Saturday 17 July 2010

Pengalih Perhatian Lainnya di Korea


Dari: "Another Gulf of Tonkin Incident"
Stephen Gowans – gowans.wordpress.com 20 Mei 2010


Meski PBB, Amerika, Korea Selatan dan sekutu-sekutunya, telah menyatakan dengan tegas bahwa Korea Utara adalah pelaku penenggelaman kapal perang Korea Selatan, Cheonan, bulan Maret lalu, sebenarnya tidak ada kaitan sama sekali antara penenggelaman kapal tersebut dengan Korea Utara. Ini adalah kesimpulan yang dibuat oleh Won See-hoon, Direktur Badan Inteligen Korea Selatan yang disampaikannya di hadapan parlemen Korea Selatan awal April lalu, atau kurang dua minggu dari kejadian penenggelaman kapal Cheonan di dekat pulau Baengnyeong Island. (Kang Hyun-kyung, “Ruling camp differs over NK involvement in disaster”, The Korea Times, April 7, 2010)

Kesimpulan tersebut bahkan didukung oleh menteri pertahanan Korea Selatan, Kim Tae-young yang menyatakan bahwa awak kapal Cheonan tidak pernah mendeteksi adanya torpedo yang mengarah ke kapalnya. (Nicole Finnemann, “The sinking of the Cheonan”, Korea Economic Institute, April 1, 2010. http://newsmanager.commpartners.com/kei/issues/2010-04-01/1.html)

Tidak hanya itu, Lee Ki-sik, Kepala Staff AL Korea Selatan juga mendukung kesimpulan tersebut dengan mengatakan, "Tidak ada kapal Korea Utara yang terdeteksi di perairan dimana insiden tersebut terjadi." Kim menegaskan bahwa sebuah torpedo, sebagaimana rumor menyebutkannya sebagai penyebab tenggelamnya Cheonan, akan terdeteksi saat meluncur ke sasarannya. Dan hal itu tidak terjadi pada insiden tersebut. (“Military leadership adding to Cheonan chaos with contradictory statements”, The Hankyoreh, March 31, 2010)

Poin dalam tulisan ini adalah bahwa semua peristiwa besar yang pernah terjadi dalam sejarah adalah sebuah rekayasa untuk menciptakan alasan terjadinya peristiwa lainnya yang lebih besar. Insiden teluk Tonkin dimana sebuah kapal Amerika dinyatakan telah "diserang oleh angkatan laut musuh" sehingga memberi alasan Amerika terjun dalam Perang Vietnam, adalah sebuah rekayasa. Pembunuhan putra mahkota kerajaan Austria yang menjadi pemicu Perang Dunia I, adalah rekayasa. Serangan WTC yang menjadi alasan aksi penyerbuan Amerika ke Afghanistan dan Irak, adalah rekayasa. Saya (blogger) juga sudah belajar untuk mengetahui bahwa Revolusi Bolshevik, Revolusi Perancis, Perang Sipil Inggris, Perang Sipil Amerika, Perang Krim, Gerakan Reformasi, Gerakan Ordo Jesuit, dll. adalah rekayasa.

Tidak ada orang yang waras yang menginginkan perang. Tapi ada sekelompok orang dengan kekuatan uang dan politik yang terus-menerus melakukan konspirasi agar dunia terus-menerus dilanda peperangan sehingga mereka mendapatkan keuntungan daripadanya. Raja Rusia dan Jerman bertemu dan saling berpelukan untuk mencegah terjadinya Perang Dunia I, tapi bahkan tidak mampu mencegah negaranya masing-masing melibatkan diri dalam perang. Perdana Menteri Inggris, Chamberlein, berusaha mencegah Perang Dunia II, tapi oleh pers justru dicap pengecut dan dikudeta oleh lawan-lawan politiknya. Dan kini, para tokoh militer Korea Selatan sudah mencoba mencegah terjadinya perang di semenanjung Korea. Tapi sepertinya upaya mereka tidak berarti apa-apa di hadapan konspirator global yang menguasai PBB, Amerika, Korea Selatan dan negara-negara sekutunya, yang menginginkan perang demi keuntungan mereka. Adapun Perang Korea II (Perang Korea I terjadi tahun 1950), yang mungkin saja sengaja dipicu oleh insiden kapal Cheonan, dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian masyarakat dunia terhadap dominasi yahudi yang kini mulai tumbuh di berbagai belahan dunia.

Kembali ke Korea Selatan. Kastaff AL Lee Ki-Sik mengatakan, "Kami tidak menemukan adanya pergerakan kapal-kapal Korea Utara di dekat terjadinya insiden tersebut." Dan saat desas-desus yang menyebutkan torpedo Korea Utara sebagai penyebab tenggelamnya kapal Cheonan merebak, Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Tae-young, mengadakan konperensi pers untuk membantah hal tersebut. Katanya, "Tidak ada aktivitas yang mencurigakan dari kapal-kapal Korea Utara pada saat insiden terjadi."

Sementara itu jubir menteri pertahanan, Won Tae-jae, menambahkan kepada para reporter, "Dengan segenap perhatian terhadap kasus ini, tidak ada aktivitas yang mencurigakan dari kapal-kapal Korea Utara yang bisa diferifikasi. Saya katakan lagi bahwa tidak ada aktifitas yang mencurigakan yang bisa dikaitkan dengan peristiwa ini."

Di sisi lain Rear Admiral Lee, Kepala Kantor Operasi Laut, bawahan Kastaff Lee Ki-Sik, menambahkan, "Kami selalu mengawasi ketat pergerakan kapal-kapal Korea Utara, termasuk kapal selamnya, pada saat terjadi insiden. Namun kami tidak mendeteksi adanya kapal-kapal selam Korea Utara di sekitar area terjadinya insiden."

Kalau para pejabat militer Korea Selatan saja menolak rumor tentang torpedo kapal selam Korea Utara sebagai penyebab tenggelamnya kapal Cheonan, Korea Utara sudah barang tentu menolak keras klaim tersebut. Namun semua itu tidak bisa mencegah tuduhan Korea Utara sebagai penyebab tenggelamnya kapal Cheonan. Bahkan kini PBB pun turut menuduh Korea Utara.

Satu hal yang membuat klaim torpedo sebagai penyebab tenggelamnya kapal Cheonan, selain bantahan-bantahan tersebut di atas, adalah fakta bahwa kapal Cheonan tenggelam setelah meledak dan terpotong menjadi dua. Sebuah torpedo tidak akan bisa membuat sebuah kapal terpotong menjadi dua. Baek Seung-joo, seorang analisis militer di Korea Institute for Defense Analysis mengatakan bahwa, "Jika sebuah torpedo bisa membuat kapal terbelah menjadi dua, kita harus mengkaji ulang semua doktrin militer kita."

Mantan Kastaff AL Korea Selatan, Song Young-moo, mengatakan, "Orang-orang telah mengarahkan telunjuknya ke Korea Utara. Tapi orang-orang yang mengetahui persis kondisi perairan dimana terjadi insiden tenggelamnya Cheonan, tidak akan membuat tuduhan tersebut begitu saja," seraya menambahkan bahwa kondisi perairan yang dangkal tidak memungkinkan kapal selam beroperasi dengan mudah.

Kontras dengan tuduhan torpedo Korea Utara, penyebab terbelahnya kapal Cheonan menjadi dua bagian lebih tepat dikaitkan dengan karang yang telah ditabrak oleh kapal naas tersebut. Ini juga sesuai dengan fakta bahwa perairan yang dilalui Cheonan sebelum tenggelam adalah perairan dangkal yang penuh dengan karang. Menurut Go Yeong-jae, seorang kapten kapal satuan pengawal pantai Korea Selatan yang telah menyelamatkan 56 awak kapal Cheonan, dirinya secara tiba-tiba mendapat perintah untuk menuju lokasi tenggelamnya Cheonan."

Beberapa anggota partai oposisi Korea Selatan yang menolak keras tuduhan pemerintah Korea Selatan kepada Korea Utara menuduh penyebab tenggelamnya Cheonan ada dua kemungkinan, yaitu salah sasaran tembakan kapal Korea Selatan sendiri atau menabrak karang.

Lalu mengapa pendapat orang-orang yang berkompeten tersebut kalah oleh "opini publik" yang menuduh bahwa Korea Utara terlibat dalam penenggelaman kapal Cheonan? Jawabnya berkaitan kuat dengan nasib partai Grand National Party (GNP) pada pemilu mendatang. Partai yanga menganut kebijakan keras terhadap Korea Utara ini membutuhkan sebuah alasan untuk mendapatkan dukungan publik. Berdiri di samping presiden Lee Myung-bak dari partai GNP adalah "military complex": pejabat dan pengusaha yang hidup dari industri persenjataan Amerika (Presiden Amerika Rossevelt, menjelang berakhirnya jabatannya, pertama kali menyebut istilah "military complex" ini sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap terjadinya perang dunia). Namun untuk sesuatu yang lebih strategis, Perang Korea II, sebagaimana Perang Teluk II yang tengah dipersiapkan Amerika dan Israel, diperlukan untuk mengalihkan perhatian dunia terhadap isu "jews global domination".

Belajar dari sejarah, pada tgl 2 Agustus 1964 pemerintah Amerika mengumumkan bahwa tiga kapal torpedo Vietnam Utara telah menyerang kapal destroyer Amerika, USS Maddox, di Teluk Tonkin. Segera setelah pengumuman itu Presiden Lyndon Johnson (juga terlibat dalam insiden penyerangan kapal USS Liberty oleh Israel pada Perang 6 Hari Arab-Israel tahun 1967) mengajukan permintaan dukungan kepada Congress Amerika untuk menyatakan perang kepada Vietnam Utara (kini konvensi seperti itu bahkan sudah ditinggalkan, Presiden Bush tidak lagi membutuhkan dukungan Congress untuk menyerang Irak dan Afghanistan). Pada tahun 1971 koran New York Times membuat laporan berdasarkan dokumen dari Pentagon yang menyebutkan bahwa insiden tersebut ternyata sebuah rekayasa untuk menjadi alasan keterlibatan Amerika dalam Perang Vietnam.

No comments: