Tuesday, 21 April 2009

Para Pembenci yang Sebenarnya


Pada hari Jum'at Suci, 10 April lalu, mantan prajurit nazi Jerman, John Demjanjuk, berumur 89 tahun dan sakit-sakitan, dideportasi secara paksa dari Amerika ke Jerman untuk menjalani pengadilan dengan tuduhan turut bertanggungjawab atas pembantain 29.000 orang yahudi di kamp Sobibor Polandia selama berlangsung Perang Dunia II.

Bagi Demjanjuk, pengadilan ini adalah yang kedua setelah yang pertama tahun 1986 dengan tuduhan turut membunuh 870 yahudi di Treblinka, Polandia. Dan ini membuktikan bahwa orang-orang yang sama yang telah menuntutnya, tidak pernah puas untuk menghancurkan korban-korbannya sekaligus mem-brainstorming masyarakat tentang "kebenaran" holocoust.

Pengadilan pertama atas Demjanjuk tahun 1986 diawali dengan "temuan" Office of Special Investigations (OSI), lembaga di bawah kejaksaan agung yang bertugas memburu para penjahat perang eks nazi Jerman, bahwa Demjanjuk adalah “Ivan the Terrible,” seorang penjaga kamp Treblinka yang brutal dan sadis yang telah membunuh banyak tawanan yahudi termasuk dengan cara memasukkan ke dalam kamar gas beracun.

Demjanjuk bersikukuh bahwa dirinya tidak pernah bertugas di Treblinka. Dengan berbagai rekayasa, beberapa korban selamat dari kamp Treblinka memberi kesaksian yang memberatkan Demjanjuk. Maka pada tahun 1986 OSI mengekstradisi Demjanjuk ke Israel untuk diadili. Pada tahun 1988 pengadilan Israel menjatuhi hukuman gantung terhadapnya.

Namun keluarga, teman-teman dan pengacara Demjanjuk tidak putus asa. Mereka menjelajahi Eropa, dan menjelang runtuhnya UNi Sovyet tahun 1989, mereka mendapatkan bukti baru yang sangat vital. Dari arsip nasional di Moskow tentang Treblinka, mereka menemukan foto sebenarnya dari "Ivan the Terrible". Ivan yang sebenarnya jauh lebih besar dan dewasa dibanding Demjanjuk yang pada tahun 1943 baru berusia 23 tahun. "Ivan the Terrible" yang sebenarnya adalah bernama Ivan Marchenko.

Bukti baru tersebut menggagalkan hukuman gantung terhadap Demjanjuk sehingga peluangnya menjadi orang pertama yang dihukum mati di Jerussalem setelah hukuman mati Adolf Eichmann tahun 1961.

Demjanjuk kemudian dilepaskan dan kembali dengan tenang ke Cleveland, sebagai warga terhormat yang telah direhabilitasi nama baiknya.

Mungkin juga tuduhan kedua yang kini dihadapi Demjanjuk bermotif balas dendam atas "kekonyolan memalukan" yang dibuat OSI.

Dalam tuntutan kedua yang diajukan OSI kali ini, Demjanjuk dituduh menjadi pengawal di kamp Sobibor pada periode waktu yang sama saat ia dituduh menjadi pengawal di Treblinka. Adapun bukti baru yang diakukan adalah pengakuan seseorang bernama Danilchenko yang mangaku menjadi pengawal di kamp Sobibor bersama-sama dengan Demjanjuk. Selain itu juga diajukan dokumen yang menunjukkan keberadaan Demjanjuk di kamp Solibor.

Namun keanehan terjadi karena Danilchenko telah lama meninggal setelah membuat "pengakuan" sehingga tidak dapat dimintai kesaksiannya di pengadilan.

Saat ini Demjanjuk tengah menghadapi proses pengadilan dengan tuduhan sangat serius, pembantaian 29.000 tawanan yahudi di kamp Sobibor, namun tanpa ada seorang saksi matapun, bahkan tidak seorang jaksa pun yang bisa membuktikan bahwa Demjanjuk telah menyakiti seseorang. Bahkan seorang mantan penghuni kamp Sobibor yang kini tinggal di Israel mengaku dirinya tidak pernah mengenal penjaga kamp seperti Demjanjuk.

Adalah suatu ironi bahwa Demjanjuk diadili di Jerman dengan tuduhan kejahatan yang tidak dilakukan di Jerman. Demjanjuk sendiri sebenarnya bukan orang Jerman, melainkan Polandia. Sebaliknya kejahatan tersebut (holocoust) justru dilakukan oleh penguasa Jerman sendiri.

Demjanjuk tidak bisa dipungkiri merupakan tumbal yang digunakan untuk membersihkan dosa-dosa Jerman, dengan bantuan Amerika tentunya. Adapun bagi Israel, asalkan ada seseorang yang dihukum dengan tuduhan melakukan kejahatan holocoust, cukup memuaskan mereka meski untuk sesaat karena korban-korban tidak bersalah lain masih akan terus berjatuhan.


KETERANGAN GAMBAR: Demjanjuk pingsan saat akan ditahan polisi Amerika untuk dideportasi ke Jerman.

No comments: