Tuesday 17 May 2011
SANG TERPILIH (28)
Pada saat menjelang pemilihan presiden pertama kalinya, penasihat komunikasi politik Subagyo menyarankannya membuat nama singkatan agar mudah diingat dan menambah popularitas. Ini dipicu oleh saingan Subagyo, Junaidi Kallaf, yang telah menyingkat namanya menjadi JK, dan menjadi singkatan yang populer. Pada awalnya Subagyo memilih singkatan SBG, sesuai dengan namanya. Namun karena takut diplesetkan menjadi "Super Bego", penasihatnya menyarankan singkatan SBY.
Namun, bahkan setelah diganti menjadi SBY, orang-orang yang tidak menyukai Subagyo, terutama orang-orang dari dua media massa milik Junaidi Kallaf, tetap memplesetkan singkatan namanya menjadi "Super Begyo".
Kurang ajar memang orang-orang itu, demikian pikir Subagyo. Bukankah dari semua presiden yang pernah memimpin Indungsia hanya dirinyalah yang memiliki gelar doktor ekonomi? Lagipula ia juga seorang jendral bintang 4.
Di mata Subagyo, JK itu memang selalu menjadi saingan yang menjengkelkannya. Ia tidak pernah lupa dengan caranya memperolok-olok dirinya dengan kesukaannya memakai jas tebal di setiap acara kenegaraannya. Menurut JK, hanya di Indungsia-lah, sebuah negara tropis, yang para pejabatnya suka memakain jas. Mental inlander, demikian sindir JK, seraya mengingatkan bahwa kebiasaan memakai jas itu telah mengakibatkan terjadinya pemborosan BBM karena penggunaan AC yang berlebihan. Sindiran JK itu membuat Subagyo tampak seperti orang "super begyo".
Subagyo harus mengakui bahwa JK itu sangat cerdas, tipikal dengan latar belakangnya sebagai pengusaha sukses. Beberapa tahun lalu, saat mereka berdua bersama-sama Budiloyo dan Sri Mulyati masih menjadi menteri, JK pernah terlibat perdebatan dengan Budiloyo dan Sri Mulyati perihal pembangunan sebuah bandara internasional di Indungsia timur.
"Menurut ketentuan Bank Dunia Pak ..," kata Budiloyo.
"Persetan dengan Bank Dunia, kita yang mau mbangun kok mereka yang repot," sergah JK.
"Tapi pak, kalau kita melanggar .," kata Sri Mulyati.
"Anda berdua kok seperti humasnya Bank Dunia dan IMF saja. Jika kita harus mengikuti kemauan mereka, sampai 20 tahun kita tidak akan pernah bisa membangun bandara internasional di Indungsia timur. Saya jamin, tenaga-tenaga ahli kita bisa membangun bandara internasional dengan biaya jauh lebih murah," kata JK.
JK benar. Kini di Indungsia timur telah berdiri bandara internasional yang megah hasil karya anak-anak negeri sendiri, yang dibiayai dengan jauh lebih murah dibanding proyek-proyek Bank Dunia maupu IMF. Namun JK tidak pernah tahu bahwa sebagai "humas" Bank Dunia dan IMF, Boediloyo, Sri Mulyati mendapat fee sebesar 1% dari tiap dolar pinjaman yang diberikan kepada Indungsia. Sebagai presiden, Subagyo tentu mendapat fee yang lebih besar. Dengan tambahan hutang sebesar Rp 400 triliun selama Subagyo menjadi presiden, Boediloyo dan Sri Mulyati telah mendapatkan fee sebesar Rp 4 triliun yang disimpan di rekening bank di Swiss.
JK baru saja kembali mengejek Subagyo karena kasus jatuhnya sebuah pesawat "twin otter" meskapai penerbangan milik pemerintah yang dibeli dari Cina. Menurut JK, adalah tindakan "super begyo", demikian tulis koran milik JK, membeli produk luar negeri jika di dalam negeri sendiri bisa membuat produk yang sama, bahkan lebih baik. JK merujuk pada pesawat sejenis buatan industri penerbangan nasional yang memiliki reputasi cukup baik di dunia internasional. Menurut JK, dengan menggunakan pesawat buatan dalam negeri berarti terjadi penghematan devisa, penyerapan tenaga kerja lokal, serta pergerakan perekonomian.
Namun Subagyo memutuskan membeli pesawat Cina karena 2 alasan. Pertama tentu saja karena fee yang diterimanya lebih besar, dan yang kedua, yang lebih penting, adalah adanya "letter of intent" IMF yang melarang pemerintah Indungsia membantu pengembangan industri strategis dalam negeri sebagaimana juga larangan mengembangkan jaringan kereta api. Dengan kata lain baik Bank Dunia dan IMF tidak menginginkan terjadinya efisiensi dan efektifitas pembangunan yang ujung-ujungnya adalah agar Indungsia terus tergantung pada modal asing.
Akhir-akhir ini popularitas Subagyo anjlok ke dasar. Berbagai masalah datang silih berganti dan tidak pernah bisa diselesaikannya dengan jelas. Selain karena kelemahan mental Subagyo, "organisasi" memang sengaja membuat Indungsia menjadi negara gagal. Tujuan jangka panjangnya adalah agar tidak ada resistensi berupa rasa nasionalisme di tengah rakyat Indungsia, atas rencana menjadikan Indungsia sebagai bagian dari "negara super" ASEAN. Dan Subagyo adalah agen provokator yang ideal untuk mewujudkan rencana itu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment