Thursday 19 February 2009

Singkirkan Kulit Putih, AS Rekrut Militer Asing


Bagaimana jika anggota TNI adalah orang-orang asing? Mereka tentu tidak akan segan-segan untuk bertindak keras kepada rakyat Indonesia sendiri, seperti misalnya dalam aksi-aksi demonstrasi. Mereka tentu juga diragukan nasioanalismenya sehingga dengan mudah disuap oleh intelegen asing untuk membocorkan rahasia keamanan negara.

Karena itulah Indonesia, demikian juga negara-negara di seluruh dunia lainnya, tidak pernah terpikir untuk merekrut orang asing sebagai tentara. Namun tidak demikian halnya dengan Amerika. Negeri ini justru tengah berupaya merekrut orang-orang asing untuk menjadi tentara.

Sebagaimana ditulis Sabili Cyber baru-baru ini, militer AS mengumumkan akan memberikan kewarganegaraan kepada siapa saja yang mau bergabung dengan angkatan bersenjata AS, sekalipun yang bersangkutan belum memiliki ijin tinggal permanen di negara itu. Keputusan ini adalah yang pertama kali diambil oleh militer AS dalam 30 tahun terakhir. Tentunya, bukan tanpa alasan militer dan Departemen Pertahanan AS mengeluarkan ketentuan itu. Sebab semua tahu, tentara AS menghadapi masalah yang sangat serius di Irak dan Afganistan. Di dua negara itu korban tewas maupun cacat di pihak tentara AS terus bertambah. Bagi yang selamat pun tidak dapat melepaskan diri dari penyakit mental yang banyak berujung pada kasus bunuh diri. Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Archives of Internal Medicine bekerjasama dengan University of California tahun 2007 lalu, sebanyak 31 persen dari 100.000 veteran perang Iraq dan Afghanistan menderita penyakit mental paska perang.

Bagi banyak orang, menjadi warga negara AS adalah impian yang sangat indah. Tak heran jika berkas-berkas permintaan untuk sekedar mendapat ijin tinggal di sana memenuhi kantor-kantor terkait. Hal inilah yang lantas dimanfaatkan oleh Pentagon dengan mengiming-imingi orang-orang seperti ini untuk memperoleh ijin tinggal permanen bahkan kewarganegaraan tanpa perlu bersusah payah keluar masuk berbagai instansi yang dalam banyak kasus bahkan tidak membuahkan hasil. Pentagon menawarkan jalan pintas, yaitu dengan kesediaan pemohon untuk menjadi serdadu AS. Itu berarti orang yang bersangkutan harus siap dikirim ke Irak, Afganistan atau medan pertempuran yang lain, dan tentunya siap mati.

Bagi pemerintah AS khususnya Pentagon, laporan tentang lemahnya mental dan ambruknya semangat juang para serdadu negara itu adalah hal yang sangat memukul. Belum lama ini, Jenderal George Casey, komandan tertinggi angkatan bersenjata AS di Irak dalam sebuah pernyataannya mengingatkan bahwa berlanjutnya perang di Irak bisa menghancurkan angkatan darat AS. Untuk itulah, AS mencanangkan berbagai agenda untuk merekrut prajurit-prajurit baru dengan banyak iming-iming. Pentagon memprioritaskan perekrutan ini bagi mereka yang menguasai bahasa asing khususnya bahasa yang berhubungan dengan kawasan Timur Tengah.

Di dalam Amerika sendiri, kecenderungan untuk bergabung dengan militer sangat minim khususnya di kalangan anak muda. Padahal, iming-iming yang ditawarkan oleh Pentagon sebenarnya cukup menggiurkan seperti gaji besar dan tunjangan pensiun untuk menjamin kehidupan di masa tua. Namun semua itu tak berhasil menarik minat kebanyakan warga AS untuk masuk jajaran militer. Pentagon semakin dibuat pusing oleh banyaknya prajurit AS yang lari dari Irak dan Afganistan, belum lagi laporan tentang angka tentara yang memilih keluar dari militer lewat jalur pintas, bunuh diri. Laporan bunuh diri di tengah tentara AS pada bulan Januari lalu memang sangat mencengangkan karena melampaui angka mereka yang tewas di medan perang.

Program merekrut tentara dari warga asing yang telah dicanangkan oleh Pentagon dipandang oleh para pengamat sebagai upaya Washington untuk melepas diri dari kesulitan yang ada. Apalagi, gerakan massa yang mendesak Gedung Putih mengakhiri perang di Irak dan Afganistan semakin tinggi. Agaknya Pentagon mengira cara ini dapat meminimalisasi tekanan dalam negeri soal banyaknya tentara AS yang tewas di Irak dan Afganistan.

Namun bagi kalangan aktivis kulit putih (di antara warga kulit putih Amerika dan Eropa muncul banyak gerakan pembela hak-hak warga kulit putih setelah mereka merasa selama ini telah disingkirkan secara sistematis oleh orang-orang Yahudi. Oleh media massa yang umumnya dikendalikan Yahudi mereka biasa disebut sebagai ekstremis, ultranasionalis hingga neo-nazi) program ini tentu saja dianggap sebagai upaya lain --- selain upaya menggolkan UU Imigrasi yang mengijinkan lebih banyak imigran asing dan memberikan hak kewarganegaraan bagi belasan juta imigran asing non-kulit putih yang tinggal di Amerika --- untuk menyingkirkan orang-orang kulit putih mengingat tentara asing yang bakal direkrut kebanyakan adalah non-kulit putih.

Perlu diketahui bahwa prosentase warga kulit putih di Amerika semakin menyusut setiap tahun. Jika pada tahun 1970-an angkanya masih 90-an% maka saat ini kurang dari 70%. Dengan trend pertumbuhan yang tidak berubah diperkirakan pada tahun 2040 mendatang kulit putih menjadi minoritas di Amerika.

Dengan semakin tingginya kekecewaan publik Amerika atas fenomena ekonomi-sosial-politik yang menimpa negaranya akhir-akhir ini dan mengingat kepemilikan senjata api di Amerika yang cukup tinggi karena jaminan undang-undang, maka masuk akal jika para "penguasa sebenarnya" Amerika merekrut tentara asing untuk menghadapi kerusuhan sosial yang mungkin saja akan segera terjadi.

Keterangan gambar: prajurit Amerika dari keturunan kulit hitam dan hispanik.

No comments: