Thursday, 29 July 2010

Jika Polisi Irlandia Kecewa Kepada Pemerintahnya


(Wajib baca untuk memahami kasus Bank Century)


Apa jadinya jika polisi melakukan pembangkangan terhadap pemerintah? Tentu keadaan akan menjadi sangat gawat. Dan hal ini mungkin saja bakal segera terjadi di Irlandia. Baru-baru ini ketua organisasi anggota polisi, Garda Representative Association (GRA), Michael O'Boyce, membuat pernyataan terbuka yang mengecam pemerintah Irlandia sebagai "pengkhianat". Dalam pernyataan yang diucapkannya pada acara pertemuan tahunan GRA di Limerick akhir bulan April lalu itu O'Boyce menuduh pemerintahnya sebagai korup dan telah dijual oleh para developer dan banker.

Mr. O'Boyce, berbicara atas nama 11.000 anggota kepolisian Irlandia yang tergabung dalam GRA menuduh pemerintah telah mengorbankan kepentingan negara untuk melindungi kepentingan para kapitalis dan kroni-kroninya. Kritikan semacam itu tentu saja sangat jarang ditemukan di negara-negara demokrasi modern terlebih di Eropa barat. Itu saja tentu telah menandakan betapa "rusak"-nya kondisi sosial politik di Irlandia, negara yang kini menjadi medan "pertarungan politik" para kapitalis internasional yang bersembunyi di balik organisasi Uni Eropa, melawan para nasionalis Eropa. Akhir-akhir ini Irlandia memang menjadi batu sandungan para kapitalis internasional. Setelah menolak Lisbon Treaty, sebuah kesepakatan bersama memperkuat Uni Eropa (sekaligus melemahkan kedaulatan anggota-anggotanya) rakyat Irlandia melalui parlemennya baru-baru ini menolak rencana kerjasama Uni Eropa-Israel di bidang inteligen yang memungkinkan Israel menperoleh akses informasi inteligen di negara-negara anggota Uni Eropa.

Kecaman O'Boyce merupakan balasan atas komentar negatif pemerintah atas kinerja kepolisian Irlandia baru-baru ini yang menyebut para polisi sebagai "melayani diri sendiri", "digaji terlalu mahal", "santai", dan "tidak jujur". Pada saat yang sama pemerintah justru memberikan puji-pujian terhadap para bankir seperti Sean Fitzpatrick (Anglo Irish Bank) dan Michael Fingleton (Irish Nationwide Building Society), dua orang yang dianggap bertanggungjawab atas krisis ekonomi Irlandia akhir-akhir ini.

Kecewa dengan krisis ekonomi yang ditandai dengan penurunan standar hidup masyarakat, O'Boyce sebenarnya bermaksud memberikan kritikan langsung kepada menteri kehakiman, Dermot Ahern, yang direncanakan menghadiri konperensi mewakili pemerintah. Namun Ahern membatalkan rencananya dan hanya mengirimkan teks kata sambutan. Ahern tepat dengan pilihannya menggagalkan kehadirannya karena ia tentu akan dibuat malu dengan komenter pedas O'Boyce: "Pemerintahan di mana Anda lama terlibat di dalamnya telah melakukan kesalahan manajemen atas kekayaan negeri ini selama lebih dari 10 tahun dengan membiarkan aset-aset berharga kita dirampok oleh para bankir dan spekulan, dan Anda membuat beberapa generasi rakyat Irlandia harus membayar mahal atas pengkhianatan ini..."

"Anda melakukan ini karena para bankir dan spekulan telah membeli Anda dan partai Anda, dan sebagai imbalannya Anda mengorbankan kekayaan Irlandia untuk keuntungan segelintir orang, segelintir orang yang kini menyembunyikan keuntungannya di tempat-tempat aman di seluruh dunia. Benar-benar sebuah sabotase nasional oleh pemerintah," tambah O'Boyce.

Para anggota kepolisian memberikan tepukan sambil berdiri (standing ovation) setelah O'Boyce memberikan sambutannya. Namun tentu saja pemerintah dan para politisi setempat dibuat kebakaran jenggot karenanya. Mereka mengecam O'Boyce dengan tuduhan intervensi kepolisian terhadap politik. Ahern menuduh pidato tersebut sebagai "merusak reputasi kepolisian dan tidak pada tempatnya di dunia demokrasi modern." Anggota parlemen dari partai pendukung pemerintah, Niall Collins mengomentari, " bagi saya, mendengar seorang anggota kepolisian menuduh pemerintah sebagai perampok, korup dan pengkhianat, adalah suatu hal yang tidak menguntungkan."

Kemarahan O'Boyce terhadap pemerintahnya memang sangat beralasan. Sebagaimana rakyat Irlandia umumnya, O'Boyce melihat pemerintah telah mengorbankan kepentingan nasional demi keuntungan segelintir orang, meski pemerintah selalu berdalih kondisi internasional sebagai penyebab krisis ekonomi Irlandia. Hal ini dipicu oleh kebijakan bailout sebesar 22 miliar euro (sekitar Rp 300 triliun) kepada Anglo Irish Bank yang salah menejemen. (Saya pernah menulis di blog ini bahwa bailout adalah sebuah modus standar untuk merampok uang masyarakat. Dengan perlindungan pemerintah para bankir perampok aman menjalankan aksinya sebagaimana kasus Bank Century. Pada akhirnya rakyatlah yang harus menanggung kerugian akibat perampokan itu berupa dana bailout pemerintah yang diperoleh dari pajak rakyat. Sesederhana itu, titik.: blogger)

Krisis ekonomi Irlandia paska krisis keuangan internasional baru-baru ini jauh lebih hebat dibandingkan negara-negara lainnya di dunia. Tidak ada dampak yang lebih hebat dari kombinasi krisis internasional dengan pemerintahan yang korup sebagaimana Irlandia. Pada saat pemerintah menggelontorkan miliaran euro kepada para bankir perampok uang rakyat (dengan dalih mencegah krisis semakin parah), pemerintah menurunkan secara dratis standar pelayanan sosial dan gaji para pegawai pemerintah termasuk polisi.

Dana talangan sebesar 22 miliar euro yang diberikan kepada sebuah bank yang salah urus seperti Anglo Irish Bank merupakan sebuah ironi bagi 5 juta rakyat Irlandia yang tengah menderita kesulitan ekonomi. Rakyat Irlandia hanya bisa melongo melihat 22 miliar euro yang dikumpulkan pemerintah dari pajak mereka, menghilang di awang-awang. Rakyat Irlandia melihat bank perampok terbesar uang nasabah masyarakat itu mendapatkan dana bailout terbesar yang tidak pernah mereka bayangkan.

CEO Anglo Irish Bank yang baru (setelah CEO yang lama dijadikan tumbal) telah membuat pengakuan bahwa dana bailout yang diberikan kepada banknya tidak bisa dikembalikan lagi kepada masyarakat alias menguap di awang-awang. Perdana Menteri Cowen sendiri, setelah berulangkali mendapat desakan untuk membuat pernyataan atas dana bailout tersebut pun akhirnya membuat pengakuan serupa. Dana bailout itu hilang di awang-awang. Sekali lagi bagi 5 juta rakyat Irlandia yang tengah menderita kesulian ekonomi, dana 22 miliar euro sangat berarti nilainya (bandingkan dengan dana bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun yang ditanggung oleh 230 juta rakyat Indonesia). Namun bagi pemerintah yang korup, hal itu tentu saja tidak menjadi masalah.

Keputusan memberikan talangan kepada Anglo Irish Bank dikecam oleh pemimpin partai buruh, Eamon Gilmore, dengan mengatakan, "keputusan itu sebenarnya untuk menyelamatkan segelintir orang, beberapa di antaranya terkait dengan partai pemerintah. Jika keyakinan saya ini benar maka tindakan itu adalah sebuah pengkhianatan ekonomi."

Terpisah dari kebijakan bailot kontroversial kepada Anglo Irish Bank, pemerintah Irlandia juga telah memberikan talangan senilai 13,5 miliar euro kepada bank-bank lainnya yang "bangkrut" (sengaja dibangkrutkan setelah menilap uang masyarakat, agar mendapat talangan). Selain itu pemerintah juga telah mengeluarkan program "penyelamatan" yang disebut program NAMA (National Asset Management Agency). Melalui progrman ini pemerintah akan membeli aset-aset bermasalah 5 bank terbesar di Irlandia, termasuk Anglo Irish Bank, senilai 54 miliar euro. Tentu saja dengan puluhan miliar euro dana yang dikeluarkan pemerintah untuk menalangi bank-bank kotor itu tidak ada lagi dana tersisa untuk membangun. Sebaliknya rakyat Irlandia semakin besar menanggung hutang karena dana talangan itu pun sebagiannya diperoleh pemerintah dengan hutang.

Jika saja pemerintah mempraktikan apa yang dilakukan para bankir yaitu prinsip "Fractional Reserve Lending", dengan 90 miliar euro yang mereka kucurkan untuk dana talangan, pemerintah secara efektif bisa mengembangkannya kredit hingga mencapai 1.000 miliar euro yang bisa diterima oleh seluruh rakyat. Dengan cepat perekonomian dijamin akan pulih kembali. Namun alih-alih demikian, pemerintah Irlandia justru menggelontorkan 90 miliar euro kepada para bankir yang telah menilap dana masyarakat, tanpa harapan dana itu akan kembali.

Sebagai tambahan, akibat krisis ekonomi yang dialami, sebanyak 500.000 orang Irlandia telah kehilangan pekerjaan, 200.000 orang terpaksa pindah ke luar negeri untuk bekerja, ratusan usaha kecil gulung tikar, ribuan orang kehilangan rumahnya karena gagal mencicil kreditnya, dan angka bunuh diri melonjak dengan tajam.

apakah O'Boyce benar dengan tuduhannya kepada pemerintah? Dan apakah kasus di Irlandia itu sama dengan kasus Bank Century di Indonesia? Anda tentu bisa menjawabnya.

No comments: