akhir tahun 2007 jumlah tersebut bertambah menjadi 514. Tidak hanya itu, Cina kini bahkan telah menjadi eksportir kereta api cepat dan telah membangun jaringan kereta api cepat di Turki dan Venezuela serta beberapa negara lainnya masih dalam rencana.

Untuk mewujudkan ambisinya membangun jaringan kereta api berkecepatan tinggi, pemerintah Cina menggelontorkan investasi senilai Rp140 triliun tahun 2004, Rp227 triliun tahun 2006, dan Rp262 triliun tahun 2007. Dan meski terjadi krisis keuangan global, Cina masih bisa menambah dana investasi sebesar Rp494 triliun tahun 2008 dan Rp880 triliun tahun 2009. Secara keseluruhan hingga tahun 2020 Cina mengalokasikan dana Rp3000 triliun untuk membangun jaringan kereta api super cepat hingga 25.000 km. Dan saat semua itu terwujud, Cina semakin jauh meninggalkan negara-negara lain di dunia dalam hal kepemilikan sistem jaringan kereta api supercepat.

Sunday 9 May 2010

Karya Lebih Berarti dari Pesona


Catatan atas pengunduran diri Sri Mulyani untuk menjadi Managing Director World Bank


Syahdan pada suatu masa di sebuah daerah yang tengah dilanda kekeringan hebat yang membuat rakyat menderita. Datanglah seorang "orang sakti", "orang suci" atau semacamnya yang mengaku berniat untuk mengakhiri penderitaan rakyat. Orang itu kemudian bertapa di tengah lapangan yang ada di daerah tersebut selama berhari-hari. Sesekali orang itu mendatangi penduduk memberikan wejangan-wejangan sekaligus memunguti sedekah untuk biaya makan sehari-hari.

Pada saat yang sama datang juga seorang perantau di daerah itu. Dari pengalamannya ia melihat bahwa daerah tersebut sebenarnya memiliki tanah yang subur, hanya saja karena sedikitnya air membuat tanah di daerah tersebut menjadi tandus. Kemudian ia berfikir bagaimana caranya mengalirkan air ke daerah tersebut. Dan setelah melalui upayanya yang keras akhirnya ia berhasil membuat saluran air yang mampu mengalirkan air dalam jumlah besar dari tempat lain.

Singkat kata akhirnya daerah tersebut berubah menjadi daerah yang subur dan penduduk setempat menjadi orang-orang yang makmur. Namun mereka berubah pandangan tentang siapa yang berhasil menyelamatkan mereka dari penderitaan panjang, sang "orang sakti" atau sang perantau pendatang. Penduduk yang berfikir rasional menganggap yang terakhirlah yang telah berjasa kepada mereka. Namun sebagian besar penduduk justru menganggap "orang sakti"-lah yang paling berjasa. "Kalau bukan karena doa, integritas dan kharakter orang sakti itu tentu Tuhan tidak akan mengirimkan air ke daerah ini melalui si perantau," kata mereka.

Di daerah lainnya bernama Indonesia, negeri yang subur dan kaya dengan sumber daya alam. Negara ini dipimpin oleh seorang pemimpin yang "berkharisma", "berintegritas", "berkharakter", dan satu lagi "diterima oleh pasar", karena ia pernah sekolah di luar negeri, bekerja di luar negeri dan kenal dengan banyak pengusaha dan pemimpin luar negeri. Namun dengan semua kelebihan-kelebihan tersebut negeri ini tidak pernah beranjak maju, justru sebaliknya negara semakin banyak menumpuk hutang. Secara sistematis ia membuat kebijakan APBN yang defisit yang harus dibiayai dengan cara berhutang kepada para pengusaha asing. Semua itu dilakukan sebagai balas jasa kepada orang-orang asing yang telah membuat karier dan reputasinya cemerlang.

Meski demikian rakyatk kebanyakan sudah merasa cukup puas memandangi "tampang" sang pemimpin dan menganggap "tanpa sang pemimpin negara ini akan hancur". Untuk itu rakyat rela membayar sang pemimpin dengan gaji yang tinggi.

Di sisi lainnya di Indonesia ada seorang pengusaha yang dengan ketekunannya berhasil mengolah sumber-sumber daya alam yang ada menjadi produk-produk yang bernilai ekonomis seraya memberikan pekerjaan pada orang-orang di sekelilingnya. Sesekali ia pergi ke luar negeri untuk mencari peluang bisnis dan pasar baru serta membujuk pengusaha-pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Karena upayanya ini maka perekonomian bisa bergerak maju.

Pada suatu saat sang pengusaha mengalami masalah serius. Karena konspirasi dan spekulasi asing saham perusahaan sang pengusaha anjlok dan ia mengalami kerugian besar. Ia berusaha meminta tolong sang pemimpin untuk mengurangi kerugiannya dengan memintanya menghentikan transaksi pasar modal untuk sementara, namun sang pemimpin menolak. Ya, ia memang kurang disukai oleh orang-orang asing yang dekat dengan sang pemimpin, karena dianggap pribumi yang mengambil keuntungan terlalu banyak dibandingkan mereka.

Pada saat lainnya sang pemimpin membuat suatu kebijakan yang tidak populer bahkan terindikasi kuat korupsi, yaitu menalangi kerugian sebuah bank yang "dirampok" oleh sang pemilik bank. Kemudian karena tekanan publik yang kuat ditambah ancaman pidana yang serius, sang pemimpin melarikan diri ke luar negeri untuk bekerja pada sebuah lembaga milik teman-temannya di luar negeri. Ia meninggalkan tugasnya yang belum selesai dan tanggung jawabnya atas kasus kebijakan bailout. Namun sebagian rakyat masih tetap memuja-mujinya, banyak dengan puja-puji yang lebih besar karena berhasil menduduki jabatan tinggi di lembaga milik orang asing.

"Wah hebat sekali bisa menjadi managing direktor bank dunia. Sejuta pengkritiknya tidak ada apa-apanya dibandingkan dia!" Kata orang-orang awam.

Jika kita mau "berfikir" sedikit saja kita tentu tidak akan menganggap "orang sakti" dan "sang pemimpin berintegritas" sebagai orang yang patut untuk dipuja-puji. Mereka orang-orang yang tidak memberikan nilai tambah apapun bagi masyarakat dan justru menjadi beban masyarakat. Sebaliknya kita harus hormat kepada "sang perantau" dan "sang pengusaha lokal". Merekalah orang-orang yang benar-benar berjasa kepada masyarakat.

Thursday 6 May 2010

Komunis Yahudi, Para Pembunuh Alami


Indonesian Free Press -- Czar Nicholas II dan para anggota keluarganya duduk tenang di kursi di sebuah ruangan bawah tanah rumah milik keluarga Ipatiev (seorang pedagang kaya yahudi Rusia). Mereka tengah menunggu untuk difoto sebelum dipindahkan ke tempat tahanan. Selanjutnya muncullah Yakov Yurovsky, seorang kader komunis, membacakan beberapa pernyataan di depan Czar dan keluarganya. Kemudian tiba-tiba ia mengeluarkan sepucuk pistol dari pinggangnya dan menembak Czar tepat di wajahnya. Terhenyak oleh kejadian yang tidak terbayangkan, para anggota keluarga Czar kemudian menjerit sementara beberapa pengawal setiap Czar yang tersisa berusaha merampas pistol Yurovsky dan sebagian lainnya berusaha menolong Czar. Namun dari berbagai penjuru muncullah para kader komunis yang menembakkan berbagai jenis senjata ke arah keluarga Czar dan pengawalnya. Czar dan permaisuri, empat anak perempuannya yang masih remaja serta seorang anak kecil dibantai saat itu juga sebagaimana para pengawal, pembantu, dokter.

Tentu saja tidak ada orang Rusia yang mau membantai rajanya sendiri. Tidak bagi orang-orang Rusia yang saat itu terkenal ta'at dengan agamanya. Tapi tidak demikian halnya dengan orang yahudi yang menaruh kebencian terhadap Czar, yang merupakan simbol bangsa Rusia yang telah menjadi "musuh" kaum yahudi selama berabad-abad.

Namun fakta-fakta tersebut sengaja ditutup-tutupi oleh kalangan established "jew ass sucker": sejarahwan, pers, dan politisi. Bahkan Wikipedia sengaja melakukan disinformasi untuk mengelabuhi masyarakat. Pada bab mengenai Yakov Yurovsky Wikipedia (sering diplesetkan menjadi Kikepedia, kike adalah istilah untuk orang yahudi) menulisnya sebagai seorang kristen orthodok. Padahal dari namanya saja, Yakov, sudah menunjukkan bahwa ia adalah orang yahudi Rusia. Lagipula sebagian buku sejarah jelas-jelas menunjukkan bahwa Yakov adalah orang yahudi.

Dan berbicara tentang pembunuhan paling keji, tidak ada bangsa yang melebihi kekejian bangsa yahudi. Sejarah mencatat ketika terjadi pemberontakan yahudi di bawah kepeminpinan Maccabe atas bangsa yunani di Palestina dan Afrika Utara sekitar abad kedua sebelum masehi (paska penaklukan Alexander Agung dari yunani Palestina menjadi wilayah kekuasaan bangsa yunani. Saat itu bangsa Romawi juga banyak yang tinggal di Palestina), orang-orang yahudi membunuhi orang-orang yunani dan romawi dengan sangat keji. Puluhan ribu orang-orang Yunani dan Romawi mengalami pembunuhan yang bahkan pada masa itu dimana standar moral masih agak terbelakang, dianggap sangat memilukan. Mereka, orang-orang yunani dan romawi, setelah dipenggal kepalanya tubuhnya dimutilasi dan kemudian direbus dagingnya. Sementara itu sebagian orang yahudi menguliti korbannya dan menjadikan kulitnya manusia yang sudah kering sebagai pakaian. Sebagian lainnya menggunakan usus manusia yang telah dikeringkan sebagai ikat pinggang.

Dalam sejarah modern pun watak keji tersebut belum bisa dihilangkan. Regim-regim komunis yahudi di seluruh dunia menjadikan pembantaian massal sebagai kewajiban ritual mereka. Mungkin pembunuh terbesar dalam sejarah adalah jendral Uni Sovyet Vasili Mikhailovich Blokhin secara personal telah membunuh ribuan orang. Selama pembantaian Katyn tahun 1939 dimana puluhan ribu perwira dan patriot Polandia dieksekusi, jendral Blokhin sendirian menembak mati lebih dari 7.000 orang selama sebulan penuh. Untuk mengelabuhi penyidikan internasional ia dan para eksekutor komunis yahudi Uni Sovyet lainnya menggunakan pistol buatan Jerman agar bisa menimpakan kesalahan kepada regim Nazi Jerman. Dan memang demikian yang dilakukan, Uni Sovyet menimpakan kesalahan tragedi Kathyn kepada Nazi Jerman.

Dalam aksinya pertama-tama Blokhin membawa calon korbannya ke sebuah ruangan bercat merah untuk dilakukan pengecekan terakhir identitas sang korban. Selanjutnya sang korban didorong ke sebuah ruangan kecil yang tidak jauh letaknya. Ruangan itu kedap suara untuk menyembunyikan suara tembakan serta berlantai miring untuk mengalirkan darah yang tertumpah ke dalam pipa pembuangan. Segera setelah korban memasuki ruangan eksekusi dengan kawalan dua orang pengawal dan tangan terikat, Blokhin muncul dari belakang, mendorong korbannya ke arah dinding dan dua orang pengawal memegangi tangan korbannya. Blokhin kemudian menembak bagian belakang kepala korbannya dengan pistol buatan Jerman. Sebanyak 7.000 kali ia melakukan hal seperti itu dan bersama-sama dengan pembunuh komunis yahudi Uni Sovyet lainnya mereka membunuh 40.000 para perwira Polandia. Bahkan seandainya manusia-manusia malang itu diganti dengan domba, Blokhin tetap layak disebut sebagai pembunuh berdarah dingin.

Mayat-mayat korban pembantaian Kathyn kemudian dilemparkan ke dalam truk setelah ditusuk bayonet untuk memastikan kematian. Selanjutnya mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam lubang kuburan massal dan dikubur dengan bolduzer. Pada tahun 1959 KGB (dinas rahasia Uni Sovyet) mengeluarkan laporan yang menyebutkan sebanyak 21.857 jiwa menjadi korban pembantaian Kathyn. Korban sebenarnya jauh lebih besar lagi.

Ironis dengan apa yang dilakukannya, Blokhin justru mendapatkan promosi dan penghargaan atas apa yang dilakukannya di Kathyn. Sebagaimana Blokhin, dua atasan Blokhin di dinas rahasia Sovyet, Genrikh Yagoda dan Nikolai Yezhov adalah yahudi. Juga Lavrenty Beria. Juga Lazar Kaganovich yang bertanggungjawab atas pembunuhan 7 juta rakyat Ukraina melalui bencana kelaparan yang disengaja tahun 1932-1933. Juga trio dedengkot komunis Uni Sovyet, Lenin, Stalin dan Trotsky.

Soal pembunuhan massal di kamar gas? Lupakan tuduhan tanpa bukti terhadap Nazi Jerman. Isai D. Berg, ilmuawan yahudi Uni Sovyet telah menciptakan mobil van yang dilengkapi kamar gas pembunuh tahun 1937.

Pada tahun 1957 pemerintah Uni Soviet secara resmi mengakui antara 20 hingga 40 juta rakyat Rusia tewas selama Revolusi Bolshevik tahun 1917. Sementara sejarahwan Rusia Alexander Solzhenitzyn mengungkapkan selama kekuasaannya regim komunis Uni Sovyet telah membunuh 66 juta rakyat Rusia, 11x lebih banyak dari 6 juta orang yahudi yang diklaim telah dibunuh regim Nazi Jerman. Solzhenitzyn juga mengakui sekitar 60% anggota polisi rahasia KGB adalah yahudi. Sejarahwan lain berpendapat angka tersebut lebih besar terutama di level pemimpin.

Dalam perkembangannya antara Stalin dan Trotsky terlibat persaingan yang berujung pada pembunuhan Trotsky di Mexico tahun 1940. Fakta ini sering dijadikan alasan "jew ass sucker" untuk menyatakan regim komunis Uni Sovyet tidak dikuasai oleh yahudi karena Trotsky berdarah yahudi sementara Stalin disembunyikan ke-yahudi-annya. Yang sebenarnya adalah pertikaian itu murni persaingan antar yahudi. Stalin dan Trotsky adalah yahudi. Demikian juga Ramon Mercader, pembunuh profesional yang dikirim Stalin untuk membunuh Trotksy.

Dan inilah yang diakui oleh orang seorang yahudi Israel bernama Steven Plocker yang menulis artikel “Stalin’s Jews” dalam sebuah internet yang tidak mungkin ditemui di History Channel:

“…An Israeli student finishes high school without ever hearing the name “Genrikh Yagoda,” the greatest Jewish murderer of the 20th Century, the GPU’s deputy commander and the founder and commander of the NKVD. Yagoda diligently implemented Stalin’s collectivization orders and is responsible for the deaths of at least 10 million people. His Jewish deputies established and managed the Gulag system. After Stalin no longer viewed him favorably, Yagoda was demoted and executed, and was replaced as chief hangman in 1936 by Yezhov, the “bloodthirsty dwarf…

…Stalin’s close associates and loyalists included member of the Central Committee and Politburo Lazar Kaganovich. Montefiore characterizes him as the “first Stalinist” and adds that those starving to death in Ukraine, an unparalleled tragedy in the history of human kind…

…Many Jews sold their soul to the devil of the Communist revolution and have blood on their hands for eternity. We’ll mention just one more: Leonid Reichman, head of the NKVD’s special department and the organization’s chief interrogator, who was a particularly cruel sadist…

…Turns out that Jews too, when they become captivated by messianic ideology, can become great murderers, among the greatest known by modern history
…”

Ingat bahwa regim komunis Uni Sovyet mengakui telah membunuh 20-40 juta orang warganya sejak tahun 1917. Jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih besar. Saat itu kaum komunis yahudi membunuhi manusia selayaknya membunuh nyamuk, atau menembaknya sebagaimana anjing.


Pembunuh Terbesar Lainnya

Simpan kuat-kuat memori ini: Komunisme adalah "temuan" dari orang-orang intelek yahudi yang didukung oleh orang-orang kaya yahudi demi tujuan menumbangkan kekuasaan pemerintahan non-yahudi di seluruh dunia untuk digantikan oleh mereka. Gerakan komunisme diinspirasi oleh pemikiran yahudi Karl Marx, di Rusia digerakkan oleh trio yahudi Lenin, Trotsky dan Stalin. Mereka mendapat dukungan dana dari Jacob Schiff, bankir yahudi Amerika dari bank Kuhn & Loeb, New York (jumlah yahudi penyandang dana sebenarnya lebih banyak, Schiff hanya menjadi penyalur saja, blogger). Awalnya Lenin dkk tinggal di London, setelah menerima dana kas dan batangan emas dari Schiff, mereka mencarter kapal ke Swedia bersama 300 yahudi komunis Amerika. Selanjutnya mereka berangkat diam-diam dengan kereta api ke Rusia untuk menebarkan agitasi dan provokasi komunis.

Setelah "sukses" menumbangkan Czar Nicholas II di Rusia dan membantai orang-orang katholik Rusia dan Ukraina, mereka menebarkan wabahnya ke seluruh Eropa bahkan dunia. Di setiap tempat mereka menjejakkan kaki, pembunuhan dan pembantai menjadi kebiasaan. Lihat saja pembantaian di Cina, Vietnam, Laos, Kamboja, Kuba, Spanyol dll. Termasuk pembantaian oleh PKI di Indonesia.

Dan berapa juta rakyat Jerman yang menjadi korban kekejian komunis yahudi dan rekan-rekan yahudinya di Amerika dan Inggris paska Perang Dunia II? Komunis yahudi seperti Ilya Ehrenburg mengerahkan tentara Sovyet untuk membunuhi dan memperkosa ribuan rakyat sipil Jerman saat memasuki negeri itu. Komandan sekutu “Ike” Eisenhower, juga yahudi, memerintahkan pemboman atas kota-kota yang dihuni oleh para pengungsi Jerman seperti Dresden, mengakibatkan 600.000 pengungsi tewas. Tawanan-tawanan perang Jerman ditumpuk di kamp-kamp tewanan tanpa atap dan berlantai tanah. 5 juta rakyat Jerman dibiarkan tewas kelaparan sementara tentara sekutu mendapatkan ransum yang melimpah dengan larangan keras: memberikan makanan kepada orang Jerman.

Balas dendam yahudi terhadap rakyat Jerman menjadi mudah karena menteri keuangan Amerika berdarah yahudi, Henry Morganthau ditunjuk sebagai ketua program "restorasi" Jerman paska perang.



Catatan: segera setelah mendapat ejekan karena menyembunyikan fakta mengenai latar belakang pembunuh Czar Nicholas 2, Yakov Yurovsky, wikipedia segera melakukan perubahan dengan menulis Yakov sebagai seorang yahudi meski tetap berusaha melakukan moderasi.

Sunday 2 May 2010

Dan Selamat Tinggal Bangsa-bangsa Besar Dunia


Keterangan gambar: Eksekusi Raja Perancis Louis XVI dalam Revolusi Perancis. Slogan para revolusioner awalnya adalah persamaan, persaudaraan dan omong kosong lainnya, namun kemudian berubah menjadi: gantung raja terakhir dengan usus paus terakhir.


Pada tahun 1879 Wilhelm Marr, tokoh politik dan penulis Jerman menulis sebuah pamflet yang berisi tulisan berjudul "Kemenangan Yahudi atas Jerman". Di bagian akhir tulisan itu ia menuliskan, "Mari kita terima apa yang tidak bisa dihindarkan lagi, yaitu: tamatlah bangsa Jerman!"

Marr tidak salah dengan ramalannya. Bangsa Jerman, sejak Perang Dunia I, telah menjadi jajahan mutlak orang-orang yahudi. Mereka sempat bangkit di bawah pimpinan Hitler, namun yahudi kembali menghancurkan mereka dengan menggunakan tangan Inggris dan Amerika dalam perang dunia II. Saat itu yahudi belum sekuat sekarang, jauh lebih lemah sementara musuh-musuh mereka masih sangat kuat sebut saja Gereja Romawi dan para raja negara Eropa. Namun Marr telah melihat kekuatan yahudi yang sebenarnya dengan keberhasilan mereka menumbangkan kerajaan Perancis dan mengeksekusi raja Louis XVI. Jauh sebelum itu mereka bahkan berhasi menumbangkan kerajaan Inggris dan mengeksekusi raja Charles serta menempatkan raja boneka di tahta kekuasaan Inggris. Bahkan kalau Marr lebih cermat lagi ia akan melihat orang-orang yang sama-lah yang telah menghancurkan kerajaan Romawi. Atau bahkan jika ia lebih cemat lagi ia bisa melihat orang-orang yahudi berhasil menguasai Mesir setelah sebelumnya datang sebagai pengungsi yang kelaparan (lihat riwayat nabi Yusuf). Orang-orang Mesir yang sadar kemudian memberontak dan sebagai bentuk balas dendam mereka menjadikan orang yahudi sebagai budak sebelum akhirnya dimerdekakan oleh Musa. Oh ya, jika Marr lebih cermat lagi tentu ia juga akan melihat orang-orang yahudi berhasil menguasai Persia setelah sebelumnya mereka ditolong oleh raja Cyrus dari perbudakan raja Babylonia.

Tanyakan pada orang-orang Jerman, siapa yang paling mereka takuti sekarang? Jawabnya: yahudi. Tidak lain karena di negeri ini setiap ekspresi negatif tentang yahudi dan Israel dapat dijahuti hukuman berat. Bahkan sekedar berdemonstrasi menentang aksi Isreal di Palestina saja orang Jerman tidak akan berani. Dan tepat setahun yang lalu pemerintah Israel kembali menuntut tambahan kompensasi atas "kekejaman" Nazi Jerman terhadap orang-orang yahudi sebesar $1,4 miliar atau setara Rp 14 triliun. 65 tahun sudah perang dunia II berakhir dan orang-orang yahudi tidak pernah puas "memeras" Jerman. Padahal untuk urusan kompensasi ini Jerman telah mengeluarkan dana tak kurang dari $65 miliar atau setara Rp 650 triliun.

Menjadi sesuatu yang menarik adalah memahami mengapa Marr "memprediksikan" keruntuhan bangsa Jerman di tangah yahudi? Sejauh mana kekuasaan kaum yahudi di Jerman saat itu dan saat munculnya gerakan Nazi di bawah kepemimpinan Hitler pada tahun 1920-an, serta bagaimana dampaknya terhadap rakyat Jerman?

Adalah bangsa Yahudi dengan jaringan internasionalnya serta kerendahan moral dalam hal penumpukan harta kekayaan, memiliki kesempatan paling besar untuk menjadi "pemenang" perebutan kakuasaan hingga bahkan sampai tahun 1938, lima tahun setelah dikeluarkannya undang-undang anti-yahudi oleh Hitler, orang-orang yahudi masih menguasai 1/3 properti (tanah dan bangunan) Jerman. Kebanyakan kekayaan tersebut jatuh ke tangah yahudi setelah terjadinya krisis ekonomi dan politik yang dipicu oleh konspirasi yahudi. Tentu saja bagi rakyat Jerman, menyaksikan harta benda mereka berjatuhan ke tangan orang asing yang menumpang hidup di tanah mereka, merupakan sebuah tragedi yang menyakitkan. Orang-orang yahudi saat itu hanya berjumlah sekitar 1% dari populasi Jerman.

Saat itu Jerman menguasai sepenuhnya sektor perbankan Jerman, demikian juga bidang pers, hiburan, penerbitan. Saat itu rakyat Jerman merasa setiap tahun semakin sulit bagi mereka berpijak di bumi mereka dengan nyaman. Saat itu terjadi diskriminasi tanpa kekerasan, namun oleh orang-orang minoritas terhadap rakyat mayoritas. "It was the contrast between the wealth enjoyed — and lavishly displayed — by aliens of cosmopolitan tastes, and the poverty and misery of native Germans, that has made anti-Semitism so dangerous and ugly a force in the new Europe. Beggars on horseback are seldom popular, least of all with those whom they have just thrown out of the saddle": Sir Arthur Bryant, Unfinished Victory (1940).

Sepanjang sejarah, gereja kristen khususnya Gereja Katholik, menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kaum yahudi, kaum yang telah diusir dari 109 tempat sejak tahun 250 karena ketamakan dan kekejiannya. Namun pelan tapi pasti kekuatan itu pun tumbang karena kepemimpinan yang korup, dan korupsi adalah senjata utama orang-orang yahudi untuk menancapkan kekuasaan. Kini halangan utama kaum yahudi adalah umat Islam, yang ironisnya justru semakin kuat pada saat yahudi merasa telah sampai pada puncak kekuasaannya. Islam bertahan dari serangan yahudi di Afghanistan, Irak, Somalia, Lebanon, dan ..... makam Mbah Priok.

Sebagaimana bangsa Inggris dan Perancis dan kemudian Rusia serta negara-negara Eropa lainnya kemudian, bangsa Jerman harus menghadapi kekuatan yahudi dan kalah. Padahal saat itu yahudi tentu saja belum sekuat sekarang. Mereka belum punya lembaga keuangan seperti sekarang meski telah menguasai sektor perbankan. Mereka belum memiliki organisasi-organisasi lobi seperti AIPAC, ADL dll. Mereka belum memiliki lembaga-lembaga internasional yang dikendalikannya seperti Bank Dunia dan IMF. Mereka belum punya "negara super power" yang dikendalikannya seperti Amerika dan Uni Eropa. Dan satu hal lagi, mereka belum punya senjata ampuh berupa isu "anti-semit" yang bisa digunakan untuk menjerat siapa saja masuk ke penjara serta "holocoust" untuk memeras negara-negara di dunia. Selain itu pada saat itu belum ada Mossad yang memonitor setiap gerakan anti-israel dan yahudi di seluruh dunia.

Jerman, sebagaimana Inggris, Perancis, Rusia, Amerika dan negara-negara lainnya di dunia kalah melawan yahudi karena kelemahan mereka sendiri yang berhasil dimanfaatkan sepenuhnya oleh yahudi, yaitu nafsu berkuasa para pemimpin politiknya.

Siapakah Barrack Obama yang Sebenarnya?


Sejak munculnya fenomena "demam" Barack Obama tahun 2008 sampai sekarang saya mengenal setidaknya dua orang yang, jujur saja menurut saya, berpandangan liberal idiot. Namun karena ke-"idiot" annya itu mereka menduduki tempat "terhormat" dengan jabatannya karena mereka adalah orang-orang yang "terpilih" untuk menjalankan fungsinya sebagai "jew ass sucker". Yang pertama adalah seorang duta besar Indonesia di Eropa Timur dan yang kedua adalah seorang pemimpin redaksi sebuah media massa nasional.

Sang Dubes, setelah saya beberapa kali menulis tentang Barack Obama dalam perspektif yang berbeda di sebuah media massa nasional Medan, menulis di media yang sama opini berseri berjudul "Tough Guys Don't Dance" yang isinya memuja-muji habis-habisan Barack Obama. Namun karena idiotnya sang dubes menyebut Obama sebagai seorang diplomat ulung. Demi Tuhan, Obama tidak pernah sehari pun menjadi seorang diplomat. Bahkan saat ia dipuja-puji sang dubes, masa kerjanya sebagai presiden baru beberapa minggu tanpa satupun capaian upaya diplomasi yang pantas untuk dipuji. Pujian sang dubes pada Obama sebagai seorang diplomat menurut saya lebih "lebay" dibanding penghargaan nobel perdamaian kepada Obama.

Adapun ke-ediot-an sang pemimpin redaksi adalah ketidak tahuan status administrasi Hawai pada saat kelahiran Barack Obama. Pada sebuah "forum" di facebook sang redaktur memuji-muji setinggi langit Barack Obama. Saya ingatkan dengan hormat kepadanya untuk tidak "lebay" agar tidak "hancur" reputasi intelektualnya seraya mengingatkannya bahwa status kelahiran Obama meragukan. Dengan penuh semangat ia menjawab bahwa Obama "tidak bisa dibantah" benar lahir di Hawai dan yang menjadi masalah adalah apakah masa itu Hawai telah menjadi wilayah Amerika. Demi Tuhan 40 tahun sebelum kelahiran Obama Hawai telah resmi menjadi wilayah Amerika setelah dibeli dari Jepang.

Inilah fakta-fakta Barack Obama yang sengaja "disembunyikan".

* Orang yang tidak memiliki kartu kelahiran. Padahal konstitusi Amerika mewajibkan presiden Amerika harus orang yang lahir di Amerika.


* Pengikut komunisme yang menjadi murid Frank Marshall Davis, seorang editor suratkabar komunis, penulis novel porno, dan menjadi mata-mata Uni Sovyet dan menulis puisi yang berisi puji-pujian kepada Joseph Stalin.

* Orang yang menjanjikan pemerintahan yang transparan, tapi menutup-nutupi status kelahirannya dengan membayar pengacara untuk menuntut siapapun yang mempertanyakan status kelahirannya.

* Orang yang catatan akademiknya dari TK hingga perguruan tinggi, tersembunyi.

* Orang yang pada bulan Juni 1981 tiba di New York sebagai gelandangan, namun sebulan kemudian berjalan-jalan ke Indonesia dan Pakistan. Siapa yang membayarnya dan untuk apa?

* Orang yang pergi ke Pakistan saat warga negara Amerika dilarang pergi ke sana. Pasport apa yang digunakannya?

* Orang yang nilai akademiknya di Columbia University tidak terlalu bagus, namun diterima di Harvard Law School yang prestitius dan mahal berkat dukungan warga Saudi bernama pangeran Khalid al-Mansour.

* Editor hukum surat kabar Harvard Law School namun tidak pernah menulis satu artikel pun tentang hukum.

* Pengacara yang tidak memiliki reputasi di kalangan profesinya dan tidak pernah menangani satu pun kasus yang dikenal orang.

* Seorang senator namun tidak pernah membuat satupun draft undang-undang atau peraturan.

* Murid seorang tokoh komunis Saul Alinsky.

* Produk dari mafia politik yahudi Chicago yang terkenal "busuk".

* Orang yang berteman akrab dengan para politisi korup, penganut komunisme dan kriminal.

* Orang yang pencalonannya sebagai presiden didukung oleh organisasi-organisasi komunisme internasional seperti Democratic Socialists of America, Socialist International, dan Workers International League.

* Orang yang mengaku sangat agamis namun menganggap aborsi adalah bermoral.

* Orang yang berulangkali menyerukan "membantu orang miskin" tapi tidak pernah menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membantu orang miskin, termasuk kaum kerabatnya di Kenya maupun Indonesia.

* Orang yang tidak pernah menciptakan satu lapangan kerjapun dengan berwirausaha namun berani mengajari para eksekutif perusahaan mobil tentang "bagaimana membuat mobil".

* Seorang presiden yang tidak pernah menjadi seorang eksekutif (pengambil kebijakan) di tingkat paling rendah sekalipun baik di sektor publik maupun swasta.

* Panglima militer tertinggi yang tidak bisa menembakkan senjata. Ironisnya ia justru mengangkat seorang veteran tentara Israel sebagai kepala staff kepresidenan (Rahm Emmanuel).

* Pemimpin negara terbesar secara ekonomi namun buta sama sekali tentang pasar modal.


* Presiden yang sesumbar bahwa iptek akan menjadi pemandu pemerintahannya namun tidak satupun menterinya serta penasihatnya, termasuk dirinya sendiri, yang berlatar belakang pendidikan iptek.

* Presiden yang memegang rekor membuat hutang terbesar dalam masa 100 hari pemerintahannya, namun sesumbar tentang "tanggungjawab fiskal".

* Orang yang berjanji akan berpihak kepada rakyat (mainstreet) daripada para kapitalis (wallstreet) namun mengucurkan ratusan miliar dolar uang negara untuk para pelaku bisnis keuangan dan sebaliknya membiarkan pabrik-pabrik bangkrut dan rakyat kehilangan pekerjaan.

* Seorang narsis "lebay" yang mengirimkan iPod berisi pidato-pidatonya kepada Ratu Inggris.

* Orang yang meminta warga Amerika mengabaikan nama Islamnya, namun membual tentang keislamannya tatkala berada di negara-negara muslim.

* Seorang presiden yang paling banyak berjanji namun tak satupun terpenuhi, termasuk janji untuk menutup penjara Guantanamo.

* Presiden yang tersinggung saat dikritik sebagai sosialis, kini ia bertindak sebagai seorang ultra-sosialis dengan menasionalisasi industri otomotif, perbankan, asuransi dan terakhir mensentralisasikan sektor kesehatan.

* Presiden yang memilih seorang pengemplang pajak sebagai menteri keuangan (Tim Geitner).

* Presiden yang mengangkat seorang wanita homoseks sebagai menteri keamanan nasional yang menyebut para veteran, aktivis anti-aborsi serta para pendukung perkawinan sebagai teroris.

* Presiden yang sering mengkritik negerinya sendiri saat berada di luar negeri, termasuk menyalahkan Amerika dalam aksi kerusuhan yang terjadi di Mexico.

* Presiden yang menkritik gaya hidup mewah para eksekutif industri keuangan, namun mengucuri mereka dengan dana bailout ratusan miliar dolar serta membiarkan istrinya shopping dan berfoya-foya di Perancis dengan fasilitas negara.

* Presiden yang mengakui kebijakan energi nasional yang dijalankannya ditujukan untuk membangkrutkan industri batubara.

* Presiden yang "sukses" menciptakan 15 juta pengangguran baru.

* Presiden yang kebijakan energi nasionalnya meningkatkan biaya hidup rakyat hingga $2.000 setahun.

Israel "Keok" di Tanjungpriok


Sebenarnya saya ingin menuliskan tulisan ini beberapa waktu yang lalu, ketika pertama mendengar seorang anggota Satpol PP DKI bernama Israel Jaya, termasuk di antara tiga orang anggota satpol yang tewas saat berusaha membongkar makam Mbah Priok. Namun karena pertimbangan kemanusiaan, terutama untuk tidak menyinggung keluarga Israel Jaya, baru sekarang saya sempatkan menuliskan tulisan ini.

Saya tidak ingin menyinggung perasaan keluarga Israel Jaya. Saya bahkan bersimpati kepada mereka. Israel hanya seorang petugas yang menjalankan kewajibannya demi menyambung hidupnya dan keluarganya. Namun saya ingin mengingatkan kepada mereka bahwa memuji-muji negara Israel, khususnya dengan mengekspresikannya dengan memberi nama seseorang dengan nama Israel Jaya bukanlah tindakan yang bijak. Israel bukanlah negara yang baik karena didirikan di atas tanah rampokan milik rakyat Palestina. Israel juga bukan negara yang jaya kalau dilihat dari keberhasilannya mengalahkan musuh-musuhnya bangsa Arab. Kalau saja tidak ada dukungan tak terbatas dari negara-negara barat khususnya Amerika, serta pengkhianatan para pemimpin Arab, Israel akan hancur di hari pertama proklamasi kemerdekaannya. Dalam kasus ini kita bisa melihat bagaimana Israel dikalahkan Hizbollah dan Hamas, dua kelompok milisi yang beranggotakan beberapa ribu orang milisi bersenjata ringan. Jadi sekali lagi, Israel bukanlah negara yang jaya.

Oh, atau kita akan membahas dari segi keagamaan? Baik. Pergilan ke wilayah pendudukan Israel di Palestina dan tinggallah beberapa hari. Saya jamin Anda akan melihat pemandangan yang memilukan dimana orang-orang Israel menjahili orang-orang Kristen Palestina setiap hari. Pernah baca kitab Talmud dimana dituliskan Yesus bersenggama (ma'af) dengan keledai dan saat ini tengah disiksa di neraka?

Meninggalnya Israel Jaya saat berusaha menggusur makam seorang wali agama Islam mau tak mau menarik saya untuk berfikir mengenai kemungkinan hancurnya Israel di Indonesia, dan mungkin kemudian menjadi awal dari kahancuran Israel di dunia. Bukankah sangat sedikit sekali orang yang bernama Israel Jaya? Mengapa Israel Jaya, satu-satunya (kemungkinan besar) orang Indonesia yang bernama demikian, menjadi korban sebuah kejadian yang bisa ditafsirkan sebagai "benturan" kepentingan antara yahudi dan Islam? Anda sangat na'if jika kejadian penggusuran makam Mbah Priok adalah sebuah kejadian biasa, bukan sebuah upaya konspirasi memarginalkan Islam di Indonesia? Andai saja pembongkaran itu berjalan mulus, Anda dijamin akan melihat lebih banyak upaya pemarginalan Islam di Indonesia dengan cara-cara yang lebih kasar. Siapa dirut PTPN yang mengklaim sebagai pemilik lahan makam Mbah Priok? Mengapa ia rela mengucurkan miliaran rupiah untuk membayar satpol menggusur makam. Dan mengapa satpol begitu na'ifnya memenuhi permintaan tersebut padahal semua orang tahu, isu agama Islam dalam masyarakat Jawa sangatlah sensitif?
Tidak bisa lain, masalah penggusuran makam Mbah Priok menjadi test case atas rencana marginalisasi Islam (sebagai kekuatan politik) di Indonesia.

Saya sering membayangkan Indonesia akan menjadi penghancur kekuatan yahudi. Bukannya tanpa alasan saya membayangkan hal ini. Indonesia sudah memiliki pengalaman sebagai penghancur kekuasaan jahat di masa lalu. Selain Afghanistan, Indonesia adalah penakluk kekuatan besar jahat. Indonesia pernah mangalahkan bangsa Mongol pada masa kejayaannya di bawah Kubilai Khan. Indonesia pernah mengalahkan bangsa Portugis di Jakarta dan Tuban hingga bangsa satu ini harus menyingkir ke Malaka (baca buku "Arus Balik"-nya Pramodeya Ananta Toer, blogger). Indonesia pernah mengalahkan kolonialis Belanda dan imperalis Jepang. Dan terakhir bangsa ini mengalahkan komunisme. Tidak ada bangsa lain dalam sejarahnya yang membuat catatan gemilang seperti Indonesia.

Dan saat ini pun kaum yahudi tengah berada di puncak kekuatannya, termasuk di Indonesia. Mereka menginfiltrasi semua sendiri kekuatan bangsa ini terutama di birokrasi sipil dan militer, lembaga-lembaga politik, LSM, pendidikan, pers, ormas, dari tingkat paling rendah hingga tertinggi. Kekuasaan mereka sampai pada titik dimana mereka bisa menentukan personil pejabat kabunet dan dirut BUMN strategis. Rektor, pimred media massa nasional serta ketua ormas keagamaan? Sama saja.

Namun meski demikian masih ada resistensi cukup kuat di kalangan umat Islam dan sebagian tokoh nasionalis terutama dari TNI. Karena resistensi tersebut setidaknya yahudi harus bergerak di bawah permukaan, hanya mempengaruhi pembuatan kebijakan. Dan saat kekuatan mereka semakin solid, mereka tidak akan segan-segan menggunakan cara-cara kekerasan seperti kasus pembongkaran makam Mbah Priok. Watak orang yahudi yang tidak suka adanya agama selain agama mereka yang eksis mambawa konsekwensi cepat atau lambat bentrokan akan terjadi. Mereka sudah pernah mencoba menghancurkan Islam Indonesia dengan menggunakan tangan orang-orang PKI, namun gagal. Kini mereka mulai coba-coba lagi menghancurkan Islam melalui tangan .......... (sengaja disembunyikan, blogger).

Namun percayalah, upaya mereka itu akan gagal. Dan sekali kedok mereka terbongkar, mereka akan dibabat habis di bumi Indonesia sebagaimana dibabat habisnya PKI. Dan mengingat bahwa sentimen anti-yahudi telah tumbuh subur di dunia internasional, kehancuran yahudi Indonesia akan menginspirasi bangsa-bangsa lainnya untuk melakukan hal yang sama.

Maka terpenuhilah ramalan Rosulullah tentang akhir bangsa yahudi: Belum ada hari kiamat sebelum umat Islam menghancurkan yahudi dimana pada saat itu orang-orang yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Namun bahkan pada saat itu batu dan pohon pun memusuhi yahudi dan memberitahukan keberadaan orang-orang yahudi untuk dibunuh oleh orang Islam.