Sunday 9 May 2010

Karya Lebih Berarti dari Pesona


Catatan atas pengunduran diri Sri Mulyani untuk menjadi Managing Director World Bank


Syahdan pada suatu masa di sebuah daerah yang tengah dilanda kekeringan hebat yang membuat rakyat menderita. Datanglah seorang "orang sakti", "orang suci" atau semacamnya yang mengaku berniat untuk mengakhiri penderitaan rakyat. Orang itu kemudian bertapa di tengah lapangan yang ada di daerah tersebut selama berhari-hari. Sesekali orang itu mendatangi penduduk memberikan wejangan-wejangan sekaligus memunguti sedekah untuk biaya makan sehari-hari.

Pada saat yang sama datang juga seorang perantau di daerah itu. Dari pengalamannya ia melihat bahwa daerah tersebut sebenarnya memiliki tanah yang subur, hanya saja karena sedikitnya air membuat tanah di daerah tersebut menjadi tandus. Kemudian ia berfikir bagaimana caranya mengalirkan air ke daerah tersebut. Dan setelah melalui upayanya yang keras akhirnya ia berhasil membuat saluran air yang mampu mengalirkan air dalam jumlah besar dari tempat lain.

Singkat kata akhirnya daerah tersebut berubah menjadi daerah yang subur dan penduduk setempat menjadi orang-orang yang makmur. Namun mereka berubah pandangan tentang siapa yang berhasil menyelamatkan mereka dari penderitaan panjang, sang "orang sakti" atau sang perantau pendatang. Penduduk yang berfikir rasional menganggap yang terakhirlah yang telah berjasa kepada mereka. Namun sebagian besar penduduk justru menganggap "orang sakti"-lah yang paling berjasa. "Kalau bukan karena doa, integritas dan kharakter orang sakti itu tentu Tuhan tidak akan mengirimkan air ke daerah ini melalui si perantau," kata mereka.

Di daerah lainnya bernama Indonesia, negeri yang subur dan kaya dengan sumber daya alam. Negara ini dipimpin oleh seorang pemimpin yang "berkharisma", "berintegritas", "berkharakter", dan satu lagi "diterima oleh pasar", karena ia pernah sekolah di luar negeri, bekerja di luar negeri dan kenal dengan banyak pengusaha dan pemimpin luar negeri. Namun dengan semua kelebihan-kelebihan tersebut negeri ini tidak pernah beranjak maju, justru sebaliknya negara semakin banyak menumpuk hutang. Secara sistematis ia membuat kebijakan APBN yang defisit yang harus dibiayai dengan cara berhutang kepada para pengusaha asing. Semua itu dilakukan sebagai balas jasa kepada orang-orang asing yang telah membuat karier dan reputasinya cemerlang.

Meski demikian rakyatk kebanyakan sudah merasa cukup puas memandangi "tampang" sang pemimpin dan menganggap "tanpa sang pemimpin negara ini akan hancur". Untuk itu rakyat rela membayar sang pemimpin dengan gaji yang tinggi.

Di sisi lainnya di Indonesia ada seorang pengusaha yang dengan ketekunannya berhasil mengolah sumber-sumber daya alam yang ada menjadi produk-produk yang bernilai ekonomis seraya memberikan pekerjaan pada orang-orang di sekelilingnya. Sesekali ia pergi ke luar negeri untuk mencari peluang bisnis dan pasar baru serta membujuk pengusaha-pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Karena upayanya ini maka perekonomian bisa bergerak maju.

Pada suatu saat sang pengusaha mengalami masalah serius. Karena konspirasi dan spekulasi asing saham perusahaan sang pengusaha anjlok dan ia mengalami kerugian besar. Ia berusaha meminta tolong sang pemimpin untuk mengurangi kerugiannya dengan memintanya menghentikan transaksi pasar modal untuk sementara, namun sang pemimpin menolak. Ya, ia memang kurang disukai oleh orang-orang asing yang dekat dengan sang pemimpin, karena dianggap pribumi yang mengambil keuntungan terlalu banyak dibandingkan mereka.

Pada saat lainnya sang pemimpin membuat suatu kebijakan yang tidak populer bahkan terindikasi kuat korupsi, yaitu menalangi kerugian sebuah bank yang "dirampok" oleh sang pemilik bank. Kemudian karena tekanan publik yang kuat ditambah ancaman pidana yang serius, sang pemimpin melarikan diri ke luar negeri untuk bekerja pada sebuah lembaga milik teman-temannya di luar negeri. Ia meninggalkan tugasnya yang belum selesai dan tanggung jawabnya atas kasus kebijakan bailout. Namun sebagian rakyat masih tetap memuja-mujinya, banyak dengan puja-puji yang lebih besar karena berhasil menduduki jabatan tinggi di lembaga milik orang asing.

"Wah hebat sekali bisa menjadi managing direktor bank dunia. Sejuta pengkritiknya tidak ada apa-apanya dibandingkan dia!" Kata orang-orang awam.

Jika kita mau "berfikir" sedikit saja kita tentu tidak akan menganggap "orang sakti" dan "sang pemimpin berintegritas" sebagai orang yang patut untuk dipuja-puji. Mereka orang-orang yang tidak memberikan nilai tambah apapun bagi masyarakat dan justru menjadi beban masyarakat. Sebaliknya kita harus hormat kepada "sang perantau" dan "sang pengusaha lokal". Merekalah orang-orang yang benar-benar berjasa kepada masyarakat.

1 comment:

Riza Ahmad NN said...

artikel yang menginspirasi, terimakasih Mas..