Wednesday, 7 March 2018

Myanmar Usir Warga Rohingya dengan Kelaparan Paksa

Indonesian Free Press -- Regim Myanmar tengah melakukan pembunuhan massal terhadap warga Rohingya dengan metode 'kelaparan paksa'. Demikian pernyataan pejabat PBB, Selasa (7 Maret).

Seperti dilaporkan Vice News dan Reuters, Kepala Komisi HAM PBB Zeid Ra’ad al-Hussein mengatakan bahwa Myanmar diduga kuat telah melakukan tindakan genosida (acts of genocide) terhadap warga Rohingya dan dikhawatirkan aksi ini akan terus terjadi.


Berpidato di depan Dewan HAM PBB, Zeid Ra’ad al-Hussein mengatakan bahwa dari sejumlah laporan tentang pembolduseran kuburan-kuburan massal yang ditemukan, yang dilakukan regim, menunjukkan adanya upaya sengaja untuk menghancurkan bukti-bukti kejahatan internasional, termasuk kejahatan kemanusiaan.

Pernyataan itu menyusul pernyataan wakil Zein, yaitu Asisten Sekjend PBB urusan HAM Andrew Gilmour, hari Selasa (7 Maret), bahwa praktik pembersihan etnis terus berlangsug di Myanmar melalui kampanye sistematis “teror dan kelaparan paksa.”

Setelah berbicara dengan sejumlah warga Rohingya yang baru tiba di kamp pengungsi di Bangladesh, Gilmour mengatakan bahwa aksi-aksi pembersihan etnis yang terjadi di Myanmar telah berubah bentuk setelah enam bulan kampanye pembersihan etnis Rohingya oleh militer Myanmar yang memaksa ratusan warga Rohingya meninggalkan MYanmar.

“Sifat dari kejahatan telah berubah dari penumpahan darah dan pemerkosaan massal pada tahun lalu, menjadi aksi yang kurang intensif berupa teror dan kelaparan paksa, yang tampaknya dilakukan untuk mengusir warga Rohingya yang tersisa untuk pergi ke Bangladesh,” kata Gilmour.

Gilmor menambahkan bahwa atas situasi yang berkembang ini maka saat ini pemulangan pengungsi Rohingya kembali ke Myanmar tidak mungkin dilakukan, meski Myanmar mengklaim telah siap untuk menerima mereka kembali.

“Pemerintah Myanmar sibuk mengklaim kepada dunia bahwa mereka siap menerima kembali pengungsi Rohingya, sementara pada saat yang sama mereka terus memaska mereka pergi ke Bangladesh,” tambahnya.

Tuduhan tersebut juga didukung oleh Direktur Regional Amnesti Internasional James Gomez. "Tidak ada pertanyaan lagi bahwa praktik pembersihan etnis oleh otoritas Myanmar terhadap etnis Rohingya masih terus terjadi. Para pengungsi Rohingya mengatakan kepada kami bahwa mereka telah mengalami kelaparan paksa untuk mendorong mereka meninggalkan negerinya," kata Gomez seraya menegaskan bahwa pengembalian para pengungsi ke Myanmar saat ini belum memungkinkan.

Akibat aksi kekerasan yang dilakukan militer Myanmar, sejak Agustus 2017 lalu lebih dari 700 ribu warga etnis Rohingya telah meninggalkan Myanmar menuju Bangladesh. Sebelumnya sebanyak 200.000 pengungsi sudah berada di Bangladesh karena aksi kerusuhan sebelumnya.

Sejauh ini regim Myanmar menolak tuduhan adanya aksi pembersihan etnis. Mereka hanya mengakui adanya pelanggaran yang dilakukan oleh militer yang menewaskan 10 warga Rohingya.(ca)

No comments: