Sunday, 10 November 2013

Cak Nun Tentang SBY.....

Akhirnya saya (blogger) mendapatkan kesempatan untuk mengolok-olok SBY tanpa harus melakukannya sendiri. Melalui tulisan Emha Ainun Nadjib inilah hal itu bisa saya dapatkan:


=======


Dulu saya menemani Rendra sampai meninggalnya. Dari urusan dokter, rumah sakit, tiap hari siang malam saya gilir teman-teman saya. Kemudian Mbah Surp meninggal, dikuburkan di kompleksnya Rendra. Ketika itu Rendra lumpuh, tapi tak ada satu wartawan pun yang menanyakan Rendra.

SBY pidato tentang kematian Mbah Surip, tapi tidak pidato ketika Rendra meninggal. Itu kan defisit kebudayaan yang sangat besar. Dia benar-benar nggak ngerti bedanya tai sama roti.

Kalau menggunakan antropologi sehari-hari, bangsa Indonesia berhak makan roti tapi lama-lama jatah rotinya berubah menjadi tai. Teknologi mental dan estetika yang luar biasa membuat bangsa Indonesia bisa menikmati tai sebagai roti. Generasi kedua bukan hanya mampu mengubah tai menjadi roti, tapi mereka sudah tidak memiliki pengetahuan untuk membedakan mana tai mana roti. Generasi ketiga lebih parah lagi. Mereka sudah tidak mengerti bahwa ada tai. Semua dipikirnya roti. Presiden seperti apapun tetap dipilih, kondisi negara bagaimanapun dianggap roti. Dan kalau ada yang memberi tahu bahwa yang dimakannya adalah tai, mereka marah. 

Saya disuruh ngomong apa tentang tai? Tapi wallahi saya tak punya kebencian dengan Beliau. Saya bersahabat dengan SBY. Para periode pertama dia masih datang ke rumah, tanya-tanya. Saya masih kasih info-info. Tapi saya lihat sejak awal dia sudah merencanakan untuk berkuasa selama mungkin. Kalaupun jatahnya dua kali, dia harus mengakselerasi kekuasaannya. Waktu itu SBY mau datang ke Jogja padahal saya kasih waktu jam 11 malam.


Ketika itu SBY mengatakan, “Cak Nun sudah tepat posisinya sebagai guru bangsa, ruhaniawan."

Maksudnya kan saya jangan jadi presiden. Saya iyakan saja, lalu saya katakan saya tidak punya ambisi apa-apa. saya disuruh merangkak, berenang, jadi presiden, atau apapun, saya manut dan saya tidak punya beban atas apa-apa yang dibebankan Allah kepada saya karena saya adalah sopirnya Allah. Kalau Tuhan yang nyuruh, Dia yang akan melindungi saya, memberi kesejahteraan, membimbing mekanisme saya.

SBY bukan untuk diomongkan. Dia punya masalah besar sama Allah sekarang. Dia hanya punya satu kemungkinan : menjadi trigger perubahan atau menjadi tumbal. Kalau dia mau mengikhlaskan apa yang harus dia ikhlaskan, namanya akan harum sepanjang sejarah.(Emha Ainun Nadjib)

10 comments:

Unknown said...

Saya sangat menyayangkan artikel Mas Adi yang merendah kan Mbah Surip. Menurut saya yang namanya kesenian adalah hal yang subjektif bagi penikmatnya. Kalau kebanyakan masyarakat Indonesia atau SBY lebih mengapresiasikan karya Mbah Surip daripada Rendra (di lihat dari nilai penjualan dan popularitas karya) itu adalah hak mereka. Kita tidak bisa memaksakan selera kita kepada orang lain.

Jadi saya kira analogi roti dan tai kurang tepat karena perbedaan dari kedua benda tersebut adalah hal yang sangat objektif.

Menurut saya SBY memiliki banyak kekurangan/kesalahan lain yang lebih pantas atau memiliki nilai jurnalistik untuk diliput.

Kesimpulan saya artikel ini adalah sampah yang tidak memiliki nilai jurnalistik atau elemen pendidikan terhadap pembacanya. Harap saya artikel artikel Mas Adi dikemudian hari bisa lebih baik

Wassalam

cahyono adi said...

To Pak Maher.
Terima kasih atas perhatiannya.

Mohon ma'af. Sy tidak pernah bermaksud merendahkan Mbah Surip. Sy hanya mencopas tulisan ttg kritikan Emha terhadap SBY. Hanya memang bahasa yg digunakan Emha membuat kesan merendahkan Mbah Surip.

Sy percaya Emha pun tidak bermaksud merencahkan Mbah Surip, karena kritikannya tertuju pada SBY. Mudah-mudahan beliau juga sudah meminta ma'af kepada keluarga Mbah Surip.

Tapi perkanankan saya memberi tanggapan saya.

Pembandingan Mbah Surip dengan Rendra oleh Emha bukan dalam konteks seni, melainkan dalam konteks pembangunan kharakter bangsa. Jelas dalam koteks ini yg dilakukan Rendra jauh lebih bernilai dibandingkan Mbah Surip. Inilah yg dimaksudkan Emha. Apalagi secara pribadi Emha telah mengenal kedudukan keduanya masing-masing.

Unknown said...

sungguh gaya bahasa org tdk berpendidikan...semua orang pnya kelebihan dan kekurangan...

yusufzul said...

Mas Harry, Anda tampaknya sama sekali tidak mengenal Caknun. Itulah ungkapan kegeraman seorang penyair.

Unknown said...

Keragaman syair yang negatif tidak perlu dikembangkan lagi hingga menjauhkan dari nilai luhur dan akhlaqul karimah. Seharusnya tulisan ini tidak perlu, karena merendahkan salah satu pihak yang dianggap "tai".

Masih banyak ungkapan lain yang bermartabat hingga jelas sisi intelektualnya seorang seniman lagi terpelajar. Jika seorang menjual kotoran dan sipembeli menyukainya, tak ubahnya penjual dan pembeli menghalalkan apa yang dagangkan.


irz said...

Generasi ketiga lebih parah lagi. Mereka sudah tidak mengerti bahwa ada tai. Semua dipikirnya roti. Presiden seperti apapun tetap dipilih, kondisi negara bagaimanapun dianggap roti. Dan kalau ada yang memberi tahu bahwa yang dimakannya adalah tai, mereka marah

nah kn pada marah

Unknown said...

Menurut saya, komentar dapat saja membangun atau pun menjatuhkan.

Terlepas dari hal itu, bukankah jawaban terlahir dari sudut pandang dan latar belakang sesorang ? Atau bisa jadi jawaban juga terlahir dari furqan yang hadir dalam diri seseorang

benar dan salah sudah diatur toh dalam kita keagamaan kita masing-masing.

kalau buat saya terlepas dari benar atau salah artikel ini, saya menyukai gaya bahasa pak adi ini. Ini jaman demokrasi, semua orang boleh berpendapat. bukan jaman Soeharto yang banyak kekangan lalu "dikarungan".

kembali lagi, pada prinsipnya jika segala sesuatu bersandar pada kitab (quran) bukan pada opini atau sudut pandang. Kita sesama umat islam tidak akan terpecah

Aan Waee said...

Cak Nun mbah guru.
Tai dan roti (d sini cak nun mengatakan bahwa orang indonesia itu luar biasa. Krn dr survei rakyat indonesia adl orang yg tdk terpengaruh sawa krismon. Sebelum krismon makan roti_awal krismon makan tai_selang krismon beberapa th tai yg d makan terasa roti, luar biasanya rakyat ini dlm keadaan susah msh bisa tertawa)
mbah surip_rendra.
Mbah surip bisa spt itu dpt jln dr rendra (peran allah pasti) dr sini mungkin anda bisa simpulkan ''pari basane, layat mbah surip neng omahe rendra neng rendra ora ngetok ora d takokne. Kui omake sopo kok kulo nuwun we ora)
bp2 d ats bilang setiap orang punya gaya sendiri2 orang punya kesalahan sendiri2 orang punya kelebihan sendiri2, kok msh d ributkan.

denismalhotra.blogspot.com said...

Hahaha ... Penner!

Unknown said...

Yg gak marah berarti sdh jdi lembek kyk tai.. Kasihan rakyat kita kasihan harga diri bangsa kita.. TKI TKI kita..