Thursday, 22 March 2018

I WANT TO TEST MY MINISTER TO ANSWER

Ini tentang seorang pemimpin negara. Di luar negeri. Lelaki yang dengan cepat menduduki satu jabatan ke jabatan yang lebih tinggi. Mulai dari walikota, lalu gubernur, kemudian presiden.

Hanya saja lelaki ini nampak tak paham dengan persoalan negara yang super kompleks. Bahkan untuk mengucapkan sebuah sambutan saja ia butuh pegang teks.

Di sebuah forum internasional di Amerika Serikat, pemimpin negara ini berpidato menggunakan bahasa Inggris dengan aksen tempat ia lahir. Kaku sekali. Tak masalah. Bukankah, tiap negara bahkan tiap daerah punya aksen bahasa sendiri?

Namun, bukan itu intinya. Saat sesi tanya jawab akan berlangsung --yang tentu para penanya akan menggunakan bahasa Inggris-- moderator menawarkan penerjemah untuknya. Pemimpin ini menolak. Merasa bisa berbahasa Inggris.

Oke, tanya jawab berlangsung.

Pertanyaan pertama, wartawan asing mengajukan satu soal. Presiden Luar Negeri ini angguk-angguk, seperti paham apa yang ditanyakan. Setelah soal selesai diajukan, apa yang dilakukan presiden ini benar-benar di luar dugaan. Karena bukannya menjawab sendiri, dia malah bilang:

"I want test my minister to answer your question."
Para hadirin di forum itu tertawa. Lalu terjadilah komedi internasional.

Tak lama kemudian berdirilah seorang lelaki berjas, dia-lah menteri yang dimaksud. Lantas menjawab apa yang ditanyakan wartawan tersebut. Selesai. Presiden Luar Negeri ini tersenyum.

Wartawan lain mengajukan pertanyaan kedua untuk Sang Presiden. Sama, menggunakan bahasa Inggris. Seusai pertanyaan dilontarkan, ternyata presiden ini melakukan hal yang sama. Menyuruh menterinya yang jawab, lagi-lagi dengan kata:

"Saya ingin tes lagi, menteri saya bisa jawab atau tidak." Ia menunjuk menteri lain. Kali ini perempuan. Nampaknya dia adalah menteri luar negeri.

Berbeda dengan yang pertama, kini tak ada tawa dari peserta forum. Para wartawan asing itu terlalu pintar untuk mengerti bahwa ini bukan sekadar komedi. Namun kebodohan. Pemimpin satu ini tak punya gagasan atas problematika negerinya sendiri. Pemimpin ini menunjukkan kebodohannya di khayalak asing. Kebodohan internasional.

Hari itu, dia tak menjawab satu pun pertanyaan dari wartawan.
Ah, jangankan menjawab pertanyaan berbahasa Inggris. Bahkan untuk mengomentari sebuah film saja sudah membuat kaget seluruh anak negeri, karena... Karena meski sudut pandang kameranya pas, tapi komentar ngaco. Akhirnya mau tak mau jadi booming.

Baiklah, itu film. Anggap saja mereview sebuah film itu tidak penting. Tak ada hubungannya dengan persoalan negara. Mari kita lihat komentar beliau tentang perekonomian. Tentang sepatu.
Dan ternyata sama saja. Presiden luar negeri ini hanya lebih banyak mengucapkan kata "apa", hingga seantero negeri jadi mengenangnya sebagai Hari Bingung Sedunia.

Ada yang membela, "Tak penting bisa bicara lancar atau tidak. Yang penting itu kerjanya nyata."

Baiklah, kita lihat kerjanya. Meski kualitas perkataan berbanding lurus dengan kualitas ilmu dan bacaan seseorang. Makin banyak tahu, artinya ia makin banyak membaca. Apalagi dia adalah presiden, yang dituntut terus menambah ilmu lewat bacaan berkualitas. Karena permasalahan rakyat bukan hal biasa.

Oke, kita lihat kerjanya. Apa yang dijanjikan olehnya waktu presiden luar negeri ini kampanye, bahwa akan mempersulit tenaga kerja asing masuk dan menomorsatukan tenaga kerja dalam negeri, sudah terwujud?

Atau akan menekan impor dan mendongkrak ekspor sudah terwujud?

Atau perekonomian negeri sudah meroket?

Belum lagi ketidakmampuannya menjadi penengah konflik horizontal rakyat terutama terkait isu SARA. Mengucap kata Laa Hawla wala quwwata illa billah, malah jadi, La kola waka talah bi illah. Walau begitu dia masih percaya diri mengimami sholat, bahkan mempostingnya di medsos.

Negeri sebesar itu, dipimpin oleh orang yang tak punya gagasan sendiri dalam menahkodai sebuah negara. Ia seperti orang linglung bila bicara tanpa teks. Ia hanya menyampaikan gagasan 'sang penulis teks' dan kepentingan orang-orang di belakangnya.

Ratusan ribu, bahkan ada jutaan anak bangsa di negara itu yang jauh lebih baik, lebih kompeten, lebih teruji, lebih berilmu, lebih berprestasi, yang insyaAllah bisa membawa negara itu jauh lebih baik. Tapi kenapa dapatnya cuma pemimpin yang suka menunjukkan kebodohannya di muka umum.

Meski begitu, kabarnya presiden luar negeri ini pede menyalonkan diri lagi. Anehnya, masih banyak yang mendukungnya walau kemampuan dia tak layak untuk memimpin negeri se-luar biasa itu.
Ah, untung aku tidak berada di negara itu. Itu kan kejadian di luar negeri. Alhamdulillah.

***
Bangkalan, 18 Maret 2018
Fitrah Ilhami

No comments: