Wednesday 4 July 2018

Tembak-Menembak Warnai Aksi Protes di Iran akibat Krisis Ekonomi


Indonesian Free Press -- Tembak-menembak mewarnai aksi protes akibat krisis ekonomi yang melanda Iran karena sanksi internasional yang diperpanjang. 

Seperti dilaporkan oleh Associated Press, Minggu (1 Juli), 11 orang termasuk polisi terluka dalam aksi kerusuhan di selatan Iran yang diwarnai dengan insiden tembak-menembak. 

Dalam insiden yang terjadi di kota Khorramshar, 650 km barat-daya Teheran itu warga melakukan demonstran karena kelangkaan air bersih dalam beberapa tahun terakhir. Khorramshar adalah kota di dekat perbatasan Irak yang mayoritas penghuninya adalah orang Arab. Mereka marah akibat kualitas air yang kotor dan asin setiap musim panas.


Aksi-aksi protes juga terjadi di kota-kota Abadan di Provinsi kaya minyak Khuzestan sejak hari Jumat sebelumnya, menyusul diperpanjangnya sanksi ekonomi oleh Amerika setelah keluar dari kesepakatan internasional tentang program nuklir Iran. Demikian sebut Associated Press. 

Aksi protes awalnya berjalan damai dengan demonstran hanya berteriak-teriak dalam bahasa Arab dan Farsi. Namun pada Sabtu petang hingga Minggu pagi demonstran berubah rusuh. Demonstran mulai melemparkan batu dan benda-benda keras yang dibalas dengan tembakan oleh aparat keamanan.

"Televisi Iran merilis gambar yang menunjukkan batu-batu dan pecahan gelas berserakan di jalanan, juga mesin-mesin ATMS yang rusak. Wanita dan anak-anak berlarian ketika terdengar tembakan," tulis Associated Press.

"Tembakan senapan mesin terdengar dalam video yang menunjukkan orang-orang membopong warga yang tidak bisa berjalan. Gambar lainnya menunjukkan demonstran yang menjinjing senapan Kalashnikov," tambah laporan itu.

Khorramshahr dan Provinsi Khuzestan pernah menjadi basis kelompok separatis Arab yang meledakkan pipa-pipa migas di masa lalu. Dalam perang Iran-Irak dekade 1980-an, puluhan ribu warga sipil dan tentara Iran tewas di wilayah ini.

Otoritas Meteorologi Iran memperkirakan 97% wilayah negara ini terkena dampak kekeringan tahun ini. Namun sejumlah pihak menuduh pemerintah gagal mengantisipasi dan mempersiapkan kebijakan yang bisa mencegah dampak tersebut meluas.

"Meski Iran memiliki pengalaman panjang dalam hal kekeringan, selama satu dekade terakhir Iran mengalami kekeringan yang hebat dalam 30 tahun," demikian laporan organisasi pangan PBB, Food and Agriculture Organization.

Sebelum aksi demonstran sebanyak 230 orang mengalami keracunan di Provinsi Khuzestan akibat mengkonsumsi air yang kurang bersih.

Aksi-aksi di Khuzestan terjadi setelah aksi-aksi protes sebelumnya merebat di itukota Tehran. Demonstran yang marah dengan kondisi ekonomi terlibat bentrok dengan aparat keamanan di depan gedung parlemen. Aksi-aksi demonstrasi juga memaksa ditutupnya pusat perdagangan terbesar Iran Grand Bazaar.

Kerusuhan dipicu oleh nilai tukar Rial Iran yang melorot ke tingkat 90.000 per-dollar dari sebelumnya 42,000 per-dollar. Akibatnya nilai tabungan warga ikut melorot dan terjadi penumpukan barang-barang kebutuhan. Akibatnya aksi-aksi protes menentang pemerintahpun terjadi di sejumlah kota di Iran. 

Menurut Associated Press aksi-aksi demonstrasi telah terjadi di 75 kota di Iran para akhir tahun lalu akibat krisis ekonomi. Selama aksi antara bulan Desember 2017 dan Januari 2018 sebanyak 25 orang tewas dan riuan orang ditangkap.

Pada 8 Mei lalu Presiden Donald Trump menyatakan keluar dari perjanjian nuklir Iran yang ditandatangani Amerika dan negara-negara internasional tahun 2015. Konsekuensinya, sejumlah saksi ekonomi yang telah membuat krisis ekonomi di Iran selama bertahun-tahun, tetap berlaku. Dengan sanksi ini, negara-negara dan lembaga-lembaga keuangan internasional dilarang melakukan transaksi dengan Iran.

Para analis memperkirakan bakal digelarnya pemilu sela untuk menggantikan pemerintahan Presiden Hassan Rouhani dari kubu 'reformis-liberal'. Rouhani dianggap gagal memenuhi janjinya untuk memberikan kesejahteraan dengan menerima perundingan nuklir dengan Amerika dan negara-negara besar.(ca)

No comments: