Monday 28 November 2011

NO FLY ZONE UNTUK SYRIA


KETERANGAN GAMBAR: TENTARA DARI BERBAGAI NEGARA BERSEKUTU MEMBANTU JEPANG DALAM PERANG JEPANG-RUSSIA TAHUN 1905. SALAH SATU BENTUK IMPLEMENTASI "PROTOCOLS OF LEARNED ELDERS OF ZION"



"Protocols of Learned Elders of Zion" menyebutkan bahwa "Negara-negara yang memusuhi kita akan diserang oleh negara-negara tetangganya. Namun jika beberapa negara bersekutu memerangi kita, maka kita akan mengobarkan Perang Dunia".

Terlalu naif jika kita mengatakan protokol itu hanya suatu "hoax" atau ilusi. Protocol itu sudah bocor ke publik bahkan sebelum masyarakat dunia mengerti tentang Perang Dunia, atau mengapa negara kecil seperti Jepang berani menyerang superpower Rusia pada tahun 1905 saat Rusia tengah berperang melawan yahudi internasional yang berkedok gerakan komunisme.

Hal yang sama kini tengah dialami Syria, satu-satunya negara Arab tersisa yang masih bermusuhan dengan Israel. Kini Syria harus berhadapan dengan tetangga dan saudara-saudaranya sendiri sesama negara Arab dan muslim karena permusuhannya dengan Israel.

Bahwa skenario menghancurkan Syria, Libya, Iran dan Irak, sudah menjadi wacana yang dikenal luas di kalangan pengamat internasional. Wacana itu telah menjadi kenyataan di Irak dan Libya dan telah menjelma menjadi aksi nyata di Syria.

Setelah sanksi ekonomi dan politik berupa pencopotan keanggotaan Syria dari Liga Arab, media-media massa Arab mengabarkan bahwa Liga Arab dan Turki dengan dukungan Amerika bakal menerapkan "no fly zone" atas Syria dalam upaya menyingkirkan regim Presiden Bashar al Assad. Liga Arab kini menjadi ujung tombak konspirasi atas Syria tersebut setelah DK PBB gagal "melaksanakan tugasnya" menghukum Syria karena veto Rusia dan Cina.

Namun demikian skenario itu tidak akan mengubah konsekuensi terjadinya "gempa bumi di Timur Tengah" seperti dikatakan Bashar al Assad, mengomentari upaya-upaya menyingkirkan dirinya dari kekuasaan. Setelah memveto resolusi DK PBB, Rusia telah menunjukkan sikapnya menentang setiap intervensi atas Syria dengan mengirimkan kapal perangnya ke Syria. Iran, Cina, Hizbollah dan Hamas, para sekutu Iran dan Syria di Irak, serta sebagian besar kekuatan politik Lebanon juga dipastikan tidak akan tinggal diam jika Syria diobok-obok.

Namun sayangnya, tentu saja masih banyak orang termasuk di Syria sendiri, yang bermimpi bakal mendapat "berkah demokrasi" dengan mengundang kekuatan asing, khususnya para zionis dan antek-anteknya untuk mengatasi permasalahan internal.

Seorang pejabat senior Eropa mengatakan kepada koran Kuwait "al Rai" bahwa "no fly zone" yang diterapkan atas Syria akan mencakup pula pelarangan pergerakan peralatan militer darat seperti tank, artileri dan kendaraan pengangkut militer. Menurut pejabat tersebut hal itu akan membuat kekuatan militer Syria lumpuh hanya dalam waktu 24 jam.

"Al Rai" juga melaporkan bahwa kastaf AB Turki berjanji untuk tidak melakukan invasi ke wilayah Syria sebagaimana permintaan kelompok satuan militer oposisi Free Syrian Army.

Sementara itu media online Israel, YNet News, melaporkan bahwa selain larangan terbang serta pembatasan pergerakan satuan militer Syria, aksi yang akan dilakukan "koalisi" termasuk menghancurkan pusat-pusat komando militer dan inteligen hingga istana kepresidenan.

Di Amerike sendiri kini tengah terjadi perdebatan para politisi mengenai langkah yang harus dilakukan Amerika, antara mendukung interfensi militer atau hanya memberikan dukungan bagi aksi serupa oleh sekutunya. Namun yang pasti perkembangan sudah sangat serius. Amerika misalnya telah memerintahkan warganya untuk meninggalkan Syria, sementara dubes di Syria sudah terlebih dahulu meninggalkan Syria. Turki juga telah memerintahkan warganya yang melakukan ibadah haji untuk menghindari wilayah Syria sebelum kembali ke Turki. Sementara itu kapal induk super Amerika, USS GEORGE H.W. BUSH dikabarkan telah berada di dekat perairan Syria.

Apa yang membuat keadaannya semakin buruk adalah bahwa tidak hanya Rusia dan Cina saja yang akan berdiri di belakang Syria, meski kedua negara itu saja sudah cukup membuat perimbangan kekuatan sulit diprediksi, adalah Iran, sekutu terdekat Syria, yang pasti tidak akan tinggal diam. Sekutu Syria di Lebanon dan Irak juga pasti tidak akan tinggal diam.

Pada pertengahan Agustus lalu jubir kemenlu Iran, Ramin Mehmanparast, memperingatkan bahwa "tidak ada alasan bagi intervensi asing terhadap Syria" dan intervensi atas Syria hanya akan menimbulkan kebencian massal rakyat Timur Tengah terhadap Amerika. Ramin juga menambahkan bahwa negara-negara tetangga Syria harus menciptakan kestabilan di kawasan itu serta menyelesaikan masalah yang terjadi di Syria melalui "saluran-saluran yang tepat".

Lebih jauh seorang penasihat pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, menuduh negara-negara Arab tengah melakukan campur tangan di Syria demi mengganti regim dengan regim baru yang pro-Israel.

Sementara pejabat komisi HAM Iran, Mohammad Javad Larijani, mengatakan bahwa kecaman Liga Arab terhadap Syria sama sekali tidak berdasarkan motif penEgakan HAM mengingat sebagian besar negara anggota Liga Arab adalah pelanggar berat HAM. Larijani bahkan menyatakan dengan tegas bahwa "setiap setiap tangan yang melakukan upaya intervensi harus dipotong".


TUNDUKNYA SYRIA MENGUNTUNGKAN ISRAEL

Asisten menlu Amerika untuk wilayah Timur Tengah, Jeffrey Feltman, dalam sebuah kesaksiannya di depan majelis Congress Amerika belum lama ini mengatakan bahwa "Syria memiliki peran negatif yang sangat esensial yang membuat Iran bisa memainkan peran kuat di Timur Tengah". Syria juga menjadi wilayah transit bantuan Iran terhadap Hizbollah sehingga membuat Hizbollah mampu mengancam Israel dan membuat kestabilan kawasan terganggu.

Sudah menjadi pengetahuan para analis dan inteligen, Israel-lah di balik berbagai aksi penyerbuan Amerika dan sekutu-sekutunya terhadap negara-negara yang memusuhi Israel: Irak, Libya, dan kini Syria. Dalam upayanya mendorong Amerika melakukan aksi militer terhadap Syria, media massa dan para pejabat Amerika menuduh pemerintah Syria melakukan tindakan represi terhadap para demonstran tak bersenjata, meski kenyataannya sangat jauh berbeda: para demonstran adalah tentara bayaran dan para ekstremis "Islam" Al Qaida dan Salafi yang dilatih tentara Amerika dan Israel dan mendapat kucuran dana dari negara-negara Arab "moderat". Sebagai tambahan, Feltmen juga mengkaitkan Iran dengan regim Syria dengan menuduh Iran turut membantu regim Syria memberangus para demonstran.


KAUM KRISTEN DUKUNG ASSAD

Syria adalah negeri yang aman dan damai serta makmur. Sebagai contoh, seluruh warga negara mendapat jaminan kesehatan dan pendidikan penuh. Itu semua belum termasuk berbagai kemudahan dan fasilitas publik yang disediakan pemerintah kepada rakyatnya. Kebebasan beragama juga dijamin mutlak oleh pemerintahan Bashar al Assad, di negeri yang mayoritasnya berpenduduk Islam Sunni itu. Maka tidaklah berlebihan jika orang-orang Kristen di Syria merasa khawatir, perubahan regim akan membuat situasi memburuk, terutama jika kemudian Syria dipimpin oleh kalangan ekstremis "Islam". Dan karena itu mereka lebih memilih untuk mendukung pemerintahan Bashar al Assad. Syria adalah negeri tempat awal berkembangnya agama Kristen, termasuk pada jaman Isa "Yesus" Almasih.

"Kami semua takut dengan apa yang bakal terjadi nanti," kata Abu Elias, seorang warga Kristen Syria, pemuka gereja "Our Lady of Saydnaya" di lereng pegunungan di luar kota Damascus, dimana orang-orang Kristen telah beribadah di tempat itu selama lebih dari 1.400 tahun. Di gereja itu tinggal para pengungsi Kristen Irak yang melarikan diri dari kerusuhan di negerinya sejak terjadinya invasi Amerika dan sekutu tahun 2003.

Kaum Kristen Syria berjumlah sekitar 10% dari seluruh penduduk. Bagi mereka Bashar al Assad adalah pelindung mereka dari sentimen agama yang mengancam mereka, terutama dari kalangan ekstremis Sunni. Mereka khawatir, tumbangnya Bashar akan diikuti oleh pembalasan dendam kaum ekstremis Sunni karena kedekatan kaum Kristen dengan Bashar. Mereka juga khawatir, tumbangnya Bashar akan menggiring Syria ke kancah perang saudara sebagaimana terjadi di Lebanon, atau terjadi chaos seperti terjadi di Irak dan kini Libya.

"Saya terganggu dengan ajakan Anda untuk menumbangkan pemerintah demi meraih demokrasi. Apa arti kebebasan itu sesungguhnya? Apakah menurut Anda dengan menumbangkan pemerintah (semoga Tuhan mencegahnya) Anda akan mendapatkan kebebasan?" tulis seorang warga Kristen Syria kepada rekannya yang mengajaknya melakukan aksi demonstrasi melalui situs jejaring Facebook.

Bulan ini baru saja pemimpin Katholik Maronite Lebanon, Patriah Bishara, yang juga merupakan pemimpin spiritual kaum Kristen Katholik Syria, menyerukan untuk memberikan kesempatan kepada Bashar al Assad melakukan reformasi. Bishara menyebut Bashar sebagai seorang "manusia sederhana yang tidak mampu menciptakan keajaiban". Menurut Bishara, kejatuhan Bashar akan mengancam keberadaan kaum Kristen di seluruh Timur Tengah.

"Kami tidak berdiri di samping regim Bashar, namun kami khawatir dengan akibat dari perubahan regim. Kami harus mempertahankan komunitas Kristen. Kami juga harus bertahan," kata Bishara.



Ref:
* "As predicted, Arab League and Turkey reportedly plan no-fly zone over Syria with U.S. logistical support"; Madison Ruppert; EndtheLie; 23 November 2011

* "Fearing Change, Many Christians in Syria Back Assad"; NEW YORK TIMES; 27 September 2011

No comments: