Tuesday, 10 October 2017

Era Jokowi, Era Kebohongan

Indonesian Free Press -- Masih ingat bukan dengan kasus 'bocah plagiator' Afi, yang di-'endorse' oleh regim Jokowi hingga ia diterima langsung oleh Presiden Jokowi di istana beberapa waktu lalu?

Belum hilang dari ingatan publik, kembali masyarakat Indonesia dihebohkan dengan ulah tukang tipu lainnya, Dwi Hartanto. Betapa tidak, mahasiswa doktoral yang sempat dijuluki “The Next BJ Habibie” setidaknya melakukan enam kebohongan yang tidak pantas bagi kalangan intelektual.


Dwi Hartanto yang mengaku sebagai kandidat profesor di Technische Universitet (TU) Delft, Belanda, menambah panjang daftar terungkapnya pembohongan intelektual di era Presiden Joko Widodo.

Aktivis sosial media Sobari Hong Jr, mencatat kebohongan yang terbongkar di era Jokowi mulai dari tokoh Jokowi Ahok Social Media Valunteer (Jasmev) Kartika “Dee” Djoemadi.

“Era Jokowi yang bohong dan palsu muncul semua. Mulai dari timsenya Kartika Djoemadi ‘PhD’ sampai ‘DR’ Boni Hargens. Sekarang Dwi Hartanto..,” tulis Sobari di akun @Zumpio.

Secara berseloroh, politisi Partai Demokrat Mohammad Husni Thamrin mengingatkan publik untuk hati-hati jika terkait soal “roket”. “Memang harus hati-hati soal ‘roket. Ekonomi Indonesia meroket ternyata klaim. Dwi Hartanto soal roket militer ternyata juga nipu,” sindir Thamrin di akun @monethamrin.

Dwi Hartono pernah mengaku bahwa dirinya merupakan kandidat doktor di bidang space technology & rocket development, sedang faktanya ia adalah doktor di bidang interactive intelligence dari Department Intelligent of Systems, TU Delft, Belanda.

Tak hanya itu, Dwi juga pernah mengklaim bahwa ia bersama timnya telah merancang bangun Satellite Launch Veihicle, sementara fakta sebenarnya tidak demikian. Dalam surat bermaterai dan permohonan maaf tertanggal Sabtu (07/10), Dwi Hartanto menjelaskan posisinya tidak lebih dari bagian proyek amatir mahasiswa di kampusnya.

“Proyek ini bukan proyek dari Kementerian Pertahanan Belanda, bukan proyek Pusat Kedirgantaraan dan Antariksa Belanda (NLR), bukan pula proyek Airbus Defence ataupun Dutch Space,” kata Dwi dalam rilisnya. Lembaga-lembaga itu, hanya sponsor resmi yang memberikan bimbingan dan dana riset.

“Yang benar adalah bahwa saya pernah menjadi anggota dari sebuah tim beranggotakan mahasiswa yang merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delft Aerospace Rocket Engineering), yang merupakan bagian dari kegiatan roket mahasiswa di TU Delft.”

Berbagai prestasi yang selama ini diklaim Dwi membuatnya dianugerahi penghargaan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia. Setelah diketahui klaim-klaim tersebut bohong belaka, KBRI Den Haag mencabut penghargaan tersebut.(ca)

No comments: