Tuesday 8 October 2019

MENGAPA TRUMP DI-IMPEACH?

Indonesian Free Press -- "Alih-alih menutupi wajah mereka dan membatalkan pencalonan Biden pada pilpres 2020 mendatang, Demokrat dengan dipimpin oleh Ketua DPR Pelosi memutuskan untuk meng-impeach Presiden karena membongkar kejahatan mereka," tulis pengamat politik senior Ukraina, Israel Shamir, di situs The Unz Review, 30 September. 

Seperti diketahui Presiden AS Donald Trump (Partai Republik) tengah menghadapi impeachment (upaya pemakzulan) yang dilakukan DPR AS yang dikuasai kubu Partai Demokrat dan diketuai politisi Nancy Pelosi. Hal ini terjadi karena Trump diketahui telah menekan pemerintah Ukraina untuk menyelidiki kejahatan Joe Biden (mantan Wapres AS di bawah Barack Obama) di Ukraina. Biden adalah kandidat utama lawan Trump dalam pilpres mendatang.


Kejahatan Biden di Ukraina sudah sangat terkenal. Sedemikian kuat pengaruhnya di Ukraina sehingga ia pun bisa 'memecat' seorang Jaksa Agung yang tengah menyelidiki kejahatannya. Dan ia tidak segan-segan untuk membanggakan dirinya atas statusnya yang 'tidak tersentuh' di Ukraina.

Dalam sebuah acara terbuka ia pun membual, "Saya katakan kepada para pemimpin Ukraina itu, "Kalian tidak akan mendapat (bantuan) miliaran dollar itu". Saya melihat pada mereka dan berkata lagi, "Jika jaksa itu tidak dipecat, kalian tidak akan mendapatkan miliaran dollar itu,". Dan apa yang terjadi, (tertawa) Jaksa Agung itu dipecat," tulis Shamir.

John Solomon dari The Hill menulis: “Catatan perbankan AS mencatat bahwa perusahaan Hunter Biden (putra Joe Biden yang menjadi eksekutif perusahaan migas Ukraina Burisma Holdings) di Amerika, Rosemont Seneca Partners LLC, menerima transferan minimal $166.000 setiap bulannya dari Burisma antara musim semi 2014 dan musim gugur 2015, dalam periode dimana Joe Biden menjadi pejabat tertinggi AS yang berurusan dengan Ukraina saat terjadi ketegangan dengan Rusia.”

Jaksa Ukraina yang dipecat, Viktor Shokin mengakui pihaknya tengah menyidik Biden ketika pemecatan itu terjadi. 

Keputusan Trump untuk menyeret Biden ke penjara membuat kubu Demokrat (Shamir menyebutnya sebagai Clintonites yang merupakan representasi dari kaum Liberalis, Internationalis, bankir, kekuatan gelap negara dalam negara atau Deep State) panik. Karena jika Biden jatuh, semua komplotannya juga ikut jatuh. Dalam sebuah debat terbuka pilpres terdahulu Trump mengancam akan memenjarakan Hillary Clinton karena kejahatan-kejahatannya termasuk keterlibatannya dalam pembunuhan Dubes AS di Libya oleh perusuh. 

Trump gagal mewujudkan ancamannya karena disibukkan oleh tuduhan-tuduhan kasus Russiagate yang ditembakkan oleh Demokrat. Dan kini Demokrat berharap Trump membatalkan tuntutan atas Joe Biden dengan mengajukan impeachment.

Paska kerusuhan Maidan tahun 2014 Amerika berhasil menumbangkan pemerintahan syah Ukraina yang dianggap lebih pro-Rusia. Sejak saat itu Ukraina menjadi koloni Amerika, dengan tanda paling nyata diangkatnya Hunter Biden sebagai eksekutif Burisma Holdings. Biden bebas mengikuti rapat kabinet dan menemui Presiden di istananya. Dengan pengaruh Biden, Ukraina menjadi pendukung kuat kampanye Hillary Clinton melawan Trump dalam pilpres lalu. Jadi, bila Hillary dan Deep State-nya menuduh Trump dibantu oleh Rusia selama pilpres, justru Ukrainalah yang campur tangan dalam pilpres Amerika.

Ukraine adalah basis kedua CrowdStrike, perusahaan 'cyber-security' yang menjadi basis info bagi tuduhan keterlibatan Rusia dalam pemilu Amerika untuk mendukung Trump. Pendirinya, yahudi Amerika Dmitry Alperovich, menggunakan server yang disembunyikan di Ukraina. Trump sudah menyebutkan posisi CrowdStrike dan servernya dalam percakapan dengan Presiden Ukraina Zelensky.

Presiden Zelensky telah berjanji akan membantu Trump. Namun para oligarch Ukraina dan Deep State bersama Biden dan Demokrat. Perang antara Trump melawan Biden masih jauh dari usai.


Trump Siagakan Pasukan untuk Cegah Kudeta?

Blogger terkenal Mike Adams pada 7 Oktober menulis laporan tentang penyiagaan pasukan marinir untuk menjaga kekuasaan Presiden Trump dari kemungkinan kudeta oleh Deep State menyusul proses impeachment yang tengah bergulir.

"U.S. Marines reserve units activated for “emergency within the United States”, demikian judul laporan Adams.

Menurut Adams Deep State tengah dalam kondisi panik berkaitan dengan kasus Joe Biden yang berdekatan dengan pilpres mendatang. Politisi Demokrat Rashida Tlaib bahkan mengungkapkan keinginan Demokrat untuk menangkap para pejabat Gedung Putih yang menolak panggilan Congress terkait dengan proses impeachment. Namun rencana Trump mengaktifkan marinir untuk menjaganya dari kemungkinan kudeta sudah dibuat lama. 

“Saya sudah berbicara dengan pejabat kepercayaan Trump tentang rencananya untuk menghadapi kudeta oleh deep state. Trump mengatakan akan memanggil marinir," tulis Adams.(ca)

No comments: