Sunday 21 November 2010

Sekilas tentang Ibnu Saba


Keterangan gambar: Ibnu Saba yang sebenarnya, zionis homo Lawrence of Arabia, bersama antek-anteknya keluarga Saud dan kaum wahabiah.



Seorang pendiri suatu aliran agama pasti namanya selalu dipuja-puji oleh para pengikutnya. Ini adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin bisa dibantah. Namun keniscayaan ini dilanggar oleh para pembenci aliran Syiah dengan memaksakan pendapat bahwa aliran tersebut didirikan oleh Ibnu Saba, tokoh fiktif yang namanya tidak pernah disebutkan dalam kitab-kitab awal Islam seperti kitab-kitab hadits "Shahih", "Musnad" maupun "Sunan". Nama itu bahkan tidak pernah disebut dalam kitab-kitab awal sejarah Islam seperti "Tarikh"-nya Ibnu Ishak. Adalah hal yang sangat-sangat aneh seseorang yang dianggap telah menciptakan salah satu mazhab Islam terbesar dan pengaruhnya masih terasa sampai sekarang, tidak disebut namanya dalam kitab-kitab awal Islam tersebut di atas. Padahal menurut mereka yang percaya keberadaan Ibnu Saba, yang bersangkutan melakukan aktifitas provokasi dan konspirasinya pada jaman khalifah ketiga Usman bin Affan, sementara kitab-kitab tersebut di atas ditulis jauh setelahnya.

Umat Shiah telah membantah tuduhan tersebut dan menganggap Ibnu Saba sebagai tokoh fiktif yang tidak pernah ada. Namun tuduhan itu tidak pernah berhenti dilancarkan kepada mereka.

Seandainya Anda seorang pengikut Kristen dan kemudian seseorang menuduh agama tersebut didirikan oleh Hitler, tentu Anda akan marah. Namun orang itu terus saja melontarkan tuduhan bahwa agama Kristen didirikan oleh Hitler meski telah berulangkali Anda bantah, diantaranya dengan menyebutkan bahwa sebagian besar orang kristen membenci Hitler. Tentu Anda akan menganggap penuduh tersebut sebagai "orang gila".

Demikian juga sebenarnya orang-orang yang menuduh Syiah didirikan oleh Ibnu Saba adalah "orang gila" karena terus saja melontarkan tuduhan tersebut meski telah diberi penjelasan segamblang-gamblangnya bahwa orang Syiah tidak pernah menganggap Ibnu Saba sebagai manusia yang benar-benar ada. Bekas-bekas keberadaannya pun tidak pernah ditemukan, termasuk silsilah keluarganya.

Yang tidak kalah menggelikan adalah anggapan bahwa Ibnu Saba berhasil mengelabuhi sebagian besar sahabat nabi untuk mendukung Ali bin Thalib dan memberontak terhadap khalifah Usman bin Affan. Bagaimana mungkin seorang yahudi mu'alaf (kalau memang benar adanya) mengelabui para sahabat Rosul yang tentunya jauh lebih mengerti tentang Al Qur'an dan Sunnah Rosul. Padahal para sahabat sangat hati-hati dalam bergaul dengan orang-orang yahudi meski mereka telah masuk Islam. Dalam hal ini bahkan bisa dikatakan para sahabat bersikap agak rasialistis terhadap orang-orang yahudi, berdasarkan ayat-ayat Al Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk berhati-hati terhadap "kelicikan" mereka.

Ada satu kisah cukup terkenal tentang sahabat Rosul utama Abu Dzar al Ghifari dan khalifah Usman bin Affan tentang perdebatan mereka soal penafsiran surat At Taubah ayat 34: "Dan mereka yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkannya di jalan Allah, maka sampaikanlah kepada mereka kabar tentang siksaan Allah yang sangat pedih."

Abu Dzar mengkritik Usman yang dianggap telah menumpuk harta kekayaan untuk diri sendiri dan kerabatnya dan tidak menggunakannya untuk kepentingan umat. Usman didampingi Ka'ab, seorang sahabat dari kaum yahudi, berdalih bahwa ayat tersebut dimaksudkan bukan untuk umat Islam melainkan kepada kaum ahlul kitab (yahudi dan nasrani). Sebaliknya Abu Dzar bersikukuh bahwa ayat tersebut untuk umat Islam, termasuk Usman bin Affan. Kemudian saat Ka'ab menjelaskan pendapatnya Abu Dzar marah. "Siapa kamu berani mengajarkan kami tentang Al Qur'an!" hardik Abu Dzar kepada Ka'ab. Tidak hanya itu, Abu Dzar bahkan mengayunkan tongkatnya ke kepala Ka'ab hingga berdarah.

Berikut ini adalah tulisan yang dikutip dari situs Jurnal Syiah tgl 31 Juli 2010.

Para pembenci Syiah, yang para pelopornya adalah para pembenci ahlul bayt keluarga Rosulullah menuduh bahwa Syi’ah tercipta dari kreasi seorang Yahudi yang memiliki dendam kusumat terhadap Islam, orang tersebut kemudian memeluk Islam guna menghancurkan Islam dari dalam. Orang Yahudi tersebut bernama Abdullah bin Saba’ (Ibnu Saba). Penyebutan Abdullah bin Saba’ sebagai orang Yahudi sebetulnya tidak tepat, sebab namanya dan nama ayahnya jelas menunjukan nama Arab bukan nama-nama Yahudi. Nasab Abdullah bin Saba’ tidak diketahui dan masa lalunya pun gelap pula.

Cerita Abdulah bin Saba’ ini lebih tepat di sebut dongeng ketimbang cerita kenyataan. Ada beberapa sebab yang menjadi alasan bahwa kisah Abdulah bin saba’ ini disebut sebagai ”mitos”, yang secara sengaja diciptakan untuk melakukan pembunuhan karakter dan pendiskriditan terhadap para pengikut Imam Ali dan Ahlul Ba’it Rasulullah Beberapa. alasan akan menjadi obyek kajian tulisan ini.

Kejanggalan dari cerita Abdullah bin Saba’ ini setidaknya dapat dilihat dari tiga hal: Pertama bagi manusia yang berakal sehat tanpa dikotori kepicikan berfikir, tak mungkin menganggapnya kisah Abdullah bin Saba’ dapat dipercaya, bagaimana mungkin seorang Yahudi yang baru masuk Islam memiliki keterampilan politik yang luar biasa dan dengan kemampuanya mempengaruhi pribadi-pribadi kaum muslim yang mulia seperti Abu Dzar al Ghifari, Muhammad bin Abu Bakar (putra khalifah pertama Abu Bakar dan adik kandung Ummul Mukminin Aisyah), Ammar bin Yasir (salah satu sahabat yang telah dijanjikan surga oleh Rosulullah), Sha’sha’ah bin Shauhan, Muhammad bin Abu Hudzaifah, Abdurahman bin Udais, Malik Asytar, untuk melakukan agitasi dan propaganda pemberontakan pada khalifah Usman bin Affan dan para sahabat yang mulia ini mengekor begitu saja. Kedua adalah hal yang mustahil orang yang baru saja masuk Islam, apalagi dari kalangan Yahudi, kemudian menjalankan dan mengorganisasikan pemberontakan tanpa para sahabat bertindak keras mencegahnya. Ketiga adalah hal yang aneh Seorang yahudi yang baru masuk Islam bisa memulai menghancurkan agama islam tanpa seorang muslim pun peduli.

Dari mana sumber cerita Abdullah bin Saba’?

Seorang sarjana muslim bernama As Sayyid Murthadha al Askari, telah melakukan penelitian terhadap kisah Abdullah bin Saba dan hasil penelitiannya dibukukan dengan judul "Abdullah bin Saba’ wa Asathir Ukhra (Abdullah bin Saba’ dan Dongeng-Dongeng Lain)" serta buku yang diberi judul ”Khamsun wa Mi’ah Shahabi Mukhthalaq” (Seratus Lima Puluh Sahabat Fiktif). Menurut al Askari, sumber utama terciptanya kisah Abdullah bin Saba’ adalah seseorang yang bernama Sayf Ibn Umar at Tamimi (meninggal 170 H). Say ibn Umar at Tamimi telah menciptakan tokoh fiktif bernama Abdullah bin Saba’ dalam bukunya "Al Jamal wa mashiri Ali wa Aisyah" dan "Al Futuh al Kabir wa ar Riddah". Dari buku tersebut lalu menyebarlah cerita tentang Abdullah bin Saba’ ke penulis-penulis Islam sesudahnya. Penyebaran kisah Abdullah bin Saba’ sedemikian massif, sehingga buku-buku sejarah Islam banyak yang diwarnai oleh cerita palsu tentang Abdullah bin Saba itu.

Bagaimana Dongeng Abdullah bin Saba’ dapat beredar luas?

Peredaran dongeng Abdullah bin Saba’ tersebar melalui penulis sejarah seperti Thabari (wafat 310 H), Ibn ’Asakir (wafat 571 H), Ibn Abi Bakr (wafat 741 H) dan adz Dzahabi (wafat 748). Dari merekalah kemudian dongeng Abdullah bin Saba’ tersebar ke generasi-generasi sesudahnya. Kecuali Thabari yang mengambil cerita Ibnu Saba dari Syaif Ibn Umar at Tamimi, penulis lainnya mengutip dari Thabari. Mereka semuanya hidup jauh setelah para penulis kitab-kitab awal "Shahih", "Musnad", "Sunan" dan "Tarikh".

Para penulis sejarah kontemporer pada akhirnya banyak yang mengutip cerita-cerita Abdullah bin Saba’ melalui penulis di atas, sekedar menyebutkan sebagian buku yang terkenal yang menuliskan Abdullah bin Saba’ dan syiah diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Muhammad Rasyid Ridha, dalam bukuya As Sunnah wa Asy Syi’ah, ia mengatakan: ”Tasyayyu terhadap khalifah ke empat Ali bin Abi Thalib adalah pangkal perpecahan umat Muhammad dalam agama dan politik mereka. Pencetus dasar-dasarnya adalah seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’, ia menganjurkan kepada yang berlebih-lebihan (ghuluw) tehadap Ali dengan tujuan memecah belah umat ini serta merusak agama dan urusan dunia”. Rasyid Ridha mengambil rujukan kisah Abdullah bin Saba’ ini dari Ath Thabari.

2. Ahmad Amin dalam buku "Fajar Islam dan Dhuha Islam" menuliskan: ”Akidah Syi’ah tentang wasiat dan Raja’ah diambil dari Ibnu Saba’ adapun konsep Mahdi al Muntazhar diambil dari ajaran Yahudi melalui Ibnu Saba’. Abu Dzar al Ghifari mengambil pemikiran tentang sosialisme dari Ibnu Saba’, dan Ibnu saba’ mengambilnya dari ajaran Mazdakiyah yang tersebar di masa kekuasaan bani Umayyah. Dari semua itu dapat ditarik kesimpulan bahwa Syiah adalah benteng bagi semua orang yang ingin menghancurkan agama Islam”. Tetapi kemudian Ahmad Amin meralat pendapatnya setelah ia bertemu dengan Ayatullah Muhammad Husain Kasyif al Ghitha. Ia kemudian menyatakan permintaan maaf kepada kaum Muslim Syiah. Ahmad Amin menyebutkan ia mengambil sumber rujukan kisah Abdullah bin Saba’ ini dari Ath Thabari.

3. Dr Hasan Ibrahim Hasan dalam bukunya "Tarikh al islam as Siyasi". Ia menuliskan dalam bukunya sebagai berikut: ” Abdullah bin Saba mempengaruhi seorang sahabat besar ahli hadis Abu Dzar al Ghifari untuk melakukan pemberontakan menentang Utsman dan Muawiyyah.” Ia menyebutkann sumber cerita Abdullah bin Saba’ dari Ath Thabari.

4. Syekh Abu Zuhrah dalam ”Tarikh al Madzahib al islamiyah" menuliskan dalam bukunya: ”Abdullah bin Saba mengatakan bahwa ada seribu nabi dan setiap nabi memiliki wasi, dan Ali adalah wasi Muhammad. Muhammad adalah penutup para nabi dan Ali penutup para washi.” Ia mengutip cerita Abdullah bin Saba’ dari Ath Thabari.

5. Farid Wajdi dalam bukunya "Dairah Ma’arif al Qarn’Isyrn” juga menulis cerita tentang Abdullah bin saba’ yang diambil dari sumber yang sama yakni Ath Thabari.

6. Ahmad ’Athiyatullah dalam bukunya ”Al Qamus al islami” menuliskan: “Ibnu Saba’ adalah pimpinan sekte as saba’iyah dari kalangan Syi’ah. Ia dikenal dengan nama Ibnu as Sawda”. Ia pun mengambil sumber cerita Abdullah bin Saba’ dari Ath Thabari.


Sedangkan kutipan-kutipan cerita Abdullah bin Saba’ yang beredar di Indonesia dalam bentuk artikel di majalah ataupun buku-buku relatif banyak, terutama buku-buku yang diterbitkan oleh kelompok-kelompok "nawashib" yang membenci Ahlul Ba’it, seperti buku "Mengapa Kita Menolak Syi’ah" yang diterbitkan oleh LPPI, "Tikaman Syi’ah", "Gen Syi’ah" dan lain sebagainya. Dari sekian artikel kami hanya akan menyebut dua saja, karena kedua artikel inilah yang akan di bahas dalam tulisan ini, sekaligus meluruskan kisah Abdullah bin Saba’ yang terdapat dalam buku-buku lain.

1. Artikel berjudul : "Abdullah Bin Saba’ Tokoh Fiktif?” ditulis oleh Majalah al Muslimun – majalah Hukum dan Pengetahuan Islam, Bangil No 217 Sya’ban/ Ramadhan 1408 April 1988.

2. Artikel berjudul : "Abdullah Bin Saba’ Bukan Tokoh Fiktif" Karya Dr Sa’diy Hasyimi yang dimuat di Majalah Suara Masjid.


Telah kami sebutkan di atas secara singkat bahwa Abdullah bin Saba’ adalah tokoh fiktif hasil rekayasa dari orang yang bernama Syaif Ibnu Umar at Tamimi. ia meninggal pada masa khalifah Harun al Rasyid. Ia dikenal sebagai orang yang membenci ahlul ba’it (nawashib). Seperti telah kami sebutkan di atas, ia menulis dua buah buku yang di dalamnya terdapat tokoh yang bernama Abdullah bin Saba’: "al Jamal wa mashiri Ali wa Aisyah" dan "Al Futuh al Kabir wa ar Riddah". Murthadha Al Askari menyebutkan dalam bukunya “Syaif at Tamimi telah memalsukan riwayat Nabi SAW dengan menciptakan sahabat-sahabat yang tidak pernah ada dalam sejarah. Nama-nama tersebut adalah nama fiktif yang tidak pernah ada orangnya” Murthada al Askari menyebutkan ada 150 sahabat fiktif karangan Tamimi, di antaranya bernama Sa’r, Al Hazhhaz, Uth, Hamdhan dan lain sebagainya termasuk Abdullah bin Saba.

Kitab "Tarikh al Umm wa al Muluk" karya Ibnu Jarir Ath Thabari adalah sumber tertua kisah Abdullah bin Saba’. Ath Thabari hanya bersandar pada perawi tunggal, Syaif Ibnu Umar at Tamimi. Sedangkan jalur yang menyambungkannya kepada Syaif hanya dua yaitu :

1. Ubaidullah bin Sa’id az Zuhri dari pamanya yang bernama Ya’qub bin Ibrahim dari Syaif Ibnu Umar at Tamimi. Kisah Abdullah bin Saba’ ia nukil dari jalur ini secara lisan.
2. As Surri (Abu Ubaidah) bin Yahya dari Syu’aib bin Ibrahim dari Syaif Ibnu Umar at Tamimi. Kisah Abdullah bin Saba’ ia nukil melalui kitab "Al Futuh wa Ar riddah" dan kitab "al Jamal wa Masir ‘Aisyah" karya syaif ibnu Umar at Tamimi, dan terkadang ia mengutip secara lisan.

As Surri bin Yahya yang dimaksud dalam jalur periwayatan di atas bukanlah Ats Surri bin Yahya, seotang perawi yang terkenal tsiqah. Sebab masa hidup Ats Surri bin Yahya yang tsiqah itu lebih awal dari ath Thabari. Ia wafat tahun 167 H, sementara Ath Thabari baru lahir tahun 224 H. Selisih antara wafat As Surri dan kelahiran ath Thabari adalah 57 tahun. Penelusuran para ulama menyebutkan bahwa, tidak ada seorang perawi yang bernama As Surri bin Yahya selain dia. Oleh karenanya, ada yang mengasumsikan bahwa as Surri yang menjadi perantara periwayatan ath Thabari adalah salah satu dari dua perawi yang keduanya adalah pembohong dan cacat di mata ulama :

1. As Surri bin Ismail al Hamdani al Kufi.
2. As Surri bin ’Ashim al Hamdani (seorang imigran yang tinggal di kota Bghdad) wafat tahun 258 H dan ath Thabari hidup sezaman denganya selama tiga puluh tahun lebih.

Mayoritas ulama ahlu Sunnah sendiri memandang kredibilitas Syaif Ibnu Umar at Tamimi sebagai tidak bernilai. Diantara komentar para ulama tentang at Tamimi adalah sebagi berikut"

1. Yahya bin Muin (wafat 233 H): "Riwayatnya lemah dan tidak berguna, uang sesen lebih berharga daripada dirinya”.
2. Abu Daud (wafat 316 H): ”Syaif bukan seorang yang dapat dipercaya. Ia adalah seorang pembohong (al Kadzdzab), ia tidak berarti sedikitpun, beberapa hadis yang ia sampaikan sebagian besarnya tertolak”.
3. Ibn Hibban (wafat 354 H): ”Sayf meriwayatkan hadis-hadis palsu dan menisbahkan pada perawi–perawi yang sahih. Ia dianggap sebagai seorang pembid’ah dan pembohong serta pemalsu hadits”.
4. Ibn Abd Barr (wafat 462 H): ”beliau menulis tentang al Qa’qa, di mana Syaif berbohong”.
5. Al Daruquthni (wafat 385 H): ”Riwayat yang disampaikan Syaif lemah”.
6. Firuzabadi (wafat 817 H) : ”Riwayat yang Syaif sampaikan lemah”.
7. Ibn al Sakan (wafat 353 H): ”Riwayat syaif lemah”.
8. Ibn Adi (wafat 365 H): ”Ia lemah, sebagian hadisnya mashut akan tetapi sebagian besar darinya tidak terdukung riwayat yang ia sampaikan lemah dan tidak digunakan”.
9. Al Suyuthi (wafat 900 H): ”Hadis yang disampaikannya lemah”.
10.Ibnu Hajar al Asqalani (wafat 852): ”Dalam hadis banyak perawi lemah dan yang paling lemah di antara mereka adalah Sayf”.
11.Ibn Abi Hatam (wafat 327 H): ”Para ulama telah mengabaikan riwayat yang disampaikan Syaif”.
12.Safi al Din (wafat 923 H): ”Riwayat yang disampaikan Sayf dianggap lemah (dhaif)”.
13.Al Hakim (wafat 450 H): ”Sayf adalah seorang ahli bid’ah riwayatnya diabaikan”.
14.Al Nas’i (wafat 303 H): ”Riwayat yang disampaikan Syaif lemah dan riwayat tersebut harus diabaikan karena tidak dapat dipercaya dan tidak berdasar”.
15.Abu Hatam (277 H): ”Hadis yang diriwayatkan Sayf harus ditolak”.


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cerita Abdullah bin Saba’ adalah sebuah kebohongan yang diciptakan oleh Syaif ibnu Umar at Tamimi. Sebagaimana dinyatakan oleh Dr Ahmad al Wa’ili: ”Para peneliti menyebutkan bahwa ath Thabari menukil 701 riwayat sejarah yang meliputi berbagai peristiwa yang mewarnai masa kekhalifahan ketiga khalifah pertama. Kesemuanya ia nukil dari jalur As Surri si pembohong, dari Syu’aib yang misterius keperibadianya dan dari Syaif yang ditolak oleh para ulama”.

Selain pengujian melalui jalur periwayatan dan sumber periwayatan yang telah kami sebutkan di atas, seorang sarjana Muslim bernama S.H.M Jafri menggunakan metode lain untuk meneliti asal-usul Syi’ah. Beliau menuliskan hasil penelitianya dalam buku berjudul "Origin and Early Development Of Shi’a Islam". Pengujian yang ia gunakan adalah dengan kajian historiografi dengan melakukan studi komparatif sejarah, yakni membandingkan seluruh penulis sejarah Islam dari generasi paling awal. Ia menuliskan: “keberadaan Abdullah bin Saba tidak ditemukan dalam naskah-naskah sejarah tertua seperti Muhammad bin Ibn Ishaq bin Yasar (wafat tahun 151 H), Abu Abdullah Muhammad bin Sa’ad ( wafat tahun 168 H), Ahmad bin Yahya al Baladzuri (wafat tahun 279 H), Ibn Wadhih al Ya’qubi (wafat tahun 284 H), Abu Bakar ahmad bin Abdullah al Aziz al Jauhari (wafat tahun 298 H), dan Mas’udi (wafat tahun 344 H).

Sejarah seputar masa krisis kekhalifahan Utsman bin Affan hingga terbunuhnya beliau yang ditulis para sejahrawan tertua tersebut tidak disebut-sebut keterlibatan Abdullah bin Saba. Bahkan nama Abdullah bin Saba’ tidak ditemukan dalam naskah "Ansab al Asyraf" karya Baladzuri, padahal kitab tersebut yang paling detail bercerita tentang krisis pada masa kekhalifahan Utsman. Memang dalam kitab Baladzuri terdapat nama Ibnu Saba’, tetapi dia merujuk pada nama Abdullah bin Wahab al Hamdani atau dikenal dengan sebutan Abd Allah al Wahab al Saba’i pemimpin kelompok Khawarij, bukan merujuk pada Ibn Sawda atau Abdullah bin Saba.

Berpijak dari hasil penelitian tersebut dapatlah kita sebutkan bahwa eksistensi tentang Abdullah bin Saba baru muncul pada naskah-naskah sejarah setelahnya, dengan kata lain muncul pada masa Ath Thabari yang merujuk pada si pencipta tokohnya yang bernama Syaif Ibnu Umar at Tamimi yang kemudian beredar secara luas dikutip oleh kalangan sejarahwan ahlu Sunnah, termasuk sebagian sejarahwan Shiah yang terjebak dalam cerita fiksi itu.

Beberapa sejahrawan modern banyak pula yang telah melakukan penelitian tentang Syi’ah (beserta asal-usulnya) dan kesimpulan mereka adalah meragukan keberadaan figur fiktif bernama Abdullah bin Saba tersebut diantaranya adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh tim yang dibentuk lembaga ahlu sunnah dari Damaskus yang bernama "Al majma’ al ‘Ilmi al ‘Arabi", telah membentuk tim dibawah pimpinan Profesor Muhammad Kurdi Ali untuk melakukan penelitian tentang Syi’ah. Hasilnya penelitian telah diterbitkan dalam bentuk buku berjudul "Khtath al Syam". Dalam kitab tersebut dijelaskan tentang asal usul Syi’ah yang dilahirkan justru dari lisan Rasulullah SAW, bukan dari Abdullah bin Saba. Dalam buku itu disebutkan pula nama-nama sahabat Syi’ah awal.

2. Ulama dari Indonesia yang meneliti Syi’ah di antaranya adalah Prof Dr H Abu Bakar Atjeh (beliau adalah seorang ahlu sunnah) yang karyanya diterbitkan dengan judul "Syi’ah Rasionalisme dalam Islam" yang dalam bukunya beliau mengutip pendapat Prof. Hamka yang menyebutkan bahwa madzhab Syafi’i yang dianut mayoritas muslim Indonesia lebih dekat dengan madzhab Syi’ah. Dalam bukunya tidak disebutkan peran Abdullah bin Saba’ dalam pendirian Islam, malah beliau menunjukkan bahwa syi’ah dilahirkan oleh Rasulullah S.A.W.

3. Ulama dari Indonesia lainya adalah H Abdullah bin Nuh beliau (seorang ahlu sunnah), yang banyak melakukan penelitian tentag Syi’ah, dan beliau menyebutkan bahwa penyebar Islam di Indonesia yang pertama adalah orang-orang syi’ah

4. Dr Thoha Husein, ia menyatakan tentang keraguanya akan keberadaan Abdullah bin Saba’ dan menganggapnya tokoh fiktif. Sebagaimaa dituliskan dalam "Al Fitnatul Kubra jilid II", Thoha Husein meneliti kitab-kitab sejarah awal Shiah dan tidak ditemukan nama Abdullah bin Saba.

5. Asyaikh Universitas Al azar Syaikh Mahmud Syaltut, beliau bahkan mengeluarkan fatwa bolehnya berpegang dengan madzhab syi’ah.


Tentu saja mereka semua dikecam habis-habisan oleh para pembenci ahlul bayt. Sebagian bahkan dikafirkan dan dihalalkan darahnya.


Kecurangan-kecurangan dalam pengutipan

Ditengarai para pembenci ahlul bayt (nawashib) telah melakukan kecurangan-kecurangan terhadap karya-karya sejahrawan awal. Modusnya adalah dengan melakukan perubahan ataupun pemalsuan terhadap redaksional dengan dibelokan dari makna aslinya. Tindakan itu dimaksudkan untuk menunjukan kepada khalayak awam bahwa dalam kitab-kitab sejarah paling awal yang ditulis sejahrawan muslim terdapat figur Abdullah bin Saba’ dan itu membuktikan kepada khalayak ramai, bahwa Abdullah binn Saba’ bukanlah tokoh fiktif. Salah satu contohnya adalah sebagai berikut :

“Ahmad bin Ya’qub,…, Dia mengutip perkataan Sayyidina Utsman ketika beliau marah kepada sahabat Ammar bin Yasir karena telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad “celakalah Ibnu as-Sauda’ (Abdullah bin Saba’) itu. Sungguh aku benar-benar mengetahuinya.”

Tindak pemalsuan di atas adalah dengan pemberian makna lain dari redaksi yang sebenarnya, pada tulisan di atas (yang dipalsukan) kata dalam kurung yang tertulis (Abdullah bin Saba’) tidak terdapat dalam kitab Tarikh Ya’qubi, kata tersebut adalah tambahan dari si pengutip. Pihak pengutip sengaja menghilangkan informasi sebelum dan sesudahnya yang menunjukkan bahwa Ibnu Sa’uda yang dimaksud adalah Ammar bin Yassir, mari kami kutipkan secara utuh :

“ Ketika Ibnu Mas’ud datang ke Madinah dari Kuffah, dan menyerahkan kunci ba’it al mal dengan sikap sedemikian rupa, lalu Utsman bin Affan mengeluarkan perintah agar Ibn Mas’ud dihajar dan dikeluarkan dari masjid. Karena tidak senang dengan perbuatan Utsman, maka Ali membawa Ibn Mas’ud (yang terluka parah: tambahan blogger) ke rumah. Ibnu Mas’ud meninggal dua tahun sebelum Utsman. Dalam Wasiatnya Ibnu Mas’ud minta supaya Ammar mendo’akan dan menshalatkan jenazahnya, dan meminta supaya Usman tidak mensholatkan jenazahnya. Miqdad (sebelum meninggal) juga bersikap demikian…. Utsman bin Affan marah kepada Ammar bin Yassir yang telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad bin Amr, ia berkata kepada Ammar: “Celakalah engkau Ibnu as Sauda, sungguh aku benar-benar mengetahuinya…". Ammar bin Yassir oleh kaum Qurasy memang digelari "Ibnu Sawda" yang artinya sebagai putra wanita hitam dan "Al Abd" yang artinya si budak”.

Dengan demikian jelas bahwa si pengutip bermaksud membelokkan arti dari Ibnu Sawda diatas. Sebagaimana telah kami sampaikan diatas melalui penelitian bahwa Abdullah bin Saba’ tidak diketemukan dalam kitab-kitab sejahrawan Islam paling awal.

Sebetulnya kalau kita jeli melihat kalimat yang dipalsukan tersebut, bahwa sebetulnya yang disebut Ibnu Sa’uda adalah Ammar bin Yasir, perhatikan: di atas diceritakan Khalifah Utsman bin Affan marah kepada Ammar bin Yassir karena telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad padahal Khalifah Utsman tahu, kemarahan khalifah diujudkan dengan mengatakan “celakalah Ibnu as Sauda” tentu saja kemarahan itu ditujukan kepada Ammar karena di situ Khalifah sedang berbicara dengan Ammar. Biasanya orang-orang nawashib sangat lihai dalam memotong dan memalsukan informasi. Tapi sepandai-pandai tupai melompat pasti suatu saat jatuh juga. Dan karena terlalu bersemangat untuk memberikan tuduhan bahwa Syi’ah adalah produk Abdullah bin Saba, akhirnya mereka terperangkap dalam tindak pemalsuannya sendiri.

Bentuk pembiasan informasi lain adalah terdapatnya nama Ibnu Saba yang tertulis dalam kitab Ansab al Asyraf karya Baladzuri. Dalam kitab tersebut tertulis “…Dan Ibnu Saba memiliki satu naskah dari surat tersebut lalu ia mengubah-ubahnya”. Jika informasi ini dipotong sampai di sini saja maka dampaknya adalah bahwa bukti Abdullah bin Saba’ tertulis di kitab sejarah Islam awal adalah benar. Tetapi kalimat tersebut masih memiliki keterangan, bahwa yang dimaksud al Baladzuri dengan Ibnu Saba’ di situ adalah ‘Abd Allah Ibn Wahab al Saba’i atau dikenal juga dengan Abdullah bin Wahab al Hamdani, seorang pemimpin utama Khawarij dari suku Sabaiyah atau Qathan. Penyematan nama saba’iyah ini disebabkan oleh gesekan antara suku Adnan dan Qathan, sehingga orang-orang Adnani memanggil orang-orang dari suku Qathan dengan sebutan sabaiyah.

Dengan demikian pemerkosaan pada kedua kitab awal yang dipaksa untuk membuktikan adanya tokoh Abdullah bin Saba sebetulnya adalah tindakan kejahatan. Kedua kitab tersebut memang berbicara secara detail berkenaan krisis di masa khalifah Utsman sehingga beliau wafat, namun tidak diketemukan nama Abdullah bin Saba’ sebagimana yang dituduhkan sebagai pendiri Madzab syi’ah.

12 comments:

Tips Milea said...

Imam Albani berkata : “Adapun yang disebutkan oleh Syi’ah dalam hadits ini dengan tambahan lafazh yang lain, bahwasanya Nabi bersabda, “Sesungguhnya ia adalah khalifahku sepeninggalku nanti”, maka lafazh (tambahan) ini tidak shahih dari segala penjuru/sisi, bahkan padanya memiliki kebathilan yang banyak, yang menunjukkan kejadian/peristiwa tersebut di atas kedustaan. Seandainya memang benar Nabi bersabda demikian, pastilah akan terjadi, karena tidaklah beliau mengucapkan sesuatu melainkan dari wahyu yang diwahyukan oleh Allah dan Allah tak pernah menyelisihi perkataannya/janjinya.” Dan telah dikeluarkan hadits-hadits dusta ini dalam kitab lainnya milik Imam Albani, yakni ‘adh-Dha’ifah’ (4923,4932).

bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu sendiri sampai
berkata :
”Para ulama telah bersepakat dengan naql, riwayat dan isnad bahwa Rafidhah itu adalah kelompok yang paling pendusta diantara kelompok-kelompok lainnya dan kedustaan pada mereka mulai dari dulu, oleh karena itulah para imam kaum muslimin mengetahui bahwa ciri khas utama kelompok Syiah ini adalah banyaknya kedustaan.” [Lihat : Minhajus Sunnah, juz I, hal. 59].

http://dear.to/abusalma
Maktabah Abu Salma al-Atsari
-20 of 136-

cahyono adi said...

Jgn pakai dalilnya Albani dan Taimiyah para pembenci ahlul bayt. Ngak ngaruh.

Tips Milea said...

Jangan liat siapa yg berbicara, tapi benar atau tidaknya. coba lihat perkataan ini!!!
Seandainya memang benar Nabi bersabda demikian, pastilah akan terjadi, karena tidaklah beliau mengucapkan sesuatu melainkan dari wahyu yang diwahyukan oleh Allah dan Allah tak pernah menyelisihi perkataannya/janjinya.
Ini cukup jelas jelas!!!

Info: http://www.syiahindonesia.com/

dan sangat aneh klo anda bilang pembenci ahlulbayt,
kami ahlussunnah mencintai Ali, Hasan, Husein dan semua orang yg mengikuti petunjuk Rasulullah.

Tips Milea said...

Ketika Abu Ja’far Muhammad bin Ali yang juga dijuluki Al-Baqir –Imam Syi’ah yang kelima– saat ditanya oleh Katsir An-Nawwal yang bertanya: “Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu, apakah Abu Bakar dan Umar mengambil hak kalian?”, dia menjawab: “Tidak, demi Allah yang menurunkan Al-Qur’an pada hamba-Nya untuk menjadi peringatan bagi penjuru alam, mereka berdua tidak menzhalimi kami meskipun seberat biji sawi,” Katsir bertanya lagi: “Semoga aku dijadikan tebusanmu, apakah aku harus mencintai mereka?” Imam Al-Baqir menjawab: “Iya, celakalah kamu, cintailah mereka di dunia dan akherat, dan apa yang terjadi padamu karena itu ialah menjadi tanggunganku.” (Bisa dilihat di Syarah Nahjul Balaghah, jilid. 4, hal. 84).

cahyono adi said...

Orng-orang yang secara terbuka menyatakan penentangannya pada ahlul bayt tdk pantas untuk diimani perbuatan dan perkataannya.

Mencintai ahlul bayt tidak hanya dlm bentuk lisan seperti dlm sholawat, tapi menhormati mereka lebih dari yang lain, menjadikan mereka sebagai pimpinan jasmaniah dan rokhaniah serta rujukan ilmu. Ini semua tdk dilakukan kaum Sunni.

Nabi bukan Tuhan yg semua kehendaknya terwujud. Bahkan ketika hendak menulis wasiat menjelang kematiannya saja beliau tidak sanggup karena ditolak dgn keras oleh para sahabat. Dan kalau semua kehendaknya terwujud, umat Islam tidak mungkin terpecah belah seperti sekarang.

Mengenai Abu Bakar dan Umar biarlah Allah yang menjadi hakim yang adil. Tapi menurut sy mereka telah merampas hak keimamahan Ali dan ahlul bayt meski saya juga tidak bisa mengkhafirkan mereka selama mereka masih menjalankan sholat dan tidak menarik kalimat syahadat yang telah diucapkan.

Tips Milea said...

Kalaupun benar fitnah anda, kenapa Ali tidak melakukan seperti yg anda lakukan, mengapa Ali tidak berkata, Abu Bakar dan Umar telah merampas imamah dari aku, wahai kaum muslimin. dan anda lihat sendiri perkataan ahlul bayt (Abu Ja’far Muhammad bin Ali) yang juga dijuluki Al-Baqir –Imam Syi’ah yang kelima–tentang abu bakar dan umar: "mereka berdua tidak menzhalimi kami meskipun seberat biji sawi" dan "cintailah mereka di dunia dan akherat" (Bisa dilihat di Syarah Nahjul Balaghah, jilid. 4, hal. 84).

Kehendak Nabi memang tak selalu terwujud, tapi berita dari Nabi selalu terwjud, seperti perkataannya tentang abu dzar yg akan mati sendiri, kenapa berita "Sesungguhnya ia adalah khalifahku sepeninggalku nanti" tidak terwujud. kata2 ini berita kawan bukan kehendak.orr

cahyono adi said...

Sebenarnya Anda telah melenceng dari topik pembahasan ttg ibnu saba. Tapi ngak apa-apa.

Ali dan ahlul bayt tlh seringkali menyatakan haknya atas kekhalifahan, termasuk kepada Abu Bakar dan Umar. Lihat dialog Ali dan Abu Bakar saat Ali membai'at Abu Bakar dalam "Shahih" Muslim.

Mengenai kesabaran Ali atas perampasan haknya, hanya orang-orang yang diberi hidayah yang bisa memahaminya dan ahlahmdulillah saya merasa salah satu yang diberi hidayah itu.

Soal pendapat Imam Abu Jafar, sy masih akan mengkonfirmasikannya lagi kebenarannya.

Nabi memang telah mengetahui apa yang bakal terjadi pada umatnya, termasuk yang menimpa ahlul baitnya sehingga beliau pernah berkata, "Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu akan banyak menangis dan sedikit tertawa." Karena itu pulalah beliau telah berpesan kepada Ali untuk bersabar menghadapi fitnah yang bakal menimpanya dan keluarganya.

Tips Milea said...

bilapun fitnah anda benar, itulah yg harusnya syiah tiru yaitu kesabaran Ali, bukan malah berkoar2 kesana kemari membuka aib sahabat. anda mengatakan mendapat hidayah, padahal anda sedang menyelisihi sifat Ali. Sy kira ini sangat2 jelas.

cahyono adi said...

Kami tdk menfitnah. Kalau anggapan sebagian besar sahabat adalah munafik dianggap fitnah, silahkan baca At Taubah 101 dan tuduhkan fitnah itu pada Allah. Atau tuduhkan juga pada Imam Muslim yang dalam "Shahih"nya menuduh Aisyah sebagai sumber fitnah dan "tanduk setan". Atau juga para para penulis sejarah dan hadits awal yang banyak menuliskan keburukan para sahabat. Bagaimana dengan pembunuhan cucu nabi, penghancuran Ka'bah, pembantaian penduduk Madinah dan Mekkah oleh Jazid bin Muawiyah? Atau putra Umar bin Khatab yang dirajam oleh ayahnya sendiri karena zinah? Bagimana dengan pembunuhan sahabat Hujur bin Adi oleh Muawiyah dan Nu'man bin Numair oleh Khalid bin Walid? Kalau semua itu dianggap fitnah, tidak akan tersisa para ulama dan imam kecuali mungkin Albani dan Ibn Taimiyah.

Saya pun dulu seperti Anda, sebelum membaca lebih banyak Al Qur'an, hadits dan sejarah Islam.

Tips Milea said...

KESABARAN ALI, Hanya manis dibibir, tak pernah diteladani. -selesai-

cahyono adi said...

Seperti kata Rosul, kedudukan Ali di sisi Rosul bagaikan Harun di sisi Musa.

Bagaimana dengan Muhammad bin Abu Bakar, adik kandung ummul mukminin Aisyah dan putra kandung Abu Bakar yang dipenggal kepalanya oleh Amr bin Ash atas suruhan Muawiyah. Kemudian badannya dimasukkan ke dalam bangkai onta dan kemudian dibakar?

Saya tidak pernah menyalahkan, mengkafirkan dan memaki orang seperti Anda. Sy hanya mengutipkan apa yang ditulis para imam, alim dan ulama di masa lalu.

Unknown said...

Orang-orang Syiah yang mengakui keberadaan Ibnu Saba':
1. An Nasyi Al Akbar, Masailul Imaamah Wa Muqtathofaat minil kitabil Ausath fil Maqalat, (Bairut 1971) hal : 22, 23
2. Al Qummi, Al Maqaalat wal Firaq, hal : 20.
3. An Naubakhti, Firaqus Syiah : hal : 23
4. Al Kisysyi, Rajalul Kasysyi hal : 98, 99
5. Abu Hatim Ar RaziAz, Zinah Fil Kalimaatil Islamiyah Al Arabiyah, hal : 305

pendapat ahli sejarah masa kini tentang saif bin Umar At Tamimi :

Muhibbuddin Al Kahthib berkata tentang Saif : …. Dan beliau adalah ahli sejarah yang paling mengetahui tetang sejarah Iraq” (lihat :

Dan darinya dari guru-gurunya ia berkata : dan ia orang yang lebih mengetahui dari kalangan ahli sejarah tetang kejadian di Iraq.

Berkata Ahmad Ratib Armusy : dan jelas dari reffrensi buku-buku biografi, bahwa sesungguhnya Saif tidka termasuk perowi hadits yang diandalkan (dipercayai), akan tetapi pengarang-pengarang buku biografi itu sepakat bahwa dia adalah pakar / pemimpin dalam sejarah, bahwasanya dia itu adalah ahli sejarah yang mengetahui, dan sungguhn At Thobari telah bersandar kepadanya dalam kejadian-kejadian di masa permualaan Islam.(lihat buku Fitnah wa waqiatul Jamal, hal : 27)