Monday, 11 May 2009
Zionisme dan Ketulusan Adolf Hitler
"The Jewish question exists wherever Jews live in noticeable numbers. Where it does not exist, it is brought in by arriving Jews" (Theodor Herzl, bapak zionisme internasional)
Adalah sangat penting untuk memahami apa itu zionisme, bukan karena idiologi ini sangat berpengaruh dan mesin sosial-politik yang kuat, namun juga karena terdapat banyak kekeliruan pengertian, kebingungan, dan informasi-informasi menyesatkan tentang hal ini.
Jika kita melihat dalam kamus standar Amerika tentang arti kata zionisme maka akan ditemukan penjelasan sebagai "sebuah gerakan (yang awalnya) untuk mendirikan dan mendukung negara yahudi Israel". Selain keliru, definisi standar seperti itu juga menyesatkan.
Pendiri gerakan zionisme modern adalah seorang penulis yahudi bernama Theodor Herzl. Pada tahun 1890 ia tinggal di Paris sebagai seorang wartawan yang bekerja untuk sebuah koran yang terbit di kota Vienna, Austria. Ia sangat prihatin dengan tingginya tingkat sentimen anti-yahudi di Perancis dan juga di negara-negara Eropa lainnya yang telah berlangsung selama berabad-abad. Dan setelah melalui penelaahan yang mendalam selama bertahun-tahun ia memiliki sebuah pemikiran yang menurutnya bisa menjadi solusi pemecahan masalah tersebut (sentimen anti-yahudi yang tinggi).
Ia menumpahkan idenya tersebut ke dalam sebuah buku berbahasa Jerman yang berjudul Der Judenstaat (Negara Yahudi) yang diterbitkan pada tahun 1896. Buku ini adalah manifesto atau dokumen dasar dari gerakan zionisme. Satu setengah tahun kemudian Herzl menyelenggarakan konperansi internasional yahudi pertama. Lima puluh satu tahun kemudian, tahun 1948, negara Israel diproklamirkan di Tel Aviv. Di atas podium tempat proklamasi terpampang foto besar Theodor Herzl.
Dalam bukunya tersebut Herzl menjelaskan bahwa tidak peduli dimanapun tinggalnya atau apapun kewarganegaraannya, kaum yahudi tidak hanya sebuah komunitas agama, namun juga sebagai sebuah negara bangsa. Dimana pun orang-orang yahudi tinggal di tengah-tengah kaum non-yahudi, konflik pasti terjadi.
"Masalah yahudi selalu ada dimana pun orang-orang yahudi tinggal dalam jumlah yang cukup besar. Kedatangan orang-orang yahudi di satu tempat pasti menimbulkan suatu masalah di tempat itu ..... Saya percaya dan mengerti tentang anti-semit yang merupakan sebuah fenomena yang sangat kompleks. Saya menganggap perkembangan ini sebagai yahudi tanpa kebencian dan ketakutan."
Dalam tulisan tersebut Herzl dengan jelas mengakui bahwa anti-semit bukanlah suatu kesesatan melainkan sebagai respons alami oleh orang-orang non-yahudi terhadap tingkah laku dan tindak tanduk pendatang yahudi. Sentimen anti yahudi, ungkap Herzl, bukanlah bentuk ketidak-pedulian maupun kebencian sebagaimana dikatakan sebagian orang. Anti-semit sangat dapat dimengerti karena orang-orang yahudi (merasa) sangat berbeda dengan orang lain di sekitar tempat tinggal orang yahudi.
Sumber utama sentimen anti yahudi, kata Herzl, adalah "emansipasi" orang-orang non-yahudi (Eropa) yang diberikan kepada orang-orang yahudi sepanjang abad 18 dan 19 membuat orang-orang yahudi secara ekonomi bersaing secara langsung dengan kalangan kelas menengah non-yahudi. Anti semit, kata Herzl adalah, "reaksi yang dapat dipahami orang-orang non-yahudi akibat kekurangan orang-orang yahudi." Herzl bahkan menulis bahwa anti semit adalah "hak sepenuhnya orang-orang non-yahudi".
Terhadap orang-orang yahudi sendiri Herzl menyarankan untuk "berhenti berpura-pura menjadi orang yang sejajar dengan orang-orang non-yahudi. Mereka harus bersikap jujur bahwa mereka berbeda dengan orang lain, dengan tujuan dan kepentingan yang berbeda dengan orang lain. Untuk itu, satu solusi yang dapat dilakukan adalah tinggal di negara khusus orang yahudi. Dalam suratnya kepada Tsar Rusia, Herzl menulis, "zionisme adalah solusi akhir masalah orang-orang yahudi (jewish question)."
Selama bertahun-tahun banyak tokoh dan pemimpin yahudi membenarkan pandangan Herzl. Louis Brandeis, seorang hakim agung Amerika dan pemimpin gerakan zionisme di Amerika mengatakan, "Mari kita semua mengakui bahwa kami orang yahudi adalah bangsa yang berbeda dimana semua orang yahudi, apapun negaranya, tempat tinggalnya ataupun kepercayaannya (agama), adalah anggotanya."
Stephen S. Wise, presiden American Jewish Congress dan World Jewish Congress mengatakan dalam suatu pawai di New York tahun 1938: "Saya bukan seorang warga Amerika dengan agama yahudi. Saya orang yahudi. Hitler benar dalam satu hal. Ia menyebut oang-orang yahudi sebagai ras, dan kita memang satu ras."
Presiden pertama Israel, Chaim Weizmann, dalam memoirnya menulis: “Saat orang yahudi di suatu negeri mencapai jumlah yang cukup besar, orang-orang negeri itu bereaksi melawan mereka (orang yahudi). Hal itu tidak dapat dilihat sebagai anti semit dalam arti biasa atau suatu bentuk reaksi vulgar, ini adalah reaksi alamiah universal yang tidak bisa kita salahkan begitu saja."
Sejalan dengan pandangan zionisme, perdana menteri Israel Ariel Sharon dalam sebuah pertemuan dengan orang-orang yahudi Amerika di Jerusalem tahun 2004 mengatakan bahwa semua orang yahudi harus pindah ke Israel sesegera mungkin. Dan karena anti semit telah merebak khususnya di Perancis, maka ia minta orang-orang yahudi di negeri itu segera pindah ke Israel. Para pejabat Perancis, seperti sudah diduga menolak pernyataan Sharon dan menganggapnya sebagai pernyataan yang tidak dapat diterima.
Bayangkan saja seandainya saja para pemimpin Perancis, Amerika, dan negara-negara lain merespon posifit pernyataan Sharon dan mengatakan, "Anda benar tuan Sharon. Yahudi bukan milik kami melainkan milik negara Israel. Kami setuju untuk mendukung sepenuhnya apa yang Anda katakan dengan mengirimkan semua orang yahudi di negeri kami ke Israel."
Itu adalah bentuk dukungan yang jujur dan tulus terhadap zionisme. Namun sayangnya para pemimpin Perancis, Amerika dan negara-negara lainnya tidak demikian. Sebaliknya yang jujur dan tulus adalah Adolf Hitler. Sama seperti para pemimpin zionisme, Hitler mempunyai pandangan yang sama tentang bagaimana mengatasi permasalahan yahudi, yaitu dengan mengirimkan orang-orang yahudi ke Israel. Sejarah mencatat bahwa kaum zionis dan Nazi Jerman pernah bekerjasama dalam misi mengirimkan orang-orang yahudi Eropa ke Israel.
Selama dekade 1930-an koran resmi SS Nazi, Das Schwarze Korps, secara berulang-ulang menyatakan dukungannya terhadap gerakan zionisme. Sebuah artikel yang diterbitkan tahun 1935 misalnya, menuliskan:
“Pengakuan yahudi sebagai kelompok ras berdasarkan darah dan bukan berdasarkan agama mendorong pemerintah Jerman menjamin tanpa reserve pemisahan rasial komunitas ini. Pemerintah menyetujui sepenuhnya gerakan besar yahudi yang disebut zionisme, dengan pengakuannya atas solidaritas yahudi seluruh dunia, dan penolakannya atas bentuk-bentuk asimilasi. Atas dasar ini Jerman melakukan kebijakan yang secara pasti akan memainkan peranan signifikan di masa mendatang, dalam hal menangani permasalahan yahudi di seluruh dunia."
Pada tahun 1933, sebuah perusahaan pelayaran utama Jerman memulai pelayaran langsung yang menghubungkan kota Hamburg dengan Haifa, Palestina (sekarang Israel), lengkap dengan makanan khusus orang-orang yahudi (kosher) di dalamnya. Pada bulan September 1935 Jerman mengeluarkan undang-undang yang dikenal dengan nama “Nuremberg Laws," yang melarang pernikahan maupun hubungan sex antara orang Jerman dengan yahudi, dan sebagai konsekwensinya menyatakan warga yahudi di Jerman sebagai sebagai warga minoritas asing.
Hanya beberapa hari setelah ditetapkannya Nurenberg Laws, surat kabar zionis Jerman Jüdische Rundschau, melalui editorialnya menyambut positif undang-undang tersebut.
"Jerman memenuhi keinginan Kongres Yahudi Se-dunia dengan menyatakan warga yahudi yang tinggal di Jerman sebagai warga minoritas sehingga memungkinkan terjadinya hubungan yang normal antara negara Jerman dengan yahudi. Undang-undang ini memungkinkan warga yahudi Jerman untuk memiliki budayanya sendiri, negaranya sendiri. Di masa mendatang warga yahudi Jerman dapat memiliki sekolahnya sendiri, gedung teaternya sendiri, persatuan olahraganya sendiri. Singkatnya, ini memungkinkan yahudi jerman memiliki semua aspek kehidupannya sendiri sebagai satu negara."
Selama dekade 1930-an, para aktivis zionisme Jerman bekerja bahu-membahu dengan pemerintah Jerman membangun beberapa kamp pelatihan pertanian di seluruh Jerman dengan tujuan memberikan pelatihan pertanian kepada warga yahudi yang akan dikirim ke Palestina.
Satu "prasasti" kerjasama antara pemerintahan Nazi Jerman dengan gerakan zionisme adalah ditandatanganinya perjanjian "Transfer Agreemen" yang memungkinkan warga yahudi Jerman meninggalkan Jerman dengan membawa seluruh harga kekayaannya.
Antara tahun 1933 dan 1941 sebanyak 60.000 warga yahudi Jerman atau 10% dari seluruh populasi yahudi jerman, bermigrasi ke Palestina berdasar "Transfer Agreemen". Sejarahwan yahudi Edwin Black mencatat: "Kebanyakan dari orang-orang itu, khususnya sebelum tahun 1940-an, diijinkan membawa replika sebenarnya dari rumah maupun pabrik mereka."
Transfer Agreemen merupakan hasil tertinggi dari kerjasama gerakan zionisme dengan pemerintahan Nazi Jerman pimpinan Adolf Hitler. Dengan kerjasama ini Adolf Hitler telah memberikan jasa kepada orang-orang yahudi, jauh lebih banyak dari para pemimpin dunia lainnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment