Wednesday, 8 October 2008
KELUARGA ROTHSCHILD
Beberapa waktu yang lalu penulis berdiskusi dengan dua orang teman penulis di kafe Toko Sembilan Wali Medan. Seorang teman penulis adalah ustadz muda dan lainnya adalah seorang dosen USU yang usianya juga relatif masih muda. Kami membicarakan isi buku High Priest of War, yaitu bagian tentang rencana kaum zionis membantun negeri Israel Raya yang wilayahnya meliputi kawasan luas yang membentang dari Sungai Nil dan Sungai Eufrat, mencaplok negara-negara Arab seperti Mesir, Arab Saudi, Lebanon, Syria, Yordania, dan Palestina. Teman penulis yang ustadz percaya bahwa rencana itu benar-benar ada. Penulis pun setuju namun tidak mempunyai alasan kuat untuk membuktikannya. Sedangkan teman penulis yang dosen menganggap rencana itu sebagai “sesuatu yang tidak jelas”. Selain tidak ada bukti nyata (maksudnya tidak ada konfirmasi resmi dari lembaga-lembaga resmi Yahudi tentang rencana tersebut, pen.), ia beralasan rencana itu “terlalu ambisius” dan tidak realistis.
Menanggapi alasan tersebut di atas, teman penulis sang ustadz menimpalinya dengan sebuah alasan yang sangat rasional. Katanya: “bagi sebagian besar manusia, rencana itu memang ambisius. Tapi bagi mereka yang mempunyai kekuasaan dan kesempatan, rencana itu sangat rasional.” Ia pun menambahkannya dengan fakta-fakta seperti pendudukan Irak oleh Amerika, penempatan pasukan Amerika di Arab Saudi dan negara-negara teluk, tekanan Amerika terhadap Syria dan Iran serta serangan Israel terhadap Palestina dan Lebanon. Menurutnya semua itu sebagai bagian dari rencana dari pembentukan negara Israel Raya.
Mendengar logika yang disampaikan teman sang ustadz, penulis jadi teringat pada kisah sebuah keluarga Yahudi yang berhasil melakukan sesuatu yang jauh lebih ambisius, yaitu Keluarga Rothschild.
Keluarga Rothschild, boleh jadi saat ini bukan keluarga paling berpengaruh di antara orang-orang Yahudi. Namun sangat boleh jadi juga mereka masih memegang kekuasaan yang sangat besar sehingga mampu menentukan nasib bangsa-bangsa di dunia ini, mengingat selama ini mereka bekerja dengan penuh kerahasiaan menyembunyikan kekuatan sesungguhnya. Keluarga Rothschild, tidak ada tandingannya selama 2,5 abad terakhir sebagai keluarga atau dinasti atau wangsa penguasa dunia. Namanya identik dengan kekuasaan, kekayaan, kemewahan, namun juga kelicikan.
Benjamin Desraeli, Perdana Menteri Inggris abad 19 keturunan Yahudi sangat tepat dalam menggambarkan kekuasaan keluarga itu dalam novelnya yang terkenal, Coningsby, dengan kata-kata: "penguasa pasar uang dunia, dan tentu saja juga menjadi penguasa segalanya. Secara efektif mengendalikan Italia Selatan seperti pion. Raja-raja dan bangsawan-bangsawan di semua negara menghormati kata-katanya dan dibimbing olehnya.”
Mempelajari jatidiri bangsa Yahudi tidak akan lengkap tanpa mempelajari sejarah keluarga ini. Keluarga ini didirikan oleh Mayer Amschel Bauer (lahir tahun 1743) yang memulai usahanya sebagai pedagang emas dan rentenir di kota kelahirannya, Frankfurt, meneruskan usaha bapaknya. Saat itu bunga uang masih dianggap haram oleh sebagian besar masyarakat Eropa dan usaha perbankan dan keuangan hanya dimiliki oleh orang-orang Yahudi. Ayahnya, seorang Yahudi yang taat, telah memasang tanda berupa tameng berwarna merah (rothschild) di depan tokonya sebagai lambang semangat revolusioner masyarakat Yahudi Eropa Timur (komunisme mengadopsinya sebagai warna dasar bendera mereka, pen.). Meneruskan semangat ayahnya, Mayer, yang telah memiliki pengetahuan perdagangan uang dari perusahaan milik keluarga Yahudi Oppenheimer of Hannover, mengganti nama keluarganya menjadi Rothschild. Jadilah ia dikenal dengan nama lengkap Mayer Amschel Rothschild.
Keberuntungan besar yang dimilikinya dimulai tahun 1760 saat Mayer Rothschild berkenalan dengan Jendral von Estorff, seorang bawahan dari penguasa Jerman saat itu, Pangeran Williams of Hanau. Melalui sang jendral, Rothschild akhirnya bertemu sang pangeran dengan membawa medali-medali dan koin-koin emas langka kesukaan sang pangeran. Segera ia menjadi teman dekat sang pangeran, dan ia benar-benar memanfaatkannya dengan baik. Selain jaminan keamaan dari sang pangeran, ia menjadi populer di kalangan bangsawan Jerman, yang sebagaimana semua bangsawan Eropa saat itu, ternina-bobokkan oleh kemewahan dan kekuasaan.
Tahun 1770 Rothschild menikahi Gutele Schnaper dan mereka dikaruniai 10 anak, 5 laki-laki dan 5 perempuan. Kelima anak laki-laki tersebut, Amschel, Salomon, Nathan, Kalmann (Karl) and Jacob (James) adalah generasi pertama penerus keluarga Rothschild. Setelah cukup dewasa, oleh orang tuanya, mereka dikirimkan ke lima pusat kekuassaan di Eropa saat itu: Amschel di Berlin; Salomon di Vienna; Nathan di London; Jacob (James) di Paris dan Kalmann (Karl) di Naples. Pada akhir abad 18 Rothschild mendapatkan rejeki nomplok. Pangeran Williams yang kalah perang melawan Napoleon, melarikan diri ke Denmark meninggalkan harta senilai $3.000.000 (nilai yang sangat besar saat itu) kepada Rothschild yang dia harapkan dapat mengamankannya. Uang tersebut adalah uang upahan tentara sang pangeran yang tidak dibayarkannya. Legenda menyebutkan harta tersebut disembunyikan Rothschild dalam drum minuman untuk mengelabuhi pasukan Napoleon, namun fakta sebenarnya adalah harta tersebut digunakan Rothschild sebagaimana biasa ia melakukan bisnisnya.
Rothschild memutuskan menginvestasikan “uang haram” tersebut ke Inggris dimana putra ketiganya yang juga putranya yang paling genius, Nathan, membuka usaha bank. Oleh Nathan, uang tersebut digunakan untuk memasok emas ke perusahaan imperialis East India Company, investasi yang sangat menguntungkan seiring perkembangan kolonialisme Inggris di India.
Pada tahun 1812 Mayer Rothschild meninggal dunia. Menjelang kematiannya ia meninggalkan pesan-pesan penting kepada anak-anaknya. Di antara pesan itu adalah:
1. Semua posisi kunci di perusahaan keluarga harus dipegang oleh anggota keluarga sendiri dan hanya anggota keluarga laki-laki boleh terlibat dalam perusahaan (sesuai dengan ajaran Taurat).
2. Anggota keluarga tertua menjadi pimpinan perusahaan, kecuali sebagian besar keluarga menghendaki lain. (Karena alasan ini Nathan yang memiliki kejeniusan lebih dibandingkan saudara-saudaranya, ditunjuk sebagai pimpinan keluarga).
3. Anggota keluarga harus menikah dengan sesama keluarga sendiri, keponakan atau sepupu, demi menjaga harta keluarga tidak jatuh ke pihak lain.
4. Dilarang keras membuka rahasia kekayaan keluarga, termasuk terhadap pemerintah. Setiap pelanggaran akan mendapat sangsi keras, termasuk dikeluarkan dari anggota keluarga.
Dengan jaringan perbankan yang dibangun Keluarga Rothschild, mereka mampu menciptakan sistem pembayaran baru, yaitu sistem jaringan internasional debit kredit menggantikan pembayaran melalui pengiriman emas. Kontribusi terbesar keluarga Rochschild adalah “mengambangkan” pinjaman/hutang luar negeri dimana memungkinkan ia melakukan semua pembayaran luar negeri dengan mata uang kertas poundsterling. Seiring dengan perkembangan jaringan usahanya, Rothschild juga mengembangkan jaringan komunikasi dan transportasi ke seluruh Eropa sehingga memungkinkan ia mendapatkan semua informasi penting lebih cepat. Dengan kata lain ia berhasil mengembangkan jaringan inteligen yang lebih besar dan lebih canggih daripada dinas-dinas inteligen negara-negara Eropa saat itu. Dan untuk itu ia mendapatkan keuntungan yang tak terhingga.
Dalam masa dimana Eropa dilanda peperangan terus-menerus antara Perancis yang dipimpin Jendral Napoleon, melawan negara-negara kerajaan lainnya yang dipimpin Inggris, Rothschild memainkan peranannya dengan sangat cerdik, namun juga licik. Ia tidak hanya membantu Inggris, negeri yang telah melindungi dan memberikannya gelar kebangsawanan, namun juga membantu Napoleon. Maka tatkala Inggris dan Perancis saling melakukan blokade laut, tidak ada satu kapalpun yang boleh melayari jalur laut antara kedua negara, kecuali kapal-kapal milik Rothschild tentunya.
Ada satu cerita yang sangat terkenal dimana Nathan Rothschild menggunakan kekuatan jaringan informasinya untuk keuntungan bisnisnya. Dalam Perang Waterloo yang menjadi penentu nasib bangsa-bangsa Eropa (juga dunia karena sebagian besar dunia saat itu dikuasai negara-negara Eropa) dimana pasukan koalisi yang dipimpin Jendral Wellington dari Inggris berhadapan dengan pasukan Napoleon, Rothschild dengan sangat serius menyiapkan mata-matanya untuk mengetahui hasil peperangan tersebut lebih cepat dari siapapun. Saat kesudahan peperangan sudah bisa ditebak dimana Napoleon dipastikan kalah, maka pada tanggal 15 Juni 1815, mata-mata Rothschild segera menyampaikan informasi berharga tersebut kepada tuannya. Rothschild pun bergegas pergi ke gedung London Stock Exchange. Sembari berdiri di dekat “pilar Rothschild” yang terkenal seperti biasanya, ia memerintahkan agen-agennya menjual semua saham yang dimiliki sehingga menimbulkan kepanikan pasar.
Para pelaku pasar mengira Rothchild sudah mengetahui hasil peperangan dengan kemenangan di pihak Napoleon. Takut nilai saham mereka jatuh, mereka pun ikut beramai-ramai menjual sahamnya hingga harga seluruh saham jatuh ke titik yang sangat rendah. Saat itulah Rothschild memerintahkan agen-agennya untuk memborong seluruh saham yang ada. Beberapa jam kemudian berita resmi kemenangan Inggris pun sampai di London. Harga sahampun melambung naik, namun semuanya sudah menjadi milik Rothschild. Dalam sehari kekayaan Rothcschild naik berpuluh kali lipat sementara yang lainnya jatuh miskin.
Pada tahun 1817, menyusul kekalahan dalam Perang Waterloo, pemerintah Perancis berusaha mendapatkan pinjaman uang untuk membiayai belanja pemerintah. Rothschild pun menawarkan bantuan, namun mengetahui kelicikan Rothschild, mereka lebih suka memilih bank lain: Ouvrad dari Perancis dan Baring dari Inggris. Setahun kemudian pemerintah Perancis kembali mengeluarkan obligasi yang dijualnya kepada Ouvrad dan Baring dan kembali membiarkan Rothschild menggigit jari. Rothschild memang telah menjadi salah satu orang terkaya di Eropa. Namun bangsawan Perancis yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai etika tetap saja memandang Rothschild sebagai orang yang tidak terhormat karena kelicikannya. Itulah sebabnya mereka menjauhi Rothschild.
Namun bukan Rothschild namanya kalau tidak melakukan langkah licik pembalasan.
Pada tanggal 5 November 1818 suatu kejanggalan terjadi. Obligasi dan surat-surat berharga pemerintah Perancis yang selama setahun mengalami kenaikan harga yang stabil, mulai berjatuhan. Semakin lama kejatuhan nilai itu semakin besar. Pemerintah Perancis yang dipimpin Louis XVIII pun dilanda kepanikan. Kecurigaan pun muncul di kalangan elit pemerintahan Perancis terhadap Rothschild. Namun rasa kebencian mereka lebih kecil dibanding ketakutan bahwa Rothschild akan menjatuhkan kekuasaan mereka. Keadaan pun berbalik, pemerintah Perancis yang tadinya memandang rendah Rothschild, berbalik rela menjadi hamba demi menyelamatkan kekuasaan mereka.
Selama bulan Oktober 1818, agen-agen Rothschild dengan menggunakan sumber dana yang tak terbatas, memborong surat-surat berharga kerajaan Perancis. Kemudian pada tanggal 5 November mereka mulai melemparnya ke pasaran dengan harga murah. Khawatir harganya terus anjlok, para investor turut beramai-ramai menjual surat-surat berharga mereka, khususnya yang diterbitkan oleh pemerintah Perancis.
Kudeta yang dilakukan Rothschild di Inggris tahun 1815 dan Perancis tahun 1818 tidak berhenti sampai di situ. Selanjutnya mereka melirik ke Amerika, negeri baru yang menjanjikan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment