Thursday 7 April 2016

HARIMAU PEMANGSA TALLA DES


Indonesian Free Press -- SEMUA perburuan binatang pemangsa manusia yang dilakukan Jim Corbett dimotivasi oleh keingi­nan­nya untuk menolong sesa­ma manusia yang menderita oleh keberadaan binatang pe­mang­sa. Tentu saja ada motivasi lainnya, yaitu kemasyuran yang diperolehnya karena keberhasilannya membunuhi bina­tang-bi­na­tang pemangsa manusia yang termasyur seperti Ha­rimau Cham­­pawat, Macan Tutul Rudraprayag dan Macan Tutul Pa­nar. Na­mun tidak ada satupun dari belasan perburuan itu yang di­motivasi oleh keinginan mengakhiri hidup, sebagaimana da­lam perburuan Harimau Talla Des.
Bagi penggemar film tentu sudah pernah melihat film ‘Dances With Wolves’ yang dibintangi oleh aktor terkenal Kevin Cost­ner dan menjadi salah satu film yang paling banyak meraih peng­hargaan Oskar pada awal dekade 1990-an. Dalam film ini digambarkan bagaimana Letnan John Dunbar yang berputus asa dengan penyakit infeksi yang mengancam kakinya untuk di­amputasi, memutuskan untuk melakukan misi ‘bunuh diri’ de­ngan bertugas di wilayah terpencil yang berbatasan dengan wi­layah suku Indian Sioux yang ganas. Demikian juga dengan Jim Cor­bett dalam perburuan ini. Putus asa dengan penyakit infeksi di telinganya yang tidak bisa disembuhkan, Jim me­mutuskan untuk memburu Harimau Tella Des yang selama de­lapan tahun diketahui telah memangsa sekitar 150 orang.
Pa­da saat Jim berangkat dari rumahnya di Nainital, ia tengah ke­hilangan pendengaran dan penglihatan di telinga dan mata se­belah kirinya. Infeksi gendang telinga kirinya juga mem­bu­atnya ia tidak bisa menggerakkan lehernya, dan setiap langkah yang dibuatnya menimbulkan rasa sakit di kepalanya. Ini belum ter­masuk asupan makanan yang kurang akibat kesulitan me­ngu­nyah, membuat kondisi fisik Jim Corbett sangat tidak layak un­tuk melakukan perburuan, terlebih terhadap harimau yang te­lah me­mangsa 150 orang.

Secara geografis perburuan terhadap Harimau Tella Des ber­langsung di tempat yang tidak jauh dari perburuan terhadap Harimau Pemangsa Chuka dan Thak, yaitu di sekitar Sungai Sardha dan Ladhya di negara bagian Utarrakand, India. Hanya saja kali ini berlangsung di seberang Sungai Ladhya di lereng pegunungan Himalaya. Talla Des sendiri adalah sebutan untuk wilayah di lereng Pegunungan Himalaya di dekat perbatasan Nepal. Di sisi lain, secara historis perburuan ini berlangsung berdekatan waktunya dengan perburuan terhadap Harimau Chowgarh, yaitu di bulan April tahun 1929.
Penyakit infeksi telinga yang diderita Jim Corbett berawal dari suatu insiden di bulan Februari 1929. Kala itu dalam sebuah perburuan tamasya di hutan Bindukhera, seorang teman tanpa sengaja meledakkan senjata di dekat telinga Jim Corbett hingga merusak gendang telinganya. Tidak ada dokter yang bisa menangani luka tersebut dan pembengkakan di dalam telinga pun mulai terjadi. Risiko pembengkakan itu adalah kematian, ketika pembengkakan pecah dan nanah di dalam telinga masuk ke dalam otak. Menghadapi ketidak pastian hidup dan se­mentara itu ia harus menanggung penderitaan yang tidak terkira, Jim pun memutuskan untuk memburu Harimau Talla Des.
Jim ditemani oleh enam orang pembantunya saat meninggalkan rumahnya pada tangal 4 April 1929. Setelah berjalan kaki sejauh 14 mil dengan menuruni lereng-lereng pegunungan menuju kota Kathgodani, Jim menaiki kereta api menuju kota Bareilly, Pilibhit, dan akhirnya Tanakpur. Di sini ia men­da­pat­kan kabar bahwa harimau pemangsa baru saja memakan korban terakhirnya sehari berselang dan atas perintah Kepala Distrik Almora dua ekor kerbau muda untuk umpan telah dikirimkan dari Champawat menuju Talla Des. Kemudian setelah sarapan, Jim dan rombongannya berjalan kaki menuju Kaladhunga yang berjarak 24 mil di sebelah timur Tanakpur, dimana terdapat bu­nga­low di pinggir Sungai Sardha, setelah melalui jalur terjal di lereng lembah sungai yang terjal. Kemudian dengan menyisir sungai, mereka tiba di Dusun Chuka. Tidak jauh dari dusun ini ter­dapat tempuran antara Sungi Sardha dengan Sunga Ladhya. Di seberang Sungai Ladhya dan tepat di pinggir tempuran ter­dapat Dusun Sem. Jarak antara Kaladhunga dengan Dusun Chu­ka dan Dusun Sem masing-masing adalah lima mil dan e­nam mil. Kedua dusun itu terletak di sebelah utara Kalaldhunga dan ti­mur laut Tanakpur.
Di tengah perjalanan antara Tanakpur dan Kaladhunga dan di ba­­wah Kuil Purnagiri yang dike­ramatkan orang yang terletak di atas bukit, Jim Corbett dan rombongan bermalam di udara ter­buka. Pada saat itu mereka semua melihat fenomena Bha­g­batti a­tau Banaspati dalam kepercayaan Jawa. Ini adalah se­ma­cam han­tu atau arwah berbentuk bola-bola api yang mem­besar. Ke­tika Jim menuliskan pengalamannya itu di sebuah koran India ka­la itu, hal itu pun menjadi per­hatian publik yang luas.
Keesokan harinya, setelah beristirahat dan makan siang di Du­sun Chuka, Jim melanjutkan kembali perjalannya. Me­nye­berangi Sungai Ladhya dan melewati Dusun Sem, jalan setapak yang mereka lalui mulai menanjak menelusuri lerang Pe­gunungan Himalaya. Mendekati tengah malam mereka sam­pai di sebuah dusun kecil yang dihuni oleh dua keluarga. Saat di Chu­ka warga sudah mengingatkan Jim untuk menghindari du­sun ini karena sering didatangi harimau pemangsa. Namun ka­rena tidak mungkin terus berjalan, mereka pun bermalam di si­ni. Para pembantu Jim tidur di dalam ruangan yang disediakan peng­­huni dusun, sementara Jim tidur di dalam tendanya hanya di­temani dengan lentera dan senapan Rigby Mauser kaliber 0.275 kesayangannya.
Keesokan harinya setelah sarapan Jim melanjutkan per­bu­ruan­nya, meninggalkan rombongannya yang menyusul belakangan de­ngan instruksi untuk tetap berada dalam satu rombongan dan berada di tempat terbuka saat beristirahat.
Perlu diketahui bahwa Jim melakukan perburuan itu sendirian de­­­ngan berjalan kaki dalam kondisi pendengaran dan peng­li­ha­tan­­nya berkurang 50%. Bahkan dalam kondisi prima pun ber­bu­ru ha­­­­ri­mau pemangsa manusia dengan cara seperti itu diang­gap se­­­ba­­gai tindakan bunuh diri oleh sebagian besar pemburu. Me­­­nu­­­rut penuturan Jim saat mengisahkan perburuan ini dalam bu­­ku­nya "The Temple Tiger and more Man-Eaters of Kumaon" ke­­­beranian dan kepercayaan dirinya untuk melakukan per­bu­ruan se­­perti ini diperoleh berkat pengalaman yang di­per­olehnya ber­ta­­hun-tahun melakukan perburuan di berbagai tem­pat.
”Pengalaman menimbulkan kepercayaan diri. Tanpa itu semua berburu binatang pemangsa manusia sendirian dan dengan berjalan kaki akan sangat tidak menyenangkan dan menjadi tindakan bunuh diri,” tulis Jim Corbett.
Setelah berjalan sekitar satu jam Jim sampai pada satu tempat berupa dataran tinggi berumput yang di lerengnya terletak sebuah dusun. Kedatangan Jim pun disambut gembira oleh para penghuni dusun tersebut yang sudah mendengar kabar tentang rencana kedatangan Jim untuk memburu harimau pemangsa. Dari warga Jim mengetahui nama dusun tersebut adalah Tamali, yang terletak sekitar sembilan mil di sebelah utara Dusun Sem.
Duduk melingkar bersama-sama para lelaki dewasa dan wanita dan anak-anak berdiri di belakang, Jim mendapatkan suguhan susu segar dan berbagai jenis makanan. Setelah menghisap ro­kok yang digilir satu per-satu, warga pun menceritakan pen­de­ritaan mereka karena keberadaan harimau pemangsa. Mereka terancam kelaparan karena tidak lagi berani bercocok tanam di lahan-lahan yang agak jauh dari dusun, sementara mereka juga takut untuk pergi ke Tanakpur untuk berbelanja kebutuhan me­reka atau menjual barang-barang mereka di pasar. Mereka meng­klaim bahwa harimau  pemangsa tidak pernah mening­gal­kan wilayah mereka dalam jangka waktu yang lama, dan men­desak Jim untuk tinggal bersama mereka untuk men­da­patkan kesempatan menembak harimau itu.
Serangan harimau pemangsa terakhir di dusun ini terjadi tang­gal 20 Maret dengan korbannya seorang ibu yang tengah be­kerja bersama wanita-wanita lain di sawah yang terletak di bawah dusun. Tidak ada yang bisa memastikan apakah harimau itu berkelamin jantan ataupun betina, namun semua warga sepakat binatang itu berukuran besar.

Tidak bisa mendapatkan petunjuk tentang keberadaan terakhir harimau pemangsa, Jim pun berpamitan dengan mereka dengan janji akan datang secepatnya jika terjadi serangan lagi. Tidak lupa ia mengingatkan pengumuman yang dibuat pemerintah setempat bahwa warga tidak diperbolehkan memindahkan dan apalagi menguburkan ataupun mengkremasi korban serangan harimau sebelum kedatangan Jim. Yang boleh mereka lakukan adalah menutupi korban serangan itu dari pandangan burung-burung pemakan bangkai.
Tujuan Jim selanjutnya adalah ke arah barat dusun Tamali. Se­telah berjalan sejauh empat mil melintasi hutan pohon-pohon oak raksasa di jalan yang relatif landai, jalan berbelok ke utara dan melintasi ujung sebuah lembah. Di dasar lembah mengalir sungai kecil berair jernih yang airnya berasal dari balik semak-semak. Melintasi sungai itu dengan menginjak batu-batu besar dan kemudian naik sedikit di seberang lembah Jim menemukan tanah terbuka yang sempit dan memanjang yang meng­hu­bung­kan dengan sebuah dusun yang diketahui Jim kemudian sebagai Dusun Talkote. Beberapa wanita yang hendak mengambil air di aliran sungai kecil itu melihat kedatangan Jim dan berteriak-teriak kegirangan.
Sahib (sahabat atau teman) itu telah datang!” teriak mereka.
Dengan cepat warga pun beramai-ramai menyambut kedatangan Jim. Seperti di dusun sebelumnya, rencana kedatangan Jim telah diketahui di seluruh daerah Talla Des. Dengan gembira mereka semuanya, termasuk anak-anak, mengelilingi Jim. Patwari atau pegawai pemerintahan kolonial yang dikirim dari Champawat untuk mengabarkan kedatangan Jim dan membawa kerbau pengumpan harimau pemangsa telah berada di dusun ini sejak dua hari sebelumnya. Kepada Jim ia mengatakan bahwa kedua kerbau yang dibawanya dari Champawat telah ditambatkan di dusun lain 10 km sebelah barat dusun Talkote, dimana terjadi serangan harimau pemangsa.
Pada hari kedatangan patwari, seorang wanita warga dusun ini menjadi korban serangan harimau pemangsa. Sesuai dengan perintah pemerintah sisa jenasah wanita itu tidak diganggu sama sekali. Kemudian pada pagi hari kedatangan Jim, kepala dusun mengirim satu rombongan orang untuk memeriksa sisa jenasah itu dan diperoleh kabar bahwa tidak ada lagi yang tersisa dari jenasah itu kecuali sepotong gigi. Bahkan pakaian wanita itu tidak ditemukan lagi.
Ketika Jim meminta mereka untuk menuntunnya ke lokasi se­ra­ngan, seorang anak muda maju ke depan. Ia adalah anak dari wa­­nita malang korban serangan harimau pemangsa itu. Dengan anak muda itu berjalan di depan dan Jim di bela­kangnya, rom­bongan besar warga termasuk wanita dan anak-anak mengi­kuti me­reka di belakang. Setelah melewati dusun, mereka kemudian melalui jalan setapak yang membujur di puncak bukit kecil yang meng­hubungkan dua lembah besar. Satu lembah di sebelah kiri atau sebelah ba­rat membujur hingga arah Sungai Ladhya, sedangkan lembah sa­tunya lagi membujur hingga beberapa puluh kilometer ke arah Sungai Kali.
Berhenti di tengah-tengah jalan setapak, anak muda itu menga­rahkan pandangannya pada lembah sebelah kanan. Pada sisi ut­a­­ra lembah ini dipenuhi padang rumput yang diselang-selingi dengan semak-semak. Sementara di sisi selatannya dipenuhi po­hon-pohon besar dan semak belukar. Menunjuk pada satu kum­pu­lan semak di sisi utara sejauh sekitar 500 meter di bawah me­reka, anak muda itu mengatakan kepada Jim bahwa di situlah i­bu­­nya telah diserang oleh harimau pemangsa, saat mencari rum­put bersama sekelompok warga dusun. Saat itu, kata anak muda i­tu, mereka semua tidak melihat atau mendengar ke­be­radaan ha­rimau. Namun mereka sempat mendengar suara ghoo­ral (kam­bing liar pegunungan) dan langur (sejenis kera). 
Ghooral mungkin berteriak ketika melihat manusia, namun la­ngur hanya berteriak jika melihat binatang pemangsa. Per­ki­ra­an Jim harimau itu tengah bersembunyi di semak-semak ketika o­rang-orang itu datang. Mengetahui hal itu, harimau keluar dari persembunyian dan melakukan pengintaian. Saat itulah ke­bera­daannya diketahui oleh ghooral dan langur yang secara spontan berteriak.
Setelah mempelajari medan, Jim meminta seseorang untuk me­nemaninya ke lokasi serangan. Lagi-lagi anak muda yang ber­nama Dungar Singh itu maju ke depan.
“Aku akan menemanimu sahib dan menunjukkan jalannya,” katanya.
Dari jalan setapak itu mereka kembali ke dusun, kemudian me­nelusuri jalan setapak yang biasa digunakan warga untuk me­nggembala kambing menuju padang rumput di ujung lem­bah. Pada saat berjalan, Jim memberitahu Dungar Singh bahwa pen­dengarannya tidak normal kemudian mem­beri­ta­hukan kepa­da­nya bagaimana cara berkomunikasi dengannya, yaitu dengan bahasa isyarat atau dengan membisikkan ke telinga kanan yang masih berfungsi baik.
Sementara itu rombongan warga dusun tetap berdiri di atas jalan setapak di atas bukit untuk menyaksikan perburuan yang tampak cukup jelas di posisi mereka.
Ketika mereka berdua telah berjalan sejauh 400 meter, Dungar Singh tiba-tiba berhenti dan menoleh ke belakang. Ternyata pat­­­­wari dan seseorang yang membawa senjata api berjalan mengikuti mereka. Berhenti untuk menunggu kabar yang diba­wa patwari, Jim kecewa karena ternyata ia hanya ingin me­ngi­kuti perburuan yang dilakukannya. Kedua orang itu tidak mengenakan sepatu karet yang biasa digunakan untuk berburu sehingga membuat Jim merasa terganggu. Namun ia tidak kuasa untuk menolak mereka.
Mereka kemudian berjalan lagi sejauh empat ratus meter me­lalui semak-semak belukar, kemudian mereka sampai di tempat terbuka yang tidak terlalu luas dimana ‘jalan kambing’ terpisah menjadi dua. Satu jalan ke arah sebuah jurang yang dalam di sebelah kiri, sementara satu jalan lainnya ke sebelah kanan mengikuti kontur bukit. Di sini Dungar Singh berhenti, ke­mu­dian membisikkan kepada Jim bahwa di dekat jurang di sebelah ki­ri itulah ibunya telah dimangsa oleh harimau.
Tidak ingin perburuannya terganggu, Jim meminta Dungar Singh dan kedua orang itu untuk diam di tempat terbuka itu. Pada saat itu Dungar Singh menolah ke arah jalan setapak di atas bukit dimana warga dusun berada. Jim mengikuti arah pandangan Dungar Singh dan melihat orang-orang itu mem­berikan isyarat untuk tidak bersuara. Kemudian Dungar Singh berkata:
Orang-orang itu mengatakan bahwa di sebidang tanah di bawah tampak sesuatu berwarna merah terbaring di bawah sinar matahari.”
Benda berwarna merah  itu bisa saja harimau yang dicari, Jim pun tidak ingin membuang kesempatan itu begitu saja. Maka de­­­ngan serius ia meminta kepada patwari dan temannya itu un­tuk naik ke atas pohon yang diikuti tanpa merasa keberatan se­dikitpun oleh mereka. Tidak lupa Jim mengosongkan senjata yang dibawa mereka. Ia tidak ingin mengulangi kesalahan da­lam perburuan Harimau Champawat, ketika seseorang yang sok jagoan menembakkan senjatanya dan hanya membuat binatang buruan itu melarikan diri.

‘Jalan kambing’ yang menuju ke sebelah kanan seperti telah disebutkan, mengarah ke sepetak sawah terasering yang sudah lama tidak ditanami sejak munculnya harimau pe­mang­sa. Di sawah itu kini hanya tumbuh rumput oat. Sawah ini memiliki panjang sejauh 100 meter dan lebar tiga meter di ujung terdekat dan 10 meter di ujung yang jauh. Pada jarak 50 meter dari ujung dekat sawah membelok ke sebelah kiri. Ujung jauh sawah berakhir di bawah bukit. Dungar Singh mengatakan bahwa dari ujung jauh sawah itu mereka bisa melihat lebih jelas bidang tanah dimana benda berwarna merah itu berada. Jim dan Dungar pun merang­kak ke sana.
Dari tempat itu Jim melihat dua ekor harimau tengah tertidur di bawah sinar matahari pagi di atas sebidang tanah berumput. Me­reka terpisah sekitar tiga meter. Yang terdekat me­mung­gu­ngi mereka dengan kepala menghadap bukit, sedang yang ter­jauh menghadap dengan ekor menghadap ke arah bukit. Ha­rimau yang terdekat memberikan peluang menembak yang lebih baik, namun Jim khawatir harimau kedua demi mendengar tembakan akan berlari menuruni bukit dan berlindung di balik semak belukar. Maka harimau yang terjauh menjadi pilihan terbaik. Jarak mereka dari Jim adalah sekitar 120 meter. Dengan hati-hati Jim mengarahkan senapannya. Ada kesulitan untuk menyesuaikan kondisinya yang tidak lagi bisa menggunakan kedua matanya untuk membidik sasaran. Namun setelah yakin dengan bidikannya, Jim pun menarik pelatuk senapannya.
Atas tembakan itu harimau tersebut tidak bereaksi sedikit pun setelah jantungnya tertembus peluru. Namun demi mendengar bunyi tembakan, seekor harimau lain yang sebelumnya tidak kelihatan langsung melompat dan berlari kencang, dengan sekali lompat menghilang dari pandangan. Pada saat yang bersamaan harimau kedua berdiri kebingungan melihat seekor rekannya melarikan diri dan rekan satunya lagi tetap tergeletak. Tanpa berfikir panjang Jim menembak harimau ini, yang me­lompat tinggi setelah menerima tembakan. Jatuh dengan pung­gungnya terlebih dahulu, harimau itu hilang dari pan­dang­an. Ke­mudian Jim berusaha mengamati pergerakan ha­ri­mau yang me­larikan diri. Pada bidang tanah berumput yang berjarak se­kitar 200 meter dari ujung senapan, Jim akhirnya melihat ha­ri­mau itu keluar dari semak-semak dengan kecepatan penuh. Se­napan yang digunakan Jim adalah senapan spesial untuk ber­bu­ru di pegunungan yang terkenal dengan tingkat kea­kurasian ting­gi.
Menerima tembakan, harimau itu berhenti dari larinya, kemu­dian perlahan-lahan jatuh ke arah jurang di bawahnya. Jim berfikir, tubuh binatang itu akan hancur  jika benar-be­nar jatuh ke dasar jurang sedalam beberapa puluh meter itu. Na­mun ia ter­tahan oleh ranting-ranting pohon oak yang tumbuh di te­pian ju­rang. Jim menunggu beberapa saat, namun tidak ada per­­gerakan di pohon itu. Yakin harimau itu telah tewas, Jim mem­balikkan badannya dan memanggil patwari untuk turun. Sementara itu Dungar Singh yang selama aksi menembak itu berada di be­lakang Jim dan melihat dengan jelas semuanya, menari-nari de­ngan gembira. Kemudian ia memanggil orang-orang.

Saat itu Jim mengetahui ketiga harimau yang ditembaknya ada­lah harimau pemangsa manusia dengan dua anaknya. Namun ia ti­dak mengetahui yang mana di antara ketiganya yang me­ru­pa­kan pe­mang­sa manusia karena ukuran ketiganya tidak jauh ber­beda. Bagaimana pun, kedua anak harimau itu cenderung telah men­jadi pemangsa manusia setelah merasakan daging manusia dan melihat bagaimana sang induk memperlakukan manusia se­bagai buruan.
Beristirahat dengan duduk melingkar dan rokok diedarkan ka­rena keyakinan kuat bahwa ketiga harimau itu telah tewas, Jim mengatakan kepada ketiga orang itu bahwa ia akan me­me­riksa buruannya setelah menghabiskan sebatang rokok. Namun ketika sebatang rokok itu belum habis Jim melihat ranting pohon oak yang menyangga harimau di atas jurang bergerak-gerak. Se­jenak kemudian harimau itu jatuh dari atas pohon dan kemudian melorot ke arah jurang. Jim kem­bali melepaskan tembakan saat harimau itu mulai jatuh ke jurang. Beberapa saat kemudian terdengar ranting-ranting pohon yang patah dan disusul suara gedebuk yang cukup kuat.
Rokok yang dihisap bertempat pun habis. Jim mengatakan ke­pada ketiga temannya akan memeriksan harimau kedua yang tidak kelihatan setelah terjatuh dengan punggungnya terlebih dahulu. Namun saat ia berjalan menuruni lereng bukit sejauh 20 meter Dungar Singh berteriak:
“Lihat sahib, harimau itu berjalan!”
Menyangka harimau yang hendak diperiksanya itu telah bangkit dan hendak menyerangnya, Jim menundukkan diri dan menga­rah­kan senapannya ke depan, mengantisipasi serangan harimau itu. Namun ternyata Dungar Singh menunjuk ke tempat lain. Mengikuti petunjuk Dungar Singh, Jim melihat harimau yang jatuh ke jurang itu tengah berjalan tertatih-tatih dengan luka yang mengucurkan darah di bagian pundak kanannya. Dengan jarak sekitar 400 meter, Jim kembali membidikkan senapannya, dan untuk ketiga kalinya menembak harimau yang sama. Ada jeda waktu saat senapan itu meletus dan saat peluru yang dimuntahkannya mencapai jarak yang dituju. Luput, peluru itu mengenai bidang tanah di atas harimau itu dan melemparkan butiran-butiran debu.
Demi mendengar letupan di atasnya, harimau itu mempercepat larinya, dan Jim hanya bisa memandangi harimau itu berjalan terseok-seok sebelum menghilang di balik semak belukar dan perbukitan, karena kini sudah tidak ada lagi peluru di magazin senapan Jim.
Jim menyesal mengapa tidak membawa peluru cadangan saat berpisah dengan para pembantunya, karena ia memang tidak menyangka akan melakukan penembakan, melainkan hanya me­nemukan dusun yang paling akhir mengalami serangan ha­ri­mau pemangsa.
Pada saat melakukan penembakan-penembakan itu para pem­bantu Jim sudah berada di atas jalan setapak di atas bukit, turut menyaksikan aksi penembakan Jim. Ketika peluru kelima di­lepaskan Jim dan harimau itu melarikan diri, para pembantu Jim mengetahui peluru tuannya sudah habis. Maka  pembantu ke­per­cayaan Jim berlari ke arah Jim membawa peluru yang di­bu­tuhkan, namun sudah terlambat.
Ketika memeriksa kedua harimau yang tewas itu Jim baru me­ngetahui bahwa keduanya adalah anak harimau yang telah tum­buh remaja. Sedangkan harimau yang berhasil melarikan di­ri, tidak bisa dipungkiri lagi adalah harimau pemangsa ma­nusia Talla Des. Sementara orang-orang menggotong kedua ha­rimau itu ke dusun, Jim melakukan pencarian terhadap harimau pe­mangsa yang terluka. Dari posisi harimau itu terak­hir terlihat tam­pak tetesan darah. Mengikuti jejak harimau itu hingga be­berapa ratus meter Jim, jejak itu menghilang di balik semak belukar. Dan sementara matahari sudah mendekati ufuk, Jim pun menghentikan pencarian untuk kembali ke dusun. Namun Jim sudah menduga kuat dimana harimau itu bersembunyi.
Keesokan harinya Jim terlebih dahulu melakukan pekerjaan menguliti kedua bangkai anak harimau yang membutuhkan keahlian khusus. Saat itu diketahui bahwa kedua anak harimau itu, karena semangatnya dalam memangsa korban terakhirnya telah menelan pakaian korban yang berlumuran darah. Hal itulah yang menyebabkan warga tidak menemukan apapun dari jenasah korban serangan harimau itu selain sepotong gigi. Pada saat melakukan pekerjaan itu, dengan puluhan warga dusun yang mengelilingi, Jim menyampaikan niatnya untuk mela­kukan aksi penggiringan  terhadap harimau pemangsa yang ter­lu­ka. Hal itu disambut dengan antusias oleh semua warga yang selama delapan tahun menderita karena keberadaan harimau itu. Maka setelah kedua bangkai harimau itu selesai dikuliti dan mulai dikeringkan dengan sinar matahari, Jim dan puluhan warga dusun mulai melakukan aksi penggiringan.
Kali ini warga tidak perlu turun tangan langsung mengging harimau buruan, suatu pekerjaan yang beresiko tinggi. Mereka cukup melempari semak-semak dimana diperkirakan harimau itu bersembunyi dengan batu-batuan dari jalan setapak di atas bukit. Sementara Jim menunggu di satu tempat untuk menem­bak harimau itu saat keluar dari persembunyiannya. Setelah berada pada posisinya, Jim melambaikan tangan dan warga pun beramai-ramai melemparkan batu kecil dan menggulingkan batu-batu besar ke arah semak belukar yang berada di bawah mereka. Beberapa ekor burung dan binatang kecil berhamburan dari semak-semak, namun tidak dengan harimau pemangsa itu. Tidak juga ada suara mengeram harimau yang terganggu istirahatnya.
Setelah penggiringan yang gagal itu Jim mendapati bahwa hari­mau itu sebelumnya telah meninggalkan semak belukar itu dan melewati bukit. Kemungkinan besar hal itu dilakukannya pada malam hari. Dari genangan darah kering yang ditemukan di tempat dimana harimau itu berhenti dan beristirahat diketahui harimau itu mengalami luka luar yang menyakitkan, namun tidak mematikan.

Berdiri di atas bukit dan mempelajari kembali kondisi lapangan, Jim berkesimpulan harimau itu tidak akan berjalan menuruni bukit dan lembah karena hanya menimbulkan rasa sakit di kaki depannya yang terluka. Maka hampir dipastikan harimau itu akan berjalan menyusuri dataran di atas perbukitan untuk men­cari tempat persembunyian baru.
Di dataran di atas perbukitan itu adalah jalan yang biasa dilalui binatang-binatang liar. Jim menemukan jejak-jejak kaki ghoo­ral, sarao (rusa gunung), rusa sambhar, langur, landak dan juga macan tutul. Setelah berjalan sejauh satu mil, Jim menemukan jejak kaki harimau pemangsa. Jim mengikuti jejak kaki itu hing­ga sejauh setengah mil sebelum menemukan permukaan da­taran me­nyem­pit hingga sekitar 15 meter. Di sini harimau itu beru­saha menu­runi bukit dengan maksud mendapatkan per­sem­bu­nyian di hu­tan di seberang jurang. Di sini Jim melihat tan­da-tan­­da ha­rimau itu jatuh ke dasar juang di bawahnya, se­telah ber­usa­ha menahan kajatuhannya dengan cakar-cakarnya yang ter­benam di per­mukaan tanah.
Jim harus mencari jalan lain untuk tiba di dasar jurang sedalam le­bih dari 20 meter. Ia sempat dihinggapi kegembiraan saat me­li­hat benda putih di dasar jurang, menyangka itu adalah harimau pe­­mangsa yang telah tewas. Namun ia harus menelan ke­ke­ce­waan, karena itu adalah bangkai sarao. Semua jenis ku­cing­-ku­cingan memiliki kemampuan menak­jub­kan untuk  me­na­han ke­ja­­tuhan dari ketinggian. Demikian juga dengan ha­ri­mau pe­mangsa tersebut, yang dipastikan masih hi­dup setelah ja­tuh dari ke­tinggian lebih dari 20 meter dalam kon­disi terluka. Da­­ri dasar jurang itu dengan terseok-seok, terlihat dari jejak kakinya, harimau pemangsa memanjat tebing jurang di seberang jurang, kemudian masuk ke kawasan bersemak lebat.
Dengan tanah yang lembab dan tetesan darah yang jelas terlihat, Jim meyakini akan bisa segera mendapatkan harimau itu dan menyelesaikan misi perburuannya. Namun nasib baik masih berpihak pada harimau itu ketika kemudian hujan turun dengan lebatnya sehingga menghapus jejak harimau. Sementara senja sudah menjelang tiba, Jim pun kembali ke dusun.
Pagi hari berikutnya Jim kembali melanjutkan perburuan. Ia ditemani enam orang pembantunya yang tidak ingin kehilangan kesempatan mendapatkan daging sarao gratis, yang ditemukan Jim sehari sebelumnya. Bagi mereka daging sarao merupakan salah satu makanan terlezat yang bisa mereka dapatkan. Saat mereka menguliti sarao tersebut, Jim menuju tempat terakhir jejak harimau pamangsa terlihat. Di sini Jim menemukan dua jurang yang membujur sejajar di sebelah kanan bukit. Jim me­yakini harimau pemangsa telah melalui salah satu jurang itu. Mula-mula Jim memeriksa jurang yang terdekat, namun setelah beberapa ratus meter berjalan, jurang itu berakhir di kaki bukit yang terlalu terjal untuk didaki harimau yang terluka. Maka Jim kembali untuk memeriksa jurang kedua.
Sebelum melakukan pencarian ke jurang kedua, Jim berteriak kepada para pembantunya untuk menyalakan api unggun dan me­nyiapkan teh panas baginya. Hal ini ternyata menjadi ke­sa­la­han bagi Jim, karena harimau itu, yang tengah tertidur di ba­lik se­mak tidak jauh dari tempat itu, langsung melarikan diri de­ngan diam-diam. Tiba di tempat dimana harimau itu tertidur, Jim hanya menemukan genangan darah yang setengah me­nge­ring. Jim pun menghentikan perburuannya untuk sementara demi menikmati teh hangat bersama para pembantunya. Setelah itu ia kembali ke tempat dimana terdapat genangan darah harimau bersama para pembantunya. Kali ini Jim membutuhkan bantuan mereka untuk turut mengawasi perburuan dari atas pohon.
Melihat genangan darah itu para pembantu Jim meyakini bahwa harimau itu  akan mati dalam beberapa jam mendatang karena ke­ha­bisan darah. Sebaliknya Jim berpendapat lain, yaitu bahwa ha­rimau itu akan pulih kembali seiring berjalannya waktu. De­ngan bantuan orang-orangnya yang mengawasi dari atas pohon ter­tinggi, Jim pun memulai kembali perburuannya.
Pada saat harimau itu pergi setelah mendengar teriakan Jim, lu­ka tembakan di pundaknya telah tertutup darah kering dan tidak ada lagi darah yang menetes, maka Jim ha­rus mengan­dalkan keah­liannya membaca tanda-tanda alam, dari ta­naman-tanaman yang terinjak dan tersibak oleh harimau atau bunyi-bu­nyian bi­na­tang penghuni hutan yang melihat kebe­rada­an ha­rimau pe­mangsa. Na­mun kon­disi fisik dengan telinga dan ma­ta yang ti­dak berfungsi penuh membuat Jim kem­bali me­nga­la­mi ke­gagalan, meski orang-orangnya telah menjalankan tu­gas­nya de­ngan baik dengan memberikan informasi perge­rakan harimau da­ri atas pohon tinggi.
Hingga tanggal 11 April sejak Jim melukai harimau pemangsa pa­da tanggal 7 April, harimau itu berhasil mengelak dari ke­ja­ran Jim. Pada saat itu dipastikan ia telah pulih dari luka-lu­ka­nya, dan kelaparan, setelah berhari-hari tidak menyentuh ma­ka­nan apapun. Di sisi lain bengkak bernanah di dalam telinga Jim se­makin membesar dan menyiksanya. Betapapun Jim tetap ber­te­kad untuk memburu harimau ini betapapun kondisinya sangat tidak mendukungnya. Namun hari itu juga Jim kembali me­ngalami kegagalan. Sementara rasa sakit di telinganya sudah menyebar ke seluruh tubuh hingga mencegah Jim untuk sekedar memejamkan mata beristirahat malam. Maka pada malam hari itu, seusai makan ma­lam ia mengumpulkan pembantu-pem­ban­tunya. Kepada me­reka Jim me­­nga­takan bahwa ia akan meng­akhiri perburuan malam itu juga dan berpesan kepada mereka un­tuk menunggunya di dusun hingga esok petang. Jika sampai waktu itu ia tidak juga kembali, mereka semua harus kembali kembali ke Naini Tal keesokan harinya.
Usai menyampaikan pesan itu, Jim mengambil senapannya dan mulai berjalan menuruni lembah. Sementara keenam pembantu Jim hanya bisa melongo tanpa bisa mengucapkan sepatah ka­ta­pun. Menyaksikan seseorang melakukan perburuan terhadap harimau pemangsa, seorang diri dan berjalan kaki, bagi me­reka adalah sesuatu yang sangat menakjubkan dan tidak pernah mereka alami sepanjang hidup mereka, sebelum bertemu me­reka bertemu dengan Jim Corbett. Namun melakukan itu semua di malam hari jauh lebih menakjubkan lagi. Tidak hanya itu, Jim juga tengah mengalami disfungsional pancaindranya se­hingga apa yang dilakukan Jim bagi mereka adalah tindakan bunuh diri. Mereka adalah orang-orang yang sayang dan setia kepada majikannya. Menyaksikan Jim Corbet melakukan tin­da­kan ‘bunuh diri’ seperti itu tentu saja membuat mereka sangat terharu. Saat Jim menengok ke belakang, orang-orang itu masih tidak bergerak sedikit pun.
Jim sudah cukup berpengalaman melakukan perburuan malam hari. Dengan mengandalkan cahaya rembulan atau bintang-bin­tang, Jim bisa menembak dengan akurat pada jarak beberapa puluh meter. Namun semua perburuan malam itu dilakukan ter­hadap binatang-binatang buruan biasa seperti babi hutan atau ru­sa, dan bukan harimau pemangsa manusia yang di dalam ke­gelapan malam justru memiliki daya penglihatan dan pen­de­ngaran yang sem­pur­na.
Sebagaimana dituturkan oleh Jim Corbett dalam  bukunya "The Temple Tiger and more Man-Eaters of Kumaon", malam itu ia berhasil mengikuti harimau itu hingga jarak beberapa belas meter saja dan nyaris berhasil melakukan penembakan jitu. Na­mun ketika perburuan tengah berjalan sengit, secara tiba-tiba Jim terkena serangan vertigo. Untuk menghindari serangan ha­rimau pada saat terkena vertigo, Jim pun naik ke atas pohon. Menyilangkan senapannya di antara anting-ranting pohon, Jim re­­bahan di atasnya. Pada saat itulah bengkak bernanah di dalam te­linga Jim pecah. Beruntung, nanah tidak masuk ke dalam otak se­perti dikhawatirkannya, melainkan mengucur melalui hidung dan mulut Jim. Seketika Jim pun terbebas dari penderitaan pan­jang. Saat itu juga ia bisa membuka mata kirinya, meng­ge­rak­kan leher­nya, dan rasa berat di kepalanya menghilang se­ketika.
Harimau itu memang berhasil menghindari kejaran Jim, namun dengan kondisi fisiknya yang telah pulih Jim yakin cepat atau lambat ia akan bisa membunuh binatang itu. Hal terakhir yang diingat Jim dari harimau itu adalah ia bergerak ke arah dusun. Turun dari pohon saat fajar, Jim bergegas kembali ke dusun. Di sebuah anak sungai kecil ia membersihkan diri. Tiba di ping­giran dusun para pembantu Jim yang nyaris tidak tidur se­ma­laman menyambutnya dengan gembira, terlebih lagi setelah mereka mengetahui bahwa Jim sudah pulih dari penyakitnya.

Masuk ke dalam tendanya setelah menikmati segelas teh ha­ngat, Jim tanpa sadar sudah tertidur pulas. Namun pada tengah hari ia mendengar suara ribut-ribut di luar tenda. Beberapa o­rang berusaha masuk ke dalam tenda untuk mem­ba­ngun­kan­nya, namun dicegah para pembantu Jim. Mendengar keributan itu Jim terbangun dan keluar dari tendanya. Dengan terbata-bata karena semangatnya mereka mengabarkan bahwa harimau pe­mangsa telah datang ke dusun dan menyerang kawanan kam­bing milik warga yang tengah merumput.
Dengan Dungar Singh sebagai pembimbingnya, Jim berjalan menuju tempat kambing-kambing itu diserang harimau. Untuk pertama kalinya sejak beberapa minggu terakhir Jim bisa berjalan dengan bebas tanpa merasakan sakit di kepalanya. Dari dusun mereka menuju ke jalan setapak di atas bukit yang menghubungkan dua lembah besar. Di lembah sebelah kanan yang terbentang hingga ke Sungai Kali Jim telah menembak harimau pemangsa itu dan membunuh kedua anaknya yang sudah tumbuh remaja. Di lembah sebelah kiri yang terbentang hingga Sungai Ladhya, kontur tanahnya lebih landai. Di sinilah kawanan kambing milik warga dusun itu diserang. Dari jalan setapak di atas bukit terdapat ‘jalan kambing’ ke lembah, setelah sekitar 500 meter jalan itu melintasi sungai kecil. Tidak jauh dari perlintasan jalan dengan sungai terdapat sebidang tanah datar. Di tengah tanah datar ini membujur jajaran batuan dari kiri ke kanan. Di seberang jajaran batu itu terdapat sebuah cekungan dan di dalam cekungan itu tergeletak tiga bangkai kambing yang diserang harimau.
Kepada Jim, Dungar Singh menceritakan bahwa pada tengah hari yang baru lalu sekawanan kambing tengah merumput di cekungan itu diawasi oleh beberapa anak-anak, ketika secara tiba-tiba muncul harimau yang mereka yakini sebagai sang pemangsa manusia. Harimau itu langsung menyerang enam e­kor kambing. Melihat hal itu anak-anak itu berteriak beramai-ramai diikuti oleh se­jumlah laki-laki dewasa yang berada tidak jauh dari mereka. Da­­lam kondisi kacau-balau itulah harimau itu menghilang tanpa di­­ketahui arah kepergiannya. Mereka berhasil membawa tiga e­kor kambing yang terluka parah namun me­ninggalkan tiga ekor lain­nya yang mereka yakini telah tewas.
Dari cerita Dungar Singh, warga dan para pembantu Jim serta dengan melihat jejak kaki harimau, diketahui harimau itu pergi ke arah dusun untuk mencari mangsa manusia. Sebelum sampai di dusun mereka melihat para pembantu Jim berada di sekitar api unggun yang membuatnya tidak berani mendekat. Kemu­di­an ia bersembunyi di sekitar dusun sambil mengintai, sebelum akhirnya menyerang kambing-kambing itu.
Karena tidak begitu mengenal kondisi medan, Jim bertanya pada Dungar Singh kemungkinan tempat harimau itu ber­sem­bunyi setelah melakukan serangan. Pada saat itu mereka men­de­ngar suara burung pheasant dari balik sebuah bukit yang tidak jauh dari mereka. Meyakini burung itu telah melihat harimau pemangsa, Jim memerintahkan Dungar Singh untuk berlari sekencang-kencangnya ke dusun. Setelah memastikan Dungar Singh aman, Jim mencari tempat yang tepat untuk mengintai.
Satu-satunya pohon besar yang ada di lembah itu adalah pohon pinus yang sangat sulit dipanjat karena cabang-cabangnya ber­a­da belasan meter dari permukaan tanah. Maka Jim me­mu­tuskan untuk mengintai di atas tanah meski harus menanggung risiko lebih besar. Di antara deretan batu yang membentang di tengah tanah datar itu terdapat satu batu besar yang permukaannya datar. Di dekat batu itu adalah batu yang lebih kecil. Dengan duduk di antara keduanya, Jim bisa mendapatkan perlindungan dari serangan harimau sembari bersembunyi dari penglihatan harimau. Ia hanya akan tampak di bagian kepalanya jika harimau itu memandang tepat ke arahnya. Dengan duduk diam dan menutupi kepalanya dengan topi, Jim yakin harimau itu tidak akan mengetahui keberadaannya.
Di depan Jim adalah cekungan selebar sekitar 40 meter dimana tiga ekor kambing yang telah mati tergeletak. Di ujung dataran adalah tebing setinggi sekitar tujuh meter. Di atas tebing itu adalah tanah datar yang miring ke kanan, dan di atasnya lagi adalah bukit terjal.
Jim memulai pengintaian pada pukul 14.00, dan setengah jam kemudian sepasang burung magpies Himalaya terbang di atas lembah, kemudian turun mendekati bangkai kambing dan mulai mematuki bagian kambing yang terbuka oleh cakaran harimau. Tidak lama kemudian seekor burung pemakan bangkai pun da­tang dan hinggap di atas ranting pohon pinus. Setelah beberapa saat burung itu tidak juga turun dari pohon mengindikasikan bahwa ia telah melihat binatang pemangsa, dan itu adalah hari­mau pemangsa.
Selama beberapa saat burung magpies itu asyik menikmati da­ging kambing dan burung pemakan bangkai hanya menyak­si­kan­nya ketika kemudian muncul awan tebal di atas langit. Be­berapa saat kemudian burung pheasant kembali bersuara dan bu­rung-burung magpies terbang sambil berteriak-teriak. Hari­ma­­u itu kini telah.
Di atas bukit di seberang tanah datar itu Jim melihat semak-semak yang bergerak-gerak, dan tidak lama kemudian harimau itu muncul dari balik semak-semak. Di atas tanah datar yang mi­ring ke kanan itu harimau memandang tepat ke arah Jim, ke­mudian duduk. Seperti dugaan Jim, harimau itu tidak menge­tahui keberadaannya. Namun pandangan Jim terganggu oleh ba­tang pohon pinus yang berdiri di antara ia dan harimau pe­mangsa. Jim melihat bagian kepala harimau itu di satu sisi dan bagian ekor hingga perut di sisi lainnya. Jarak harimau itu dari Jim sekitar 60 meter.
Tidak mendapatkan kesempatan baik untuk menembak, Jim ha­nya bisa menunggu, hingga kemudian harimau itu bangkit, ber­jalan tiga langkah dan memandang ke arah bangkai kam­bing. Tidak ingin kehilangan kesempatan, Jim membidikkan se­na­­pan­nya ke bagian jantung harimau itu dan menarik pelatuk. Pa­da jarak sedekat itu tembakan Jim tidak pernah meleset. Ma­ka ia ter­heran-heran ketika dilihatnya percikan tanah dan debu mem­bumbung di tebing di belakang harimau itu, yang mengin­dika­sikan tembakannya meleset total dan mengenai tebing itu. Ham­pir bersamaan, harimau itu melompat ke depan dan dengan se­cepat kilat menghilang di balik semak-semak dimana ia mun­cul, se­belum Jim sempat melakukan tembakan kedua.
Pada saat itu Jim mengetahui bahwa tembakannya tidak benar-benar meleset, melainkan menembus tubuh harimau itu tanpa terhalang oleh tulang ataupun otot keras. Menyadari hal itu Jim melompat dari persembunyiannya dan mengejar harimau itu ke tempat terakhir ia terlihat.  Di sini Jim melihat jurang terjal se­da­lam sekitar 12 meter. Di sinilah harimau itu menghilang dari pan­dangan Jim. Menuruni jurang itu Jim melihat jalan setapak yang diyakininya dilalui harimau untuk melarikan diri. Di sebelah kanan jalan itu terdapat sungai yang sama yang telah dilintasi Jim dan Dungar Singh di bagian lain. Di seberang sungai adalah bukit terjal yang ditanami rerumputan. Sedangkan di sebelah kiri jalan adalah bukit yang ditumbuhi pohon-pohon pinus.
Jim sudah berlari sejauh 50 meter atau lebih ketika ia men­dengar suara ghooral berteriak. Saat itu juga Jim memper­kira­kan harimau telah melintasi sungai dan melalui bukit berumput di seberangnya. Saat Jim hendak mengikuti harimau, ia men­de­ngar suara orang berteriak. Menengok ke belakang, Jim melihat orang-orang berdiri di jalan setapak di atas bukit. Jim melihat mereka memberikan tanda untuk tetap mengikuti jalan setapak. Pada satu belokan di jalan itu Jim melihat ceceran darah. Jim mengetahui harimau itu telah mengurangi kecepatannya sehing­ga darah mulai menetes.
Tidak ingin kehilangan jejak, Jim berlari sangat cepat, sehingga pada satu belokan tajam ia terjatuh ke dalam jurang yang dalam. Beruntung, Jim berhasil meraih sebatang pohon kecil yang len­tur dan menahannya dari kejatuhan fatal. Kesempatan untuk me­ngejar harimau itu pun terlewatkan. Namun dengan jejak da­rah yang ditinggalkannya, Jim sangat optimis untuk bisa men­da­patkan harimau itu.
Jalan setapak yang mulanya mengarah ke utara kemudian mem­belok ke arah barat, mengikuti bentuk bukit yang terjal dan di­pe­nuhi pepohonan. Ketika Jim telah berjalan sejauh 200 meter da­ri belokan itu, ia menemukan dataran di punggung bukit. Jim mem­perkirakan inilah batas terjauh harimau yang terluka itu sang­gup berlari. Maka Jim memperlambat gerakannya men­de­kati dataran yang dipenuhi pohon pakis dan semak-semak itu. Memperkirakan dirinya bakal mendapatkan serangan harimau yang terluka dan terpojok, Jim memeriksa kembali senapannya sebelum menjalani per­tem­pur­an terakhir. Setelah merasa cukup puas dengan kondisi senjatanya, Jim mulai bergerak maju.
Jalan setapak itu melalui pohon-pohon pakis setinggi pinggang. Harimau itu mungkin saja terbaring sebelah kiri, kanan bahkan di tengah jalan setapak itu. Maka Jim mendekati pohon-pohon pakis itu dengan hati-hati. Ketika jaraknya hanya sekitar tiga meter dari pohon-pohon pakis itu Jim melihat adanya per­gerakan di sebelah kanan jalan setapak. Jim mengetahui itu adalah gerakan harimau sebelum melancarkan serangan. Maka Jim hanya perlu menunggu beberapa detik sebelum harimau itu melompat.
Saat harimau itu menampakkan diri pada serangan terakhirnya, Jim melepaskan dua tembakan berurutan. Tembakan pertama me­­nembus dadanya hingga ke dalam perut, sedangkan tem­bak­an kedua menembus dan mematahkan lehernya. Petualangan Harimau Talla Des pun berakhir.

Ketika Jim menguliti harimau itu, ia menemukan 20 bulu lan­dak yang tertancap di kaki kanan depan dan pundaknya dengan panjang antara dua hingga enam inchi. Bulu-bulu landak itulah yang telah mengubah harimau itu menjadi pemangsa manusia.

***

Catatan: tulisan ini adalah bagian kecil dari buku tentang binatang-binatang pemangsa manusia yang tengah ditulis blogger.

1 comment:

Kasamago said...

Jim & dungar singh sdh sperti Batman & Robin. Perburuan yg super tegang, baik pmburu maupun buruanny sma2 terluka tp akhirnya sembuh bersama sama. Ajaib..
Rigby mauser kini jd senapan pemburu plg legendaris.

Dtunggu kisah berikutny, smg giliran beruang grizzly