Friday 4 March 2016

Saatnya Mengatakan 'Selamat Tinggal Erdogan' (2)

Indonesian Free Press -- Amerika tengah memasang perangkap untuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang impulsif dan cenderung ceroboh, tulis jurnalis Amerika Mike Whitney dalam tulisannya di situs CounterPunch.org baru-baru ini.

Menurut Whitney, Amerika sengaja menciptakan kondisi bagi Erdogan untuk jatuh ke dalam perangkap, yang pada ujungnya akan menjerat Erdogan dalam 'revolusi warna' yang menumbangkannya.

Salah satu indikasi hal itu, menurut Whitney adalah penolakan Amerika dan sekutu-sekutunya pada draft resolusi DK PBB tentang kedaulatan Suriah yang seolah memberi dukungan pada rencana Turki dan Saudi untuk menginvasi Suriah.

"Ini menunjukkan bahwa pemerintahan Obama berfikir bahwa operasi darat Turki bisa memainkan peran penting dalam membentuk hasil konflik di Suriah dimana Amerika masih menginginkan kemenangan. Harus diingat bahwa jika resolusi itu lolos, maka peluang bagi Turki untuk menyerang Suriah akan hilang seketika," tulis Whitney, seraya menyimpulkan bahwa Amerika pada dasarnya tidak menginginkan perdamaian di Suriah sebelum tujuannya tercapai.

Dan, meski Erdogan sangat ngotot untuk menyerang Suriah, ia harus mendapatkan dukungan Amerika dan NATO, karena tanpa itu ia tidak bisa meyakinkan para jendralnya untuk terlibat perang di Suriah.

Sementara itu, Turki terus melancarkan 'perang rahasia' terhadap kelompok Kurdi Suriah dengan membombardir wilayah perbatasan demi memberi jalur suplai bagi militan pemberontak Suriah. Sementara Amerika, meski mendesak Turki untuk menghentikannya, menyatakan dukungan dengan menyebut Turki 'berhak membela diri'.

Amerika secara tidak langsung mendorong Turki untuk terlibat konflik militer dengan Rusia dan Suriah demi menghambat kemajuan militer Rusia-Suriah. Namun, Amerika juga sadar bahwa konflik militer tersebut akan membuat kondisi internal Turki memanas.

"Invasi Turki akan memperlebar perpecahan di Turkia dan mengganggu kekuasaan Erdogan sekaligus menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi Amerika untuk memainkan agen-agennya di militer dan dinas inteligen (untuk melawan Erdogan)," tulis Whitney lagi.

"Tujuan akhirnya adalah menciptakan kondisi sosial yang tepat untuk menyulut revolusi warna yang akan menyingkirkan pembuat masalah  Erdogan, sama seperti yang dilakukan di Ukraina," tekan Whitney.

Hal senada ditulis F Williams Engdahl di situs New Eastern Outlook baru-baru ini.

"Sementara Pangeran Salman dan Erdogan bisa diyakinkan oleh semua dorongan halus John Kerry, Joe Biden dan orang-orang di Washington, bahwa mereka berdua mendapat ijin untuk merampas ladang-ladang minyak di Suriah dan Irak, pada kenyataannya mereka tengah berjalan ke dalam perangkap keji," tulis Engdahl.

"Sebagai akibat jebakan itu, Amerika harus merancang kembali kebijakannya di Timur Tengah secara fundamental, untuk pertama kalinya sejak 'Rencana Sykes-Picot'," tambah Engdahl.

Dalam artikelnya di Sputnik News berjudul 'Is the US Turning On Erdogan?' baru-baru ini, Andrew Korybko juga menyebutkan hal yang sama, yaitu kemungkinan Erdogan disingkirkan oleh Amerika melalui kudeta 'revolusi warna'.

"Publik (Turki) bisa ditenangkan jika Erdogan disingkirkan dari kekuasaan dan digantikan seorang yang lebih bersahabat, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya revolusi, dan secara perlahan mengamankan kepentingan jangka panjang Amerika," tulis Andrew.

Dalam tulisan tersebut juga disebutkan bahwa langkah tegas Amerika dan NATO menggelar operasi militer di Laut Aegean untuk mencegah pengungsi masuk dari Turki memasuki Eropa, meski hal itu ditentang oleh Turki, merupakan tanda jalas bahwa Amerika bermaksud menciptakan kondisi sosial yang tepat untuk memicu revolusi di Turki.

"Cara paling realistis yang mungkin dilakukan Amerika adalah melalui Revolusi Warna atau kudeta militer terhadap Presiden Turki. Keduanya sejalan dengan visi strategis Amerika," tulis Andrew.

Saat artikel ini ditulis, polisi regim Erdogan baru saja menyerang kantor media terbesar milik oposisi, 'Today Zaman'. Ini menjadi bukti tambahan yang kuat bahwa Erdogan telah menjadi 'duri' dalam peradaban dunia yang harus disingkirkan secepatnya.(ca)

1 comment:

Anonymous said...

seandai mursi diprangkap us
erdogan juga mungkin
mereka rakan yabg sama