"Jangan tinggal di Medan, kalau tidak punya nyali kuat!" Demikian kira-kira kesan sebagian besar orang di Indonesia terhadap kota Medan.
Jujur saja, hal itu bukan mengada-ada. Meski sudah bertahun-tahun merantau atau berkelana ke berbagai daerah di Pulau Jawa, Bali, Sumatera dan Batam --- saya pernah berjalan-jalan tengah malam sendirian di tempat-tempat yang dianggap berbahaya di seperti Terminal Rajabasa Lampung, sekitar Jembatan Ampera dan stasiun kerata api Palembang, pelabuhan Kualatungkal Jambi, dan Pelabuhan Merak-Bakauheni, namun ketika pertama kali datang ke Medan saya sempat merasa shock. Umpatan-umpatan kasar yang di daerah lain pasti menjadi pemicu pertikaian fisik yang menjadi masalah sepele, kemudian lalu lintas yang semrawut dengan lampu merah persimpangan yang dianggap tidak ada.
Namun yang membuat orang luar Medan terkesima mungkin adalah kebiasaan orang Medan untuk menutup jalan umum hanya untuk memeriahkan pesta perkawinan atau ulang tahun. Yang diperlukan hanya menghubungi pegawai dinas perhubungan setempat dan kemudian membayar uang keamanan. Dijamin, Anda mendapatkan "hak prerogratif" untuk menutup jalan umum di depan rumah Anda.
Para ustadz sering mengingatkan masyarakat bahwa umpatan-umpatan yang dilontarkan orang-orang yang merasa terganggu dengan aksi tutup jalan bisa membawa bencana bagi orang yang menutup jalan. Bahwa pesta perkawinan yang diadakan dengan menutup jalan umum bisa membuat perkawinan tidak berkah dan mengundang terjadinya perceraian. Namun himbauan-himbauan itu terasa tidak mempan.
Hal lainnya yang berbeda dengan sebagian besar tempat-tempat lain di Indonesia adalah royalnya orang Medan memberi hadiah bunga papan kepada teman, kerabat atau mitra bisnis yang berpesta, bahkan untuk sekedar pesta kecil sekalipun. Tidak heran jika bisnis bunga papan cukup berkembang luas di Medan. Beberapa waktu lalu Walikota Medan mengadakan pesta ulang tahun di rumahnya. Ratusan bunga papan berjejer di jalan-jalan di sekitar rumahnya, membuat kesan seperti sang walikota tengah mengadakan pesta besar.
Beberapa waktu lalu sang walikota terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap seorang pejabat Pemprop Sumut yang diduga melakukan perselingkuhan dengan istri sang walikota. Namun kasus ini mengendap begitu saja dan wartawan pun seperti terjangkit penyakit lupa. Dan saat ini Walikota Rahudman kembali membuat berita. Ia mengangkat anak kandungnya sendiri menjadi pejabat Camat di salah satu wilayah kekuasaannya. Ketika tuduhan nepotisme terlontar terhadapnya, sang walikota dengan tegar membantahnya.
"Tidak ada perlakuan khusus (nepotisme). Dia sudah memenuhi syarat, karena pernah menjadi lurah dan sekretaris camat," kata Walikota Rahudman kepada wartawan perihal tuduhan nepotisme yang menerpa dirinya.
"Sekali lagi tidak ada perlakuan istimewa, walaupun dia anak saya. Kalau tidak profesional pasti kita copot," tambah walikota.
Sang anak, Dedi Jaminsyah Putra dilantik Walikota Rahudman sebagai Camat Medan Marelan, Rabu (23/1), dalam usia 31 tahun. Pengangkatan tersebut bisa dianggap sebagai obat atas kekalahan Dedi yang baru saja mengalami kekalahan dalam Pilkada Kota Padangsidimpuan yang diikutinya. Ia dan ayahnya memang berasal dari daerah itu. Sebelumnya Walikota Rahudman adalah pejabat Sekda Tapanuliselatan.
2 comments:
ya..memang benar...ini medan bung !
ya..kalau masalah pesta yg menutup jalan org medan sudah maklum, saya sendiri sewaktu ada hajatan jalan saya tutup, malah gak perlu lapor-lapor segala, sudah jadi budaya he...he...he..
masalah nepotisme..ya...anjing menggonggong..kafilah berlalu..he..he..he..
ya..memang benar...ini medan bung !
ya..kalau masalah pesta yg menutup jalan org medan sudah maklum, saya sendiri sewaktu ada hajatan jalan saya tutup, malah gak perlu lapor-lapor segala, sudah jadi budaya he...he...he..
masalah nepotisme..ya...anjing menggonggong..kafilah berlalu..he..he..he..
Post a Comment