Friday 13 August 2010

Pengkhianatan Atas Seni



Keterangan gambar: sebuah "mahakarya seni" berupa kotoran manusia di dalam kaleng karya seniman "kontemporer" Manzoni.

Lihatlah lukisan abstrak karya pelukis terkenal Affandi. Anda pasti akan berpura-pura "mengagumi" lukisan itu meski sebenarnya Anda tidak mengetahui apa keindahan lukisan itu. Lalu simak kabar tentang sebuah lukisan karya Van Gogh yang dihargai hingga $100 juta atau sekitar Rp 1 triliun. Orang gila macam apa yang mau mengeluarkan uang sebesar itu untuk sebuah lukisan sementara ribuan orang di sekelilingnya tengah menderita kelaparan?

Yah, ilusi atau sihir adalah keahlian orang-orang yahudi. Boleh dicek, sebagian besar ilusionis atau tukang sulap terkenal memiliki darah yahudi di tubuhnya, termasuk ilusionis Indonesia Deddy Corbuzier. Dan ilusi yahudi pulalah yang telah menguasai dunia seni sehingga muncul fenomena-fenomena tidak rasional seperti saya contohkan di atas.

Anda tentu pernah mendengar berita tentang satu acara lelang di balai lelang Christie yang terkenal. Sebuah barang seni dibeli dengan harga sangat tinggi oleh seorang "kolektor yang tidak mau disebutkan identitasnya". Itu semua adalah akal-akalan untuk menaikkan harga barang seni itu hingga ke nilai yang tidak rasional. Pengelola balai lelang dan pemilik barang seni tersebut, semuanya yahudi, berharap suatu saat ada goyim (non-yahudi) yang cukup idiot untuk membeli barang seni itu dengan harga tinggi.

Karya seni, baik berupa lukisan, puisi, drama maupun musik, pada awalnya adalah sebuah ekspresi manusia mengagumi keindahan alam ciptaan Tuhan. Karya seni adalah ungkapan kekaguman manusia terhadap kebesaran pencipta alam. Tapi tidak bagi orang-orang yahudi. Bagi mereka seni adalah segala sesuatu yang bisa menghasilkan uang. Sebagaimana mereka menjadikan daun tembakau asal Amerika Selatan dan tinja penduduk New York menjadi komoditi yang menguntungkan, mereka juga menjadikan karya seni demikian halnya.

Padagang karya seni terkenal Paul Rosenberg, tentu saja seorang yahudi, mengatakan, "Sebuah lukisan benar-benar indah kalau laku terjual." Sementara itu Direktur Marlborough Gallery, Frank Lloyd, juga yahudi, mengatakan: “Hanya ada satu ukuran kesuksesan dalam mengelola sebuah galeri, yaitu mendapatkan uang.”

Dan inilah sebuah perjalanan di dunia seni modern. Di kota Bilbao, ibukota propinsi Basque Spanyol, terdapat bangunan terbesar di Spanyol bernama Guggenheim Museum milik keluarga yahudi yang kaya raya, Gugenheim. Mengklaim sebagai museum karya seni modern, Gugenheim dipenuhi oleh "sampah": besi-besi karatan yang berkaratan, barang-barang rumah tangga yang letaknya semrawut dan baju-baju Armani yang memenuhi satu lantai penuh. Sementara itu di kota Venice yang romantik, berdiri megah museum Biennale Museum. Di dalamnya terdapat koleksi mobil-mobil rusak, meja kursi dan buku-buku tua yang "bernilai seni tinggi". Dan di museum Amsterdam terdapat koleksi tulang belulang babi yang lagi-lagi disebut-sebut "bernilai seni tinggi". Menurut pengelolanya, sebuah benda busuk "bernilai seni tinggi" itu baru saja dibeli senilai $50.000 oleh seorang idiot Amerika.

Di sudut yang lain di Gereja Santo Nicholas Kopenhagen, gambar-gambar porno menghiasi semua dinding gereja: foto berwarna seorang wanita tua telanjang, foto close-up alat kelamin wanita, foto sepasang homoseks yang tengah melakukan oral seks. "Ayolah. Ini khan sebuah aksi yang natural dan sehat. Tempat apa lagi yang paling tepat untuk mengekspresikan perayaan kegiatan seks seperti itu selain gereja." "Terserah kau. Apa saja yang kau sebut seni, itulah seni, karena kau orang yahudi."


Jewish Connection

Di kalangan seniman kelas atas terdapat satu pemahaman, yaitu mencintai yahudi dan negara Israel adalah sebuah syarat mutlak agar mereka eksis. Syarat lainnya adalah mengeskpresikan hal-hal yang anti-kristen, anti-Islam, anti-Palestina dan anti-Arab. Mereka akan menyebut "holosouct" sebanyak mungkin dan mengambar kamp Auschwitz sebanyak mungkin hanya untuk membuktikan kecintaan mereka pada yahudi dan Israel. Bahkan seniman besar Picasco tahu benar bagaimana ia harus bersikap. Dan karena itu lukisan-lukisan omong kosong temuannya seperti aliran kubisme dan abstrak, menjadi "karya seni bernilai tinggi". Picasco menggambar "The Massacre of the Innocents!” untuk menunjukkan simpatinya pada korban holocoust. Sedangkan sastrawan Adorno mengatakan, "Tidak ada lagi puisi setelah Auschwitz.”

Seniman kontemporer Andy Warhol pun demikian. Demi menunjukkan loyalitasnya pada "tuannya", Andi melukis serangkaian karya lukis “Ten Portraits of Jews of the Twentieth Century" berupa lukisan tokoh-tokoh yahudi sepanjang abad 20. Di antara tokoh itu adalah perdana menteri wanita Israel Golda Meir yang menganggap bangsa Palestina tidak pernah ada dengan puisinya, ” bagaimana kita mengembalikan wilayah-wilayah pendudukan? Tidak ada siapa-siapa di sana." Tokoh lainnya adalah Sigmund Freud, psikolog gila yang oleh Profesor Kevin MacDonald (penulis buku lobi yahudi Amerika) teori psikoanalisa-nya disebut sebagai "the greatest scientific fraud of the 20th century".

Andi Warholl berhasil menjadi terkenal setelah bekerjasama dengan Henry Geldzahler, kurator Metropolitan Museum of Art, New Yorik. Henry, seorang yahudi, dan sebagaimana Andi adalah homosek. Mereka adalah sepasang kekasih. "Warhol is a notorious opportunist, found it helped his career to cultivate the Jews. His appeal, in the words of film critic Carrie Rickey, was to the “synagogue circuit,”" kata seorang penulis biografi Andi.

Seniman patung Grayson Perry, peneriman hadiah Turner Prize, pun demikian halnya. Suatu saat ia pernah berkata, "satu-satunya alasan saya tidak sampai habis-habisan menyerang Islam adalah saya khawatir seseorang akan menggorok leher saya." Selain karya seni "anti-Islam"-nya, Perry, demi "mengakomodasi" selera kaum yahudi, banyak membuat karya seni yang menggambarkan "kelainan seks". Bahkan pada acara pemberian hadiah Turner Prize ia berdandan sebagai wanita.

No comments: