Wednesday 17 March 2010

Pemerintah Inggris Khianati Rakyatnya Soal Imigrasi



Keterangan gambar: The Three Musketters pengkhianat Inggris, Blair, Straw dan Roche


Tulisan ini sebagian termotivasi oleh statemen Presiden SBY tentang "kebijakan" pemerintah yang menurutnya tidak bisa dikriminalisasikan berkaitan dengan skandal Bank Century. Saya ingin mengajukan pertanyaan balik ke SBY, seandainya pemerintah, karena pengaruh asing yang tidak ingin Indonesia tumbuh menjadi negara yang kuat disamping karena hutang jasa sang presiden kepada orang-orang asing yang telah membantu kariernya, mengeluarkan kebijakan yang justru melemahkan negara Indonesia ---seperti misalnya perjanjian Free Trade Area dengan Cina saat Indonesia belum siap, atau menjual BUMN-BUMN strategis kepada orang asing --- tidak boleh dipersalahkan?

Kasus yang hampir sama perihal pemerintah yang diam-diam berkhianat kepada rakyatnya juga terjadi di Inggris. Dalam kasus ini pemerintah Inggris membuka perbatasan terhadap arus imigran asing sehingga mengancam struktur demografi, sosial, politik, ekonomi, agama dan kultur bangsa Inggris yang telah tersusun rapi selama ribuan tahun.

Skandal imigrasi ini terbuka berkat artikel Andrew Neather di sebuah media massa Ingris akhir tahun lalu. Andrew adalah mantan penulis naskah pidato mantan PM Inggris Tony Blair, mantan menlu Jack Straw, dan sebagian besar anggota kabinet Tony Blair lainnya. Neather juga menulis naskah pidato menteri urusan imigrasi Barbara Roche yang pada tahun 2000 menyatakan pemerintah akan melonggarkan aturan imigrasi. Namun tujuan maupun scope dari kebijakan baru ini disembunyikan dari publik.

Pada tahun 1997 dalam manifesto pemilu-nya, partai Buruh pimpinan Tony Blair berjanji akan mengetatkan aturan tentang imigrasi. Namun secara tiba-tiba pada tahun 2000 dan 2001 pemerintah yang dikuasai partai Buruh menyatakan undang-undang imigrasi harus disesuaikan dengan situasi ekonomi baru yang membutuhkan tenaga kerja terampil. Selanjutnya pemerintah, tanpa meminta persetujuan rakyat dan dilakukan secara diam-diam membuka pintu imigrasi lebar-lebar. Maka dalam jangka waktu delapan tahun sebanyak 2,3 juta imigran asing membanjiri Inggris. Dan jika kebijakan ini tidak juga diganti, maka dalam waktu 25 tahun lagi imigran asing yang masuk ke INggris akan bertambah sebanyak 7 juta jiwa. Dibandingkan dengan angka pertumbuhan penduduk Inggris yang rendah, pertumbuhan imigran itu adalah 3x lipat lebih tinggi.

Menurut Neather kebijakan imigrasi tersebut sengaja dibuat untuk membuat Inggris menjadi negara multikultur sejati menggantikan identitas Inggris sebagai negaranya orang kulit putih. Tentu saja kebijakan ini dilakukan diam-diam karena rakyat Inggris yang mayoritas kulit putih tidak akan menyetujuinya rama seperti rakyat Indonesia tidak akan menyetujui seandainya pemerintah Indonesia mengijinkan jutaan masyarakat keturunan Cina bermigrasi ke Indonesia. Namun begitulah kenyataannya yang terjadi. Pemerintah Inggris mengkhianati rakyatnya sendiri. Dan fenomena itu tidak hanya terjadi di Inggris. Di negara-negara kulit putih lainnya seperti Amerika, Kanada, Australia, dan Eropa Barat, jutaan imigran asing berbondong-bondong masuk setiap tahun dan mengancam kharakter dan identitas bangsa.

Namun tentu saja Neather tidak mengetahui atau pura-pura tidak mengetahui siapa yang berkepentingan dengan berubahnya Inggris, dan juga negara-negara lainnya, menjadi negara multikultur. Tidak lain adalah orang-orang yahudi yang tidak menginginkan adanya suatu negara dengan satu identitas asli, baik karena faktor agama, etnis, kultur dan historis, tumbuh kuat dan bisa mengancam keberadaan mereka. Maka mereka dengan sistematis mempropagandakan multikulturalisme ke seluruh dunia melalui media massa, pejabat dan public figure boneka mereka.

Tentu saja orang-orang yahudi ini sebenarnya membenci multikulturalisme karena berbeda dengan apa yang mereka gembar-gemborkan keluar, ke dalam kalangan internal sendiri mereka mengecam bahkan mengancam keras orang-orang yahudi yang melakukan perkawinan campuran.

No comments: